Anda di halaman 1dari 14

Keseimbangan Asam Basa

pH dari suatu larutan ditentukan dari konsentrasi [H +]. Konsentrasi ini umumnya dijaga pada
konsentrasi yang rendah. Konsentrasi normal dari H+ sampel plasma arteri adalah 0.00004
mEq/L, bandingkan dengan konsentrasi ion lain seperti natrium yang 142mEq/L Karena
konsentrasi H yang sangat rendah, biasanya dia ditampilkan dalam bentuk skala logaritma pH
dari 0-14.
pH normal pada darah arteri adalah 7.4, sedangkan Ph vena darah dan cairan intertitial
sekitar 7.35 karena banyak karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan kedalam jaringan untuk
membentuk H2CO3 di cairan ini. Karena Ph normal dari darah arteri adalah 7.4, maka orang
dianggap mengalami asidosis saat Ph dibawah nilai ini, dan alkalosis saat Ph diatas 7.4. batas
bawah Ph dimana manusia masih dapat hidup dalam beberapa jam adalah 6.8, dan batas atas
sekitar 8.0.
Ph intracellular biasanya sedikit dibawah Ph Plasma karena metabolisme sel memproduksi asam,
khususnya H2CO3. Bergantung dari tipe selnya, Ph dari cairan interstitial bervatiasi antara 6.07.4. hypoxia jaringan dan jaringan darah yang terganggu ke jaringan dapat menyebabkan
penumpukan asam dan penurunan Ph intracellular.
Ph urin berada dalam kisaran 4.5 sampai 8.0, bergantung pada status asam basa cairan
ekstraseluler.
Mekanisme mempertahankan pH ada tiga yaitu:
1. Buffer
2. Ventilasi
3. Regulasi H+ dan HCO3 oleh ginjal
Sistem buffer
Buffer merupakan molekul yang menjaga tapi tidak mencegah Ph dengan bergabung atau
melepaskan H+. Pada ketidakhadiran buffer, penambahan asam pada larutan akan menyebabkan
peningkatan tajam pada Ph. Sedangkan dengan buffer, Ph hanya meningkat sedikit saja. Karena
produksi asam merupakan hambatan utama dalam homoestasis Ph, kebanyakan buffer bergabung
dengan H+.
Buffer ditemukan didalam sel dan didalam plasma. Buffer intraselluler termasuk protein seluler,
Ion fosfat (HPO42-), dan hemoglobin. Hemoglobin dalam sel darah merah

Hemoglobin di sel darah merah membuffer H+ yang diproduksi oleh reaksi CO2 dan H20. Tiap
ion H+ yang dibuffer oleh hemoglobin meninggalkan ion bikarbonat yang sama dalam sel darah
merah. HCO3- ini dapat meninggalkan sel darah merah sebagai ganti dari plasma CL-.
Banyaknya jumlah plasma bikarbonat diproduksi oleh metabolisme CO2 menghasilkan sistem
buffer extracellular dalam tubuh yang paling penting. Konsentrasi HCO3 pada plasma kira-kira
24mEq/L, yang kira kira 600.000 kali konsentrasi plasma H+. walaupun H+ dan HCO3mempunyai rasio 1:1 dari CO2 dan H2O, buffer intracellular H+ oleh hemoglobin merupakan
alasan utama kedua ion tidak ada dalam plasma dalam konsentrasi sama. Hubungan antara CO2.
HCO3- dan H+ dalam plasma ditunjukkan dalam persamaan berikut ini :

Menurut hukum aksi massa, perubahan pada CO2, H+, atau HCO3- dalam reaksi larutan
menyebabkan reaksi bergeser sampai equilbrium tercapai. (Air selalu dalam kadar tinggi dalam
tubuh sehingga tidak berkontribusi dalam reaksi equilbrium). Contohnya, jika CO2 meningkat,
kesetimbangan bergeser ke kanan, menghasilkan satu tambahan H+ dan satu tambahan HCO3dari tiap CO2 dan air.

Setelah kesetimbangan tercapai, kedua H+ dan HCO3 telah meningkat. Penambahan H+


akan membuat larutan lebih asam dan menurunkan nilai Ph. Pada reaksi ini, tidak penting apakah
buffer HCO3- telah terbentuk karena HCO3 hanya berfungsi sebbagai buffer saat berikatan
dengan H+ dan menjadi asam karbonat.
Sekarang, anggap H+ ditambahkan ke plasma dari beberapa sumber metabolik, seperti
asam laktat :

Pada kasus ini, plasma HCO3 dapat berfungsi sebagai buffer dengan bergabung dengan beberapa
tambahan H+ sampai reaksi mencapai kesetimbangan baru. peningkatan H+ menggeser
kesetimbangan ke kiri:

Mengubah beberapa tambahan H+ dan buffer bikarbonat ke asam karbonat berarti pada
kesetimbangan, H+ masih naik, tapi tidak sebanyak sebelumnya. Konsentrasi HCO3- turun
karena digunakan sebagai buffer. H+ yang sudah di buffer akan diubah ke CO2 dan H20,
meningkatkan jumlah keduanya. Pada kesetimbangan reaksi terlihat seperti ini:

Hukum aksi masa merupakan cara baik untuk berpikir tentang hubungan antara perubahan
konsentrasi H+, HCO3- dan CO2. Selama mengingat kualifikasi berikut ini. Pertama, perubahan
pada HCO3 (ditunjukkan pada reaksi 5) mungkin tidak muncul secara klinis sebgai HCO3diluar range normal. Hal ini karena HCO3 600.000 kali lebih terkonsentrasi di plasma daripada
H+. jika kedua H+ dan Hco3- ditambahkan ke dalam plasma, mungkin dapat dilihat perubahan
pada Ph tapi tidak pada konsentrasi HCO3- karena banyak bikarbonat yang ada sebellumnya.
Kedua H+ dan HCO3- mengalami perningkatan absolut dalam konsentrasi, namun karena
banyak HCO3- di dalam plasma, peningkatan relatif HCO3 tidak dapat diobservasi.
Analoginya begini, misalkan dua tim bola bermain di stadium yang penuh dengan 80.000
fans. Jika 10 pemain (H+) lari ke lapangan, semua tahu. Namun jika 10 orang datang ke tribun
pada waktu yang sama, tidak ada yang tahu karena sudah banyak orang menonton dan
penambahan 10 orang tidak memberikan perbedaan berarti.
Hubungan antara Ph, konsentrasi HCO3- dalam Mm dan konsentrasi CO2 yang larut ditulis
secara matematis oleh persamaan Henderson-Hasselbalch. Namun dalam klinis biasa
menggunakan Pc02 daripada konsentrasi CO2 yang larut
HCO3

Ph= 6.1+ log

Selain itu, kualifikasi ke dua dalam hukum aksi masa adalah saat reaksi bergeser ke kiri dan
meningkatkan plasma CO2, terjadi peningkatan ventiilasi. Saat CO2 telah dikeluarkan, PCO2
arteri mungkin normal atau turun dibawah normal karena hiperventilasi.

Ventiilasi dapat mengkompensasi gangguan pH


Peningkatan ventilasi merupakan kompensasi respiratorik untuk asidosis. Ventilasi dan status
asam-basa berhubungan dekat, ditunjukkan pada persamaan

Perubahan pada ventilasi dapat memperbaiki gangguan keseimbangan asam-basa, tapi mereka
juga dapat menyebabkannya. Karena kesetimbangan dinamis antara CO2 dan H+, perubahan
pada plasma PCO2 akan berefek pada H+ dan HCO3- dalam darah.
Sebagai contoh, jika seseorang hipoventilasi dan PCO2 meningkat, kesetimbangan bergeser ke
kanan. Asam karbonat lebih banyak dihasilkan, dan H+ naik, menyebabkan keadaan asidosis:

Pada sisi lain, jika seseorang hiperventilasi, menghembuskan CO2 dan menurunkan plasma
PCO2, kesetimbangan bergeser ke kiri, yang berarti bahwa H+ bergabung dengan HCO3 dan
menjadi asam karbonat, dan menurunkan konsentrasi H+.
H+ yang turun berarti peningkatan Ph:

Pada dua contoh ini, kamu dapat melihat perubahan Pco2 berperan dalam konsentrasi H+ dan Ph
plasma. Tubuh menggunakan ventilasi sebagai metode mengatur Ph hanya jika stimulus
berhubungan dengan Ph memicu repon refleks. Dua stimuli yang dapat melakukannya; H+ dan
CO2.
Ventilasi dipengaruhi secara langsung oleh kadar plasma H+ melalui chemoreceptor carotid dan
aorta. Chemoreceptor ini terletak di aorta dan arteri carotid sepanjang sensor oksigen dan sensor
tekanan darah. Peningkatan pada plasma H+ menstimulasi chemoreceptor, yang akan mengirim
sinyal ke medullary resporatory control centers untuk meningkatkan ventilasi. peningkatan
ventilasi alveolaus akan menyebabkan paru paru mengekskresikan lebih CO2 dan mengubah H+
menjadi asam karbonat.

Chemoreceptor sentral medula oblongata tidak dapat merespons langsung pada


perubahan ph plassma karena H+ tidak melewati blood-nrain barrier. Namun, perubahan pada ph
mengubah PCO2, dan CO2 mentimulasi central chemoreceptor. Kontrol ventilasi chemoreceptor
sentral dan perifer menolong tubuh merespon cepat perubahan pada ph atau plasma CO2
Ginjal menggunakan amonia dan buffer fosfat
Ginjal mengurusi 25% kompensasi yang tidak bisa di handle paru-paru. Mereka mengubah Ph
dalam dua cara: (1) secara langsung, mengeksresikan atau mereabsorbsi H+ dan (2) secara tidak
langsung mengubah kecepatan buffer HCO3- di reabsorbsi atau dieksresi.
Pada acidosis, ginjal mengekreikan H+ kedalam lumen tubulus dengan trasnpor aktif
langsung dan tidak langsung. Ammonia dari asam amino dan ion fosfar (HPO42-) didalam ginjal
berfungsi sebagai buffer, menangkap banyak H+ selagi NH4+ dan H2PO4. Buffer ini
mengizinkan banyak H+ dieksresikan. Ion fosfat ada dalam filtrasi dan bergabung dengan H+
yang disekresikan ke dalam lumen nefron

Walaupun dengan buffer ini, urin dapat menjadi cukup asam, sampai Ph sekitar 4.5. selagi H+
diekskresikan, ginjal membuat HCO3- aru dari CO2 dan H20. HCO3- lalu direabsorbsi kedalam
darah untuk berperan sebagai buffer dan meningkatkan Ph. Pada alkalosis, ginjal membalikkan
proses umum yang baru dijelaskan untuk acidosis, menekskreikan HCO3- dan mereabsorbsi H+
dalamm usaha membawa Ph kembali ke rentang normal. Kompensasi ginjal lebih lambat
daripada kompensasi respirasi, dan efek terhadap ph dapat tidak terlihat selama 24-48 jam.
Namun, setelah aktif, kompensasi ginjal mengatasi semua kecuali gangguan asam basa parah.
Mekanisme seluler untuk kompensasi H+ dan HCO3- oleh ginjal dan HCO3 mirip dengan
proses trasnpor di epitel lain. Namun, mekanisme ini mengikutkan beberapa transporter
membran seperti berikut:
1. The apical Na+-H+ exchanger (NHE)

merupakan transporter aktif tidak langsung yang membawa Na+ kedalam el epitel
sebagai ganti dari menggerakkan H+ melawan gradien konsentrasi kedalam lumen.
Transporter ini bermain peran pada tubulus proksimal reaborbsi Na+
2. The basolateral Na+-HCO3 symport menggerakkan Na+ dan HCO3- keluar dari sel epitel
dan kedalam cairan interstitial.
3. H+-ATP ase menggunakan energi dari ATP untuk mengasamkan urin, mendorong H+
melawan gradien konsentrasi kedalam lumen nephron distal
4. H_-K+-ATPase meletakkan H+ kedalam urin sebagai ganti untuk reabsorbsi K+.
pertukaran ini berkontribusi pada ketidakseimbangan potasium yang kadang-kadang
mrnrmsni gangguan keseimbangan asam basa
5. Na+-NH4+ antiport menggerakkan sel kedalam lumen sebagai ganti Na+. sebagai
tambahan dari trasnporter ini, tubulus renal akan menggunakan Na+-K+-ATP ase yang
banyak dan protein HCO3- -CL- antiport yang bertanggung jawab pada cloride shift di sel
darah merah
Tubulus proksimal mensekresikan H+ dan reabsorbsi HCO3Ada dua jalur dimana bikarbonat di reabsorbsi di tubulus proksimal.
Jalur pertama megubah HCO3- menjadi CO2, lalu kembali menjadi HCO3-. Yang direabsorbsi
1. H+ disekresikan dari sel tubulus proksimal kedalam lumen sebagai ganti dari Na+, yang
bergerak dari lumen ke sel tubulus. Pergantian ini menggunakan NHE
2. H+ yang disekresikan bergabung dengan HCO3- untuk membentuk CO2 didalam lumen.
Reaksi ini difasilitasi oleh carbonic anhydrase.
3. CO2 yang baru terbentuk berdifusi dari lumen ke sel tubulus
4. Di sitoplasma CO2 bergabung dengan air untuk membentuk H2CO3, yang disasosiasi
menjadi H+ dan HCO35. H+ yang dibuat di langkah 4 disekresikan kedalam lumen lagi, menggantikan H+ yang
bergabung dengan HCO3- di langkah 2. Dia dapat bergabung dengan bikarbonat lain atau
dibuffer oleh ion fosfat dan dieksresikan.
6. HCO3- pada langkah 3 ditranspor keluar sel pada sisi basolateral sel tubulus proksimal
oleh HCO3- Na symporter. Hasil dari proses ini adalah reabsorbsi Na+ dan HCO3- dan
sekresi H+.
Langkah ke dua untuk reabsorbsi bikarbonat dan mengeksresikan H+ datang dari
metabolisme asam amino glutamine:
7. Glutamine pada sel tubulus proksimal melepaskan dua gugus amino, yang menjadi
ammonia (NH3). Ammonia ini membuffer H+ untuk menjadi ion ammonium. Ion

ammonium akan ditranspor kedalam lumen sebagai ganti untuk Na+. . a-ketoglutarate
(aKG) dari deaminasi glutamin dimetabolisme lebih jauh untuk HCO3-, yang ditraspor
kedalam darah dengan Na+. jalur ini akan mereabsorbsi Na+ dan HCOE- dan
mensekresikan H+, tapi dibuffer oleh ammonia. Hasil akhir dari kedua jalur adalah
sekresi asam (H+) dan reabsorbsi buffer dalam bentuk sodium bikarbonat

Asidosis respiratorik
Berlangung saat hipoventilasi alveolus menghasilkan retensi CO2 dan peningkatan Pco2 plasma.
Situasi dimana ini terjadi dapat berupa ashtma, pneumonia, dan COPD, termasuk emfisema.

Tanda asidosis respiratorik merupakan penurunan ph dengan kadar bikarbonat yang meningkat.
Karena masalahnya respratorik, tubuh tidak dapat membawa kompensasi respiratorik. Semua
kompensasi untuk asidosis repiratorik harus lewat mekanisme ginjal yang mengekskresikan H+
dan mereabsorbsi HCO3-.
Asidosis metabolik
Asidosis metabolik terjadi saat input H+ melebihi ekskresi H+.

Asidosis metabolik dapat terjadi jika tubuh kehilangan HCO3 yang dapat disebabkan diare,
dimana HCO3- akan hilang dari usus. Pancreas akan memproduksi HCO3- dari CO2 dan H20
oleh mekanisme mirip degan mekanisme ginjal. H+ akan dikeluarkan kedalam darah. Biasanya,
HCO3- dikeluarkan kedalam usus halus, lalu direabsorbsi kedalam darah, sebagai buffer H+.
namun, jika seseorang mengalami diare, HCO3- tidak di reabsorbsi, dan asidosis terjadi. Dari
persamaan 9 mungkin kamu berpikir asidosis metabolik diikuti oleh pCO2 naik. Namun, kecuali
jika individunya mengalami penyakut paru, kompensasi berlangssung hampir instan.
Peningkatan CO2 dan H+ akan menstimulasi ventilasi. Sebagai hasil, pco2 menurun ke normal
atau dibawah normal karena hiperventilasi.
Alkalosis respiratorik
Keadaan alkalosis lebih jarang terjadi daripada asidosis. Alkalosis respiratorik muncul sebagai
akibat hiperventilasi, saat ventilasi alveolus meningkat tanpa diimbangi produksi CO2. Sebagai
hasil, pCO2 plasma menurun, dan alkalosis dihasilkan saat kesetimbangan bergeser ke kiri

Penurunan CO2 akan menggeser kesetimbangan ke kiri, dan kedua H+ dan HCO3- pada plasma
menurun. Nilai HCO3- plasma yang rendah pada alkalosis menunjukkan kelainan respiratoril.

Penyebab klinis utama pada alkalosis respiratorik adalah ventilasi artifisial eksesif yang dapat
dikoreksi dengan mengatur ventilator.
Karena alkalosis mempunyai penyebab respiratorik, kompensasi tubuh hanya mempunyai ginjal.
Bikarbonat yang jika direabsorbsi dapat menjadi buffer dan dapat meningkatkan pH lebih jauh
lagi, tidak direabssorbsi di tubulus proksimal dan disekresikan di nephron distal. Kombinasi
ekskresi HCO3- dan reabsorbsi H+ di nephron distal menurunkan HCO3- tubuh dan
meningkatkan H+, keduanya berperan dalam mengkoreksi alkalosis.
Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik memiliki dua penyebab: muntah isi lambung yang eksesif dan ingesti
antacid bikarbonat yang eksesid. Pada kedua kasus, alkalosis menurunkan konsentrasi H+

Penurunan H+ menggeser kesetimbangan ke kanan, berarti pCO2 menurun dan HCO3meningkat. Sama seperti asidosis metabolik, kompensasi respiratorik untuk alkalosis metabolik
berlangsung cepat. Peningkatan pH dan penurunan pCO2 menekan ventilasi. Hipoventilasi
berarti tubuh tetap memiliki CO2, meningkatkan pCO2 dan membuat H+ dan HCO3Kompensasi respiratorik ini menolong mengkoreksi masalah pH namun meningkatkan HCO3lebih jauh. Namun, kompensasi respiratorik terbatas karena dapat menyebabkan hipoxia. Setelah
pO2 arteri turun dibawah 60 mmHg, hipoventilasi berhenti. Respon ginjal pada alkalosis
metabolic sama dengan alkalosis respiratorik: HCO3- dieksresi dan H+ di reabsorbsi.
Definisi Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah dan lendir dalam tinja.Diare
dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh jam
pertama, dengan temperatur rectal di atas 38C, kolik, dan muntah-muntah.
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dan
frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar
sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare
bila frekuensinya lebih dari 3 kali.
Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset) yaitu diare akut dan diare kronik.
Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lebih

lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2
minggu.
Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuansi buang air besar yang
dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus-menerus atau berulang,
dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit berat
Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi:
1. Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
2. Bakteri: Escherichia coli (20-30%), Shigela sp. (1-1%), Vibrio cholerae, dan lain-lain.
3. Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lambia, Crystosporidium (4-11%).
4. Keracunan makanan
5. Malabsorbsi: karbohidrat, lemak dan protein.
6. Alergi: makanan, susu sapi
7. Imunodefisiensi: AIDS
Tanda dan Gejala
Adapun tanda-tanda dan gejala-gejala yang ditimbulkan akibat diare:
Diare dengan dehidrasi ringan, dengan gejala sebagai berikut:
1) Frekuensi buang air besar 3 kali atau lebih dalam sehari
2) Keadaan umum baik dan sadar
3) Mata normal dan air mata ada
4) Mulut dan lidah basah
5) Tidak merasa haus dan bisa minum
Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat badan, dengan gejala
sebagai berikut :
1) Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali sehari dan sering
2) Kadang-kadang muntah, terasa haus
3) Kencing sedikit, nafsu makan kurang
4) Aktivitas menurun
5) Mata cekung, mulut dan lidah kering
6) Gelisah dan mengantuk

7) Nadi lebih cepat dari normal, ubun-ubun cekung


Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% berat badan, dengan gejala:
1) Frekuensi buang air besar terus-menerus
2) Muntah lebih sering, terasa haus sekali
3) Tidak kencing, tidak ada nafsu makan
4) Sangat lemah sampai tidak sadar
5) Mata sangat cekung, mulut sangat kering
6) Nafas sangat cepat dan dalam
7) Nadi sangat cepat, lemah atau tidak teraba
8) Ubun-ubun sangat cekung
Komplikasi
Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan berbagai macam
komplikasi, yaitu:

1. Dehidrasi: ringan, sedang, dan berat.


2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.
3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus
(kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan usus),
hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
4. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
6. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah)
Komposisi feses
Feses normalnya terdir dari air dan padatan yang terdiri atas 30% bakteri mati. 10-20%
lemak, 10-20% zat inorganic, 2-3% protein, dan 30% serat serat makaan tidak tercerna dan unsur
unsur kering dari getah pencernaan, seperti pigmen empedu dan sel sepitel yang terlepas.

Warna coklat dari feses disebabkan oleh sterkobilin dan urobilin, yang berasal dari
bilirubin. Bau feses terutama disebabkan oleh produk kerja bakteri; bau ini bervariasi dari satu
orang ke orang lainnya , bergantung pada flora bakteri kolon masing-masing orang dan pada
jenis makanan yang dimasukkan. Bahan yang benar-benar mengeluarkan bau meliputi indol,
skatol, merkaptan, dan hidrogen sulfida.
Jenis-Jenis Diare
Diare Osmotik
Diare osmotik disebabkan kehadiran substansi yang tidak dapat diserap didalam lumen usus.
Sebagai contoh, dalam defisiensi laktase, laktosa tidak dapat digesti menjadi glukosa dan
galaktosa, bentuk yang dapat diabsorbsi dari karbohidrat ini. Laktosa yang tidak didigesti ini
akan tinggal dalam lumen usus dan menarik air dan menyebabkan diare osmotik.
Diare sekretorik
Berkebalikan dari bentuk lain diare, yang disebabkan absorbsi tidak adekuat cairan dari usus,
diare sekretorik disebabkan sekresi berlebihan cairan oleh sel kripta. Penyebab utama diare
sekretorik merupakan pertumbuhan bakteri eperti vibrio cholerae atau escherichia coli.
DEFEKASI

Jalur aferen dan eferen mekanisme parasimpatik untuk meningkatkan refleks defekasi

Refleks defekasi. Biasanya, defekasi dinisiasi oleh refleks defekasi. Salah satu dari refleks ini
adalah refleks intrinsik oleh enteric nervous system di dinding rectum. Saat feces masuk ke
rectum, distensi dinding rectum menginisasi sinyal aferen yang menyebar melalui plexus
myenterica untuk memulai gelombang peristaltik di colon descendens, sigmoid dan rectum,
memaksa feces menuju anus. Dengan gelombang peristaltik menuju anus, sfingter anal interna
relaksasi oleh sinyal inhibisi dari plexus myenterica; jika sfingter anal externa juga relaksasi
secara sadar maka defekasi terjadi.
Normalnya saat refleks defekasi intrinsic myenterica berfungsi sendiri, dia relatif lemah.
Untuk menjadi efektif dalam menyebabkan defekasi, dia harus diperkuat dengan refleks defekasi
lain yaitu parasympathetic defecation reflex yang melibatkan segmen sacrum dari medula
spinalis. Saat ujung saraf di rectum terstimulasi, sinyal ditrasnmisi ke medula spinalis lalu
kembali ke colon descendens, sigmoid, rectum, dan anus dari serabut parasimpatis di nervus
pelvicus. Sinyal saraf simpatis ini memperkuat gelombang peristaltik dan relaksasi dari sfingter
anal, sehingga mengubah refleks defekasi intrinsik myenterica yang lemah menjadi proses kuat
defekasi yang kadang kadang efektif dalam pengosongan usus besar dari fleksura splenicus colon
sampai anus

Demikian pula, sinyal sinyal aferen yang masuk ke medula spinalis menimbulkan efek
efek lain, seperti mengambil napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot dinding perut
untuk mendorong isi feses dari kolon turun ke bawah dan pada saat yang sama menyebabkan
lantai pelvis terdorong kebawah dan menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, John E. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. Elsevier:
Philadelphia
2. Silverthorn, Dee Unglaub. 2013. Human Physiology: An Integrated Approach. Pearson

Anda mungkin juga menyukai