Anda di halaman 1dari 46

A.

IDENTITAS PASIEN
Nama: By. Ny. S
Umur: 1 hari
Jenis kelamin: Laki - laki
Tanggal/ Jam Lahir: 12 Juni 2015/ 08.06 Wib
Agama: Islam
Suku: Jawa
Alamat: Pajerukan, Kalibagor, Jawa Tengah
Bangsal: Perinatologi
Nomor RM: 32751
Nama ayah: Tn. A
Umur: 28 tahun
Pendidikan Terakhir: SMA
Pekerjaan: Karyawan Swasta
Nama ibu: Ny. D
Umur: 24 tahun
Pendidikan Terakhir: SMA
Pekerjaan: Karyawan Swasta
B.DATA DASAR
i.Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien (di ruang Srikandi) dan perawat ruang
perinatologi RSUD Kota Semarang dilakukan pada tanggal 13 Juni 2015 dan didukung
catatan medis.
Keluhan utama: bayi lahir tidak menangis
Keluhan tambahan: bayi preterm, bayi berat badan lahir rendah

Riwayat Penyakit Sekarang


Sebelum Masuk RS
Ibu dengan G1P0A0, usia 24 tahun, hamil 36 minggu, memiliki riwayat
haid teratur, 28 hari, lama haid 4-5 hari persiklus. Ibu rutin memeriksakan
kehamilannya di bidan satu sampai dua kali setiap bulan. Ibu telah mendapatkan
suntikan tetanus toxoid 2 kali selama kehamilannya.
Selama hamil, ibu mengaku sering merasa mual ataupun muntah. Riwayat
mengkonsumi jamu saat hamil diakui, riwayat trauma saat hamil, riwayat pijat,
riwayat demam tinggi dan riwayat perdarahan disangkal. Selama hamil ibu rutin
mengkonsumsi vitamin dan obat penambah darah dari bidan.
Ibu menderita hipertensi kehamilan yang diketahui saat usia kehamilannya
yang ke 5 bulan dengan keluhan terasa berat dan sakit dan pegal dibagian tengkuk
belakang kepala. Berdasarkan catatan medis saat ANC didapatkan hasil tekanan
darah 140/90 mmHg pada tanggal 30 Mei 2015. Sejak dikonsultasikan kepada
dokter spesialis ilmu penyakit dalam, pasien rutin mengkonsumsi obat minum
(ibu lupa nama obat) yang dikonsumsi 2x sehari.
Ibu mengeluh keluar lendir darah yang disertai perut terasa kencang dan
mulas sejak malam hari tanggal 11 Juni 2015. Oleh karena keluhan mulas, perut
kencang dan keluar lendir darah serta memiliki hipertensi kehamilan, maka pasien
di bawa ke RSUD Kota Semarang.
Setelah Masuk RS
Ibu datang ke RSUD Kota Semarang pada tanggal 12 Juni 2015 dengan
pembukaan dua. Ibu direncanakan untuk melahirkan secara SC oleh dokter
spesialis kandungan atas indikasi hipertensi gestasional, namun ternyata ibu dapat
melahirkan secara spontan.
Lahir bayi laki - laki di ruang VK RSUD Kota Semarang secara spontan
pada tanggal 12 Juni 2015 pukul 08.06 WIB, dengan berat badan lahir 1795 gram,
panjang badan 42 cm, lingkar kepala 31 cm dan lingkar dada 27 cm. Tidak ada

caput suksaedenum maupun cephal hematom. APGAR Score 3-5-7, retraksi dada
(+) dan nafas cuping hidung (+). Plasenta lahir secara manual, kortiledon lengkap.
Saat lahir bayi tidak menangis, warna kulit pucat dengan biru pada
ekstremitas, dan akral agak dingin, pernafasan tidak teratur, tonus otot lemah, dan
HR > 100 kali/menit. Setelah 5 menit resusitasi, bayi menangis merintih, warna
kulit pucat dengan kemerahan pada ekstremitas, tonus otot lemah dan HR > 100
kali/menit. Setelah 10 menit resusitasi, bayi menangis tidak kuat, warna kulit
merah jambu pada ekstremitas, tonus otot sedang dan HR > 100 kali/menit. Bayi
kemudian dirawat dan diobservasi di ruang perinatologi RSUD Kota Semarang.
Kesan : neonatus preterm, berat badan lahir rendah, asfiksia berat, neonatal infeksi

Setelah Masuk Ruang Perinatologi


Tanggal
12 Juni 2015
Usia : 0 hari
BBL : 1795 gram
PB : 42 cm
LK : 31 cm
LD : 27 cm

Klinis dan terapi


Keadaan bayi:
Gerakan tidak aktif
Tidak menangis
Kulit pucat,

ekstremitas biru
Reflex hisap (-)
Ikterik (-)

Terapi :

13 Juni 2015

Resusitasi
Inf umbilical D10% 6

tpm
Dopamin 3 meq
O2 CPAP flow 6,

PEEP 6, Flow 60%


Ampisulbactam 2x150

mg
Dexamethasone 2x1/4
Ca gloconas 2x1cc
Inj.vit K 1x1mg
Chloramphenicol u.e
Keadaan bayi

Pemeriksaan
HR : 136 - 142x/mnt
RR : 30x/mnt
T : 36.4oC
N : i/t cukup
Thorax:
Simetris (+)
Retraksi dada (+)
Pulmo/ snv +/+ rh +/+
Cor/ bj I/II reg, m(-), g (-)
Abd : supel, BU (+)
Ekstremitas
Akral sianosis (+)

HR : 132x/mnt

Usia : 1 hari
BB : 1800 gram

Gerak bayi cukup aktif


Menangis kuat
Tonus kuat
Reflex hisap (+)
Ikterik (-)
BAB (-)
BAK (+)
Residu coklat 3cc/2 ll

Terapi :

Infus D10% 6 tpm


Dopamin 0,32 cc/jam
Aminosteril 0,5

g/kgbb/jam
Inj ranitidin 2x5 mg

RR : 38x/mnt
T : 36.5oC
N : i/t cukup
Thorax:
simetris (+), Retraksi dada (-)
Pulmo/ snv +/+ rh -/Cor/ bj I/II reg, m(-), g (-)
Abd : supel, BU (+)
Ekstremitas
Akral sianosis (-)
GDS:
36 mg/dL
Hb: 15,7 g/dL
Ht: 51,50%
Leukosit: 35400/uL
Trombosit: 190000/uL

14 Juni 2015
Usia : 2 hari
BB : 1800 gram

Keadaan bayi
Gerak bayi aktif
Menangis kuat
Minum kuat
Reflex hisap (+)
Terapi :

Infus D10% 6 tpm


Aminosteril 0,6 cc/jam

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (+)
Diabetes Mellitus (-)
Riwayat asma (-)
Penyakit jantung (-)
Penyakit ginjal (-)
Alergi (-)
Riwayat Pemeriksaan Prenatal

Bilirubin direk : 0,62 mg/dl


HR : 130x/mnt
RR : 38x/mnt
T : 36.5oC
N : i/t cukup
Thorax:
simetris (+), Retraksi dada (-)
Pulmo/ snv +/+ rh -/Cor/ bj I/II reg, m(-), g (-)
Abd : supel, BU (+)
Ekstremitas
Akral sianosis (-)
Pasien APS

Ibu rutin memeriksakan kehamilannya di bidan 1-2 kali setiap bulan. Ibu telah
mendapat suntikan tetanus toxoid 2 kali selama kehamilannya. Selama hamil, ibu
sering mual dan muntah serta mengkonsumsi jamu. Riwayat trauma saat hamil dan
riwayat dipijat disangkal. Pola makan sebelum dan selama hamil mengalami
peningkatan. Ibu menderita hipertensi sejak kehamilan usia 5 bulan.
Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Lahir bayi laki - laki di ruang VK RSUD Kota Semarang secara spontan pada
tanggal 12 Juni 2015 pukul 08.06 WIB, dengan berat badan lahir 1795 gram, panjang
badan 42 cm, lingkar kepala 31 cm dan lingkar dada 27 cm. Tidak ada caput
suksaedenum maupun cephal hematom. APGAR Score 3-5-7, retraksi dada (+) dan
nafas cuping hidung (+). Plasenta lahir secara manual, kortiledon lengkap.
Saat lahir bayi tidak menangis, warna kulit pucat dengan biru pada ekstremitas,
dan akral agak dingin, pernafasan tidak teratur, tonus otot lemah, dan HR > 100
kali/menit. Setelah 5 menit resusitasi, bayi menangis merintih, warna kulit pucat
dengan kemerahan pada ekstremitas, tonus otot lemah dan HR > 100 kali/menit.
Setelah 10 menit resusitasi, bayi menangis tidak kuat, warna kulit merah jambu pada
ekstremitas, tonus otot sedang dan HR > 100 kali/menit. Bayi kemudian dirawat dan
diobservasi di ruang perinatologi RSUD Kota Semarang.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan :
Berat badan lahir
: 1795 gram
Panjang badan
: 42 cm
Lingkar kepala
: 31 cm
Lingkar dada
: 27 cm
Perkembangan
: belum dapat dinilai.
Riwayat Imunisasi
Riwayat Keluarga Berencana
Riwayat Sosial Ekonomi

Biaya pengobatan ditanggung BPJS.


Data Obstetri
Data Keluarga

Perkawinan
Umur
Agama
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Keadaan

Ayah
1
28 tahun
Islam
SMA
Karyawan swasta
Sehat

Ibu
1
24 tahun
Islam
SMA
Ibu rumah tangga
Sehat

Data Perumahan

Kepemilikan rumah
Sumber air bersih

di depan rumah
Keadaan lingkungan : jarak antar rumah berdekatan

: rumah sendiri
: air minum dari gallon isi ulang, libah dialirkan ke selokan

ii.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 13 Juni 2015 pukul 09.00 di ruang
perinatology. Bayi laki - laki, usia 1 hari, berat badan lahir 1795 gram, panjang badan 42
cm, lingkar kepala 31 cm, lingkar dada 27 cm.
Keadaan umum
Compos mentis, bayi tampak aktif, menangis kuat dan tidak ikterik.
Tanda vital
Frekuensi nadi
: 132 x/menit
Pernafasan
: 38 x/menit
Suhu
: 36.5oC
Tekanan darah
: tidak dilakukan pemeriksaan
Status generalis
Kepala
Normocephali, ukuran lingkar kepala 31 cm, ubun-ubun besar masih terbuka,

tidak tegang dan tidak menonjol


Mata

Pupil bulat , isokor, reflex cahaya +/+ normal, kornea jernih, konjungtiva anemis

-/-, sclera ikterik -/Hidung


Bentuk normal, NCH (-)
Telinga
Normotia, secret (-)
Mulut
Sianosis (-), trismus (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Thorax
o Paru-paru
Inspeksi
: hemithorax dextra dan sinistra simetris dalam
keadaan pada inspirasi dan ekspirasi, retraksi suprasternal (-),

o
o
o
o

intercostal (-)
Auskultasi : SNV +/+, ronchi -/-, wheezing -/ Palpasi
: areola mamae teraba, papilla mamae (+/+)
Perkusi
: pemeriksaan tidak dilakukan
Jantung
Inspeksi
: pulsasi iktus kordis tampak
Palpasi
: iktus cordis teraba
Perkusi
: batas jantung sulit dinilai
Auskultasi : bunyi jantung I II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: datar, insersi tali pusat di tengah
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani di seluruh abdomen
Vertebra
Spina bifida (-), meningokel (-)
Genitalia
Jenis kelamin Laki - laki
Anorektal
Anus (+) dalam batas normal
Ekstremitas
Superior

Deformitas
Akral dingin
Akral sianosis
Ikterik
CRT
Tonus
Kulit

-/-/-/< 2
normotonus

Inferior
-/-/-/< 2
normotonus

Lanugo (-), sianotik (-), pucat (-), ikterik (-), sklerema (-)
Refleks primitive
o Refleks hisap
: (+) kuat
o Refleks rooting
: (+)
o Refleks moro
: (+)
o Refleks palmar graps : (+)
o Refleks plantar graps : (+)
APGAR score
Nilai Skor
1
<100 x/menit
Merintih
Fleksi sebagian
Menyeringai
Biru

0
Tidak ada
Layuh/lunglai
Tidak ada respon
Pucat
Total skor
Kesan : asfiksia berat

2
>100x/menit
Menangis
Fleksi penuh
Menangis
Kemerahan

Tanda
Denyut nadi
Usaha nafas
Tonus otot
Peka rangsang
Warna kulit

BELL SQUASH SCORE


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Partus tindakan (SC, Vacum, Sungsang)


Ketuban tidak normal
Kelainan bawaan
Asfiksia
Preterm
BBLR
Infeksi tali pusat
Riwayat penyakit ibu
Riwayat penyakit kehamilan
Hasil : 5 kesan : neonatal infeksi

1
1
1
1
1

GUPTE SCORE
Prematuritas
Cairan amnion berbau busuk
Ibu demam
Asfiksia
Partus lama
Vagina tidak bersih
KPD
Hasil :6 kesan : screening NI

3
2
2
2
1
2
1

+
+
+

1 mnt
1
1
0
1
0
3

Waktu
5 mnt 10 mnt
2
2
1
1
0
1
1
1
1
2
5
7

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Darah rutin
Hemoglobin (g/dL)
Hematokrit (%)
Leukosit (/uL)
Trombosit (/uL)
GDS (mg/dL)

Tanggal: 12 Juni 2015

Bilirubin Direk

0,62

15,7
51,50
35400
190000
36

X Foto Baby Gram


Thorax : Cor letak, bentuk, dan ukuran normal
Pulmo :
Corakan bronchovaskuler meningkat
Tampak bercak bercak dan kesuraman homogen di paru dextra
Diafragma dan sinus baik
Kesan : Cor : Normal
Pulmo : BRPN + Pneumonia dextra
BNO
Distribusi udara usus normal, dilatasi (-), fekal material (-), tak tampak AFL
ataupun free air, tak tampak gamb. Massa solid intrabdomen
C.RESUME

Lahir bayi laki - laki di ruang VK RSUD Kota Semarang secara spontan pada
tanggal 12 Juni 2015 pukul 08.06 WIB, dengan berat badan lahir 1795 gram, panjang
badan 42 cm, lingkar kepala 31 cm dan lingkar dada 27 cm. Tidak ada caput
suksaedenum maupun cephal hematom. APGAR Score 3-5-7, retraksi dada (+) dan nafas
cuping hidung (+). Plasenta lahir secara manual, kortiledon lengkap. Bayi lahir tidak
menangis warna kulit pucat dengan biru pada ekstremitas, dan akral agak dingin,
pernafasan tidak teratur, tonus otot lemah, dan HR > 100 kali/menit. Setelah 5 menit
resusitasi, bayi menangis merintih, warna kulit pucat dengan kemerahan pada

ekstremitas, tonus otot lemah dan HR > 100 kali/menit. Setelah 10 menit resusitasi
Setelah 10 menit resusitasi, bayi menangis tidak kuat, warna kulit merah jambu pada
ekstremitas, tonus otot sedang dan HR > 100 kali/menit. Hari pertama perawatan
didapatkan bayi mulai cukup aktif dan kemudian dapat minum yang cukup adekuat. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan hipoglikemi. Dilakukan pemberian
D10 6 tpm. Diberikan juga terapi antibiotik yaitu ampisulbactam 2x150mg dan calcium
glukonas 2x 1cc. Hasil bell squash score +5. Hasil gupte score +5.
D.DIAGNOSIS BANDING

Neonatus preterm
o SMK ( Sesuai Masa Kehamilan )
o BMK ( Besar Masa Kehamilan )
o KMK ( Kecil Masa Kehamilan )
Berat badan lahir
o Berat badan lahir rendah
o Berat badan lahir sangat rendah
o Berat badan lahir cukup
o Berat badan lahir lebih
Gangguan nafas :
o Asfiksia sedang
o Asfiksia ringan
o Asfiksia berat
Faktor janin : BBLR, preterm, makrosomia, fetal distress, post

term, letak sungsang, gemeli


Faktor maternal : infeksi, partus lama, HT gestasional

Sindroma Aspirasi Mekonium

o Sindrom-sindrom aspirasi lain


o Hernia kongenital diafragmatik
o Hipertensi pulmonal, idiopatik
o Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
Neonatal infeksi

E.DIAGNOSIS SEMENTARA
Neonatus preterm dengan sindroma aspirasi mekonium, asfiksia berat, berat badan
lahir rendah, neonatal infeksi.

F.TERAPI

Non medikamentosa
- Jaga jalan nafas
- Jaga kehangatan
- Rawat tali pusat

Medikamentosa

Injeksi Vit K 1 x 1 mg

Salep mata chloramphenicol

Infus D10% 6 tpm


Ampisulbactam 2x150 mg
Dexamethasone 2x1/4
Ca gloconas 2x1cc

Diet
-

Kebutuhan kalori
Kebutuhan protein
ASI

= 49 kkal/hari
= 16,6 gram/hari

G.PROGNOSIS
AD Vitam
Ad sanationam
Ad fungtionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

H.USUL

Pemeriksaan darah rutin ulang

Pemeriksaan GDS ulang

Pemeriksaan kultur darah dan uji resistensi (atas indikasi)

Pemantauan tumbuh kembang


Naikkan diet bertahap
Imunisasi dasar tepat waktu

TINJAUAN PUSTAKA
USIA GESTASI DAN BERAT BADAN LAHIR
PENDAHULUAN
Hubungan berat badan lahir dengan usia gestasi merupakan salah satu indikator
kesehatan bayi baru lahir yang mencerminkan pertumbuhan intrauterin yang dapat
mempermudah antisipasi morbiditas dan mortalitas selanjutnya. Berawal dari fakta klinis bahwa
bayi dengan masalah berat badan lahir dan atau usia gestasi memiliki masalah klinis yang
serupa,yaitu gangguan perkembangan fisik , gangguan perkembangan mental dan kelainan
kongenital maka American Academy of Pediatrics, Comitee on Fetus and Newborn menyarankan
agar semua bayi baru lahir diklasifikasikan menurut berat badan lahir berdasarkan usia gestasi.
Tidak semua bayi baru lahir yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram lahir
kurang bulan dan tidak semua bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2500 gram adalah aterm.
Hal ini ddokumentasikan oleh penelitian Guenwald (1960) yang menunjukan bahwa sepertiga
bayi baru lahir dengan berat badan rendah sebenarnya adalah aterm. Oleh sebab itu diperlukan
tinjauan lebih lanjut mengenai berat badan lahir dan usia gestasi.1,2
DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Berat Badan Lahir
Berat bayi yang ditimbang dalam waktu 24 jam setelah lahir di fasilitas kesehatan
(Rumah Sakit , Puskesmas dan Polindes) yang dilakukan oleh petugas kesehatan (Dokter , Bidan
dan Perawat)
Klasifikasi :
1. Bayi Badan Lahir Rendah
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram
2. Bayi Badan Lahir Cukup / Normal
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir 2500 4000 gram
3. Bayi Badan Lahir Lebih
Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 4000 gram
Usia Gestasi

Masa sejak terjadinya konsepsi sampai dengan saat kelahiran, dihitung dari hari pertama
haid terakhir
Klasifikasi :
1. Bayi Kurang Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (< 259 hari)
2. Bayi Cukup Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37 42 minggu (259 293 hari)
3. Bayi Lebih Bulan
Bayi dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (> 293 hari)
Dari hubungan antara usia gestasi dengan berat badan lahir, bayi dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Bayi Kecil Untuk Masa Kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir < 10 persentil menurut grafik Lubchenco
2. Bayi Besar Untuk Masa Kehamilan
Bayi dilahirkan dengan berat lahir > 10 persentil menurut grafik Lubchenco
Dengan perngertian seperti yang telah diterangkan diatas bayi BBLR dapat di bagi menjadi 2
golongan yaitu:
1. Prematuritas murni
Masa Gestasinya < 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasi itu atau biasanya disebut Bayi Kurang Bulang Sesuai Masa Kehamilan (BKBSMS)
2. Dismaturitas
Bayi lahir pada masa gestasi itu, dan mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.1,4

SINDROMA ASPIRASI MEKONIUM (SAM)


2.1 Definisi dan Insidensi Sindroma Aspirasi Mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan
oleh terhisapnya cairan amnion mekonial ke dalam saluran pernafasan bayi. Sindroma aspirasi
mekonium (SAM) adalah salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan kegagalan
pernapasan pada bayi baru lahir aterm maupun post-term. Kandungan mekonium antara lain
adalah sekresi gastrointestinal, hepar, dan pancreas janin, debris seluler, cairan amnion, serta
lanugo. Cairan amnion mekonial terdapat sekitar 10-15% dari semua jumlah kelahiran cukup
bulan (aterm), tetapi SAM terjadi pada 4-10% dari bayi-bayi ini, dan sepertiga diantara
membutuhkan bantuan ventilator. Adanya mekonium pada cairan amnion jarang dijumpai pada
kelahiran preterm. Resiko SAM dan kegagalan pernapasan yang terkait, meningkat ketika
mekoniumnya kental dan apabila diikuti dengan asfiksia perinatal. Beberapa bayi yang
dilahirkan dengan cairan amnion yang mekonial memperlihatkan distres pernapasan walaupun
tidak ada mekonium yang terlihat dibawah korda vokalis setelah kelahiran. Pada beberapa bayi,
aspirasi mungkin terjadi intrauterine, sebelum dilahirkan.1,8
2.2 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium
Etiologi terjadinya sindroma aspirasi mekonium adalah cairan amnion yang mengandung
mekonium terinhalasi oleh bayi. Mekonium dapat keluar (intrauterin) bila terjadi stres /
kegawatan intrauterin. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan parsial ataupun
total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan gangguan pertukaran
udara di paru-paru. Selain itu, mekonium juga berakibat pada iritasi dan peradangan pada saluran
udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. 3

S
A
M

inflam asi dan edema alveolar dan parenkimal

perubahan daya elastis paru (peningkatan resisten, penurunan kompli ens)

efek mediator (sitokin, eikosanoid)

sumbatan jalan nafas

disfungsi surfaktan

efek hipoksem ia dalam intra uterin (perubahan bentuk vaskuler pulmonal, perubahan parenkimal paru)

kebocoran protein ke dalam jalan nafas

perubahan reaktivitas pembuluh darah paru

toksisitas langsung oleh unsur mekonium

vasokonstriksi pulmoner oleh karena kom ponen mekonium

Bagan 2.1 Etiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)


2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko yang terkait kejadian SAM antara lain adalah kehamilan post-term, preeklampsia, eklampsia, hipertensi pada ibu, diabetes mellitus pada ibu, bayi kecil masa kehamilan
(KMK), ibu yang perokok berat, penderita penyakit paru kronik, atau penyakit kardiovaskular. 3

2.4 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium


Keluarnya mekonium intrauterine terjadi akibat dari stimulasi saraf
saluran pencernaan yang sudah matur dan biasanya akibat dari stres
hipoksia pada fetus. Fetus yang mencapai masa matur, saluran
gastrointestinalnya juga matur, sehingga stimulasi vagal dari kepala atau

penekanan pusat menyebabkan peristalsis dan relaksasi sfingter ani,


sehingga menyebabkan keluarnya mekonium. Mekonium secara langsung
mengubah cairan amniotik, menurunkan aktivitas anti-bakterial dan setelah
itu meningkatkan resiko infeksi bakteri perinatal. Selain itu, mekonium dapat
mengiritasi kulit fetus, kemudian meningkatkan insiden eritema toksikum.
Bagaimanapun, komplikasi yang paling berat dari keluarnya mekonium
dalam uterus adalah aspirasi cairan amnion yang tercemar mekonium
sebelum, selama, maupun setelah kelahiran. Aspirasi cairan amnion
mekonial ini akan menyebabkan hipoksia melalui 4 efek utama pada paru,
yaitu: obstruksi jalan nafas (total maupun parsial), disfungsi surfaktan,
pneumonitis kimia dan hipertensi pulmonal.3

Obstruksi jalan nafas


Obstruksi total jalan nafas oleh mekonium menyebabkan atelektasis. Obstruksi parsial
menyebabkan udara terperangkap dan hiperdistensi alveoli, biasanya termasuk efek fenomena
ball-valve. Hiperdistensi alveoli menyebabkan ekspansi jalan nafas selama inhalasi dan kolaps
jalan nafas di sekitar mekonium yang terinspirasi di jalan nafas, menyebabkan peningkatan
resistensi selama ekshalasi. Udara yang terperangkap (hiperinflasi paru) dapat menyebabkan
ruptur pleura (pneumotoraks), mediastinum (pneumomediastinum), dan perikardium
(pneumoperikardium). 3

Disfungsi surfaktan
Mekonium menonaktifkan surfaktan dan juga menghambat sintesis
surfaktan. Beberapa unsur mekonium, terutama asam lemak bebas (seperti
asam palmitat, asam oleat), memiliki tekanan permukaan minimal yang lebih
tinggi dari pada surfaktan dan melepaskannya dari permukaan alveolar,
menyebabkan atelektasis yang luas. 3

Pneumonitis kimia
Mekonium mengandung enzim, garam empedu, dan lemak yang dapat
mengiritasi jalan nafas dan parenkim, mengakibatkan pelepasan sitokin
(termasuk tumor necrosis factor (TNF)-, interleukin (IL)-1, I-L6, IL-8, IL-13)

dan menyebabkan pneumonitis luas yang dimulai dalam beberapa jam


setelah aspirasi. Semua efek pulmonal ini dapat menimbulkan gross
ventilation-perfusion (V/Q) mismatch. 3

Hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir


Beberapa bayi dengan sindroma aspirasi mekonium mengalami hipertensi
pulmonal persisten pada bayi baru lahir (persistent pulmonary hypertension
of the newborn [PPHN]) primer atau sekunder sebagai akibat dari stres
intrauterin yang kronik dan penebalan pembuluh pulmonal. PPHN lebih lanjut
berperan dalam terjadinya hipoksemia akibat sindrom aspirasi mekonium.3

Bagan 2.2 Patofisiologi Sindroma Aspirasi Mekonium (Clark, 2010)


2.5 Gambaran Klinis
Di dalam uterus, atau lebih sering, pada pernapasan pertama, mekonium yang kental
teraspirasi ke dalam paru, mengakibatkan obstruksi jalan napas kecil yang dapat menimbulkan
kegawatan pernapasan dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala takipnea,
retraksi, stridor, dan sianosis pada bayi dengan kasus berat. Obstruksi parsial pada beberapa jalan
napas dapat menimbulkan pneumothoraks atau pneumomediastinum, atau keduanya. Pengobatan
tepat dapat mencegah kegawatan pernapasan, yang dapat hanya ditandai oleh takikardia tanpa

retraksi. Pada kondisi gawat nafas, dapat terjadi distensi dada yang berat yang membaik dalam
72 jam. Akan tetapi bila dalam perjalanan penyakitnya bayi memerlukan bantuan ventilasi,
keadaan ini dapat menjadi berat dan kemungkinan mortalitasnya tinggi. Takipnea dapat menetap
selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Foto radiografi dada bersifat khas ditandai
dengan bercak-bercak infiltrat, corakan kedua lapangan paru kasar, diameter anteroposterior
bertambah, dan diafragma mendatar. Foto x-ray dada normal pada bayi dengan hipoksia berat
dan tidak adanya malformasi jantung mengesankan diagnosis sirkulasi jantung persisten. PO 2
arteri dapat rendah pada penyakit lain, dan jika terjadi hipoksia, biasanya ada asidosis metabolik.
1

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan pada Bayi Baru Lahir
Tes
Indikasi
Kultur darah
Dapat menunjukan adanya bakteremia, tetapi hasil baru dapat
diperoleh setelah 48 jam
Gas darah
Digunakan untuk menilai derajat hipoksemia (jika sampel
diambil dari darah arteri) atau kondisi asam basa (jika sampel
diambil dari kapiler)
Glukosa darah
Hipoglikemia dapat menyebabkan atau memicu takipnea
Radiografi dada
Digunakan untuk membedakan berbagai jenis distres pernapasan
Hitung darah
Leukositosis atau bandemia yang menunjukkan stress atau
lengkap dan
infeksi
hitung jenis
Neutropenia yang berhubungan dengan infeksi bakteri
Kadar hemoglobin yang rendah menunjukkan anemia
Kadar hemoglobin tinggi terjadi pada polisitemia
Kadar platelet yang rendah terjadi pada sepsis
Pungsi lumbal
Jika terduga meningitis
Pulse oximetry
Digunakan untuk mendeteksi hipoksia dan dibutuhkan untuk
oksigen tambahan
Tabel 2.1 Evaluasi Laboratorium untuk Distres Pernafasan (Clark, 2010)
Kondisi asam-basa:2
V-Q mismatch dan stres perinatal sering terjadi dan sangat dibutuhkan pemeriksaan
kondisi asam-basa
Asidosis metabolik akibat stres perinatal dapat diperburuk oleh asidosis respiratorik oleh
kelainan parenkim dan PPHN.
Penilaian gas darah arteri untuk menentukan pH, tekanan parsial karbon dioksida (pCO 2),
tekanan parsial oksigen (pO2), dan dan pengukuran tingkat oksigenasi secara terus
menerus menggunakan pulse oxymetri penting dilakukan untuk penanganan yang tepat
Elektrolit serum: 2

Pemeriksaan kadar natrium, kalium, dan kalsium dilakukan setelah bayi yang mengalami
SAM berusia 24 jam karena sindrom gangguan sekresi hormon antidiuretik dan gagal
ginjal akut merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stres perinatal
Hitung darah lengkap : 2
Kehilangan darah intrauterin maupun perinatal, juga infeksi, turut menyebabkan stres
perinatal
Level hemoglobin dan hematokrit harus cukup untuk memastikan kapasitas pengantaran
oksigen yang adekuat
Trombositopeni meningkatkan resiko perdarahan pada neonatus
Neutropeni atau neutrofili dengan adanya left shift dapat mengindikasikan infeksi
bacterial perinatal
Polisitemia dapat terjadi akibat hipoksia fetal yang kronis dan/atau akut. Polisitemia
berkaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal dan dapat memicu hipoksia yang
terkait SAM dan PPHN

2.6.2 Pemeriksaan Radiologis 4


Radiografi dada diperlukan untuk hal-hal berikut:
Memastikan cakupan kelainan intratorakal
Mengidentifikasi area atelektasis dan sindroma blokade udara
Memastikan posisi yang tepat untuk intubasi endotrakeal dan kateter umbilikalis
Nantinya, pada kasus SAM, setelah kondisi bayi cukup stabil, pemeriksaan radiologis otak
seperti MRI, CT scan, atau USG cranial, diindikasikan jika pemeriksaan neurologis bayi
menunjukkan adanya kelainan. Ekokardiografi perlu dilakukan pada kasus-kasus berat seperti
distress pernafasan yang berkepanjangan untuk mengevaluasi fungsi jantung pada persistent
pulmonary hypertension of the newborn (PPHN) dan masalah kongenital kardiovaskular.
Radiografi dada menunjukkan hiperinflasi dengan perselubungan yang merata. Hasil
temuan menunjukkan area atelectasis dengan area udara terperangkap. Kebocoran udara sering
terjadi menyebabkan terjadinya pneumothoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium,
dan/atau pulmonary interstitial emphysema. Efusi pleura juga bisa terjadi4.

Gambar 2.1 Radiografi seri pada bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium tanpa
komplikasi. Gambaran radiologis menunjukkan perselubungan perihilar pada paru, yang
lebih berat pada daerah kanan berbanding kiri4.

Gambar 2.2 Gambaran radiologis menunjukkan aspirasi mekonium yang berat.


Gambaran radiologis diatas menunjukkan perselubungan yang kasar pada parenkim paru
dengan hiperekspansi yang berat. Terdapat pneumomediastinum di kanan paru
(ditunjukkan dengan panah), di batasi oleh lobus kanan dari thymus (T) 4.

Gambaran 2.3 Gambaran radiologis follow-up pada pasien diatas. Hasil didapatkan
setelah memasukkan bilateral thoracostomy tubes pada pneumotoraks dan menunjukkan
pneumoperikardium (panah) and gambaran yang sangat luscent dari paru. Hasil
menunjukkan pada pasien ini terjadi pulmonary interstitial emphysema4.

Gambar 2.4 Gambaran radiologis pasien yang diterapi dengan extracorporeal membrane
oxygenation (ECMO). Gambaran radiopaque pada paru karena pulmonary bypass.
Kanula (panah) masuk dari leher kanan sampai atrium kanan menunjukkan vena-vena
ECMO. Endotracheal tube, nasogastric tube, dan arteri umbilikalis kateter pada
tempatnya4. Radiografi Dada Bayi dengan SAM

Gambar 2.5 Radiografi dada SAM. A). Infiltrat linear sedang, menandakan aspirasi
mekonium encer dalam jumlah kecil. B). Infiltrat linear bilateral dan tidak merata,
menandakan aspirasi mekonium encer dalam jumlah sedang. C). Infiltrasi menyeluruh

pada lapang paru yang tersebar tidak merata, menandakan aspirasi mekonium encer
dalam jumlah yang lebih besar. D). Atelektasis sebagian lobus kiri atas dengan hiperaerasi
paru kanan, menandakan aspirasi mekonium partikel besar dan kental. Bayi sering
mengalami kegagalan perkembangan pernapasan dan membutuhkan terapi pernapasan
yang luas. 5
2.6.3 Pemeriksaan Lain
Ekokardiografi dapat dilakukan untuk memastikan struktur jantung yang normal serta memeriksa
fungsi jantung, juga tingkat keparahan hipertensi pulmonal dan shunting dari kanan ke kiri.
2.7 Diagnosis Sindroma Aspirasi Mekonium
Diagnosis ditegakkan berdasarkan keadaan berikut:
Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan bradikardia (denyut jantung yang
lambat)
Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium (berwarna kehijauan)
Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Dengan bantuan laringoskopi, pita suara tampak berwana kehijauan.
Dengan bantuan stetoskop, terdengar suara pernafasan yang abnormal (ronki kasar).
Pemeriksaan lainnya yang biasanya dilakukan: (1) Analisa gas darah (menunjukkan kadar
pH yang rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2); (2) Rontgen dada (menunjukkan
adanya bercakan di paru-paru).
2.8 Diagnosa Banding Sindroma Aspirasi Mekonium
a) Transient tachypnea of the newborn (TTN) Gambaran radiografi sering
menunjukkan patchy opacities yang disebabkan oleh cairan pada paru yang dalam proses
resorpsi. Foto radiografi kontrol akan menunjukkan infiltrate yang menghilang, berbeda dengan
sindrom aspirasi mekonium atau pneumonia.
b) Pneumonia neonatus Terdapat patchy opacities yang berupa konsolidasi dan efusi
pleura yang ditemukan pada 2/3 kasus. Volume paru normal namun lapangan paru mungkin
dapat terjadi hyperinflated.
c) Respiratory distress syndrome Pada gambaran radiologis, ditemukan gambaran
radiopaque yang seragam, ground-glass dan penurunan volume paru karena terjadi kolaps
alveolus. Gambaran air bronchogram juga dapat dilihat namun efusi pleura jarang terjadi.
Sindrom ini biasanya terjadi pada bayi preterm yang berbeda dengan sindroma aspirasi
mekonium 3.
Diagnosa banding untuk kasus sindroma aspirasi mekonium antara lain :3
Sindrom-sindrom aspirasi lain
Hernia kongenital diafragmatik
Hipertensi pulmonal, idiopatik
Hipertensi pulmonal, persisten-neonatus
Sepsis

Transposisi arteri-arteri besar

C
Gambar 2.6 Radiografi dada pada TTN. A). Gambaran radiografi pada neonatus yang
berusia 6 jam. Aerasi yang berlebihan, bergaris-garis, bilateral, gambaran radiopaque
pada interstitial pulmonal, perihilar interstitial markings dan kardiomegali ringan. B).
Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 2 hari. Kardiomegali telah hilang dan
gambaran abnormalitas parenkim paru mulai menghilang namun perihilar markings
masih ada. C). Gambaran radiografi pada neonatus yang berusia 4 hari. Ukuran jantung
dan gambaran paru yang normal dapat terlihat.

C
Gambaran 2.7 Radiografi dada pada pneumonia neonatus. A). Terdapat gambaran
air bronchogram yang prominen di distal. B). Terdapat gambaran infiltrat padat dan kasar
yang menutupi jantung. Didapatkan juga gambaran air bronchogram yang prominen. C).
Terdapat penumpulan sinus phrenicostalis, garis radiodense tipis sepanjang hemithoraks
kanan lateral dan garis cairan pada fissura mayor kanan yang konsisten dengan efusi
pleura.
Untuk membedakan antara gambaran TTN, RDS, dan SAM, dapat dilihat pada tabel
dibawah:
Pembeda
TTN
RDS
SAM
Etiologi
Cairan paru persisten Defisiensi surfaktan
Iritasi dan obstruksi
Paru belum
paru
berkembang

Waktu
persalinan
Faktor resiko

Gambaran
klinis
Temuan
radiologis
toraks

Terapi
Pencegahan

Kapan saja
Section cessarea,
makrosomia, jenis
kelamin laki-laki,
asma pada ibu,
diabetes pada ibu
Takipneu, sering kali
tanpa hipoksia
maupun sianosis
infiltrat pada
parenkim, siluet
basah di sekeliling
jantung,
penumpukan cairan
intralobar
Suportif, oksigen
jika terjadi hipoksia
Kortikosteroid
prenatal sebelum
operasi sesar jika
usia kehamilan 3739 minggu

sempurna
Preterm
jenis kelamin lakilaki, diabetes pada
ibu, kelahiran
preterm

Aterm atau postterm


Cairan amnion
mekonial, kelahiran
post-term

Takipneu, hypoxia,
sianosis

Takipneu, hipoxia

infiltrat homogenus,
air bronchogram,
penurunan volume
paru,

Patchy atelectasis,
konsolidasi

Resusitasi, oksigen,
ventilasi, surfaktan
Kortikosteroid
prenatal jika ada
resiko kelahiran
preterm (usia
kehamilan 24-34
minggu)

Resusitasi, oksigen,
ventilasi, surfaktan
Jangan menunda
suctioning setelah
kelahiran,
amnioinfusi tidak
bermanfaat

Keterangan :
TTN = takipneu transien pada neonatus (transient tachypnea of the newborn = TTN);
SDR = sindroma distres respirasi (RDS = respiratory distress syndrome); SAM =
sindroma aspirasi mekonium (MAS = meconium aspiration syndrome)
Tabel 2.2 Perbedaan TTN, SDR, dan SAM3

2.9 Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium


A. Penatalaksanaan prenatal
Kunci penatalaksanaan aspirasi mekonium adalah penegahan selama masa prenatal.
1. Identifikasi kehamilan beresiko tinggi. Pencegahan dimuai dengan mengenali faktor
predisposisi maternal yang dapat menyebabkan insufisiensi uteropasental yang
berujung pada hipoksia fetus selama proses kelahiran. Pada kehamilan yang
berlangsung sampai melewati waktu perkiraan kelahiran, induksi yang dilakukan
secepatnya pada minggu ke-41 dapat membantu pencegahan aspirasi mekonium. 8
2. Pemantauan. Selama kelahiran, observasi dan pemantauan janin yang seksama perlu
dilakukan. Tanda kegawatan janin apapun (misal: adanya cairan mekonial dan ruptur
membran, takikardi fetus, atau pola deselerasi) mengharuskan penilaian kesejahteraan
janin dengan cermat, meliputi detak jantung fetus dan pH kulit kepala fetus. Jika
penilaian menunjukkan adanya fetal kompromi, tindakan korektif diperlukan atau fetus
harus dilahirkan tepat pada waktunya. 8
3. Amnioifusion. Pada ibu-ibu dengan cairan amnion mekonial yang sangat kental
maupun cukup kental, amnioinfusi efektif dalam menurunkan angka kejadian deselerasi
kecepatan denyut jantung fetus yang bervariasi dengan melepaskan kompresi pada
korda umbilikalis selama persalinan. Akan tetapi, efisiensinya dalam menurunkan
resiko dan tingkat keparahan aspirasi mekonium belum dapat dibuktikan. 8
B. Penatalaksanaan di kamar bersalin
Intervensi pediatrik yang sesuai untuk neonatus yang lahir dengan cairan amnion mekonial
tergantung pada bugar tidaknya bayi. Hal ini dapat dinilai dengan adanya pernapasan
spontan, denyut jantung > 100 x/menit, gerakan spontan, atau ekstrimitas yang berada dalam
posisi fleksi. Bagi bayi-bayi bugar ini, hanya penanganan rutin yang diperbolehkan, tanpa
melihat konsistensi mekoniumnya. Sedangkan bagi bayi-bayi dengan distres, intubasi secepat
mungkin dan pipa endotrakealnya harus dihubungkan dengan alat penghisap mekonium pada
tekanan 100 mmHg. Ventilasi tekanan positif harus dihindari jika memungkinkan, hingga
pengisapan trakea dilakukan. 8
C. Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan aspirasi mekonium. Neonatus dengan mekonium
yang terdapat di bawah korda vokalis berpotensi mengalami hipertensi pulmonal, sindrom
kebocoran udara, da pneumonitis serta harus diobservasi secara ketat untuk melihat adanya
tanda-tanda distres pernapasan.
1. Penatalaksanaan respirasi
a.Pembersihan paru (pulmonary toilet). Jika pengisapan trakea belum mampu
membersihkan sekret secara maksimal, dapat disarankan untuk membiarkan pipa
endotrakeal tetap terpasang untuk pembersihan paru pada neonatus dengan kasus
simtomatik. Fisioterapi dada setiap 30-60 menit, semampunya, dapat membantu
membersihkan jalan napas. Fisioterapi dada dikontraindikasikan pada neonatus
dengan kondisi labil jika diduga ada keterlibatan PPHN. 8
b. Pemeriksaan kadar gas darah arteri. Pengukuran kadar gas darah arteri dibutuhkan
untuk menilai kebutuhan ventilasi dan oksigen tambahan. 8

c.Pemantauan kadar oksigen. Pulse oxymeter dapat memberi informasi penting


mengenai status respirasi dan memantu mencegah hipoksemi. Membandingkan
saturasi oksigen pada tangan kanan dengan ekstrimitas bawah membantu
mengidentifikasi bayi dengan pirau dari kanan ke kiri akibat hipertensi pulmonal. 7
d. Radiografi thoraks. Radiografi thoraks sebaiknya diambil setelah kelahiran jika
neonatus dalam kondisi distres. Radiografi thoraks juga dapat membantu
menentukan pasien mana yang berpotensi mengalami distres napas. Akan tetapi,
gambaran radiografi sering tidak sebanding dengan presentasi klinis. 8
e.Pemakaian antibiotik. Mekonium menghambat potensi bakteriostatik pada cairan
mekonium normal. Karena susahnya membedakan aspirasi mekonium dari
pneumoni secara radiologis, neonatus dengan gambaran infiltrate pada radiografi
toraks, sebaiknya mulai diberi antibiotik spektrum luas (ampisilin dan gentamisin),
setelah sampel untuk kultur telah diperoleh. 8
f. Oksigen tambahan. Salah satu tujuan utama pada kasus-kasus SAM adalah
mencegah episode hipoksia alveolar yang akan mengarah pada vasokonstriksi
pulmonal dan menjadi PPHN. Oleh karena itu, oksigen tambahan diberikan
sebanyak-banyaknya dengan tujuan mempertahankan tekanan parsial O2 sebesar 8090 mmHg, bahkan lebih tinggi karena resiko retinopati seharusnya kecil pada bayibayi aterm. Pencegahan hipoksia alveolar juga dicapai dengan penyapihan bayibayi ini secara hati-hati dari terapi oksigen. Kebanyakan pasien masih labil,
sehingga penyapihan harus dilakukan secara perlahan, terkadang dengan penurunan
1% setiap kali. Pencegahan hipoksia alveolar juga meliputi kewaspadaan terhadap
terjadinya kebocoran udara dan meminimalisir intervensi pasien. 8
g. Ventilasi mekanik. Pasien pada kasus-kasus berat yang terancam gagal napas yang
disertai hiperkapnia dan hipoksemia persisten membutuhkan ventilasi mekanik.
Neonatus yang tidak membaik dengan ventilasi konvensional harus diuji coba
menggunakan ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation).
i. Pengaturan kecepatan. Ventilasi harus disesuaikan dengan individu masingmasing pasien. Pasien-pasien SAM umumnya membutuhkan tekanan inspirasi
dan kecepatan yang lebih tinggi dibanding pasien dengan HMD (hyaline
membrane disease). Lebih diutamakan menggunakan model ventilasi yang
memungkinkan pasien mengatur frekuensi napasnya (ventilasi yang hanya
mendampingi atau menyokong tekanan). Masa inspirasi yang relative singkat
memungkinkan ekspirasi yang adekuat pada pasien yang rentan mengalami
terperangkapnya udara dalam paru (air trapping). 8
ii. Komplikasi pulmonal. Kebocoran udara harus selalu diwaspadai. Untuk setiap
penurunan kondisi klinis yang tidak jelas penyebabnya, kemungkinan
pneumotoraks harus selalu dipikirkan. Dengan timbulnya atelektasis, perangkap
udara, dan penurunan kompliansi paru, pasien yang beresiko mengalami
kebocoran udara mungkin membutuhkan tekanan saluran napas rata-rata yang
tinggi. Ventilasi ditujukan untuk mencegah hipoksemia dan menyediakan

ventilasi yang adekuat pada tekanan saluran napas yang serendah-rendahnya


untuk menurunkan resiko kebocoran udara. 8
h. Ventilasi berfrekuensi tinggi (HFV = high frequency ventilation). Ventilasi jet
berfrekuensi tinggi dan ventilasi osilasi berfrekuensi tinggi.cukup efisien bagi
pasien yang gagal mencapai ventilasi adekuat dengan metode konvensional. HFV
juga telah digunakan untuk memaksimalkan keuntungan inhalasi nitrit oksida. 8
i. Surfaktan. Neonatus dengan sindroma aspirasi mekonium yang berat dan
membutuhkan ventilasi mekanik, serta tampak secara radiologis adanya kelainan
parenkim paru, kemungkinan besar akan mendapat efek positif dari terapi surfaktan
yang dini. Karena adanya keterkaitan hipertensi pulmonal, pemantauan ketat saat
terapi surfaktan dibutuhkan untuk mencegah obstruksi transien jalan napas yang
dapat terjadi selama penyulingan surfaktan. 8
j. Nitrit oksida inhalasi. Hipertensi pulmonal dapat diterapi secara efektif dengan
inhalasi nitrit oksida. Terjadi vasodilatasi arteriol pulmonal yang selektif akibat
nitrit oksida yang bekerja langsung pada otot polos vascular, yaitu dengan
mengaktivasi guanilat siklase, sehingga meningkatkan siklik guanosin monofosfat.
Karena diberi per inhalasi, efek yang timbul hanya bersifat lokal. Hal ini terjadi
karena nitrir oksida akan diinaktivasi oleh hemoglobin begitu mencapai pembuluh
darah. Oleh karena itu, pengaruhnya pada sistem-sistem lain dalam tubuh cukup
minimal, akan tetapi, kadar methemoglobin harus terus dipantau. 8
k. Oksigenasi membran ekstra korporeal (ECMO = extracorporeal membrane
oxygenation). Pasien yang gagal dengan terapi-terapi sebelumnya dapat diusulkan
untuk dilakukan oksigenasi membran ekstra korporeal. Index oksigenasi (
F I O P aw
100 Pa O2

) > 40, dengan P aw


(tekanan rata-rata jalan napas)
2

20 cmH2O, dapat memprediksi neonatus yang membutuhkan ECMO.


Dibandingkan dengan kelompok populasi lain yang membutuhkan ECMO, bayi
dengan SAM memiliki angka kelangsungan hidup yang tinggi, yaitu sebesar 93100%.8
2. Penatalaksanaan umum
Neonatus dengan aspirasi mekonium yang membutuhkan resusitasi sering kali juga
mengalami kelainan metabolik, seperti hipoksia, asidosis, hipoglikemia, dan
hipokalsemia. Pasien-pasien ini kemungkinan telah mengalami asfiksia perinatal,
sehingga diperlukan pemantauan adanya kerusakan organ. 8
Pedoman penatalaksanaan bayi yang terpapar mekonium menurut The American Academy of
Pediatrics Neonatal Resuscitation Program (NRP) Steering Committee adalah sebagai berikut:
Jika bayi tidak bugar (didefinisikan sebagai kondisi tonus otot yang lemah dan usaha
napas yang kurang maupun tidak ada): suction trakea langsung setelah kelahiran. Suction
dilakukan selama tidak lebih dari 5 detik. Jika tidak didapatkan cairan mekonial, jangan
ulangi intubasi dan suction. Sebaliknya, jika didapatkan cairan mekonial tanpa adanya

bradikardi, lakukan reintubasi dan suction. Jika bradikardi, lakukan ventilasi tekanan
positif dan rencanakan suction ulang setelah beberapa waktu.
Jika bayi bugar (didefinisikan sebagai kondisi usaha napas yang cukup, menangis, tonus
otot cukup, dan warna kulit yang baik): bersihkan sekresi dan mekonium dari mulut lalu
hidung menggunakan bulb syringe atau selang suction yang besar. Pada kondisi apapun,
langkah-langkah resusitasi berikutnya harus mencakup: pengeringan, reposisi, dan
pemberian oksigen sesuai kebutuhan.
Pedoman ini terus diperbaharui sesuai evidence-base terbaru.
Diet bayi dengan SAM: 8
Distres perinatal dan distres napas yang berat merupakan halangan untuk pemberian
makanan.
Terapi cairan intravena dimulai dengan infuse dekstrosa yang adekuat untuk mencegah
hipoglikemi.
Beri tambahan elektrolit, lipid, dan vitamin secara progresif untuk memastikan asupan
nutrisi yang adekuat serta untuk mencegah defisiensi asam amino esensial dan asam
lemak.

Bagan 2.3 Algoritma Penatalaksanaan Sindroma Aspirasi Mekonium3

2.10 Pencegahan Sindroma Aspirasi Mekonium


2.10.1 Pencegahan sebelum kelahiran
Penurunan insiden SAM selama dekade terakhir telah dikaitkan dengan penurunan
kelahiran lebih bulan, manajemen intensif pemantauan denyut jantung janin yang abnormal, dan
penurunan jumlah bayi yang memiliki nilai Apgar rendah. Pemantauan janin terus menerus
dengan alat elektronik diindikasikan untuk kehamilan yang rumit dengan adanya cairan ketuban
yang terwarnai mekonium. Pulse oximetry fetal merupakan modalitas baru untuk surveilans janin
antepartum, tetapi efek pada hasilnya tetap dipertanyakan. Kehamilan lewat bulan sering
dikaitkan dengan hipoksia intrauterin dan cairan ketuban yang terwarnai mekonium, dan, seperti
yang disebutkan sebelumnya, penurunan kehamilan lewat bulan telah menyebabkan penurunan
insidensi SAM. Amnioinfusion mungkin merupakan terapi yang efektif untuk kehamilan dengan
komplikasi oligohidramnion dan gawat janin. Amnioinfusion mencairkan ketebalan mekonium
dan dapat mencegah kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium. Namun, penelitian telah
membuktikan bahwa meskipun strategi ini mengurangi jumlah mekonium pada bayi lahir dari
ibu yang memiliki cairan ketuban yang terwarnai mekonium, hal ini gagal untuk mengurangi
risiko SAM. Sebuah studi multicenter terbaru oleh Fraser dan rekan menyimpulkan bahwa
amnioinfusion tidak mengurangi risiko SAM moderat sampai berat dan SAM yang terkait
dengan kematian perinatal pada bayi yang lahir melalui mekonium kental. Ada juga bukti yang
cukup menjelaskan bahwa amnioinfusion mengurangi morbiditas neonatus yang terkait
mekonium. Dengan demikian, amnioinfusion tidak dianjurkan untuk wanita yang memiliki
cairan ketuban yang terwarnai mekonium sendirian kecuali ada bukti adanya oligohidramnion
dan distress janin. Karena infeksi dan korioamnionitis dapat berhubungan dengan SAM yang
parah, pemberian awal terapi antibiotic spectrum luas dalam kasus korioamnionitis maternal
dapat mengurangi morbiditas neonatus.7
2.10.2 Pencegahan selama kelahiran
Suction orofaringeal dan nasofaring segera setelah kelahiran kepala tetapi sebelum
kelahiran bahu dan dada telah menjadi praktik umum selama dua dekade terakhir ini, dimana
ditujukan untuk mengurangi insiden dan keparahan SAM. Namun, sebuah studi multicenter
baru-baru ini menunjukkan bahwa strategi ini tidak mencegah terjadinya SAM. Para peneliti
juga menunjukkan bahwa hal ini tidak mengurangi angka kematian, durasi ventilasi dan terapi
oksigen, atau kebutuhan untuk ventilasi mekanik. Oleh karena itu, seperti suction rutin tidak lagi
dianjurkan, meskipun dianjurkan, hanya pada kasus-kasus tertentu, seperti terdapatnya cairan
yang bernoda mekonium yang tebal atau berlebihan. 7
2.10.3 Pencegahan setelah kelahiran
Intubasi endotrakeal dan suction dilakukan untuk menghilangkan mekonium pada saluran
napas bagian atas sebelum berpindah ke saluran napas bagian bawah. Mekonium dapat
bermigrasi ke jalan napas perifer melalui gerakan pernapasan spontan atau ventilasi tekanan
positif. Oleh karena itu, tampaknya logis bahwa intubasi endotrakeal dan suction harus dilakukan
sedini mungkin setelah melahirkan, yaitu, sebelum bayi mengambil napas pertama atau sebelum

pernapasan aktif. Sampai saat ini, intubasi dan suction trakea rutin direkomendasikan untuk
kebanyakan bayi yang ketubannya terwarnai mekonium. Namun, studi terbaru tidak mendukung
dilakukan suction yang intensif, kecuali ketika respirasi bayi tertekan. Sejak tahun 2005, The
American Heart Association dan The Neonatal Resuscitation Program telah merekomendasikan
suction trakea hanya jika bayi tidak kuat, memiliki penurunan tonus otot, atau memiliki denyut
jantung kurang dari 100 denyut / menit. 7
2.11 Komplikasi Sindroma Aspirasi Mekonium
1. Displasia bronkopulmoner
2. Pneumotoraks
3. Pneumonia
4. PPHN
Bayi yang menderita SAM berat mempunyai kemungkin lebih besar untuk menderita
mengi (wheezing) dan infeksi paru dalam tahun pertama kehidupannya. Tapi sejalan dengan
perkembangan usia, ia bisa meregenerasi jaringan paru baru. Dengan demikian, prognosis jangka
panjang tetap baik. Bayi yang menderita SAM sangat berat mungkin akan menderita penyakit
paru kronik, bahkan mungkin juga menderita abnormalitas perkembangan dan juga ketulian.
Pada kasus yang jarang terjadi, SAM dapat menimbulkan kematian.
Konsekuensi lebih lanjut sebagai dampak dari asfiksia antara lain : 7
1) Konsekuensi Kardiovaskular
a. Hipertensi pulmonal yang berkaitan dengan proses hipoksemia
b. Disfungsi miokard yang berkaitan dengan hipoksemia
2) Konsekuensi Pulmonal
a. Penurunan produksi surfaktan
b. Edema paru
c. Sindrom Aspirasi Mekonium
3) Konsekuensi Renal
a. Nekrosis tubular dan medular

b. Paralisis kandung kemih


4) Konsekuensi Sistem Saraf Pusat
a. Ensefalopati hipoksik-iskemik
b. Perdarahan intrakranial

2.12 Prognosis Sindroma Aspirasi Mekonium


Diperkirakan bahwa bayi yang teraspirasi mekonium memiliki mortalitas yang lebih
tinggi daripada mortalitas bayi yang tidak teraspirasi, dan aspirasi mekonium biasanya
menyebabkan proporsi kematian neonatus yang bermakna. Sisa masalah pada paru jarang
dijumpai , tetapi meliputi batuk bergejala, mengi, dan hiperinflasi persisten selama 5-10 tahun.
Prognosis akhir bergantung pada luasnya jejas sistem saraf pusat akibat asfiksia, dan adanya
masalah-masalah terkait seperi adanya sirkulasi janin. 1

ASFIKSIA DAN RESUSITASI


PENDAHULUAN
Asfiksia pada bayi baru lahir menjadi penyebab kematian 19% dari 5 juta kematian bayi
baru lahir setiap tahun. Data mengungkapkan bahwa kira-kira 10% BBL membutuhkan bantuan
untuk mulai bernapas dari bantuan ringan (langkah awal dan stimulasi untuk bernapas) hingga
resusitasi lanjut yang ekstensif. Dari jumlah tersebut kira-kira hanya 1% saja yang membutuhkan
resusitasi ekstensif. Antara 1% sanoau 10% bayi baru lahir di rumah sakit membutuhkan bantuan
ventilasi dan sedikit saja yang membutuhkan intubasi dan kompresi dada.
Kebutuhan resusitasi dapat diantisipasi pada sejumlah besar bayi baru lahir. Walaupun
demikian, kadang-kadang kebutuhan resusitasi tidak dapat diduga. Oleh karena itu tempat dan
peralatan untuk melakukan resustasi harus memadahi dan petugas yang sudah dilatih dan
terampil harus tersedia setiap saat di semua tempat kelahiran bayi.3,5
DEFINISI
Resusitasi adalah prosedur yang diaplikasikan pada BBL ang tidak dapat bernapas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir. Asfiksia ditandai dengan
keadaaan hipoksemia , hiperkarbia dan asidosis. Menurut APP dan ACOG (2004), berikut
karakteristik asfiksia :
1. Asidemia metabolic atau campuran (metabolic dan respiratorik) yang jelas, yaitu pH < 7 ,
pada sampel darah yang diambil dari arteri umbilical
2. Nilai apgar 0 7 pada menit ke 1
3. Manifestasi nerologi pada periode BBL segera, termasuk kejang , hipotonia , koma atau
ensefalopati hipoksik iskemik
4. Terjadi disfungsi sistem multiorgan segera pada periode bayi baru lahir.3
FAKTOR RISIKO
1. Faktor Risiko Antepartum
- Diabetes pada ibu
- Hipertensi pada kehamilan
- Hipertensi kronik
- Anemia janin atau isoimunisasi
- Riwayat kematian janin atau neonatus
- Perdarahan pada trimester dua dan tiga
- Infeksi ibu
- Ibu dengan penyakit jantung , ginjal , paru , tiroid atau kelainan nerologi
- Polihidroamnion
- Oligohidroamnion
- Ketuban pecah dini
- Hidrops fetalis
- Kehamilan lewat waktu
- Kehamilan ganda
- Berat janin tidak sesuai masa kehamilan

Terapi obat seperti magnesium karbonat , beta blocker


Ibu pengguna obat bius
Malformasi atau anomaly janin
Tanpa pemeriksaan antenatal
Usia < 16 tahun atau > 35 tahun

2. Faktor Risiko Intrapartum


- Seksio sesaria darurat
- Kelahira dengan ekstraksi forsep atau vakum
- Letak sungsang atau persentasi abnormal
- Kelahiran kurang bulan
- Partus presipitatus
- Korioamnionitis
- Ketuban pecah lama (< 18 jam sebelum persalinan)
- Partus lama (> 24 jam)
- Kala dua lama (> 2 jam)
- Makrosomia
- Bradikardia janin persisten
- Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan
- Penggunaan anestesi umum
- Hiperstimulus uterus
- Penggunaan obat narkotika pada ibu dalam 4 jam sebelum persalinan
- Air ketuban bercampur mekonium
- Prolaps tali pusat
- Solisio plasenta
- Plasenta previa
- Perdarahan intrapartum. 3,5
PATOFISIOLOGI
Bayi dapat mengalami apnue dan menunjukan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk
kebutuhan fentilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan
pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup :
1. Asfiksia intra uterin
2. Bayi kurang bulan
3. Obat-obat yang diberikan/diminum oleh ibu
4. Penyakit neuromuskular bawaan
5. Cacat bawaan
6. Hipoksia intra partum

Asfiksia berarti hopoksia yang progresif, penimbunan CO 2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak/kematian. Asfiksia juga
mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi
pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut gerakan pernafasan
akan berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang
sacara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnue yang dikenal dengan nama apnue
primer. Perlu diketahui bahwa pernafasan yang megap-megap dan tonus otot yang juga turun
terjadi akibat obat-obat yang diberikan pada ibunya. Biasanya pemberian rangsangan dan
oksigen selama periode apnue primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam, denyut jantung
terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki periode apnue yang disebut apnue sekunder, selama apnue sekunder ini
denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah(PaO 2) terus menurun. Bayi
sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan
secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian oksigen dimulai dengan segera.
TANDA DAN GEJALA KLINIS
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk
otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
GEJALA KLINIS
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode
yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga
menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki
periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-magap dalam

2. Denyut jantung terus menurun


3. Tekanan darah mulai menurun
4. Bayi terlihat lemas (flaccid)
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
PENILAIAN
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah tindakan resusitasi
harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian dengan APGAR Score. 6

Pembacaan APGAR Score :


1. Apgar score dinilai 3x pada menit ke 1 5 10
2. Menit pertama digunakan untuk menentukan diagnosis (sehat / asfiksia)
a. Nilai APGAR 8 10 : Vigorous baby
b. Nilai APGAR 7
: Asfiksia ringan
c. Nilai APGAR 4 6 : Asfiksia sedang
d. Nilai APGAR 0 3 : Asfiksia berat
3. Menit ke-5 dan 10 digunakan untuk menentukan prognosis perkebangan bayi baru lahir.5,6
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
X-foto thoraks: untuk mengetahui kelainan dari pulmonal atau ekstra pulmonal bayi.
Pemeriksaan analisis gas darah: neonatus dengan asfiksia didapatkan PaO2 < 50 mmH2O,
PaCO2 > 55 mmH2O, pH < 7,3.
PENATALAKSANAAN

1. Resusitasi
Penatalaksanaan resusitasi dasar pada penanganan segera asfiksia neonatorum dilakukan sesuai dengan
algoritma yang direkomendasikan pada gambar .
2. Epinefrin
0,1-0,3 mL/ kgBB (1:10.000) atau (0,01 mg 0,03 mg/kgBB) cara: iv atau endotrakeal.
Dapat diulang 3-5 menit bila perlu.
3. Volume ekspander
Jenis cairan: larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%) dengan dosis awal 10 ml/kgBB
secara iv jika diduga kehilangan darah.

Pertimbangkan suplementasi oksigen**


Pemantauan SpO2

Gambar Tatalaksana asfiksia dengan resusitasi.

NEONATAL INFEKSI
DEFINISI
Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir dibagi dua yaitu early infection (diperoleh dari
ibu saat masih berada di dalam kandungan) dan late infection (infeksi yg diperoleh dari
lingkungan luar).
PATOFISIOLOGI
Infeksi pada neonates dapat dibagi menjadi beberapa cara, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilicus dan masuk ke janin. Yang dapat masuk melalui cara ini antara lain:
a. Virus: rubella, poliomyelitis, coxakie, variola, varicella, CMV.
b. Spirochaeta: treponema palidum
c. Bakteri: E.Coli dan listeria monocytogenes
2. Infeksi intranatal
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah.
Ketuban pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dengan lahirnya bayi lebih dari 12
jam) memilik peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat
pula terjadi walau ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan
manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi melalui inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi
pneumonia congenital selain itu infeksi dapat sebabkan septikemia.infeksi intranatal dapat juga
melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral
trush.
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat fatal
terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan
yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal ini sebetulnya sebagian
besar dapat dicegah. Hal ini penting karena mortalitas pascanatal ini sangat tinggi.
DIAGNOSIS
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan dengan pemeriksaan
fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku
neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut
tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya
berubah, hendaknya selalu diingat bahwa kelainan tersebut disebabkan infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi
BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angka kematian yang
tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat perhatian yaitu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Bayi malas minum


Bayi tertidur
Tampak gelisah
Pernafasan cepat
Berat badan turun drastis
Terjadi muntah dan diare
Panas badan dengan pola bervariasi
Aktivitas bayi menurun
Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura, dan kejangkejang
Terjadi edema
Sklerema
Ada 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal infeksi yaitu Bell Squash
Score dan Gupte Score:
Bell Squash Score:
Partus tindakan
Ketuban tidak normal
Kelainan bawaan
Asfiksia
Preterm
BBLR
Infeksi tali pusat
Riwayat penyakit ibu
Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
Gupte Score:
Prematuritas
3
Cairan amnion berbau busuk

Ibu demam

Asfiksia

Partus lama

Vagina tidak bersih

KPD

Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI


KLASIFIKASI
Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan besar,
yaitu infeksi berat dan infeksi ringan.

Infeksi berat (major infection): sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare


epidemik, pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorum.
Infeksi ringan (minor infection): infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum,
infeksi umbilicus, moniliasis.
1. Sepsis Neonatorum
Sepsis neonatorum sering didahului oleh keadaan hamil dan persalinan sebelumnya
seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatuss dengan gejala-gejala sistemik.
Faktor resiko:
o Persalinan lama
o Persalinan dengan tindakan
o Infeksi / febris pada ibu
o Air ketuban bau, keruh
o KPD > 12 jam
o Prematuritas & BBLR
o Fetal distress
Tanda & gejala:
o Refleks hisap lemah
o Bayi tampak sakit, tidak aktif, tampak lemah
o Hipotermia atau hipertermia
o Merintih
o Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
o Penggunaan antibiotika
o Pemeriksaan laboratorium urin
o Biakan darah dan uji resistensi
2. Meningitis pada Neonatus
Tanda dan gejala:
o Sering didahului atau bersamaan dengan sepsis
o Kejang
o UUB menonjol
o Kaku kuduk
Pengobatan:
o Gunakan antibiotic yang mampu menembus sawar darah otak diberikan minimal
3 minggu
o Pungsi lumbal
3. Sindrom Aspirasi Mekonium
SAM terjadi di intrauterin akibat inhalasi mekonium dan sering sebabkan kematian
terutama pada bayi BBLR karena refleks menelan dan batuk yang belum sempurna
Gejala:
o Pada waktu lahir ditemukan meconium staining
o Letargia
o Malas minum

o Apneu neonatal
o Dicurigai bila ketuban keruh atau bau
o Rhonki (+)
Pengobatan:
o Laringoskop direct segera setelah lahir bila terdapat meconium staining dan
lakukan suction bila terdapat mekonium pada jalan nafas
o Bila setelah suction rhonki tetap ada, pasang ET
o Bila setelah suction rhonki hilang, lakukan resusitasi
o Terapi antibiotika
o Cek darah rutin, BGA, GDS, foto baby gram
4. Tetanus Neonatorum
Etiologi:
o Perawatan tali pusat yang tidak steril
o Pembantu persalinan yang tidak steril
Gejala:
o Bayi yang semula dapat menyusu menjadi kesulitan karena kejang otot rahang
dan faring
o Mulut mencucu seperti ikan (trismus)
o Kekakuan otot menyeluruh (perut keras seperti papan) dan epistotonus
o Tangan mengepal (boxer hand)
o Kejang
o Kadang disertai sesak dan wajah bayi membiru
Tindakan:
o Berikan antikonvulsan dan bawa ke RS
o Pasang O2 saat serangan atau bila ada tanda-tanda hipoksia
o Pasang IV line dan OGT
o Pemberian ATS 3000-6000 unit IM
o Penisilin prokain G 200000 unit / KgBB / 24 jam IV selama 10 hari
o Rawat tali pusat
o Observasi dilakukan dengan mengurangi sekecil mungkin terjadinya rangsangan
5. Oftalmia neonatorum
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat bayi
melewati jalan lahir
Dibagi menjadi 3 stadium:
o Stadium infiltratif
Berlangsung 1-3 hari. Palpebra bengkak, hiperemi, blefarospasme, bisa terdapat
pseudomembran.
o Stadium supuratif
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala tidak begitu hebat, terdapat sekret bercampur
darah, yang khas sekret akan muncrat dengan mendadak saat palpebra dibuka.
o Stadium konvalesen

Berlangsung 2-3 minggu. Sekret jauh berkurang, gejala lain tidak begitu hebat
lagi.
Penatalaksanaan:
o Bayi harus diisolasi
o Bersihkan mata dengan larutan garam fisiologis setiap 15 menit disusul dengan
pemberian salep mata penisilin, salep mata diberikan setiap jam selama 3 hari
o Penisilin prokain 50000 unit/KgBB IM.
PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan infeksi antara lain:
Berikan perawatan rutin kepada bayi baru lahir
Cuci tangan atau gunakan pembersih tangan beralkohol
Gunakan teknik aseptic
Berhati-hati dengan instrument tajam dan bersihkan atau desinfeksi instrument dan
peralatan
Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin
Pisahkan bayi infeksius untuk mencegah infeksi nosokomial

DAFTAR PUSTAKA
1. Arvin, B.K. diterjemahkan oleh Samik wahab. 2000. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol.
1 Edisi 15. ECG : Jakarta. Halaman 600-601.
2. Mathur,
NC.
2007.
Meconium
Aspiration
Syndrome.
http://pediatricsforyou.in/home/pdf/MECONIUM%20ASPIRATION
%20SYNDROME.pdf.
3. Clark, M.B. 2010. Meconium Aspiration Syndrome. www.medscape.com/ http:// portal
neonatal.com.br/outras-especialidades /arquivos/ Meconium Aspiration Syndrome.pdf
4. Leu M., 2011, Meconium Aspiration Imaging, http://emedicine.medscape.com/
article/410756-overview#a22
5. Hermansen, C.L., dan Kevin N. Lorah. 2007. Respiratory Distress in the Newborn. Am
Fam
Physician. 2007 Oct 1;76(7):987-994.
http://www.aafp.org/afp/2007/1001/p987.html

6. Yeh TF, Harris V, Srinivasan G, Lilien L, Pyati S. Roentgenographic findings in infants


with meconium aspiration syndrome. JAMA. 2000. ;242:6063
7. Yeh, TF. 2010. Core Concepts: Meconium Aspiration Syndrome: Pathogenesis and
Current Management. American Association of Pediatrics. http://neoreviews.aap
publications.org.
8. Gomella. 2009. Neonatology : Management Procedures Call Problems Sixth Edition.
Lange Clinical Science : New York.
9. Rudolph, CD, et al. 2002. Rudolph's Pediatrics, 21th Edition. McGraw-Hill
Professional : New York.

Anda mungkin juga menyukai