DEPARTEMEN KOMUNITAS
Oleh:
Rindika Illa Kurniawan
115070200111036
karena
ketidakmampuannya,
biasanya
penyakit
dalam
mengambil
keputusan
walaupun
prosesnya
melalui
hubungan
yang
intim,
pertalian
darah/perkawinan,
3. Tipe keluarga
Friedman (1986) membagi tipe keluarga seperti berikut:
a. Nuclear family (keluarga inti) : terdiri dari orang tua dan anak yang
masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu rumah,
terpisah dari sanak keluarga lainnya.
b. Extended family (keluarga besar) : satu keluarga yang terdiri dari satu
atau dua keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah dan saling
menunjang satu sama lain.
c. Single parent family : satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala
keluarga dan hidup bersama dengan anak anak yang masih
bergantung kepadanya.
d. Nuclear dyed : keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa
anak, tinggal dalam satu rumah yang sama.
e. Blended family : suatu keluarga yang terbentuk dari perkawinan
pasangannya, yang masung masing pernah menikah dan
f.
g.
generasi yaitu kakek, nenek, bapak, ibudan anak dalam satu rumah.
Single adult living alone : bentuk keluarga yang hanya terdiri dai satu
kebutuhan
psikososial.
Anggota
keluarga
untuk
yang
berpotensial
mengakibatkan
syok
yang
dapat
b. EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik
barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di
seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat
kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga 2% pada tahun
1999.
Penularan inveksi virus dengue terjadi melalu vector nyamuk genus
Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap
tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat
perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak
mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya)
b.
Host
c.
Invironment
menghisap darah manusia dalam fase viremia maka virus akan masuk
kedalam tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum
virus siap di transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang
diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan
terutama temperatur sekitar. Siklus penularan virus dengue dari manusia
nyamuk manusia dan seterusnya (ecological of dengue infection)
(Djunaedi, 2006).
d. PATOFISIOLOGI DHF
(Terlampir)
e. MANIFESTASI KLINIS DHF
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO (2011) infeksi
dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik
terbagi menjadi :
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat
dibedakan dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan
berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran
pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi atau tulang, nyeri retro (-), orbital, photophobia, nyeri pada
punggung, facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut,
nyeri tenggorok, dan depresi umum. Pemeriksaan fisik ditemukan :
Manifestasi perdarahan.
(jarang
terjadi,
dapat
terjadi
pada
DD
dengan
trombositopenia
d. Sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue
(DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
1) DBD
Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase
demam,
kritis,
dan
masa
penyembuhan
(convalescence,
recovery).
Fase demam :
Anamnesis : Demam tinggi 2 - 7 hari dapat
mencapai 40C, serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri
otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring
hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan, dan
nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
Manifestasi perdarahan : Uji bendung positif (10
petekie/inch) merupakan manifestasi perdarahan
yang paling banyak pada fase demam awal. Mudah
saluran
cerna.
Hematuria
dan
menorrhagia.
Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae
kanan dan kelainan fungsi hati (transaminase) lebih
sering ditemukan pada DBD. Berbeda dengan DD,
pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga
pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan
syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas
kapiler. Perembesan plasma yang mengakibatkan
ekstravasasi cairan ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal terjadi selama 24- 48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang
berawal pada masa transisi dari saat demam ke bebas
demam (disebut fase time of fever defervescence) ditandai
dengan, peningkatan hematokrit 10%- 20% di atas nilai
dasar. Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan
asites, edema pada dinding kandung empedu. Foto dada
(dengan posisi right lateral decubitus = RLD) dan
ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma
tersebut, terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari
.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan
nafsu
makan
kembali
merupakan
indikasi
untuk
lain
serta
manifestasi
yang
tidak
lazim
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu :
menentukan
adanya
infeksi
dengue,
namun
tidak
dapat
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
g.
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti berikiut :
Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih
sering pada pasien tidak stabil atau tersangka perdarahan.
Diuresis setiap 8- 12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada
pasien dengan syok berkepanjangan atau cairan yg berlebihan.
Pasien tidak dapat asupan yang adekuat untuk cairan per oral atau
muntah
h. KOMPLIKASI DHF
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut.
Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
berkepanjangan dan
terapi cairan yang tidak sesuai
i. PENCEGAHAN DHF
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk aides aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat baik secara
lingkungan, biologis maupun secara kimiawi yaitu:
a. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping
kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
bekas
terutama
yang
berpotensi
menjadi
tempat
Membersihkan
air
yang
tergenang
di
atap
rumah
serta
secara
biologis
adalah
pengandalian
tumbuhan.
seperti
memelihara
ikan
cupang
pada
kolam
atau
dengan
istilah
3M
plus
yaitu
dengan
menutup
tempat
liter air atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di
peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotek.
b. Mengusir nyamuk dengan obat anti nyamuk.
c. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
d. Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
e. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
f.