PENDAHULUAN
mempunyai
manfaat
yang
baik
dibidang
medis
apabila
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Perkembangan Undang Undang tentang Narkotika
Peredaran dan penggunaan narkoba di Indonesia dimulai sejak penjajahan
Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, narkoba banyak digunakan oleh masyarakat
golongan menengah (khususnya keturunan Cina) sejak tahun 1617. Pada awal 1970an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang
menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar
penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug user), dan
pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika. Sifat dari narkotika
sebagai kelompok derivate zat adiktif yang menyebabkan kecanduan, sekali terkena maka
mereka akan terus ketagihan. Demikian membahayakan penggunaan narkoba sehingga
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan VMO Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536
yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu.
Kemajuan
teknologi
dan
perubahan-perubahan
sosial
yang
cepat,
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan genera simuda pada umumnya. Tindak
pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, bahkan merupakan satu
sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luasyang bekerja secara rapi dan
sangat rahasia baik ditingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut
guna meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
dibentuklah Undang-undang No. 35 Tahun2009 Tentang Narkotika sebagai
pembaharuan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun1997 tentang Narkotika. Tujuan
diberlakukannya UU No. 35 Tahun 2009 yaitu ;
1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan
Narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu
Narkotika.
2.2.
2.2.1. Defenisi
Narkotika berasal dari perkataan yunani narke yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa. Menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika,dalam pasal (1) angka 1 menyebutkan bahwa Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yangdapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya
rasa,mengurangi
menimbulkanketergantungan,
sampai
yang
menghilangkan
dibedakan
ke
rasa
dalam
nyeri,
dan
dapat
golongan-golongan
Golongan
II
adalah
Narkotika
berkhasiat
pengobatan
dalam
terapi
dan/atau
untuk
tujuan
pengembangan
ilmu pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
ringan
mengakibatkan
sintetis
kimia
atau
gabungannya,
termasuk
mengemas
dan/atau
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan
miliar
rupiah).
setiap
bulannya.
Dalam
laporan
tersebut
diuraikan
mengenai
Balai POM setempat, (3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk , (4) Arsip.
3. Laporan penggunaan Narkotika tersebut terdiri dari : (1) Laporan pemakaian
bahan baku narkotika, (2) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, (3)
Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.
2.2.5. Distribusi Narkotika
Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2. Menurut Pasal 41 Narkotika Golongan I
hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 39 ayat 1 berbunyi Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri
Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Sedangkan ayat 2 berbunyi Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
2.2.6. Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito Narkotika
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan precursor Narkotika dari
daerah pabean. (Pasal 1 angka 5, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kedua).
Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan precursor Narkotika kedalam
daerah pabean. (Pasal 1 angka 4, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kesatu).
Pengangkutan
adalah
setiap
kegiatan
atau
serangkaian
kegiatan
memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau
sarana angkutan apapun. (Pasal 1 angka 9, selanjutnya diatur dalam Bab V
bagian ketiga).
Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari satu Negara ke Negara
lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang
terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan. (Pasal 1
angka 12, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian keempat).
Narkotika
meliputi
setiap
kegiatan
atau
serangkaian
Pasal 119 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 124 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 147 berbunyi Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
keterangan
yang
dicantumkan
dalam
label
harus
lengkap
dan
tidak menyesatkan (Pasal 45 ayat 1, 2 dan 3). Narkotika hanya dapat dipublikasikan
pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi (Pasal 46).
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai labeling dan publikasi, diancam
dengan pidana sebagaimana diatur dalam (Pasal 135) yang berbunyi Pengurus
Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2.2.9. Penyalahgunaan Narkotika untuk Diri Sendiri maupun Orang Lain
Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah). Dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki,
menyimpan,
menguasai,
atau
menyediakan
Prekursor
Narkotika
untuk
Prekursor Narkotika
untuk
pembuatan
Narotika.
d)
Membawa,
mengirim,
b.
Narkotika
adalah
Narkotika
dan
orang
dalam
yang
menggunakan
keadaan
atau
ketergantungan
rehabilitasi
medis
pecandu
Narkotika
setelah
mendapat
kemampuan
fisik,
mental,
social
penderita
yang
bersangkutan.
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika
dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi sosial mantan pecandu Narkkotika diselenggarakan baik oleh
instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini
termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan
alternatif lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan mantan
BAB III
CONTOH KASUS
Kelompok kami mengambil contoh kasus tersangka penyalahgunaan
narkotika di Bukittinggi yang terancam hukuman mati. Kasus ini Maret 2015 lalu.
Satuan Reserse Narkoba Polres Bukittinggi berhasil meringkus tiga tersangka
penyalahgunaan narkotika pada Kamis, 15 Maret 2015 lalu.
Dua tersangka dengan inisial RF dan RH tertangkap bersama dengan barang
bukti empat paket besar jenis shabu, dua paket sedang shabu, dua paket sedang ganja,
satu butir ekstasi, dan dua buah pipet plastik lengkap dengan alat hisap didalam
sebuah rumah di jorong Parik Putuih Nagari Ampang Gadang, Kecamatan Ampek
Angkek Kaabupaten Agam, dengan berat total 0,5 kg atau seharga 900 juta rupiah.
Tersangka ketiga berinisial AJ, juga ditangkap di rumahnya, Jalan Pabidikan
Panganak, Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Kec Mandiangin Koto Selayan, Kota
Bukittinggi, dengan barang bukti satu paket kecil narkotika jenis sabu. Tersangka AL
merupakan residivis juga dengan kasus narkotika jenis sabu yang bebas dari Lembaga
Pemasyarakatan Bukittinggi tahun 2013 lalu.
Penangkapan RF dan RH, diawali dari adanya informasi masyarakat yang
mencurigai adanya transaksi narkotika. Satuan reserse narkoba lalu melalukan
penggeledahan dirumah pelaku, dan ditemukan barang bukti tersebut. RF dan RH
dikategorikan sebagai pengedar oleh polisi karena memiliki jumlah sabu yang cukup
banyak. Penangkapan AJ berawal dari dugaan bahwa dia menjadi tersangka kasus
pencurian, dan saat dilakukan penggeledahan oleh petugas ditemukan didalam baju
tersangka satu paket kecil sabu.
Dua tersangka RF dan RH diprasangkakan pasal 114, subsider pasal 112,
subsider pasal 132 Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009 dengan ancaman
pidana mati atau seumur hidup. Sedangkan tersangka AJ diprasangkakan pasal 114,
112, 132, lebih subsider pasal 127 dengan ancaman kurungan 5 sampai 20 tahun
penjara.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Dari kasus diatas kelompok kami bisa menyimpulkan bahwa ketiga tersangka
telah melanggar UU No. 35 tahun 2009, yang mana tersangka melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai dan juga menjadi pengedar Narkotika golongan I,
yaitu sabu. Untuk dua tersangka RF dan RH, dijerat dengan pasal 112 dan 114 UU
NO. 35 tahun 2009 ayat (1) dan (2).
Pasal 112 ayat (1) berbunyi : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah. Ayat (2) berbunyi : Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Ayat
(2) : Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam
bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Dan berdasarkan pasal tersebut kedua tersangka bisa dihukum dengan
hukuman pidana mati atau seumur hidup, karena tersangka RF dan RH memiliki
narkotika sabu seberat 0,5 kg atau 500 g. Jadi sudah sewajarnya jika polisi menjerat
tersangka hukuman pidana mati atau seumur hidup. Namun, disini yang meringankan
tersangka adalah bahwa tersangka belum pernah dihukum untuk kasus serupa.
Hukuman seumur hidup sekiranya adalah sewajarnya diterima oleh tersangka, karena
narkotika yang dimiliki dalam jumlah besar.
Untuk tersangka AJ yang diprasangkakan polisi dengan pasal yang sama, tapi
jumlah sabu yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan RF dan RH, dan polisi menjerat
nya dengan hukuman 5 sampai 20 tahun penjara. Tersangka AJ sekiranya harus
diberikan hukuman yang berat, hal ini untuk memberikan efek jera kepada tersangka,
karena tersangka juga pernah dihukum untuk kasus yang sama, yaitu penyalahgunaan
sabu. Yang mana ternyata hukuman yang didapat sebelumnya belum cukup untuk
memberikan efek jera kepada tersangka.
Menurut kelompok kami, para pengguna dan juga pengedar narkoba sudah
seharusnya diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Karena apa yang dilakukan
oleh para tersangka ini sangat merugikan diri mereka dan juga orang lain tentunya,
dan yang mereka lakukan akan sangat meresahkan untuk masyarakat. Dan juga
hukuman ini diharapkan juga bisa memberikan efek jera terhadap para tersangka,
sehingga tidak lagi melakukan pelanggaran tersebut seperti yang sudah dilakukan
oleh AJ.
Dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika farmasi juga mempunyai peran
aktif seperti :
1. Aktif
memberikan
edukasi
kepada
masyarakat
tentang
bahayanya
penyalahgunaan narkotika.
2. Mewaspadai resep-resep yang palsu dan ganjil, terutama resep-resep yang
mengandung narkotika. Hal ini memerlukan pengalaman yang cukup dan
pengamatan
yang
kuat.
Jika
terdapat
hal-hal
mencurigakan,
dapat
berkomunikasi dengan dokter penulis resep yang tertera dalam resep tersebut
untuk konfirmasi.
3. Mengedepankan etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien dengan
tidak memberikan kemudahan akses terhadap obat-obat yang mudah
disalahgunakan.
BAB V
KESIMPULAN
Narkotika sebenarnya mempunyai manfaat yang baik di bidang medis dan
ilmu pengetahuan jika digunakan sesuai dengan peraturan, penyalahgunaan narkotika
merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana. Narkotika jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda.
Upaya untuk mengurangi ataupun memberantas peredaran gelap serta
penyalahgunaan di Indonesia sudah dilakukan, Indonesia menerbitkan UndangUndang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika menggantikan Ordonansi Obat
Narkotika/Verdoovande Middelen Ordonantie (Stbl. 1927 No. 278 jo. No. 536)
peninggalan Hindia Belanda. Selanjutnya undang-undang ini diganti menjadi UU
No.22 Tahun 1997 tentang narkotika sampai dengan munculnya UU No 35 tahun
2009 sebagai pembaharuan terbaru dari undang-undang tentang Narkotika.
Beberapa hal yang diatur dalam UU No. 35 tahun 2009 diantaranya meliputi :
1. Definisi secara umum.
2. Penggolongan Narkotika.
3. Produksi Narkotika.
4. Penyimpanan Narkotika.
5. Penyaluran Narkotika.
6. Ekspor, Impor, Pengangkutan dan transito Narkotika.
7. Peredaran Narkotika.
8. Labeling dan Publikasi Narkotika.
9.
Sangsi-sangsi
terhadap
Penyalahgunaan
dan
Pecancu
Narkotika
serta
Pelaporannya.
Para penyalahguna Narkotika sudah seharusnya diberikan hukuman yang
sesuai dengan Undang-undang, agar memberikan efek jera kepada para pelaku
penyalahgunaan Narkotika tersebut.
DAFTAR PUSTAKA