Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Narkotika

mempunyai

manfaat

yang

baik

dibidang

medis

apabila

dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang ada. Narkotika sebenarnya merupakan


sejenis zat kimia atau obat yang dibutuhkan untuk kepentingan medis dan ilmu
pengetahuan. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan
standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan perseorangan
atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan
bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional, bahaya narkotika dapat
merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan negara, serta dapat merugikan diri
sendiri, keluarga, teman, dan lingkungan masyarakat tanpa mengenal strata ekonomi
seseorang.
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia yang semula dijadikan tempat
transit narkotika dan psikotropika telah berkembang menjadi tempat untuk
memproduksi narkotika. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun
menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial narkotika.
Tidak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, bahkan
merupakan satu sindikat yang terorganisir dengan jaringan yang luas yang bekerja
secara rapi dan sangat rahasia baik ditingkat nasional maupun internasional. Upaya
untuk mengurangi ataupun memberantas peredaran gelap serta penyalahgunaan
Narkotika menjadi hal yang sangat penting dan sangat serius untuk dilakukan.
Indonesia sendiri juga sangat serius menanggapi masalah Narkotika ini. Karenanya
guna meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
dibentuklah Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai
pembaharuan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Narkotika.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah Perkembangan Undang Undang tentang Narkotika
Peredaran dan penggunaan narkoba di Indonesia dimulai sejak penjajahan
Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, narkoba banyak digunakan oleh masyarakat
golongan menengah (khususnya keturunan Cina) sejak tahun 1617. Pada awal 1970an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang
menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-an sebagian besar
penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug user), dan
pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika. Sifat dari narkotika
sebagai kelompok derivate zat adiktif yang menyebabkan kecanduan, sekali terkena maka
mereka akan terus ketagihan. Demikian membahayakan penggunaan narkoba sehingga
pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan VMO Staatblad 1927 No. 278 jo No. 536
yaitu peraturan yang mengatur tentang obat bius dan candu.
Kemajuan

teknologi

dan

perubahan-perubahan

sosial

yang

cepat,

menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak


memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9
tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur
berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga
diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan
secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri
kesehatan. Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia,
maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU No. 22 Tahun
1997.
Pada sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 2002 melalui TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan
kepada DPR RI dan Presiden RI untuk melakukan perubahan atas Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Karena dalam kenyataannya tindak pidana
Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 2

meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas,
terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan genera simuda pada umumnya. Tindak
pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara bersama-sama, bahkan merupakan satu
sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luasyang bekerja secara rapi dan
sangat rahasia baik ditingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut
guna meningkatkan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika
dibentuklah Undang-undang No. 35 Tahun2009 Tentang Narkotika sebagai
pembaharuan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun1997 tentang Narkotika. Tujuan
diberlakukannya UU No. 35 Tahun 2009 yaitu ;
1. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan
Narkotika;
3. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu
Narkotika.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 3

2.2.

Tinjauan Umum mengenai Narkotika

2.2.1. Defenisi
Narkotika berasal dari perkataan yunani narke yang berarti terbius
sehingga tidak merasakan apa-apa. Menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika,dalam pasal (1) angka 1 menyebutkan bahwa Narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yangdapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya

rasa,mengurangi

menimbulkanketergantungan,

sampai
yang

menghilangkan
dibedakan

ke

rasa
dalam

nyeri,

dan

dapat

golongan-golongan

sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.


Jadi dengan kata lain semua zat-zat (obat) baik dari alam maupun sintetis
atau semi sintetis yang dapat menimbulkan ketidaksadaran atau pembiusan atau
menurunkan kesadaran, dan dapat mengakibatan daya khayal/halusinasi , serta
menimbulkan daya rangsang/stimulant,dan ketergantungan disebut NARKOTIKA.
2.2.2. Penggolongan Narkotika
Dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009, Narkotika
digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, antara lain adalah sebagai berikut :
Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tuuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. (yang
termasuk Narkotika Golongan I terlampir).
Narkotika

Golongan

II

adalah

Narkotika

berkhasiat

pengobatan

digunakansebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau


untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggimengakibatkan ketergantungan. (yang termasuk Narkotika Golongan II
terlampir).
Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan

dalam

terapi

dan/atau

untuk

tujuan

pengembangan

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 4

ilmu pengetahuan

serta

mempunyai

potensi

ringan

mengakibatkan

ketergantungan. (yang termasuk Narkotika Golongan III terlampir).


2.2.3. Produksi Narkotika dan Ancaman Hukuman Terhadap Pelanggaran
Ketentuannya
Narkotika hanya dapat diproduksi oleh industri farmasi tertentu yang telah
memperoleh ijin khusus dari Menteri Kesehatan. Pengertian Produksi adalah kegiatan
atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara
langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau non ekstraksi dari sumber alami
atau

sintetis

kimia

atau

gabungannya,

termasuk

mengemas

dan/atau

mengubah bentuk Narkotika (Pasal 1 angka 3). Untuk memproduksi Narkotika


dimungkinkan untuk memberikan izin kepada lebih dari satu industri farmasi, tetapi
dilakukan secara selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan
Narkotika dapat lebih mudah dilakukan. Ancaman Pidana bagi mereka yang
memproduksi Narkotika secara tanpa hak atau melawan hukum diatur dalam (Pasal
113 ayat (1), dan (2) untuk Narkotika golongan I, Pasal 118 ayat (1) dan (2) untuk
Narkotika golongan II, Pasal 123 ayat (1) dan (2) untuk Narkotika golongan III.
Pasal 113 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Sedangkan
ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 118 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 5

(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan

miliar

rupiah).

Sedangkan pasal 2 berbunyi Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor,


mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 123 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan III,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sedangkan
pasal 2 berbunyi Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
2.2.4. Penyimpanan Narkotika
Pasal 14 ayat 1 berbunyi Narkotika yang berada dalam penguasaan Industri
Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan
lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. Sebagai pelaksanaan pasal
tersebut telah diterbitkan PERMENKES RI No. 28/MENKES/PER/I/1978 (terlampir)
tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika, yaitu pada pasal 5 yang menyebutkan
bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 6

3. Lemari dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian


pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk
menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40 x 80 x
100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
Sedangkan pada pasal 6 (PERMENKES RI No. 28/1978), dinyatakan sebagai
berikut:
1. Apotek dan rumah sakit harus menyimpan narkotika pada tempat khusus
sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5, dan harus dikunci dengan baik.
2. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain
narkotika.
3. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab/asisten
apoteker atau pegawai lain yang dikuasakan.
4. Lemari khusus harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat
oleh umum.
Pada pasal 14 ayat 2 (UU No. 35 tahun 2009) mengatur tentang kewajiban
dari Lembaga Berwenang seperti yang disebutkan pada ayat 1 wajib membuat,
menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya. Sedangkan pada ayat 3
nya yang berbunyi Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan Dan
pelaporan Dikenakan Sanksi: (a) teguran; (b) peringatan; (c) denda administratif; (d)
penghentian sementara kegiatan; atau (e) pencabutan izin.
Tata cara pelaporan Narkotika adalah sebagai berikut :
1. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan paling lambat tanggal
10

setiap

bulannya.

Dalam

laporan

tersebut

diuraikan

mengenai

pembelian/pemasukan dan penjualan/pengeluaran narkotika yang ada dalam


tanggung jawabnya, dan ditandatangani oleh APA.
2. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan : (1) Dinas Kesehatan Provinsi setempat, (2) Kepala

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 7

Balai POM setempat, (3) Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma
(Persero) Tbk , (4) Arsip.
3. Laporan penggunaan Narkotika tersebut terdiri dari : (1) Laporan pemakaian
bahan baku narkotika, (2) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika, (3)
Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.
2.2.5. Distribusi Narkotika
Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 39 ayat 1 dan 2. Menurut Pasal 41 Narkotika Golongan I
hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu
pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan

teknologi.
Pasal 39 ayat 1 berbunyi Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri
Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Sedangkan ayat 2 berbunyi Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan
sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memiliki izin khusus penyaluran Narkotika dari Menteri.
2.2.6. Ekspor, Impor, Pengangkutan dan Transito Narkotika
Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan precursor Narkotika dari
daerah pabean. (Pasal 1 angka 5, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kedua).
Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan precursor Narkotika kedalam
daerah pabean. (Pasal 1 angka 4, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian kesatu).
Pengangkutan

adalah

setiap

kegiatan

atau

serangkaian

kegiatan

memindahkan Narkotika dari satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau
sarana angkutan apapun. (Pasal 1 angka 9, selanjutnya diatur dalam Bab V
bagian ketiga).
Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari satu Negara ke Negara
lain dengan melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang
terdapat kantor pabean dengan atau tanpa berganti sarana angkutan. (Pasal 1
angka 12, selanjutnya diatur dalam Bab V bagian keempat).

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 8

Ketentuan pidana mengenai pelanggaran ketentuan dalam pelaksanaan


kegiatan-kegiatan tersebut diatur dalam Pasal 113 ayat (2), 115 ayat (1) dan (2), 118
ayat (1)dan (2), 120 ayat (1) dan (2), 123 ayat (1) dan (2), 125 ayat (1) dan (2).
Pasal 115 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 120 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sedangkan pasal 2 berbunyi Dalam hal perbuatan membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 125 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 9

Sedangkan pasal 2 berbunyi Dalam hal perbuatan membawa, mengirim,


mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
2.2.7. Peredaran Narkotika
Peredaran

Narkotika

meliputi

setiap

kegiatan

atau

serangkaian

kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan,


bukan perdagangan maupun pemindah tanganan, untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peredaran Narkotika
tersebut meliputi penyaluran, penyerahan. Sedangkan pengertian peredaran gelap
Narkotika dan precursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sengaia tindak
pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika. Ketentuan pidana mengenai tindak pidana
dibidang peredaran Narkotika diatur dalam pasal 114 ayat (1) dan (2), 119 ayat (1)
dan (2), 124 ayat (1) dan (2), 147 huruf (a) dan (d).
Pasal 114 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 10

Pasal 119 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 124 ayat 1 berbunyi Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hokum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sedangkan ayat 2 berbunyi Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau
menerima Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 147 berbunyi Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 11

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu


miliar rupiah), bagi:
a. Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, sarana penyimpanan
sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika
golongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
b. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang membeli, menyimpan, atau
menguasai tanaman Narkotika bukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
2.2.8. Labeling dan Publikasi Narkotika
Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika,
baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika, label pada kemasan
sebagaimana dimaksud dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan
dangambar atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam
kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya.
Setiap

keterangan

yang

dicantumkan

dalam

label

harus

lengkap

dan

tidak menyesatkan (Pasal 45 ayat 1, 2 dan 3). Narkotika hanya dapat dipublikasikan
pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi (Pasal 46).
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai labeling dan publikasi, diancam
dengan pidana sebagaimana diatur dalam (Pasal 135) yang berbunyi Pengurus
Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
2.2.9. Penyalahgunaan Narkotika untuk Diri Sendiri maupun Orang Lain
Tindak Pidana Prekursor Narkotika Setiap orang yang tanpa hak atau
melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah). Dengan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut : a) Memiliki,
menyimpan,

menguasai,

atau

menyediakan

Prekursor

Narkotika

untuk

pembuatan Narkotika; b) Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan


Prekursor untuk pembuatan Narkotika; c) Menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 12

Prekursor Narkotika

untuk

pembuatan

Narotika.

d)

Membawa,

mengirim,

mengangkut, atau mentransito precursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.


a.

Pelaporan Penyalahgunaan Narkotika


Tercantum dalam UU No 35 Tahun 2009 Pasal 128
Ayat 1 berbunyi Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Ayat 2 berbunyi Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah
dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) tidak dituntut pidana.
Ayat 3 berbunyi Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2
(dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi
medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.
Pasal 55 ayat 1 berbunyi Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika
yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.
Ayat 2 berbunyi Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib
melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

b.

Sanksi Bagi Pecandu Narkotika


Pecandu
menyalahgunakan

Narkotika

adalah

Narkotika

dan

orang
dalam

yang

menggunakan

keadaan

atau

ketergantungan

pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Ketergantungan Narkotika


merupakan kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
Narkotika secara terus menerus dengan takaran yang meningkat agar

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 13

menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau


dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Kewajiban bagi orang tua atau wali dari pecandu Narkotika yang
belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang
ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social. Pecandu Narkotika yang
sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Telah jelas bahwa bagi pecandu Narkotika dan korban
penyalahgunaan Narkoba wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial (lihat ketentuan Pasal 54 dan 55).
Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
Merujuk kepada ketentuan Pasal 56, rehabilitasi medis pecandu Narkotika
dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri. Lembaga rehabilitasi
tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat dapat
melakukan

rehabilitasi

medis

pecandu

Narkotika

setelah

mendapat

persetujuan Menteri. Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi


Pecandu Narkotika dilakukan dengan maksud memulihakn dan/atau
mengembangkan

kemampuan

fisik,

mental,

social

penderita

yang

bersangkutan.
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika
dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi sosial mantan pecandu Narkkotika diselenggarakan baik oleh
instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. Rehabilitasi social dalam hal ini
termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan
alternatif lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan mantan

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 14

pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan


terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 15

BAB III
CONTOH KASUS
Kelompok kami mengambil contoh kasus tersangka penyalahgunaan
narkotika di Bukittinggi yang terancam hukuman mati. Kasus ini Maret 2015 lalu.
Satuan Reserse Narkoba Polres Bukittinggi berhasil meringkus tiga tersangka
penyalahgunaan narkotika pada Kamis, 15 Maret 2015 lalu.
Dua tersangka dengan inisial RF dan RH tertangkap bersama dengan barang
bukti empat paket besar jenis shabu, dua paket sedang shabu, dua paket sedang ganja,
satu butir ekstasi, dan dua buah pipet plastik lengkap dengan alat hisap didalam
sebuah rumah di jorong Parik Putuih Nagari Ampang Gadang, Kecamatan Ampek
Angkek Kaabupaten Agam, dengan berat total 0,5 kg atau seharga 900 juta rupiah.
Tersangka ketiga berinisial AJ, juga ditangkap di rumahnya, Jalan Pabidikan
Panganak, Kelurahan Puhun Pintu Kabun, Kec Mandiangin Koto Selayan, Kota
Bukittinggi, dengan barang bukti satu paket kecil narkotika jenis sabu. Tersangka AL
merupakan residivis juga dengan kasus narkotika jenis sabu yang bebas dari Lembaga
Pemasyarakatan Bukittinggi tahun 2013 lalu.
Penangkapan RF dan RH, diawali dari adanya informasi masyarakat yang
mencurigai adanya transaksi narkotika. Satuan reserse narkoba lalu melalukan
penggeledahan dirumah pelaku, dan ditemukan barang bukti tersebut. RF dan RH
dikategorikan sebagai pengedar oleh polisi karena memiliki jumlah sabu yang cukup
banyak. Penangkapan AJ berawal dari dugaan bahwa dia menjadi tersangka kasus
pencurian, dan saat dilakukan penggeledahan oleh petugas ditemukan didalam baju
tersangka satu paket kecil sabu.
Dua tersangka RF dan RH diprasangkakan pasal 114, subsider pasal 112,
subsider pasal 132 Undang-Undang Narkotika No. 35 tahun 2009 dengan ancaman
pidana mati atau seumur hidup. Sedangkan tersangka AJ diprasangkakan pasal 114,
112, 132, lebih subsider pasal 127 dengan ancaman kurungan 5 sampai 20 tahun
penjara.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 16

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Dari kasus diatas kelompok kami bisa menyimpulkan bahwa ketiga tersangka
telah melanggar UU No. 35 tahun 2009, yang mana tersangka melawan hukum
memiliki, menyimpan, menguasai dan juga menjadi pengedar Narkotika golongan I,
yaitu sabu. Untuk dua tersangka RF dan RH, dijerat dengan pasal 112 dan 114 UU
NO. 35 tahun 2009 ayat (1) dan (2).
Pasal 112 ayat (1) berbunyi : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan
hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah. Ayat (2) berbunyi : Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114 ayat (1) : Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum
menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Ayat
(2) : Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam
bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 17

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Dan berdasarkan pasal tersebut kedua tersangka bisa dihukum dengan
hukuman pidana mati atau seumur hidup, karena tersangka RF dan RH memiliki
narkotika sabu seberat 0,5 kg atau 500 g. Jadi sudah sewajarnya jika polisi menjerat
tersangka hukuman pidana mati atau seumur hidup. Namun, disini yang meringankan
tersangka adalah bahwa tersangka belum pernah dihukum untuk kasus serupa.
Hukuman seumur hidup sekiranya adalah sewajarnya diterima oleh tersangka, karena
narkotika yang dimiliki dalam jumlah besar.
Untuk tersangka AJ yang diprasangkakan polisi dengan pasal yang sama, tapi
jumlah sabu yang dimiliki lebih sedikit dibandingkan RF dan RH, dan polisi menjerat
nya dengan hukuman 5 sampai 20 tahun penjara. Tersangka AJ sekiranya harus
diberikan hukuman yang berat, hal ini untuk memberikan efek jera kepada tersangka,
karena tersangka juga pernah dihukum untuk kasus yang sama, yaitu penyalahgunaan
sabu. Yang mana ternyata hukuman yang didapat sebelumnya belum cukup untuk
memberikan efek jera kepada tersangka.
Menurut kelompok kami, para pengguna dan juga pengedar narkoba sudah
seharusnya diberikan hukuman yang seberat-beratnya. Karena apa yang dilakukan
oleh para tersangka ini sangat merugikan diri mereka dan juga orang lain tentunya,
dan yang mereka lakukan akan sangat meresahkan untuk masyarakat. Dan juga
hukuman ini diharapkan juga bisa memberikan efek jera terhadap para tersangka,
sehingga tidak lagi melakukan pelanggaran tersebut seperti yang sudah dilakukan
oleh AJ.
Dalam pencegahan penyalahgunaan narkotika farmasi juga mempunyai peran
aktif seperti :
1. Aktif

memberikan

edukasi

kepada

masyarakat

tentang

bahayanya

penyalahgunaan narkotika.
2. Mewaspadai resep-resep yang palsu dan ganjil, terutama resep-resep yang
mengandung narkotika. Hal ini memerlukan pengalaman yang cukup dan

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 18

pengamatan

yang

kuat.

Jika

terdapat

hal-hal

mencurigakan,

dapat

berkomunikasi dengan dokter penulis resep yang tertera dalam resep tersebut
untuk konfirmasi.
3. Mengedepankan etika profesi dan mengutamakan keselamatan pasien dengan
tidak memberikan kemudahan akses terhadap obat-obat yang mudah
disalahgunakan.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 19

BAB V
KESIMPULAN
Narkotika sebenarnya mempunyai manfaat yang baik di bidang medis dan
ilmu pengetahuan jika digunakan sesuai dengan peraturan, penyalahgunaan narkotika
merupakan salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana. Narkotika jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
menimbulkan akibat yang sangat merugikan perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda.
Upaya untuk mengurangi ataupun memberantas peredaran gelap serta
penyalahgunaan di Indonesia sudah dilakukan, Indonesia menerbitkan UndangUndang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika menggantikan Ordonansi Obat
Narkotika/Verdoovande Middelen Ordonantie (Stbl. 1927 No. 278 jo. No. 536)
peninggalan Hindia Belanda. Selanjutnya undang-undang ini diganti menjadi UU
No.22 Tahun 1997 tentang narkotika sampai dengan munculnya UU No 35 tahun
2009 sebagai pembaharuan terbaru dari undang-undang tentang Narkotika.
Beberapa hal yang diatur dalam UU No. 35 tahun 2009 diantaranya meliputi :
1. Definisi secara umum.
2. Penggolongan Narkotika.
3. Produksi Narkotika.
4. Penyimpanan Narkotika.
5. Penyaluran Narkotika.
6. Ekspor, Impor, Pengangkutan dan transito Narkotika.
7. Peredaran Narkotika.
8. Labeling dan Publikasi Narkotika.
9.

Sangsi-sangsi

terhadap

Penyalahgunaan

dan

Pecancu

Narkotika

serta

Pelaporannya.
Para penyalahguna Narkotika sudah seharusnya diberikan hukuman yang
sesuai dengan Undang-undang, agar memberikan efek jera kepada para pelaku
penyalahgunaan Narkotika tersebut.

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 20

DAFTAR PUSTAKA

MenKes RI., 1978.Peraturan Mentri Kesehatan RI No.28 Tentang Penyimpanan


Narkotika. Jakarta
Undang-Undang RI., 2009. Undang-undang Republik Indonesia No.35 Tahun 2009.
Jakarta
MenKes RI., 2013. Peraturan Pemerintah Mentri Kesehatan Republik Indonesia
No.13 Tahun 2014. Jakarta
Republik Indonesia. 1976. Undang-undang RI No. 09 Tahun 1976 tentang Narkotika.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1976. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 10 Tahun 2013
tentang Impor dan Ekspor Narkotika, psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 13 Tahun 2014
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika. Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 03 Tahun 2015
tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi. Sekretariat Negara. Jakarta

Tugas Undang undang Narkotika oleh kelompok 1 F | 21

Anda mungkin juga menyukai