PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah pesisir dekat pantai utara Jawa seperti Gresik, Lamongan, dan sekitarnya terdapat
lahan yang luas untuk bertani. Banyak petani di daerah tersebut yang memiliki lahan
budidaya perairan yang menjanjikan. Salah satu contohnya yaitu di daerah Gresik, banyak
terdapat lahan milik petani yang membudidayakan ikan dan udang. Budidaya tersebut
dianggap lebih menguntungkan oleh petani daripada bercocok tanam. Banyak petani yang
hanya mengandalkan pekerjaan sebagai budidaya ikan dan udang. Biasanya ikan yang
dibudidayakan adalah jenis ikan air tawar seperti tombro, lele, bandeng, dll. Petani juga
membudidayakan udang seperti udang vannamei dan udang windu.
Salah satu komoditas yang turut membantu peningkatan perkonomian
petambak di Indonesia khususnya di Jawa Timur yaitu komoditas udang. Udang merupakan
salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Dan bagi Indonesia,
udang merupakan primadona ekspor non migas. Udang termasuk jenis ikan konsumsi air
payau. Badan beruas berjumlah 13 yaitu 5 ruas kepala dan 8 ruas dada dan seluruh tubuh
ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang Vannamei terdapat
dipasaran, sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari
udang air tawar, terutama didaerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air
tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga palaemonidae, sehingga para ahli
menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid
Udang vannamei memiliki nilai ekonomis terbesar kedua setelah udang windu.
Pernyataan ini didukung oleh petani yang telah kami jumpai di lokasi. Petani lebih suka
membudidayakan vannamei karena panen yang lebih cepat dan lebih menguntungkan.
Menurut Fariyanto (2012) di Indonesia, dalam dekade terakhir ini budidaya udang
dikembangkan secara mantap dalam rangka menanggapi permintaan pasar udang dunia.
Pengembangan budidaya udang vannamei semakin pesat menggantikan budidaya udang
windu. Alasan utama bagi beralihnya komoditas budidaya udang windu ke udang vannamei
antara lain adalah performa dan laju pertumbuhan udang windu yang rendah serta kerentanan
yang tinggi terhadap penyakit. Hal ini ditunjukkan mulai menurunnya produksi industri
budidaya udang akibat patogen viral yang menyerang udang windu mulai Tahun 1990.
Produksi udang kemudian meningkat lagi dengan pesat setelah di budidayakannya udang
vannamei.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi dan Persebaran Udang Vannamei
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu jenis udang introduksi
yang akhir-akhir ini banyak diminati, karena memiliki keunggulan seperti tahan penyakit,
pertumbuhannya cepat. Klasifikasi dan tata nama udang vannamei menurut Isdiyati (2013)
adalah sebagai berikut.
Phylum
Class
Subclass
Order
Suborder
Family
Genus
Species
: Arthropoda
: Crustacea
: Malacostraca
: Decapoda
: Dendrobrachiata
: Penaeidae
: Penaeus
: Litopenaeus vannamei
Udang vannamei (Litopenaeus vannameii) berasal dari daerah subtropis pantai barat
Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai ke pantai barat
Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah hingga ke Peru di
Amerika Selatan. Udang vannamei resmi diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri
Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001, dimana produksi udang windu menurun sejak 1996
akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan. Pemerintah kemudian
melakukan kajian pada komoditas udang laut jenis lain yang dapat menambah produksi
udang selain udang windu di Indonesia. Posisi Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa
dengan musim hujan dan kemarau yang tetap, menyebabkan Indonesia mampu memproduksi
udang vannamei sepanjang tahun. Produksi tersebut disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik lahan masing-masing (WWF Indonesia, 2014). Menurut Irawan (2012) produksi
benur udang vannamei dirilis sejak awal tahun 2003 oleh sejumlah hatchery, terutama di
Situbondo dan Banyuwangi (Jawa Timur). Budidaya uji coba dilakukan dan memperoleh
hasil yang cukup memuaskan.
2.2 Cara Memelihara Udang Vannamei
Pemeliharaan udang vannamei jauh lebih mudah dibanding udang windu. Hal ini yang
menyebabkan para petani tambak saat ini lebih memilih udang vannamei daripada udang
windu. Menurut Irawan (2012) pada awalnya udang windu memang menjadi komoditi utama
Paciran, Situbondo, dan Tuban. Benih dari daerah Situbondo lebih baik daripada benih daerah
Paciran dan Tuban.
Penebaran benur dilakukan setelah air dalam tambak siap, ditandai dengan warna hijau
cerah/cokelat muda. Penebaran diawali dengan proses aklimatisasi suhu media angkut benur
dengan cara mengapungkan kantong plastik ke perairan tambak. Adaptasi salinitas dengan
cara memasukkan air tambak ke dalam kantong plastik secara bertahap, hingga salinitas air
dalam kantong plastik relatif sama dengan salinitas air di tambak. Pelepasan benur ke tambak
dengan menenggelamkan kantong plastik ke air tambak secara perlahan. Benur keluar dengan
sendirinya ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar dari kantong, dibantu pengeluarannya
secara hati-hati.
Gambar proses penebaran benih yang benar menurut WWF Indonesia (2014)
c. Kualitas pakan dan cara pemberian pakan
Pakan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pembudidaya agar udang bisa
tumbuh dengan baik dan mendapatkan hasil panen yang memuaskan. Pakan yang baik adalah
pakan yang mengandung nutrisi lengkap, tidak rusak dan tidak berjamur. Sebaiknya
menggunakan pakan dari perusahaan yang telah memperoleh sertifikat dari Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB). Pakan disimpan pada tempat yang terlindung, kering,
dan bebas dari hewan pengganggu, seperti tikus, ayam dan serangga, karena dapat
menyebabkan masuknya patogen ke pakan. Pakan diberikan pada hari pertama penebaran,
menyesuaikan dengan kebiasaan udang yang telah diberi pakan secara teratur
setiap hari di hatchery. Pemberian pakan disesuaikan dengan ketersediaan pakan alami di
tambak dan kondisi kesehatan udang. Menurut narasumber pakan yang diberikan pada udang
miliknya bernama flek. Satu petak tambak dengan jumlah 100 rean udang cukup diberikan
1
4
toples.
d. Panen
Narasumber yang kami temui memiliki usaha budidaya vannamei dalam bentuk bibit yang
sudah cukup dewasa. Narasumber memanen udang vannamei setiap 7-9 hari sekali pada
tambak dan kemudian disalurkan ke pembeli untuk budidaya lebih lanjut. Pembudidaya
selanjutnya dapat memanen udang setelah berumur dua setengah bulan. Cara memanen yang
dilakukan narasumber yaitu menggunakan jaring dengan lubang yang sangat kecil kemudian
udang dimasukkan ke dalam plastik untuk dihitung jumlahnya. Apabila ada pesanan untuk
pemeliharaan air tawar, udang terlebih dahulu dimasukkan ke dalam kolam adaptasi air tawar
selama 24 jam. Pada kolam tersebut diberi aerator untuk menunjang kehidupan udang.
2.3 Analisis Usaha
Biaya yang dikeluarkan untuk budidaya udang vannamei:
Biaya investasi
Modal Awal
Pembuatan Tambak 400 m2 (20x20)
Pembelian Bibit udang vannamei 100
Harga
Rp. 15.000.000
Rp. 6.500.000
Rp. 5.500.000
Rp. 4.500.000
Rp. 31.500.000
Biaya operasional
Biaya Operasional
Pembelian pakan untuk 30 hari
Biaya alat alat untuk pembudidayaan
Biaya pembayaran kuli (2 orang)/panen
Total
Harga
Rp. 1.500.000
Rp. 500.000
Rp. 1.000.000
Rp. 3.000.000
Rp. 31.500.000
Rp. 3.000.000
Total
Rp. 34.500.000
Pendapatan
Harga jual udang vannamei yang berumur 7-9 hari adalah Rp. 115.000/rean
1 petak dapat berisi 100 rean berarti sekali panen dapat menghasilkan Rp.
11.500.00
Keuntungan berarti hasil penjualan ikan dikurangi biaya operasional = Rp.
11.500.000 1.000.000 = Rp. 10.500.000/panen (7-9 hari)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Klasifikasi dan tata nama udang vannamei:
Phylum
: Arthropoda
Class
: Crustacea
Subclass
: Malacostraca
Order
: Decapoda
Suborder : Dendrobrachiata
Family
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Species
: Litopenaeus vannamei
Udang vannamei (Litopenaeus vannameii) berasal dari daerah subtropis pantai barat
Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai ke pantai barat
Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah hingga ke Peru di
Amerika Selatan.
2. Cara pemeliharaan udang vannamei lebih mudah dibanding udang windu karena udang
vannamei lebih tahan terhadap penyakit. Pemeliharaan untuk budidaya dibedakan menjadi
4 tahap yaitu, persiapan kolam, pemilihan dan penebaran benih, kualitas dan pemberian
pakan, dan panen.
3. Analisis usaha yang telah dilakukan terhadap udang vannamei mendapatkan keuntungan
yang besar karena perawatannya yang mudah dan lebih banyak diminati masyarakat.
3.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pembudidayaan udang vanami
yang telah dewas sehingga bisa diketahui keuntungan maksimal yang didapat mulai dari
benih hingga panen dewasa.
Daftar rujukan
Fariyanto, Muhammad. 2012. Kelayakan Budidaya Udang Vannamei di Rejotengah, Deket
Lamongan. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: UPN Veteran Jatim
MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Budidaya Hewan
yang dibina oleh Bapak Abdul Ghofur
Oleh
Afif Saifudin
NIM 120341421993