MBA R48A Article - Gotong Royong Dalam Rumah Rakyat - Henny Zahrany
MBA R48A Article - Gotong Royong Dalam Rumah Rakyat - Henny Zahrany
Namun dengan kenaikan bahan baku rumah, Deputi Bidang Pembiayaan Sri hartoyo
mengatakan bahwa harga maksimal rumah subsidi dinaikan menjadi Rp.115 juta dari Rp.95
juta untuk wilayah Jabodetabek dan Rp.105 juta dari sebelumnya Rp.88 juta untuk wilayah
lainnya, serta khusus untuk Papua menjadi Rp.165 juta dari Rp.145 juta. Tentunya penentuan
price ceiling untuk harga rumah rakyat sudah sepatutnya naik seiring dengan adanya inflasi,
hal ini juga dapat mengurangi beban developer dalam menghasilkan margin dalam penjualan
rumah rakyat. Namun bagaimana dengan nasib masyarakat berpenghasilan rendah?
Pemerintah perlu untuk memberikan kemudahan bagi MBR dalam memperoleh rumah
rakyat, seperti mengenai besarnya uang muka serta suku bunga dan masa tenor KPR rumah
rakyat. Besarnya uang muka diharapkan dapat menarik konsumen kelas bawah dan dapat
disesuaikan menurut tipe rumah, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum APERSI,
Anton R Santoso. Lalu akan lebih baik jika uang muka rumah rakyat ini bersifat tetap,
sehingga tidak mengikuti fluktuasi harga rumah. Selain itu diketahui melalui situs resmi
Kemenpera bahwa besaran suku bunga dan masa tenor KPR bersubsidi saat ini mencapai
7,25% dengan masa tenor 20 tahun. Walaupun suku bunga KPR bersubsidi tersebut rendah,
namun dengan masa tenor yang panjang maka dana jangka panjang lah yang akan digunakan,
oleh karena itu kenaikan suku bunga BI tidak akan mempengaruhi suku bunga KPR
bersubsidi. Dengan catatan ketetapan tersebut telah dievaluasi dengan benar dan seksama
oleh pemerintah agar tidak memberatkan salah satu pihak.
Menyikapi permasalahan backlog housing dan masalah terkait pembangunan rumah rakyat
tersebut, Menpera mengeluarkan UU Tapera yang diharapkan akan rampung bulan Desember
2013 ini. Melalui UU Tapera tersebut pemerintah menyediakan dana yang dihimpun dari para
pekerja dan perusahaan sebesar 5 % dari gaji pokok. Namun undang-undang tersebut masih
menunggu persetujuan dari berbagai pihak termasuk Menteri Keuangan, terutama terkait
tambahan 2,5 % potongan dari pemberi kerja. Kendati persentase iuran tersebut masih sangat
jauh dengan negara lain, seperti Singapura yang mencapai 30 % dari gaji, diharapkan dengan
iuran tersebut dapat mengurangi tingkat backlog.
Dalam prinsip ekonomi, insentif sangat mempengaruhi pekerjaan manusia. Ketika insentif
ditingkatkan maka orang akan lebih banyak melakukan pekerjaan tersebut. Peran pemerintah
sangatlah besar dalam menyediakan insentif tersebut. Kemudahan dalam hal perizinan,
penyediaan lahan, ketentuan pajak dan price control yang tepat dapat meningkatkan minat
para pengembang dalam membangun rumah rakyat. Sebaliknya ketika terdapat kebijakan
ataupun pembatasan yang menyulitkan, developer mau tidak mau akan mengurangi
pembangunan rumah rakyat tersebut. Hal ini tentunya berlaku bagi sisi konsumen, harga
pembelian naik, bunga cicilan KPR naik, ketersediaan rumah rakyat terbatas, hal-hal tersebut
perlu diimbangi kembali dengan insentif, seperti pengaturan besaran uang muka yang
ditetapkan sesuai tipe rumah dan bersifat tetap sehingga tidak mengikuti fluktuasi harga
rumah, lalu mengatur besaran bunga cicilan KPR yang rendah dengan masa tenor yang
panjang.
Upaya dalam mensukseskan pembangunan rumah rakyat harus dijalankan dengan prinsip
gotong royong. Semua pihak yang terkait perlu memegang prinsip kepemilikan, tanggung
jawab, dan akuntabilitas. Ketetapan dan ketentuan terkait rumah rakyat oleh pemerintah
diharapkan tidak lagi goyah sehingga menyebabkan tertundanya rencana kerja seperti pada
realisasi FLPP tahun 2012 yang lalu. Timing dalam pengeluaran kebijakan sangatlah penting
agar kebijakan tersebut berjalan efektif. Masyarakat umum juga memiliki peran penting
melalui UU Tapera, sosialisasi UU Tapera diperlukan ketika undang-undang ini telah
disahkan, agar masyarakat mengetahui pentingnya iuran tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat dalam memperoleh kebutuhan pokok mereka, rumah.