Anda di halaman 1dari 27

REFLEKSI KASUS

OTITIS EKSTERNA AS DIFUS


Tugas Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu THT KL RST Dr. Soedjono Magelang
Periode 14 Maret 15 April 2016

Pembimbing:
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL

Disusun oleh :
Syifa Puspa Pertiwi
1420221126

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
2016

LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS

OTITIS EKSTERNA AS DIFUS


Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas
Kepaniteraan Klinik Departemen THT Rumah Sakit Tk.II
dr. Soedjono Magelang

Oleh :

SYIFA PUSPA PERTIWI


1420221126

Magelang,

Maret 2016

Telah dibimbing dan disahkan oleh

Pembimbing,

(Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga refleksi kasus ini telah berhasil diselesaikan. Tiada gading yang tak
retak dan tiada hasil yang baik tanpa dukungan pihak-pihak yang telah
memberikan

pertolongan,

demikianlah

refleksi

kasus

ini

tersusun

dan

terselesaikan. Oleh sebab itu, penulis menggunakan kesempatan ini untuk


mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kolonel CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL selaku pembimbing yang
sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan. Beliau juga telah
mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
masukan, serta koreksi demi kesempurnaan refleksi kasus ini
2. Ucapan terimakasih kepada seluruh keluarga FK UPN 2011 terkhusus
untuk sahabat-sahabat tercinta dan semua pihak terkait yang telah
membantu proses pembuatan tutorial klinik ini terimakasih untuk
semangat dan kebersamaan selama ini.
Penulis menyadari bahwa refleksi kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh
sebab itu, penulis mohon maaf jika terdapat kekurangan. Penulis berharap refleksi
kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta
bagi semua pihak yang membutuhkan.

Magelang, Desember 2015


Penulis

Syifa Puspa Pertiwi


BAB I

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. S
Umur
: 64 tahun
Agama
: Islam
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Alamat
: Tanjung, Mertoyudan

2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 23 Maret 2016 di poliklinik THT-KL
Magelang.
Keluhan Utama : Nyeri pada telinga kiri
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang mengeluh telinga sebelah kiri nyeri sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan dirasakan semakin sakit dan telinga mengeluarkan cairan saat
beraktivitas. Pasien mengaku pendengaran sebelah kiri menurun. Gatal di
telinga (-), rasa tersumbat di telinga (-), rasa tidak nyaman di telinga (+), rasa
penuh ditelinga (-), nyeri tekan tragus (+), nyeri tekan preauricula (+), nyeri
tarik auricula (+). Tidak ada keluhan pada telinga kanan. Pasien mengaku
setiap hari membersihkan telinga dengan cutton buds. Pasien juga mengaku
jika mandi telinga sering kemasukan air. Riwayat batuk, demam, pilek
disangkal. Gangguan menelan dan gangguan penciuman juga disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat gangguan pendengaran saat bayi disangkal
Riwayat trauma, keluar darah dari telinga disangkal
Sering mengorek telinga setiap hati (+)
Sering kemasukan air jika mandi (+)
Riwaya alergi makanan/obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat keluhan serupa disangkal
Riwayat alergi disangkal
Riwayat pengobatan
Pasien mengaku belum berobat ke dokter dan belum menimum obat untuk
menurunkan keluhannya.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Biaya kesehatan ditanggung BPJS.
Kesan ekonomi baik.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :

Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos mentis

Kooperatif

: Kooperatif

Status Gizi

: Cukup

Tanda vital :
Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 90 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Suhu

: 36C

Status Lokalis (Telinga, Hidung, Tenggorokan)


a. Kepala dan leher :

Kepala

: mesocephale

Wajah

: simetris

Leher

: pembesaran kelenjar limfe (-)

b. Gigi dan Mulut :

Gigi geligi

: normal

Lidah

: normal, kotor (-), tremor (-)

Pipi

: bengkak (-)

c. Telinga :

Kanan
Auricula

Pre-auricular

Retro-auricular

Kiri

Bentuk normal

Bentuk normal

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Fistula (-)

Fistula (-)

Nyeri tekan tragus (-), nyeri

Nyeri tekan tragus (+),

tarik (-)

nyeri tarik (+)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Edema (-)

Edema (-)

Mastoid

Fistula (-)

Fistula (-)

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Bengkak (-) Nyeritekan (-)

Bengkak (-)
Nyeritekan (-)

CAE

Membran

Serumen (-)

Serumen (-)

Edema (-)

Edema (+)

Hiperemis (-)

Hiperemis (+)

Furunkel (-)

Furunkel (-)

Otorea (-)

Otorea (+)mukopurulen

Intak (+)

Intak : Sulit dinilai

Reflek cahaya (+)

Reflek cahaya,

timpani
perforasi sulit dinilai

d. Hidung dan Sinus Paranasal :

Luar

Kanan

Kiri

Bentuk

Normal

Normal

Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

(-)

(-)

Sinus
Inflamasi/tumor

Rhinoskopi anterior
Sekret
Mukosa

Konka media

Konka inferior

Tumor

Kanan

Kiri

(-)

(-)

Edema (-)

Edema (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hipertrofi (-)

Hipertrofi (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

(-)

(-)

Septum
Massa

Deviasi (-)
(-)

(-)

e. Faring :

Orofaring
Mukosa

Kanan

Kiri

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Dinding faring

Granular (-)

Granular (-)

Palatum mole

Ulkus (-)

Ulkus (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Simetris (+)

Simetris (+)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Arcus faring

Uvula

Ditengah
Edema (-)

Tonsil :
-

Ukuran

T1

T1

Permukaan

Rata

Rata

Warna

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Kripte

Melebar (-)

Melebar (-)

Detritus

(-)

(-)

Pemeriksaan Garpu Tala


Tes
Rinne
Webber
Swabach

AD
(+)
Lateralisasi ke AS
Sama dg pemeriksa

AS
(-)
Memanjang

4. RESUME

10

1) Anamnesis (RPS)
-AS otalgia sejak 3 hari yang lalu
-AS pendengaran menurun
-AS nyeri tekan preaurikula
-AS nyeri tarik
2) RPD
-Riwayat sering mengorek telinga dengan cutton buds (+)
-Kemasukan air saat mandi (+)
3) Pemeriksaan Fisik (AS)
-Nyeri tekan tragus (+)
-Nyeri tekan preaurikula (+)
-Nyeri tarik auricula (+)
Otoscopy:
-CAE AS edem, hiperemis, sekret serous warna putih
-Membran timpani sulit dinilai
4) Pemeriksaan Garpu Tala
-Rinne (+)/(-)
-Weber lateralisasi ke AS
AS tuli konduktif
-Schwabach AS memanjang
5. Diagnosa Banding

Otitis Eksterna Auris Sinistra Difus


Otitis Eksterna Auris Sinistra Sirkumkripta

6. Diagnosis Sementara
Otitis Eksterna Auris Sinistra Difus
7. Usulan pemeriksaan tambahan

Tes Audiometri mengetahui jenis derajat ketulian


Pemeriksaan laboratorium tanda infeksi akut lab rutin : Hb, Ht,

Leukosit, Trombosit, LED, Eritrosit


Pemeriksaan bakteriologi mengetahui mikroorganisme penyebab

8. Terapi

Obat pencuci telinga H2O2 3% tetes AS selama 6 hari


Antibiotik Ciprofloksasin 2x500 mg selama 10 hari
Kortikosteroid Dexamethasone 0,5mg 2x6 tetes AS
Analgesik Asam mefenamat 500mg jika nyeri

9. Edukasi

Menjaga higiene telinga

11

Telinga kiri jangan terkena air dahulu, bila mandi tutup dengan kapas
Konsumsi antibiotik teratur dan sampai habis
Kembali kontrol ke THT bila masih ada keluhan

12. Komplikasi

Perikondritis dan kondritis


Selulitis
Erisipelas

13. Prognosis
o Qou ad vitam

: ad bonam

o Qou ad sanam

: dubia ad bonam

o Quo ad functionam

: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Anatomi

Gambar 5. Anatomi telinga

12

1. Telinga luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai
membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.
Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada
sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3cm.
Kulit liang telinga
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar
serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga.
Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Kanalis auricularis externus dilapisi oleh kulit yang terikat erat pada tulang
rawan dan tulang yang mendasarinya karena tidak adanya jaringan
subkutan di area tersebut. Dengan demikian daerah ini menjadi sangat
peka.
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama
dengan lapisan kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel
skuamosa. Kulit liang telinga merupakan lanjutan kulit daun telinga dan
kedalam meluas menjadi lapisan luar membran timpani.
Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulang
rawan dari pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya
0,5 1 mm, terdiri dari lapisan epidermis dengan papillanya, dermis dan
subkutan merekat dengan perikondrium. Epidermis dari liang telinga
bagian tulang rawan biasanya terdiri dari 4 lapis yaitu sel basal, skuamosa,
sel granuler dan lapisan tanduk.
Lapisan liang telinga bagian tulang mempunyai kulit yang lebih
tipis, tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung papilla, melekat erat
dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi lapisan luar
dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani.
Otot daun telinga terdiri dari 3 buah otot ekstrinsik dan enam buah
otot intrinsik. Otot ekstrinsik terdiri m.aurikularis anterior, m.aurikularis
superior dan m. aurikularis posterior. Otot-otot ini menghubungkan daun
telinga dengan tulang tengkorak dan kulit kepala. Otot-otot ini bersifat

13

rudimenter, tetapi pada beberapa orang tertentu ada yang masih


mempunyai kemampuan untuk menggerakan daun telinganya keatas dan
kebawah dengan menggerakan otot-otot ini. Otot intrinsik terdiri dari m.
helisis mayor, m. helisis minor, m. tragikus, m.antitragus, m. obligus
aurkularis, dan m.transpersus aurikularis. Otot-otot ini berhubungan
bagian-bagian daun telinga.
Perdarahan
Arteri-arteri dari daun telinga dan liang telinga luar berasal dari
cabang temporal superfisial dan aurikular posterior dari arteri karotis
eksternal.
Permukaan anterior telinga dan bagian luar liang telinga didarahi
oleh cabang aurikular anterior dari arteri temporalis superfisial. Suatu
cabang dari arteri auricular posterior mendarahi permukaan posterior
telinga. Banyak dijumpai anastomosis diantara cabang-cabang dari arteri
ini. Pendarahan kebagian lebih dalam dari liang telinga luar dan
permukaan luar membrana timpani adalah oleh cabang aurikular dalam
arteri maksilaris interna.
Vena telinga bagian anterior, posterior dan bagian dalam umumnya
bermuara kevena jugularis eksterna dan vena mastoid. Akan tetapi,
beberapa vena telinga mengalir kedalam vena temporalis superficial dan
vena aurikularis posterior.
Sistem limfatik
Kelenjar limfa regio tragus dan bagian anterior dari auricula
mengalir ke kelenjar parotid, sementara bagian posterior auricular
mengalir ke kelenjar retroauricular. Regio lobulus mengalir kelenjar
cervicalis superior.
Persarafan
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara
saraf-saraf kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian
ketiga saraf trigeminus (N.V) mensarafi permukaan anterolateral
permukaan telinga, dinding anterior dan superior liang telinga dan segmen
depan membrana timpani.Permukaan posteromedial daun telinga dan

14

lobulus dipersarafin oleh pleksus servikal nervus aurikularis mayor.


Cabang aurikularis dari nervus fasialis (N.VII), nervus glossofaringeus
(N.IX) dan nervus vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan cabangcabang saraf ini menyarafi dinding posterior dan inferior liang telinga dan
segmen posterior dan inferior membrana timpani.
2. Telinga Tengah
Telinga tengah merupakan bangunan berbentuk kubus yang terdiri dari:

Membran timpani; yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna


kelabu mutiara. Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari
arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang
telinga.
Membran timpani dibagi atas 2 bagian yaitu bagian atas disebut
pars flaccida (membrane Sharpnell) dimana lapisan luarnya
merupakan lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan
dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, dan pars tensa
merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin.

Tulang pendengaran; yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes.


Tulang pendengaran

ini

dalam

telinga

tengah

saling

berhubungan.

Tuba eustachius; yang menghubungkan rongga telinga tengah


dengan nasofaring.

3. Telinga Dalam

15

Gambar . Anatomi telinga dalam


Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
Ujung

atau puncak

koklea

disebut

helikotrema,

yang

berfungsi

menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibule. 2


Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap
dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibule sebelah atas, skala timpani sebelah bawah
dan skala media (duktuskoklearis) diantaranya. Skala vestibule dan skala
timpani berisi perilimfa sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar
skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner Membrane)
sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk
mekanisme saraf perifer pendengaran. Pada skala media terdapat bagian
yang berbentuk lidah yang diebut membran tektoria, dan pada membran
basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut
luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
II.

Fisiologi
Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi
oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara
atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani
diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang
akan mengamplikasikan melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

16

perkalian perbandingan luas membran timpani dan daya tingkap lonjong.


Energi getar yang diamplikasi ini akan diteruskan ke stapes yang akan
menggetarkan tingkap lonjong sehigga perilimfa pada skala vestibuli
bergerak. Getaran ini diteruskan melalui membrane Reissner yang
mendorong edolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini proses ini merupakan
rangsang mekanik yang akan menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan lisrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel rambut, sehingga neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke
nucleus auditoris sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus
temporalis.

Gambar . Fisiologi pendengaran


III.

Definisi
Otitis

eksterna

difus

dikenal

dengan

swimmer ear (telinga

perenang) atau telinga cuaca panas (hot weather ear) adalah infeksi pada
2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri yang menyebabkan
pembengkakan stratum korneum kulit sehingga menyumbat saluran
folikel.

17

IV.

Epidemiologi
Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai tanggal Januari 2000
s/d Desember 2000 di Poliklinik THT RS H. Adam Malik Medan didapati
10746 kunjungan baru dimana, dijumpai 867 kasus (8,07%) otitis eksterna,
282 kasus (2,62%) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44%) otitis
eksterna sirkumskripta. Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah
yang panas dan lembab dan jarang pada iklim- iklim sejuk dan kering. Nan
Sati CN dalam penelitiannya di RS Sumber Waras / FK UNTAR Jakarta
mulai 1 Januari 1980 sampai dengan 30 Desember 1980 mendapatkan
1.370 penderita baru dengan diagnosis otitis eksterna yang terdiri dari 633
pria dan 737 wanita.

V.

Etiologi
Organisme yang paling sering ditemukan pada pasien dengan otitis
eksterna difusa adalah bakteri gram negatif Pseudomonas aeruginosa
(Bacillus pyocaneus) dan staphylococci. Yang lebih jarang ditemukan
adalah bakteri streptococci dan Proteus vulgaris. Selain itu, jamur dapat
terlibat dalam infeksi pada telinga luar, yaitu jamur Candida albicans dan
Aspergillus niger. Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi sekunder
pada otitis media supuratif kronis.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna,
yaitu :

Derajat keasaman (pH)


pH pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam
berfungsi sebagai protektor terhadap kuman. Peningkatan pH
menjadi basa (di atas 6.0) akan mempermudah terjadinya otitis
eksterna yang disebabkan oleh karena proteksi terhadap infeksi
menurun.

Udara
Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan
jamur mudah tumbuh.

18

Trauma
Trauma ringan misalnya mengorek-ngorek telinga dengan
benda tumpul seperti cotton bud merupakan faktor predisposisi
terjadinya otitis eksterna.

Berenang
Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Air kolam
renang menyebabkan maserasi kulit dan merupakan sumber
kontaminasi yang sering dari bakteri

VI.

Patofisiologi
Saluran telinga dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara
membuang sel-sel kulit yang mati dari gendang telinga melalui saluran
telinga.

Membersihkan

saluran

telinga

dengan

cotton

bud bisa

mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong sel-sel kulit


yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan

sel-sel

kulit

yang

mati

dan

serumen

akan

menyebabkan penimbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika


mandi atau berenang. Terjadinya kelembaban yang berlebihan karena
berenang atau mandi menambah maserasi kulit liang telinga dan
menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan bakteri. Perubahan ini
dapat juga menyebabkan rasa gatal di liang telinga sehingga menambah
kemungkinan trauma karena garukan.

19

Gambar 8. Patofisiologi terjadinya otitis eksterna difusa


VII.

Gejala Klinis
Gejala klinis yang terjadi pada pasien dengan otitis eksterna difusa antara
lain:
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada
tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya
rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga.
Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan
pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada
kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak
merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada
otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa
rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh di dalam telinga, perasaan seperti
terbakar hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit
sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan
gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak
sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan
kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan
dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan
serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagipula, kulit
20

dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan dari liang telinga luar
dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis
eksterna. Nyeri terutama ketika daun telinga ditarik, nyeri tekan tragus,
dan ketika mengunyah makanan. Rasa gatal dan nyeri disertai pula
keluarnya sekret encer, bening sampai kental purulen tergantung pada
kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur biasanya akan
bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau.
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari
otitis eksterna akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau
purulen, penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama,
sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli
konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obatobatan yang digunakan ke dalam telinga bisa menutup lumen yang
mengakibatkan peredaman hantaran suara.
VIII. Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik pada pasien biasanya menunjukkan:

Kulit MAE edema dan hiperemis merata sampai ke membran


timpani dengan sekret pada CAE. Jika terjadi edema CAE
yang hebat, membran timpani dapat tidak tampak.

Nyeri tekan tragus (+)

Nyeri tarik auricula (+)

Adenopati regional yang nyeri tekan

Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi :


a. Otitis Eksterna Ringan :
Kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga menyempit
b. Otitis Eksterna Sedang :
Liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan eksudat positif
c. Otitis Eksterna Komplikasi :

21

Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak


d. Otitis Eksterna Kronik :
Kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif
Otitis eksterna akut berlangsung kurang dari 4 minggu atau terjadi
kurang dari 4 kali dalam setahun, sedangkan otitis eksterna kronis
berlangsung selama lebih dari 4 minggu atau terjadi lebih dari 4 kali dalam
satu tahun. Pada penderita DM atau pasien dengan immunocompromised,
otitis eksterna dapat berkembang menjadi tipe maligna

IX.

Histopatologi
Pada otitis eksterna difusa akut tampak adanya gambaran
hiperkeratosis epidermis, parakeratosis, akanthosis, erosi, spingiosis,
hiperplasia stratum korneum dan stratum germinativum, edema, hiperemis,
infiltrasi

leukosit,

nekrosis,

nekrosis

fokal

diikuti

penyembuhan

fibroblastik pada dermis dan aparatus kelenjar berkurang, serta aktifitas


sekretoris kelenjar berkurang.
X.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna
antara lain meliputi :
- Otitis eksterna nekrotik
- Otitis eksterna bullosa
- Otitis eksterna granulosa
- Perikondritis yang berulang
- Furunkulosis dan karbunkulosis

XI.

Penatalaksanaan
Otitis eksterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga
dapat menghilangkan edema yang menyumbat liang telinga. Dengan
demikian, biasanya perlu disisipkan tampon berukuran x 5 cm kedalam
liang telinga mengandung obat agar mencapai kulit yang terkena. Setelah
dilumuri

obat,

tampon

kasa

disisipkan

perlahan-lahan

dengan

menggunakan forsep aligator. Penderita harus meneteskan obat tetes


22

telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari. Dalam 48 jam
tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah besar.
Polimiksin B dan colistemethate merupakan antibiotik yang paling efektif
terhadap Pseudomonas dan harus menggunakan vehiculum hidroskopik
seperti glikol propilen yang telah diasamkan bahan kimia lain,
seperti gentian violet 2% dan perak nitrat 5% bersifat bakterisid dan bisa
diberikan langsung ke kulit liang telinga. Setelah reaksi peradangan
berkurang, dapat ditambahkan alcohol 70% untuk membuat liang telinga
bersih dan kering.
Terapi sistemik hanya dipertimbangkan pada kasus berat;
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kepekaan bakteri. Antibiotik
sistemik khususnya diperlukan jika dicurigai danya perikondritis atau
kondritis pada tulang rawan telinga.
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang
mungkin

terjadi

pada pasien,

terutama

setelah

berenang.

Untuk

menghindarinya pasien harus menjaga agar telinganya selalu kering,


dengan cara menggunakan alkohol encer secara rutin tiga kali seminggu.
Pasien juga harus diingatkan agar tidak menggaruk / membersihkan
telinga dengan cotton bud terlalu sering.
XII.

Komplikasi

Perikondritis

Selulitis

Dermatitis aurikularis

XIII. Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya
sembuh dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis
ekserna dapat dengan mudah diobati dengan tetes telinga antibiotik. Otitis
eksterna kronis yang mungkin memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis
eksterna biasanya tidak memiliki komplikasi jangka panjang atau serius.

23

BAB II
PEMBAHASAN
Keluhan dirasakan pasien sering membersihkan telinga dengan cotton bud
kemudian pasien merasa timbul nyeri. Pasien juga mengeluh keluar cairan encer
dari telinga sebelah kiri berwarna putih. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya
iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar. Berkurangnya pendengaran dapat
terjadi pada OED akibat adanya edem CAE, sekret purulen, penebalan kulit yang
progresig pada OE yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan timbul tuli
konduktif. Faktor penyebab timbulnya OE adalah kelembapan, penyumbatan liang
telinga, trauma lokal, alergi.

24

Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan


penimbunan air yang masuk ke dalam saluran pada saat mandi atau berenang.
Kulit yang basah pada saluran telinga akan lebih mudah mengalami infeksi oleh
bakteri atau jamur.
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis
eksterna akut. Edem kulit liang telinga, sekret yang serous atau purulen,
penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat
lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang
deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan ke dalam
telinga bisa menutup lumen yang menyebabkan peredaman hantaran suara.
Riwayat trauma, telinga tertampar dan pemakaian obat ototoksik perlu
dipertanyakan. Riwayat trauma bisa menyebabkan terjepitnya saraf pendengaran,
antara inkus dan maleus berjalan cabang n.fasialis yang disebut korda timpani.
Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma, korda timpani bisa terjepit
sehingga timbul gangguan pengecap.
Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran.
Pemakaian obat-obatan ototoksik dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin dapat terjadi gejala gangguan pendengaran berupa
sensorineural dan gangguan keseimbangan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk poli
adalah komposmentis dan keadaan gizi baik. Pemeriksaan otoskopi pada
telingakiri ditemukan sekret mukopurulen di kanalis, membran timpani sulit
dinilai, CAE edem, nyeri tekan traguss (+).
Pada otitis eksterna difus ditemukan pada kulit liang telinga tampak
hiperemis dan edem yang batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel. Gejalana
sama dengan gejala otitis eksterna sirkumkripta. Kadang ditemukan sekret yang
berbau namum tidak bercampur lendir (musin). Lendir merupakan sekret yaang
berasal dari kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media.
Patofisiologi

25

Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan
dan dikeluarkandari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud dapat
mengganggumekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan
serumen akan menumpuk disekitar gendang telinga. Masalah ini juga diperberat
oleh adanya susunan anatomis berupa lekukanpada liang telinga.Keadaan ini
dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang telinga ketika mandi
atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga
merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya
infeksi lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan
rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan
cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telingasehingga hantaran suara
akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan kulit liang telinga luar beralaskan
periostium & perikondrium bukan bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan
cedera atau trauma. Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
Terapi Kasus
Pada kasus ini, dilakukan penatalaksanaan baik medikamentosa, pada
pasien dengan otitis ekstern difus, dimana pada pemeriksaan di dapatkan gejala
peradangan dan sekret, sehingga diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3%
selama 6 hari serta antibiotik yang adekuat. Pada kasus ini diberikan antibiotik
oral yaitu siprofloxasin 2x500mg selama 10 hari. Selain itu, pada pasien diberikan
anti inflamasi berupa kortikosetroid (deksametason) untuk mengatasi gejala
peradangannya.
Pada kasus ini dibutuhkan pentalaksanaan secara dini dan akurat, karena
jika terapi terlambat diberikan, terapi tidak adekuat atau karena penyebab lain

26

yang mendukung seperti virulensi kuman yang tinggi, daya tubuh pasien yang
rendah serta hygiene pasien yang buruk, akan mengakibatkan komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, Adams, Higler. 1994. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC: Jakarta.

2. Djaafar, ZA. 2006. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Telinga Hidung


Tenggorokan, cetakan ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

3. Restuti, Bashiruddin, Iskandar, Soepardi.2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.Edisi 6.FKUI:Jakarta.

27

28

Anda mungkin juga menyukai