Anda di halaman 1dari 10

)

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA1


Oleh :
2)

Ismayadi Samsoedin

dan Endro Subiandono2)

ABSTRAK
Kota merupakan tempat para warga melangsungkan berbagai aktivitasnya,
sehingga pengembangannya mestinya diarahkan agar dapat memenuhi tuntutan
kebutuhan fisik dan spiritual. Tapi banyak ditemukan suatu kota yang
perencanaannya dilakukan secara kurang memadai, sehingga menjadi lesu, sakit,
dan semrawut. Langkah Pemerintah Kota Padang yang kini bernaksud
mengembangkan Hutan Kota termasuk Ruang Terbuka Hijau (RTH), karenanya
perlu mendapat apresiasi. Dengan dibentuknya ruang-ruang terbuka hijau
tersebut, dapat disusun suatu jaringan RTH-kota yang berfungsi meningkatkan
kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, bersih, sehat, dan indah.
Di samping memperhitungkan aspek luas, bentuk, dan tipe Hutan Kota,
keberhasilan pengembangan Hutan Kota ini akan sangat ditentukan oleh adanya
dukungan dari seluruh lapisan masyarakat serta pengaturannya dituangkan dalam
Peraturan Daerah.
Kata kunci : Hutan kota, bentuk, tipe dan peranan
I.

PENDAHULUAN

Kesadaran akan pentingnya mempertahankan Ruang Terbuka Hijau (RTH)


yang dicanangkan oleh Pemerintah Kota Padang perlu diapresiasi mengingat
minimalnya upaya ke arah itu di tempat lain namun kepentingannya sudah sangat
mendesak di kota-kota besar. Pembangunan Hutan Kota di Padang direncanakan
di Delta Malvinas yang design engineering-nya disusun oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan adalah hasil kerjasama regional antar instansi dalam
rangka meningkatkan upaya pelestarian biodiversitas tanaman yang berfungsi
ekologis dalam menanggulangi permasalahan lingkungan dan udara di kota.
Seperti diketahui bahwa pembangunan infrastruktur perkotaan di Indonesia
akhir-akhir ini menunjukkan perencanaan yang kurang baik. Pembangunan
gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, sekolah, perumahan, pabrik, dan
sebagainya kurang memperhatikan aspek tata ruang kota. Kebutuhan akan
pembangunan infrastruktur dan terbatasnya ketersediaan lahan nampaknya
menjadi salah satu faktor terjadinya disintegrasi dalam pembangunan di perkotaan.
Konsekuensi logis atas keadaan tersebut adalah semakin sempitnya lahan yang
tersisa untuk kawasan hijau.
Kondisi lingkungan hidup yang makin buruk seperti pencemaran udara,
peningkatan suhu, penurunan air tanah, dan lain-lain khususnya di perkotaan
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekologi. Oleh karena itu, upaya-upaya
pengendalian perlu segera dilakukan. Salah satu alternatif yang dapat memberikan
dampak signifikan dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup di perkotaan
adalah melalui program pembangunan dan pengelolaan Hutan Kota.
1

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya
Hutan. Padang, 20 September 2006
2
Peneliti pada Kelti Konservasi Sumberdaya Alam, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007


II.

PENGERTIAN HUTAN KOTA

Hutan Kota adalah pepohonan yang berdiri sendiri atau berkelompok atau
vegetasi berkayu di kawasan perkotaan yang pada dasarnya memberikan dua
manfaat pokok bagi masyarakat dan lingkungannya, yaitu manfaat konservasi dan
manfaat estetika.
Sementara dalam hasil rumusan Rapat Teknis Kementerian Kependudukan
dan Lingkungan Hidup di Jakarta pada bulan Februari 1991, dinyatakan bahwa
Hutan Kota adalah suatu lahan yang tumbuh pohon-pohonan di dalam wilayah
perkotaan di dalam tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai
penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan
fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid merupakan ruang
terbuka hijau, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai
Hutan Kota.
Adapun di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun
2002 tentang Hutan Kota, disebutkan bahwa Hutan Kota adalah suatu hamparan
lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah
Perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai
Hutan Kota oleh pejabat yang berwenang.
III. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA
Kota merupakan tempat warga menyelenggarakan berbagai aktivitasnya,
karena itu perlu dikembangkan untuk memenuhi tuntutan fisik maupun spiritual
yang terus meningkat. Dalam menentukan arah kebijakan pengembangannya
perlu dibuatkan pola perencanaan berdasarkan data yang ada dan kebutuhan
yang harus dipenuhi suatu kota. Kota dengan perencanaan yang kurang memadai
akan menjadi lesu, sakit, dan semrawut.
Kesadaran pemerintah akan perlunya pengelolaan lingkungan di perkotaan
sudah berlangsung cukup lama. Apalagi semenjak dilombakannya gelar Adipura
bagi kota yang bersih, maka gerakan kebersihan dan penataan kota mulai
memasyarakat.
Suatu langkah yang tepat jika Pemerintah Kota Padang kini bermaksud
mengembangkan Hutan Kota. Pembangunan Hutan Kota di Padang telah sejalan
dengan kebijakan Pemerintah Kota yang tertuang dalam salah satu misinya yaitu
pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan berwawasan lingkungan.
Pembangunan Hutan Kota juga untuk memberikan citra Kota Padang yang pada
1980 berlangganan mendapat piala Adipura dan Adipura Kencana dengan kota
yang selalu bersih, indah, dan nyaman. Namun kondisi tersebut akhir-akhir ini
telah merosot, Kota Padang menjadi sangat panas dengan suhu udara pada siang
hari 34,50C dan malam hari 31,00C.
Karena hal tersebut, Pemerintah Kota Padang bertekad memperbaiki Kota
Padang sebagai kota yang bersih, indah, dan nyaman melalui berbagai program,
antara lain K3 (ketertiban, kebersihan, dan keindahan) sehingga mencapai kota
yang tertib, aman, lancar, sehat, bersih, dan indah. Pembangunan Hutan Kota dan
jalur hijau merupakan upaya terobosan untuk menurunkan panas dan
meningkatkan kenyamanan, keserasian, dan keindahan. Jenis-jenis pohon
penghasil buah komersial yang ditanam juga dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.

14

Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota (I.Samsoedin dan E. Subiandono)

Beberapa kebijakan Pemerintah Kota Padang yang terkait dan sejalan


dengan pembangunan Hutan Kota antara lain dituangkan dalam Perda I/1985
tentang Kebersihan Kota, Perda No. 1/1990 tentang Tata Bangunan, dan Perda
5/1995 tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Padang.
A.

Bentuk Hutan Kota

Sesuai dengan peruntukannya, Hutan Kota dapat dibangun dalam beberapa


bentuk, di antaranya :
Ruang hijau pertamanan kota
Ruang hijau rekreasi kota
Ruang hijau stadion olah raga
Ruang hijau pemakaman
Ruang hijau pertanian
Ruang jalur hijau (green belt)
Ruang hijau taman hutan raya
Ruang hijau kebun binatang
Ruang hijau hutan lindung
Ruang hijau areal penggunaan lain (APL)
Ruang hijau kebun raya
Ruang hijau kebun dan halaman di lingkungan perumahan, perkantoran,
pertokoan, pabrik, terminal dan, sebagainya.
Dengan dibentuknya ruang-ruang terbuka hijau tersebut, maka dapat disusun
suatu jaringan RTH kota sebagai pendukung ekosistem lingkungan perkotaan
yang berfungsi meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman,
segar, bersih, sehat, dan indah.
Dalam suatu unit ekosistem seperti kawasan Hutan Kota, ruang-ruang terbuka
hijau dapat diatur berdasarkan fungsi dan penggunaannya sesuai dengan
penataan tata kota dan bangunan sekitarnya; sebagaimana dicontohkan pada
Gambar 1.
1.

Tipe Hutan Kota


Tipe Hutan Kota yang akan dibangun di suatu kawasan harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi setempat serta tujuan dari dibangunnya Hutan Kota.
Berdasarkan kriteria tersebut maka tipe Hutan Kota dapat dibedakan menjadi :
a.

Tipe Pemukiman
Hutan Kota di daerah pemukiman dapat berupa taman dengan komposisi
tanaman pepohonan yang tinggi yang dikombinasikan dengan semak dan
rerumputan.

b.

Tipe Kawasan Industri


Hutan Kota yang dikembangkan di kawasan industri hendaknya memilih jenisjenis tanaman yang tahan dan mampu menyerap serta menjerap polutan.

c.

Tipe Rekreasi dan Keindahan


Rekreasi pada kawasan Hutan Kota bertujuan menyegarkan kembali kondisi
yang jenuh dengan kegiatan rutin melalui sajian alam yang indah, segar, dan
penuh ketenangan.

15

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007


d.

Tipe Pelestarian Plasma Nutfah


Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan
perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk Hutan Kota
yang memenuhi kriteria ini antara lain taman hutan raya, kebun raya, dan
kebun binatang. Ada dua sasaran pembangunan Hutan Kota untuk
pelestarian plasma nutfah, yaitu :
1) Sebagai koleksi plasma nutfah, khususnya pengembangan vegetasi
secara ex-situ.
2) Sebagai habitat, khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang akan
dikembangkan sesuai dengan perkembangan vegetasi.

e.

Tipe Perlindungan
Areal kota dengan mintakat kelima yaitu daerah dengan kemiringan yang
cukup tinggi dan ditandai oleh adanya tebing-tebing curam ataupun daerah
tepian sungai, yang perlu dijaga dengan membangun Hutan Kota agar
terhindar dari bahaya erosi dan tanah longsor.

f.

Tipe Pengaman
Hutan Kota tipe pengaman berbentuk jalur hijau di sepanjang tepi jalan bebas
hambatan. Tanaman perdu yang liat dan dilengkapi dengan jalur pohon
pisang dan tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis, akan dapat
menahan kendaraan yang keluar dari jalur jalan karena pecah ban, patah stir
atau pengemudi mengantuk.

2.

Peranan Hutan Kota


Hutan Kota mempunyai beberapa peranan penting di antaranya :

a.

Identitas Kota
Hutan Kota dapat menggambarkan identitas kota melalui koleksi jenis
tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota di
areal Hutan Kota tersebut.

b.

Pelestarian Plasma Nutfah


Hutan Kota dapat dijadikan tempat koleksi keanekaragaman hayati yang
tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. Kawasan Hutan Kota dapat
dipandang sebagai areal pelestarian di luar kawasan konservasi, karena pada
areal tersebut dapat dilestarikan flora dan fauna secara ex-situ.

c.

Penahan dan Penyaring Partikel Padat dari Udara


Tajuk pohon yang ada di areal Hutan Kota dapat membersihkan partikel padat
yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi melalui proses jerapan dan
serapan, sehingga udara kota menjadi lebih bersih. Partikel padat yang
melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel)
pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan mempunyai
permukaan yang kasar, seperti daun bunga matahari, waru, Ficus sp., dan
kersen. Sebagian lagi akan terserap masuk ke dalam ruang stomata daun.
Selain di daun, maka partikel padat ini juga akan menempel pada kulit batang,
ranting, dan cabang.

d.

Penyerap dan Penjerap Partikel Timbal dan Debu Industri


Hutan Kota dengan jenis-jenis tanaman yang sesuai mempunyai kemampuan
untuk menyerap dan menjerap partikel timbal dan debu industri seperti

16

Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota (I.Samsoedin dan E. Subiandono)

Gambar 1. Contoh pengaturan ruang terbuka hijau dalam sistem zonasi kawasan
Hutan Kota Delta Malvinas, Kota Padang

semen. Sumber utama timbal yang mencemari udara berasal dari kendaraan
ber motor. Jenis-jenis tanaman yang mempunyai kemampuan yang sedang
hingga tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara adalah damar
(Agathis alba), mahoni (Swietenia macrophylla), jamuju (Podocarpus
imbricatus), pala (Myristica fragrans), asam landi (Pithecelobium dulce), dan
johar (Cassia siamea). Sedangkan tanaman yang memiliki ketahanan yang
tinggi terhadap pencemaran debu semen dan memiliki kemampuan yang
tinggi dalam menjerap (adsorbsi) dan menyerap (absorbsi) debu semen
adalah mahoni, bisbul, kenari, meranti merah, kere paying, dan kayu hitam.
e.

Peredam Kebisingan
Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi gelombang suara
oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang paling efektif untuk
meredam suara adalah yang mempunyai tajuk tebal dengan daun yang
rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap kebisingan sampai 95% (Grey
and Deneke, 1978). Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan
berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat mengurangi
kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah.

f.

Mengurangi Bahaya Hujan Asam


Menurut Smith (1985), pohon dapat membantu mengatasi dampak negatif
17

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007


hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi,
yang menghasilkan beberapa unsur-unsur seperti Ca, Na, Mg, K, dan bahan
organik seperti glutamin dan gula (Smith, 1981). Menurut Henderson et at.
(1977) bahan inorganik diturunkan ke lantai hutan dari tajuk daun lebar
maupun daun jarum melalui proses through fall dengan urutan K > Ca > Mg >
Na. Hujan yang mengandung H2SO4 atau HNO3 jika tiba di permukaan daun
akan mengalami reaksi. Pada saat permukaan daun mulai basah, maka asam
seperti H2SO4 akan bereaksi dengan Ca pada daun membentuk garam
CaSO4 yang bersifat netral. Adanya proses intersepsi dan gutasi oleh
permukaan daun akan sangat membantu dalam menaikkan pH, sehingga air
hujan menjadi tidak berbahaya lagi bagi lingkungan.
g.

Penyerap Karbon-monoksida
Mikroorganisme dan tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik
dalam menyerap gas ini. Inman et al. dalam Smith (1981) mengemukakan,
tanah dengan mikroorganismenya dapat menyerap gas ini dari udara yang
semula konsentrasinya sebesar 120 ppm menjadi hampir mendekati nol
dalam tiga jam.

h.

Penyerap Karbon-dioksida dan Penghasil Oksigen


Hutan (termasuk di dalamnya Hutan Kota) merupakan penyerap gas CO2 dan
penghasil 02 yang cukup penting, selain fitoplankton, ganggang, dan rumput
laut di samudera. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh tumbuhan di
areal Hutan Kota melalui proses fotosintesis untuk merubah gas CO2 dan air
menjadi karbohidrat dan oksigen. Tanaman yang baik sebagai penyerap gas
CO2 dan penghasil O2 adalah damar (Agathis alba), daun kupu-kupu
(Bauhinia purpurea), lamtorogung (Leucaena leococephala), akasia (Acasia
auriculiformis), dan beringin (Ficus benjamina) (Widyastarna, 1991).

i.

Penahan Angin
Angin kencang dapat dikurangi 75-80% oleh suatu penahan angin berupa
Hutan Kota (Panfilov dalam Robinette, 1983).

j.

Penyerap dan Penapis Bau


Tanaman dapat menyerap bau secara langsung atau menahan angin yang
bergerak dari sumber bau (Grey dan Deneke, 1978). Akan lebih baik hasilnya
jika ditanam tanaman yang menghasilkan bau harum yang dapat menetralisir
bau busuk dan menggantinya dengan bau harum, seperti cempaka, dan
tanjung.

k.

Mengatasi Penggenangan
Daerah yang sering digenangi air perlu ditanami dengan jenis tanaman yang
mempunyai kemampuan evapotranspirasi tinggi, yaitu tanaman berdaun
banyak sehingga luas permukaan daunnya tinggi dan mempunyai banyak
stomata (mulut daun). Tanaman yang memenuhi kriteria tersebut di antaranya
nangka (Artocarpus integra), albizia (Paraserianthes falcataria), Acacia vilosa,
lndigera galegoides, Dalbergia spp., mahoni (Swietenia spp.), jati (Tectona
grandis), kihujan (Samanea saman), dan lamtoro (Leucaena leucocephala).

l.

Mengatasi lntrusi Air Laut


Intrusi air laut dapat diatasi dengan upaya peningkatan kandungan air tanah
melalui pembangunan hutan lindung kota pada daerah resapan air dengan

18

Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota (I.Samsoedin dan E. Subiandono)

tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.


m. Produksi Terbatas
Hutan Kota dapat ditanami dengan jenis-jenis tanaman yang dapat
dimanfaatkan buah, bunga, daun, dan kayunya untuk memenuhi kebutuhan
dan meningkatkan penghasilan masyarakat secara terbatas.
n.

Ameliorasi Iklim
Salah satu masalah yang cukup merisaukan penduduk kota adalah berkurangnya kenyamanan akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. Untuk
mengatasi hal itu, Hutan Kota dapat dibangun agar pada siang hari tidak terlalu panas sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan
layang, dan sebagainya; dan sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat
karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik dari bumi (Grey dan Deneke,
1978). Jumlah pantulan radiasi matahari suatu Hutan Kota sangat dipengaruhi
oleh panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar
surya, keadaan cuaca, dan posisi lintang (Robinette, 1983).

o.

Pengelolaan Sampah
Hutan Kota dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan sampah, antara lain
sebagai penyekat bau, penyerap bau, pelindung tanah hasil bentukan
dekomposisi dari sampah, dan penyerap zat berbahaya yang mungkin
terdapat dalam sampah seperti logam berat, pestisida, dan lain-lain.

p.

Pelestarian Air Tanah


Pada daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan air, hendaknya
ditanami dengan tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang
rendah, dengan sistem perakaran dan serasah yang dapat memperbesar
porositas tanah. Jika terjadi hujan lebat, maka air hujan akan masuk ke dalam
tanah sebagai air infiltrasi dan air tanah serta hanya sedikit yang menjadi air
limpasan. Dengan demikian Hutan Kota dapat membantu mengatasi masalah
pelestarian air tanah. Jenis tanaman yang sesuai di antaranya cemara laut
(Casuarina equisetifolia), Ficus elastica, karet (Hevea brasiliensis), manggis
(Garcinia mangostana), bungur (Lagerstroemia speciosa), Fragraea fragrans,
dan kelapa (Cocos nucifera).

q.

Penapis Cahaya Silau


Keefektifan pohon dalam meredam dan melunakkan cahaya tersebut
bergantung pada ukuran dan kerapatannya. Pohon dapat dipilih berdasarkan
ketinggian maupun kerimbunan tajuknya.

r.

Meningkatkan Keindahan
Tanaman dengan bentuk, warna, dan tekstur tertentu dapat dipadu dengan
benda-benda buatan seperti gedung, jalan, dan sebagainya untuk
mendapatkan komposisi yang baik sehingga menghasilkan keindahan.

s.

Habitat Burung
Hutan Kota dapat dikembangkan sebagai habitat burung. Beberapa jenis
burung sangat membutuhkan pohon sebagai tempat mencari makan maupun
sebagai tempat bersarang dan bertelur. Beberapa jenis pohon yang disukai
oleh burung karena buah, nektar, bunga, ijuk, dan batangnya yang menarik di
antaranya kiara, caringin, loa (Ficus spp.), dadap (Erythrina variegata), aren
19

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007


(Arenga pinnata), bambu (Bambusa spp.), dan lain-lain.
t.

Mengurangi Stress
Hutan Kota dapat membantu mengurangi stress yang diderita masyarakat
kota akibat kerasnya kehidupan kota melalui kesejukan dan keindahan alam
yang diciptakan selain adanya kicau burung dan hal-hal menarik lainnya dari
Hutan Kota.

u.

Mengamankan Pantai terhadap Abrasi


Hutan Kota berupa formasi hutan mangrove dapat meredam gempuran
ombak dan dapat membantu proses pengendapan lumpur di pantai.

v.

Merupakan Daya Tarik Wisatawan Domestik Maupun Mancanegara


Hutan Kota yang di dalamnya ditanami dengan pohon yang langka dan unik
(misalnya bunga bangkai) akan menjadi daya tarik bagi wisatawan, baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.

w.

Sarana Hobi dan Pengisi Waktu Luang


Monotonitas, rutinitas, dan kejenuhan kehidupan di kota besar perlu diimbangi
dengan kegiatan yang bersifat rekreatif. Hutan Kota dapat merupakan salah
satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut.

IV. PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA


Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membangun Hutan Kota adalah:
Perencanaan, Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaan, Pemilihan Jenis
Tanaman serta Pemeliharaannya yang secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai
berikut:
A. Perencanaan
Berbagai aspek yang perlu dikaji dalam perencanaan, antara lain : lokasi,
fungsi dan pemanfaatan, aspek silvikultur, arsitektur lansekap, sarana dan
prasarana serta teknik pengelolaan lingkungan.
Rencana pembangunan Hutan Kota hendaknya meliputi :
1. Rencana jangka panjang, yang memuat gambaran tentang Hutan Kota yang
dibangun serta target dan tahapan pelaksanaannya.
2. Rencana detail, yang memuat desain fisik atau rancang bangun untuk
masing-masing komponen fisik Hutan Kota serta tata letaknya.
3
Rencana tahun pertama kegiatan meliputi rencana fisik dan biayanya.
B. Kelembagaan dan Organisasi Pelaksanaan
Pembangunan dan pengelolaan Hutan Kota sangat tergantung kepada
perangkat yang tersedia. Sistem pengorganisasian di suatu daerah mungkin
berbeda dengan daerah lainnya. Pengelolaan Hutan Kota pada areal yang
dibebani hak milik diserahkan kepada pemiliknya, namun dalam pelaksanaannya
harus memperhatikan petunjuk dari perencanaan dan pengendalian.
C.

Pemilihan Jenis Tanaman

Jenis yang ditanam hendaknya dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan


dengan tujuan agar tanaman dapat tumbuh baik dan dapat menanggulangi
masalah lingkungan yang muncul di tempat itu dengan baik pula.
20

Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota (I.Samsoedin dan E. Subiandono)

1.

Penentuan Luas Hutan Kota


Kriteria penentuan luas Hutan Kota dapat dilakukan dengan berbagai cara,
misalnya menurut persentase dari luas kota, penentuan berdasarkan jumlah
penduduk, dan berdasarkan isu ranking yang ada misalnya untuk mengatasi
masalah air bersih, untuk pemenuhan kebutuhan oksigen, dan lain sebagainya.
2.

Komponen Pendukung
Komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan Hutan Kota, antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

V.

Peraturan perundangan
Ilmu dan teknologi yang memadai
Dukungan dari pembuat kebijakan
Jasa konsultasi
Dukungan masyarakat
Kebun bibit
Tenaga ahli
Pemeliharaan

PENUTUP

Lahan yang terbatas di kota-kota seringkali digunakan untuk berbagai


kepentingan yang lebih bersifat komersial yang sebetulnya kurang sesuai dengan
peruntukannya. Di sisi lain, pembangunan kota yang kurang terencana dengan
baik juga telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup kota.
Hutan Kota merupakan salah satu alternatif yang baik dalam mengatasi masalah
lingkungan hidup di kota. Melalui fungsi dan peranannya yang sangat beragam,
Hutan Kota diharapkan dapat membantu mengatasi pencemaran udara, meredam
kebisingan, menjaga tata air, dan melestarikan plasma nutfah, di samping dapat
juga menghasilkan udara segar serta sebagai sarana pendidikan dan rekreasi bagi
masyarakat kota.
Oleh karena itu, dalam pembangunan dan pengembangan Hutan Kota
tersebut tentunya perlu dipertimbangkan berbagai aspek seperti luas, bentuk, dan
tipe Hutan Kota. Di samping itu keberhasilan pembangunan dan pengelolaan
Hutan Kota tersebut akan sangat ditentukan oleh adanya dukungan dari seluruh
lapisan masyarakat serta pengaturannya didasarkan melalui Peraturan Daerah,
sebagaimana yang telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Padang dengan
menerbitkan Perda I/1985 tentang Kebersihan Kota, Perda No. 1/1990 tentang
Tata Bangunan, dan Perda 5/1995 tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, E.N. 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap
Timbal Emisi dari Kendaraan Bermotor. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor. 102 p.
_____. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas
Lingkungan Hidup. Kerjasama IPB dengan APHI.
Fakuara, Y. 1982. Hutan Kota Ditinjau dari Aspek Nasional. Seminar Hutan Kota
DKI Jakarta.
Fakuara, Y., E.N. Dahlan, Y.A. Husin, Ekarelawan, I.A.S. Danur, H. Pringgodigdo
dan Sigit. 1982. Studi Toleransi Tanaman terhadap Pencemar Udara dan
21

Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007


Kemampuannya dalam Menyerap Timbal dari Kendaraan Bermotor.
Makalah Seminar Hasil Penelitian di Universitas Trisakti 30 Nopember 1990,
Jakarta. 52 p.
Goldsmith, J.R. dan A.C. Hexter. 1967. Respiratory Exposure to Lead :
Epidemiological and Experimental Dose-response Relationship. Science.
Vol. 158 : 132-134.
Grey, G.W. dan F.I. Deneke. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Sons.
Gunawan, H. 1996. Hutan Tanaman Industri dan Konservasi Biodiversitas.
Prosidings Seminar Sehari Strategi Pembangunan HTI di Sulawesi.
Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau di Kota
sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi II (4) : 61-71.
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia IV. Diterjemahkan oleh Badan
Litbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.
Irawati, R. 1991. Studi Pemilihan 10 Jenis Tanaman untuk Pengembangan Hutan
Perkotaan di Kawasan Pabrik Semen. Skripsi. Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Irwan, Z.D. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. CIDES. PT.
Pustaka CIDESINDO.
Krishnayya, N.S.R. dan Bedi. 1986. An Effect of Automobile Lead Pollution on
Cassia tora and C. occidentalis. J. Environment. Pollut. (Series A). Vol. 40:221.

Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Diktat.
Fakultas Kehutanan IPB. 228 p.
Miller, R.W. 1988. Urban Forestry Planning and Managing Urban Greenspaces.
University of Wisconsin, Stevens Point. Prentice Hall, Engglewood Cliffs,
New Jersey.
Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota.
Pemerintah Kota Padang. 1985. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1985 tentang
Kebersihan Kota.
Pemerintah Kota Padang. 1990. Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1990 tentang
Tata Bangunan.
Pemerintah Kota Padang. 1995. Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1995 tentang
Ruang Terbuka Hijau Kota Padang.
Robinette, J. 1983. Landscape Planning for Energy Conservation. Van Nostrand
Reinhold Co., New York. 224 p.
Samsoedin, I. 1997. Potential Indigenous Plants for Urban Areas. Workshop on
Biodiversity Conservation & Utilization Present Status & Future Directions.
Indonesia-Malaysia, Joint Working Committee on Forestry, Kuala Lumpur.
Seminar Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. 1998. Ruang Terbuka Hijau
Sebagai Wahana Pengembangan Keanekaragaman Puspa dan Satwa di
Perkotaan, Jakarta.
Smith, W.H. 1981. Air Pollution and Forest : Interaction between Air Contaminants
and Forest Ecosystems. Springer-Verlag, New York. 379 p.
_____. 1985. Forest and Air Quality. J. Forestry. February, 1985 : 84-92.
Widyastama, R. 1991. Jenis Tanaman Berpotensi untuk Penghijauan Kota.
Kompas 11 Juli 1991.
Widyastuti, R.P. 2006. Inventarisasi Pohon, Studi Regenerasi Tumbuhan Bawah
dan Manfaatnya Pada Plot Satu Hektar di Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango. Tesis. Program Studi Biologi, Program Pasca Sarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok.
22

Anda mungkin juga menyukai