150
100
50
0
40
30
20
10
0
Grafik 2. Hubungan Material Retained terhadap Ukuran Pengayak Sampel Tepung Terigu
Percobaan tersebut dilakukan untuk mengetahui modulus kehalusan dan juga
kadar air setelah dan sebelum penggilingan. Dari hasil pengamatan diperoleh data-data
mengenai fineness modulus (FM), diameter rata-rata, dan rendemen hasil giling untuk
jagung dan kedelai. Rendemen giling untuk jagung 99.39%, sedangkan untukrendemen
giling untuk kedelai adalah 99.09%, hasil yang didapat cukup besar ini dikarenakan
pada saat penggilingan dihasilkan cukup halus dan sisa bentuk kasar itu sangat
sedikit. Kadar air yang dihasilkan setelah penggilingan akan lebih kecil bila
dibandingkan sebelum penggilingan yang dikarenakan adanya perubahan fisik dari
bahan tersebut dan kehilangan kadar air pada saat dilakukanya penggilingan. Kadar air
jagung setelah penggilingan didapat sebsar 15.4%, sedangkan untuk kedelai didapat
sebesar 9.9%.
Modulus kehalusan (FM) dari penggilingan jagung lebih kecil dibanding modulus kehalusan
penggilingan kedelai, karena FM jagung yang didapat lebih kecil dibandingkan nilai FM kedelai,
maka diameter yang didapt akan semakin kecil pula. Nilai FM penggilingan Jagung memiliki
nilai FM sebesar 3.85 sehingga dapat diketahui bahwa diameter hasil penggilingan jagung adalah
0.059 mm, sedangkan kedelai mempunyai nilai FM sebesar 4.17 dengan nilai diameter hasil
penggilingan adalah 0.07 mm.
150
100
50
0
Grafik 3. Hubungan Cumulative Passing dan Ukuran Pengayak Sampel Tepung Tapioka
Hubungan Material Retained dan Ukuran Pengayak
25
20
15
10
5
0
persentase singkong yang dihasilkan setelah mengalami proses penyerutan dibandingkan jumlah
singkong awal sebelum dikupas. Dari kapasitas output kemudian dapat dihitung nilai kapasitas
aktualnya dengan dikalikan 60 agar menjadi satuan kg/jam, nilainya 5,472 kg/jam. Berdasarkan
spesifikasi mesin yang diberikan, maka kecepatan dari mesin penyerut adalah 8,1786 m/s.
Kapasitas teoritisnya 9528,93 kg/jam. Sedangkan efisiensi mesin penyerut dari hasil praktikum
0,0596 %.
Hubungan Cumulative Passing dan Ukuran Pengayak
120
100
80
60
40
20
0
Cumulative Passing (%)
Grafik 5. Hubungan Cumulative Passing dan Ukuran Pengayak Sampel Tepung Kacang
Hijau
Hubungan Material Retained dan Ukuran Pengayak
50
40
30
20
10
0
Grafik 6. Hubungan Material Retained terhadap Ukuran Pengayak Sampel Tepung Kacang
Hijau
Hasil selanjutnya adalah hasil dari kelompok 1 yaitu mengiris dengan menggunakan mesin.
Kapasitas throughout didapatkan 0,8273 kg/menit dan kapasitas outputnya sebesar 0,534
kg/menit. Rendemen pengupasan yang dilakukan oleh kelompok 1 ini adalah 79,49 %. Nilai
rendemen pengirisan adalah 81,19 %. Dari kapasitas output kemudian dapat dihitung nilai
kapasitas aktualnya dengan dikalikan 60 agar menjadi satuan kg/jam, nilainya 32,04 kg/jam.
Dikarenakan besaran pada spesifikasi mesin penyerut dan pengiris yang digunakan untuk
perhitungan kecepatan adalah sama, maka kecepatan dari mesin penyerut sama dengan kecepatan
mesin pengiris yaitu 2230,053 m/s. Kapasitas teoritisnya 25987,99 kg/jam. Sedangkan efisiensi
mesin penyerut dari hasil praktikum kelompok 1 ini juga sangat kecil yaitu 0,1232 %.
Kemudian hasil yang selanjutnya yaitu pengirisan singkong secara manual. Berbeda
dengan 2 metode pengecilan ukuran sebelumnya, metode ini tidak menggunakan mesin
melainkan menggunakan pisau. Kapasitas throughout didapatkan 0,19396 kg/menit dan kapasitas
outputnya sebesar 0,15089 kg/menit. Rendemen pengupasan adalah 75,74 %. Nilai rendemen
pengirisan adalah 77,796 %. Dari kapasitas output kemudian dapat dihitung nilai kapasitas
aktualnya dengan dikalikan 60 agar menjadi satuan kg/jam, nilainya 9,0534 kg/jam. Untuk
keperluan penghitungan kapasitas teoritis dihitung keliling dan luas pisau yang digunakan untuk
mengiris, dimana bentuk pisau diasumsikan sebagai bentuk persegi panjang dan bentuk segitiga
pada ujungnya. Hasil perhitungan kelilingnya adalah 0,327478 m, sedangkan luasnya 0,00203
m2. Kapasitas teoritisnya 1021,4036 kg/jam. Sedangkan efisiensi mesin penyerut dari hasil
praktikum 0,88636 %.
Dari ketiga metode pengecilan ukuran yang dilakukan ini dilakukan perbandingan
terhadap masing-masing metode dengan membandingkan efisiensinya, dimana semakin besar
nilai efisiensi pada suatu metode maka metode tersebut lebih efisien dan lebih baik untuk
digunakan dilihat dari segi waktu dan kapasitas bahan yang dihasilkan. Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, maka ternyata pengirisan dengan manual memiliki nilai efisiensi yang
paling besar yaitu 0,88636 %. Sedangkan mesin pengiris menempati posisi kedua dengan 0,1232
% dan mesin yang paling tidak efisien adalah mesin penyerut dengan nilai efisiensi 0,0569 %.
Hubungan Cumulative Passing dan Ukuran Pengayak
150
100
50
0
100
80
60
40
20
0
Grafik 10. Hubungan Material Retained terhadap Ukuran Pengayak Sampel Gula
Perbandingan dilakukan juga pada hasil percobaan yang dilakukan pada shift
lainnya. Rata-rata hasil yang didapatkan pada percobaan tiap tepung menunjukan
tidak adanya tepung yang tertinggal pada mesh 20 dan mesh 30. Tetapi terdapat
pengecualian untuk tepung yang meninggalkan tepung pada mesh 20 dan mesh 30
sekitar 0,1 gram hingga 0,05 gram. Ini membuktikan kehalusan dari tepung beras
merupakan paling rendah dari tepung-tepung lainnya yang diujikan pada percobaan
kali ini.
Jika dilihat pada hasil pada grafik perbandinagn, untuk percobaan yang kami
lakukan menunjukan perbandingan hubungan % bahan tertinggal komulatif VS log
ukuran ayakan menadapatkan nilai regresi yang hampir mendekati akurat yaitu
sebesar 0,8749. Begitu pula grafik pada hubungan % bahan lewat VS ukuran
ayakan menunjukan nilai regresi yang juga mendekati kebenaran yaitu sebesar
0,8057. Begitupula percobaan yang dilakukan pada kelompok lain dengan bahan
yang sama menunjukan nilai regresi yang hampir mendekati satu. Ini menunjukan
percobaan dengan menggunakan tepung ketan ini berjalan baik dan sesuai dengan
yang sudah diujikan. Jika dibandingkan dengan percobaan yang dilakukan dengan
menggunakan tepung beras, nilai regeresi dari percobaan tersebut berkisar 0,4 dan
0,8. Nilai regresi ini sangat kecil jika dibandingkan dengan percobaan menggunakan
tepung ketan. Ini bisa terjadi karen perhitungan yang dilakukan mungkin terjadi
kesalahan. Argumen ini dikuatkan dengan melihat jumlah pan yang ada pada tabel
untuk tepung terigu sekitar 5,85 sedangkan untuk tepung ketan sekutar 90 an. Hal
ini dibuktikan juga pada literatur yang mengatakan nilai besaran dari pan yang
minimal sebesar 90.
Nilai perhitungan didaptakan Fineness Modulus (FM) dengan membagi massa
bahan tertinggal komulatif (mesh 100) dibagi 100, sehingga didapatkan Fineness
Modulus (FM) rata-rata sebesar 0,02575. Pada kelompok lain dengan data yang
sama diperoleh 0,005 sampai dengan 0,27815. Nilai FM terkecil terdapat pada
tepung tapioka dengan nilai 0,005. Ini menunjukan tepung tapioka merupakan
tepung yang paling halus dari tepung-tepung yang diujikan. Didapatkan juga nilai
FM terbesar pada tepung beras dengan nilai 0,227815. Ini menunjukan tepung
beras merupakan tepung yang paling kasar dari tepung yang diujikan. Semakin
besar nilai Modulus Kehalusan (Finenes Modulus) maka semakin besar pula nilai
ukuran rata-rata butiran (kasar). Sehingga nilai Finenes Modulus berbanding lurus
dengan nilai ukuran rata-rata butiran.
PEMBAHASAN
Menurut Kent (1983) kandungan air dalam bahan kering dapat mempengaruhi bahan
tersebut untuk menggumpal, dan hal ini dapat mengganggu proses penepungan.
Modulus kehalusan diartikan sebagai jumlah berat bahan yangtertahan disetiap ayakan
dibagi dengan 100. Ayakan-ayakan yang digunakandalam satu set ini adalah berukuran 3/8 inci,
4 mesh, 8 mesh, 14 mesh, 28 mesh, 48 mesh, dan 100 mesh. Setelah diketahui nilai modulus
kehalusannya makadiameter bahan dapat dicari dengan menggunakan rumus :
D = 0,0041 (2) FM
Derajat kehalusan (Fineness Modulus) dan indeks keseragaman menunjukkan
keseragaman hasil giling atau penyebaran fraksi halus dan kasar dalam hasil giling. Derajat
kehalusan adalah jmlah berat fraksi yang tertahan pada setiap saringan dibagi 100. (Dhimas
Kholis 2011)
PEMBAHASAN
kehalusan
butir
(FM)
didefinisikan
sebagai
jumlah
persen
komulatif sisa saringan diatas ayakan dibagi seratus. Makin besar nilai
modulus halus menunjukkan bahwa makin besar butirbutir agregatnya.
Modulus halus butir agregat halus berkisar antara 1,5 3,8 (SNI 03 1750
- 1990).
Indeks keseragaman adalah nilai keseragaman ukuran hasil dari proses yang
telah dilakukan, merupakan perbandingan fraksi kasar, sedang, dan halus harus
berjumlah 10.
Mesh adalah jumlah lubang yang terdapat dalam satu inchi persegi (square
inch), jika dinyatakan dalam mm maka angka yang ditunjukkan merupakan besar
material yang diayak. Dalam praktikum yang dilakukan, ukuran mesh pengayaknya
adalah mesh 7, 80, 100, 200 dan yang terakhir menggunakan pan.
Manfaat pengayakan adalah kita bisa mendapatkan bahan pangan
yang seragam dari segi ukurannya, sehingga kualitas dari bahan pangan
yang diayak dapat terjaga. Selain itu Pengayakan juga berfungsi untuk
memisah kan kontaminan pada tepung yang memiliki perbedaan ukuran.
Hasil yang diperoleh dari pengayakan bahan pada berbagai jenis tepung,
dapat dilihat bahwa tepung kentang memiliki modulus kehalusan paling tinggi
dengan indeks keseragaman kasar terbesar yaitu 6,209%. Sedangkan tepung yang
memiliki nilai modulus kehalusan paling kecil yaitu tepung ketan hitam dengan
indeks keseragaman kasar terkecil hanya 0,001%. Semakin tinggi nilai FM maka
diameter bahan semakin besar atau kasar. Dapat dilihat tepung kentang dengan FM
terbesar memiliki D yang paling besar pula diantara jenis tepung lainnya, sehingga
dari praktikum ini terbukti.
Kendala-kendala yang dihadapi selama praktikum size reduction antara lain
kurangnya peralatan dalam hal ini timbangan dan pengayakan sehingga setiap
kelompok berkesan menunggu giliran dan praktikum terlalu lama.
Fineness modulus terbesar terletak pada kecepatan putar ulir 14 rpm dan
debit 22,2 ltr/mnt, sedangkan yang terkecil terletak pada kecepatan putar ulir
56 rpm dan debit 18,44 ltr/mnt. karena yang dicari adalah fineness modulus
yang terkecil, berarti perlakuan yang dipilih adalah antara kecepatan putar
ulir 56 rpm dengan debit 18,44 ltr/mnt.
Analisa variansi (Tabel 4) memperlihatkan bahwa variabel kecepatan putar
ulir tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap fineness modulus
tepung, sedang variabel debit air memberikan pengaruh yang berarti
terhadap fineness modulus tepung. Akan tetapi, interaksi antara kedua
variabel (perlakuan kombinasi) menunjukkan tidak ada beda nyata atau tidak
ada interaksi antara kedua variabel terhadap fineness modulus tepung.
Dengan demikian hanya variabel debit air saja yang mempengaruhi fineness
modulus tepung, maka analisis selanjutnya hanya membahas variabel
tersebut.
Berdasar hasil tabel homogenous subsets dan tabel multiple comparisons,
bahwa antara debit 13,52 ltr/mnt dengan debit 18,44 ltr/mnt ataupun dengan
debit 22,2 ltr/mnt, tidak memberikan perbedaan yang berarti terhadp
fineness modulus. Selisih rata rata antara debit 13,52 ltr/nt dengan debit
18,44 ltr/mnt ataupun antara debit 13,52 ltr/mnt dengen debit 22,2 ltr/mnt,
memberikan tingkat signifikansi < (0,05), berarti perbedaan tersebut tidak
signifikan. Sedangkan selisih rata-rata antara debit 18,44 ltr/mnt dengan
debit 22,2 ltr/mnt memberikan tingkat signifikansi > (0,05) dengan selisih
rata-rata 0,1248. Artinya pemberian debit 22,2 ltr/mnt akan memberikan
fineness modulus 0,1248 lebih besar daripada pemberian debit 18,44 ltr/mnt.
Tepung yang halus memiliki angka fineness modulus kecil. Dengan demikian
pemberian debit 18,44 ltr/mnt-lah yang memberikan angka kehalusan paling
kecil. Untuk kecepatan putar ulir, seperti pada pembahasan persentase
tepung lolos mesh 80, diambil kecepatan putar ulir 56 rpm dengan
pertimbangan yang sama bahwa semakin cepat putaran ulir, bahan akan
semakin cepat merata hinggga ujung silinder dan akan semakin cepat pula
tersirami air sehingga pemisahan pati akan lebih optimal.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari praktikum pengecilan ukuran, dapat disimpulkan bahwa :
1
Pengecilan ukuran pada bahan hasil pertanian dapat dilakukan dengan mesin atau
2
3
4
5
6
7
8
9
Sebelum digunakan, harus dipastikan mesin dalam keadaan bersih agar tidak ada
Besaran-besaran pada mesin sebaiknya diukur secara langsung untuk memastikan bahwa
Keithley, J and B. Swanson. 2005. Glucomannan and Obesity: A Critical Review. Alternative
Therapies in Health and Medicine. Vol 11:2, 30
Marinuc, M and F. Rus. 2011. The Effect of Particle Size and Input Velocity on Cylone
Separation Process. Bulletin of the Transilvania University of Brasov. Series II: Forestry, Wood
Industri, Agricultural Food Engineering 4: 53, 2.
Peiying, L., Z. Shenglin, Z. Guohua , C. Yan, O. Huaxue, etc . 2002. Professional Standart of
The Peoeple Republic of China for Konjac Flour. NY/T : 494-2002.
Suwasito, T. S. 2013. Pengaruh Lama Penggilingan dengan Metode Ball mill Terhadap
Rendemen dan Kemampuan Hidrasi Tepung Porang (Amorphophallus muelleri Blume). Skripsi.
UB. Malang.
Warji, Sapto Kuncoro, Sandi A, dan Heny R. 2010. Rancang Bangun Mesin Penepung Ubi Kayu Tipe
Hammer Mill. Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol VII No. 2. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian. Departemen Pertanian, Serpong
Xiong, G., W. Cheng, L. Ye, X. Du, etc. 2009. Effect of Konjac Glucomannan on
Physicochemical Properties of Myofibrillar Protein and Surimi Gels from Grass Carp
(Ctenopharyngodon idella). SviVerse ScienceDirect. Journal Food Chemistry 116, 413-418.
Zain, Sudaryanto, dkk. 2005. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Pustaka Giratuna : Bandung