Anda di halaman 1dari 10

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 1

BIAYA DIBAYAR DI MUKA

A. DEFINISI BIAYA DIBAYAR DI MUKA


Biaya dibayar di muka adalah pos-pos yang pada awalnya dicatat sebagai harta
tetapi diharapkan menjadi bebandi kemudian hari setelah melampaui kegiatan
normal perusahaan.
B. ASURANSI DIBAYAR DI MUKA
Asuransi dibayar di muka tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai maupun
Pajak Penghasilan.
C. SEWA DIBAYAR DI MUKA
Sewa atas Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko,
gudang, dan industri dikenakan PPh Final dengan tarif 10% dari jumlah
bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Sewa atas Kendaraan Angkutan Darat
Pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta khusus kendaraan angkutan darat adalah :
1. Sewa kendaraan angkutan umum berupa bus, minibus, atau taksi
yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu seperti
secara harian, mingguan, maupun bulanan berdasarkan suatu
perjanjian tertulis atau tidak tertulis antara pemilik kendaraan
angkutan umum dengan Wajib Pajak (WP) badan atau WP Orang
Pribadi (OP) yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23.
2. Sewa kendaraan milik perusahaan persewaan mobil, perusahaan
bus wisata yang bukan merupakan kendaraan angkutan umum
yang disewa atau dicarter untuk jangka waktu tertentu seperti
harian, mingguan, maupun bulanan berdasarkan suatu perjanjian
tertulis atau tidak tertulis kepada WP badan atau WP OP yang
ditunjuk sebagai pemotong PPh 23.
3. Sewa kendaraan berupa milik perusahaan yang disewa atau
dicarter untuk jangka waktu tertentu seperti acara harian,
mingguan, maupun bulanan, berdasarkan suatu perjanjian tertulis

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 2

maupun tidak tertulis kepada WP badan atau WP OP yang


ditunjuk sebagai pemotong PPh 23.
Atas penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta khusus kendaraan angkutan darat dipotong PPh 23
sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto oleh pihak yang wajib
membayar.
Sewa atas Aset tetap lainnya
Penghasilan sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, selain kendaraan angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau
bangunan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final dipotong PPh 23
sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto oleh pihak yang wajib
membayar. Adapun besarnya perkiraan penghasilan nettonya adalah 30%
dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
D. PAJAK DIBAYAR DI MUKA
Pajak Penghasilan 22
a. Badan Pemungut Pajak Penghasilan 22
1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah
dan BUMN/BUMD, atas pembelian barang yang dananya
berasal dari APBN/APBD.
2. Bank Indonesia, Perum Bulog, PT Telkom, PT PLN, PT
Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel, PT
Pertamina, dan Bank-Bank BUMN, atas pembelian barang
yang dananya berasal dari APBN/APBD maupun nonAPBN/APBD.
3. Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam
bidang industri produk bahan bakar migas jenis
premix/pertamax, super TT/pertamax plus, dan gas, atas
penjualan hasil produksinya.
4. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Bank Devisa atas
impor barang.
5. Industri tertentu yang terdiri atas industri semen, industri
baja, industri otomotif, industri kertas, dan industri rokok
yang ditunjuk oleh kepala KPP atas penjualan hasil produksi
dalam negeri.
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 3

direktur jenderal pajak, atas pembelian bahan-bahan dari


pedagang pengumpul untuk keperluan diolah/diekspor.

b. Tarif Pajak Penghasilan 22


1. Untuk transaksi pembelian yang berhubungan dengan Dirjen
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah, BUMN/BUMD, BI,
Bulog, PT Telkom, PT PLN, PT GIA, PT Indosat, PT
Krakatau Steel, PT Pertamina dan Bank-Bank BUMN dengan
jumlah nilai transaksinya diatas Rp. !.000.000 dikenakan PPh
22 dengan tarif sebesar 15% dari harga pembelian.
2. Untuk transaksi yang berhubungan dengan Pertamina serta
badan usaha yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak
jenis premix, super TT, dan gas, tarif PPh 22-nya :

Uraian
Premium/solar/premix/super
TT
Minyak tanah, Gas LPG
Oli/pelumas pertamina

SPBU
Swastanisasi
(% dari
penjualan)
0,3%

SPBU
Pertamina
(% dari
penjualan)
0,25%

0,3%
0,3%

3. Untuk transaksi yang berhubungan dengan Dirjen Bea dan


Cukai dan Bank Devisa, dikenakan atas :
a. Impor barang, importir API dikenakan tarif sebesar 2,5%
dari nilai impor dan importir non API sebesar &,%% dari
nilai impor.
b. Hasil lelang atas barang yang tidak dikuasai, pemenang
lelang dikenakan 7,5% dari nilai lelang.
c. Pungutan PPh 22 yang tidak final.
d. PPh 22 terutang pada saat pembayaran bea masuk.
4. Untuk transaksi yang berhubungan dengan industri tertentu
yang terdiri atas :
a. Industri semen tarif sebesar 0,25% dari DPP PPN.
b. Industri baja tarif sebesar 0,30% dari DPP PPN.
c. Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN.
d. Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN dan bersifat
final.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 4

e. Industri rokok 0,15% dari harga bandrol dan bersifat final.


c. Bukan Objek Pajak Penghasilan 22
1. Impor barang atau penyerahan barang yang berdasarkan UU
PPh tidak terutang pajak dengan syarat ada Surat Keterangan
Bebas PPh 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.
2. Impor barang tertentu yang dibebaskan dari bea masuk atau
PPN.
3. Impor barang yang nyata-nyata dimaksudkan untyk ekspor
kembali.
4. Pembyran atas penyerahan barang yang jumlahnya tidak lebih
dari rp 1 juta dan bukan merupakan pembayaran yang
teroecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian BBM, listrik, gas, air
minum/PDAM, dan benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan
perhiasan untuk diekspor.
7. Pembayaran atau pencairan dana Jaminan Pengamanan Sosial
oleh Kantor Perbendaharawan dan Kas Negara.
8. Impor kembali barang yang sama yang sebelumnya telah
diekspor.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras yang
dilakukan oleh Perum Bulog.
Pajak Penghasilan 23
a. Dividen
dividen yang kena pajak adalah dividen yang diterima oleh orang
pribadi, yayasan, CV, firma, dan kongsi yang dikenakan tarif sebesar
15% dari penghasilan bruto. Dividen yang dikecualikan adalah
dividen yang diterima PT sebagai WP Dalam Negeri, koperasi, dan
BUMN/BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia kecuali dividen
yang dibagikan berasal dari cadangan saldo laba dan kepemilikan
25% atau lebih dari jumlah modal yang disetor.
b. Bunga
Bunga yang dikenakan pajak adalah bunga dan imbalan lainnya, baik
premium maupun diskonto, yang merupakan bunga antarpinjaman
dari WP badan ke WP badan, dari WP badan ke WP OP, atau
sebaliknya, serta bunga obligasi yang tidak dijual di bursa efek. Tarif
PPh 23 adalah 15% dari penghasilan bruto.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 5

c. Royalti
Berupa :
1. Hak atas harta tidak berwujud,
2. Hak atas harta berwujud,
3. Informasi
Tarif untuk royalti sebesar 15% dari penghasilan bruto dan pajak
dibayar di muka tersebut dapat menjadi kredit pajak bagi pihak
penerima royalti.
d. Hadiah
Tarif PPh 23 atas hadiah sebesar 15% dari nilai hadiah. Berdasarkan
Kep 395/PJ/2001 yang bukan objek pajak untuk hadiah adalah :
1. Diberikan kepada semua pembeli/konsumen akhir tanpa diundi.
2. Hadiah diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat
pembelian barang/jasa.
e. Bunga Simpanan Koperasi
Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepda anggota atau
bukan anggota, yang jumlahnya Rp 240.000 atau lebih dalam sebulan
dikenakan tarif PPh 23 sebesar 15% dari oenghasilan bruto dan
bersifat final.
f. Sewa
1. Sewa kendaraan angkutan darat.
Tarifnya sebesar 15% x 10% x penghasilan bruto atau 1,5% dari
penghasilan bruto.
2. Sewa harta lainnya.
Tarifnya sebesar 15% x 30% x penghasilan bruto atau 4,5% dari
penghasilan bruto.

g. Imbalan Jasa
Jenis jasa objek PPh 23 menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak
Nomor PER-70/PJ/2007 adalah :
1. Sebesar 4,5% x penghasilan bruto, yaitu jasa teknik, manajemen,
dan konsultasi, kecuali konsultasi konstruksi.
2. Sebesar 4% x penghasilan bruto, yaitu jasa perencanaan dan
pengawasan konstruksi.
3. Sebesar 4,5% x penghasilan bruto, yaitu jasa penilai, aktuaris,
perancang, dan pengeboran dalam bidang penambangan minyak
dan gas bumi, dll.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 6

4. Sebesar 2% x oenghasilan bruto, yaitu jasa pelaksanaan


konstruksi.
5. Sebesar 3% x penghasilan bruto, yaitu jasa maklon, penyelidikan
dan keamanan, penyelenggara kegiatan, dan pengepakan.
6. Sebesar 1,5% x penghasilan bruto, yaitu jasa katerin,
pembasmian hama, dan kebersihan.
h. Bukan Objek Pajak Penghasilan 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan Sewa dengan
hak opsi.
3. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf (f).
4. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa
dana selama tahun pertama sejak pendirian.
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi.
6. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi keoada anggotanya.
7. Bunga simpanan yang tidak melebihi Rp 240.000 dalam sebulan
yang dibayarkan koperasi kepada anggotanya.
Pajak Penghasilan 24
a. Saat Penggabungan Penghasilan
1. Dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut.
2. Untuk penghasilan selain dari usaha dilakukan dalam tahun pajak
diterimanya penghasilan tersebut.
3. Penghasilan berupa dividen dilakukan dalam tahun pajak pada
saat perolehan dividen tersebut.
b. Ketentuan Umum
1. Apabila dalam Penghasilan Kena Pajak (PKP)
terdapat
penghasilan yang terdapat dari luar negeri, maka PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan tersebut
dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang di Indonesia.
2. Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
3. Jumlah kredit pajak paling tinggi sama dengan jumlah pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh melebihi
jumlah tertentu.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 7

4. Apabila penghasilan di luar negeri berasal dari beberapa negara,


maka penghitungan kredit pajak dilakukan untuk masing-masing
negara.
5. PKP tidak termasuk penghasilan yang dikenakan pajak yang
bersifat final.
6. Dalam jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri
melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang
terutang tahun berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya
atau pengurang penghasilan, dan tidak dapat dimintakan restitusi.
c. Mekanisme Pajak Penghasilan 24
WP harus menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan
dilampiri :
1. Lapkeu dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2. Fotokopi SPT Pajak yang disampaikan di luar negeri.
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.
d. Ketentuan Lain
1. Dalam hal terjadinya perubahan penghasilan yang berasal dari
luar negeri, WP harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk
tahun pajak yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen
yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
2. Dalam hal pembetulan menyebabkan PPh kurang bayar, maka
atas kekurangan tersebut tidak dikenakan bunga.
3. Dalam hal pembetulan menyebabkan PPh lebih bayar, maka atas
kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada WP setelah
diperhitungkan dengan utang pajak lainnya.
e. Tata Cara Penghitungan Kredit Luar Negeri
1. Penghitungan Kredit Pajak Luar Negeri dilakukan sbb :
a. PPh dikenakan sebagai PKP yang dihitung berdasarkan
penghasilan yang diterima dan diperoleh oleh WP baik dari
dalam negeri maupun luar negeri.
b. Dalam menghitung PKP, kerugian yang diterima WP di luar
negeri tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia.
c. Dalam hal penghasilan luar negeri bersumber dari beberapa
negara, maka jumlah maksimum kredit pajak luar negeri
dihitung untuk masing-masing negara.
d. Dalam hal WP memperoleh penghasilan yang dikenakan
pajak bersifat final, maka atas penghasilan tersebut bukan

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 8

merupakan faktor
menghitung PKP.

penambah

penghasilan

pada

saat

2. Pembetulan SPT karena perubahan penghasilan dari luar negeri


dilakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang
menyebabkan adanya tambahan penghasilan sehingga pajak
ata penghasilan terutang di luar negeri lebih besar daripada
yang dilaporkan dalam SPT Tahunan dan pajak di luar negeri
kurang dibayar, terdapat kemungkinan PPh di Indonesia juga
kurang bayar.
b. Dalam hal terjadi koreksi fiskal di luar negeri yang
menyebabkan adanya tambahan penghasilan sehingga pajak
ata penghasilan terutang di luar negeri lebih kecil dari yang
dilaporkan di SPT Tahunan, sehingga pajak di luar negeri
lebih bayar.
Pajak Penghasilan 25
a. Konsep Umum
1. PPh 25 setiap bulan.
2. PPh 25 sebelum penyampaian SPT Tahunan.
3. Tahun pajak berjalan diterbitkan SKP
b. Hal-hal Tertentu
1. WP berhak atas kompensasi kerugian.
2. WP memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan.
4. WP diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh.
5. WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan
angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan.
6. WP mengalami perubahan keadaan atau kegiatan WP.
c. Wajib Pajak Tertentu
Adapun WP tertentu tersebut adalah :
1. WP baru adalah WP OP atau WP badan yang baru pertama kali
memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam
tahun pajak berjalan.
2. WP yang bergerak dalam bidang Perbankan, Sewa dengan Hak
Opsi.
3. WP BUMN dan BUMD.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 9

4. WP OP pengusaha tertentu
Besarnya angsuran PPh 25 untuk WP OP Pengusaha Tertentu,
ditetapkan sebesar 2% dari peredaran bruto setiap bulan.
Pajak Pertambahan Nilai Masukan
1. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
a. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
tidak terutang pajak, sepanjang bagian yang terutang pajak dapat
diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang
berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
b. Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
tidak terutang pajak, sedangkan bagian yang terutang pajak tidak
dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
c. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dapat dihitung
dengan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
2. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
a. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
b. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep,
station wagon, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan
atau disewakan.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum
Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
e. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti
pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana.
f. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang
tidak memenuhi ketentuan.
g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang
Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.

Akuntansi Perpajakan Biaya Dibayar Di Muka - 10

h. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak
Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak.
i. Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, yang
diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.
3. Pengkreditan Pajak Masukan pada Masa Tidak Sama
a. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang
belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan.
b. Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan
Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan SPT
Masa PPN yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai