Anda di halaman 1dari 1

Harap Mentari Pagi

Kata terangkai menembus celah sunyi di lembah sepi


Menghapus tabir layaknya angin semilir yang tak sempat mampir
Di dalam lubuk merah berselubung darah penuh amarah
Sepasang mata melotot menatap ke satu arah di hadapan tiang-tiang langit yang
terdiam membisu
Mengecam tembok-tembok batu yang hadir tatkala itu
Telinga hanya mendengar seribu kecaman panas dari serpihan ledakan mesiu perang
dingin
Mulut pun ikut mencibir mencaci maki, menampar wajah datar sang pena yang
merasa tak pernah membuat coretan
Tapi, bukan itu yang ingin ku beritahu padamu kawan
Benih masa depan yang ku semai, tumbuh subur, Slalu ku siram, ku beri pupuk, dan
tak lupa ku rawat dengan sepenuh hati
Namun, ketika ia udah mulai memunculkan pentil-pentil buah keberhasilan, hampir
habis terserang hama kemalasan, yang meggerek akar-akar keloyalitasan
Tidak hanya itu kawan
Lilin yang ku nyalakan semakin meredup termakan api kekecewaan , terendam air
keputusasaan
Kini nyalanya kian lenyap, menggoyah langkah tersalah arah
Berusaha ku tutup dengan dengan tangan-tangan hangat menyengat
Agar goresan merah yag tlah megalir di nadiku tak berhenti seiring cahaya raib
laksana kilat
Ahhhhhhhhhhhh....kau......... teriakku
Hanya melepas setangkai kekesalan dari duri-duri kaktus hitam
Yang menempel di pundak patung baja, yang tak kenal siapa dia
Ya sudahlah
Mungkin, harus ku akui bunga-bunga kian gugur , gagal mekar, karna kebodohanku
Tapi harapku, mentari pagi bisa memabawa air suci, tuk menyiram kembali
Agar bersemi di waktu petang sebagai penganti hari

Anda mungkin juga menyukai