Anda di halaman 1dari 54

HUKUM MENGURANGI TIMBANGAN (SUKATAN)

Posted on Oktober 11, 2011 by Doel Hamid Watulaga

Firman Allah SWT. Q.S. Al-Mutaffifin 1-6 yang artinya :


Neraka Waiyl bagi orang-orang yang curang dalam jual beli, yaitu orang-orang yang
bila menerima dari orang lain, meminta penuh ukuran timbangan. Dan apabila ia
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah mereka merasa (mengira)
bahwa mereka kelak akan dibangkitkan pada hari yang sangat hebat (besar) yaitu pada
hari ketika manusia menghadap pada Tuhan semesta alam (Q.S. Al-Mutaffifin 1-6).
Hukum mengurangi timbangan (sukatan) termasuk dalam kategori dosa besar, sama
halnya dengan orang-orang yang melalaikan shalatnya, dan akan menyeret pelakunya
kedalam neraka Waiyl (fawailul lil mushallin). Sebelum kita bercerita tentang neraka
Waiyl, mari sama-sama kita perhatikan tentang perihal sekurang-kurang azab neraka
yang diungkapkan Rasulullah yang artinya Perihal sekurang-kurang azab neraka dihari
kiamat Allah pekatkan kepada mereka (penghuni neraka ) sandal yang dua tali sandal
tersebut terbuat dari bara api neraka (Nalani minannar) begitu ia pakaikan sandal
tersebut maka mendidihlah seluruh otaknya dan keluarlah seluruh isi perutnya,
bagaikan menndidihnya air di periuk, kemudian Allah gantikan lagi kulit dengan yang
lainnya, supaya (agar) mereka menerima azab Allah yang tiada putus-putusnya
(Liyazuqul azab) (HR. Muslim).
Hadits ini menceritakan tentang seringan-ringan azab, tak seorangpun sanggup
menahannya bagaimana lagi dengan adzabi lasyadid (azab yang sangat pedih). Kalau
pembaca pernah memperhatikan pabrik besi ketika besi baja masuk ke dalam kuali
tidak lama besi itupun mendidih, cair kemudian dicetak menjadi besi yang lainnya
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, sedangkan jasad kita yang tidak sekeras besi
baja karena kita diciptakan Allah dari 4 (empat) unsur yaitu Air, Api, Angin dan Tanah.
Wailun siksa yang berat, yaitu suatu lembah jahannam yang sekiranya bukit-bukit
dimasukkan kedalamnya pasti cair karena sangat panasnya. Menghadap kepada Allah
Hakim yang Maha Adil, Maha Bijaksana (Alkamil Hakimi) yaitu bangkit dari kubur
dalam keadaan telanjang bulat, tetapi semua manusia dalam keadaan nafsi-nafsi (sibuk
dengan keadaan sendiri).
Assayyid berkata : sebab turunnya ayat ini, ketika Nabi Muhammad SAW telah hijrah ke
Madinah, di sana ada seseorang yang bernama Abu Juhainah yang mempunyai dua alat

timbangan untuk membeli dan menjual, yang untuk membeli menguntungkan dirinya,
dan untuk menjual merugikan pembelinya, sehingga turunlah ayat ini.
Lebih lanjut Ibnu Abbas r.a (Radhyallahu anhu) berkata : Rasulullah SWT telah
memperingatkan pada orang-orang yang jual beli dengan takaran, timbangan kamu
telah mempergunakan dua macam, yang mana umat yang dahulu telah binasa karena
dua macam yakni ummat yang curang dalam timbangan (HR Tarmizi).
Ibnu Umar r.a berkata : Rasulullah SAW datang kepada kami dan beliau bersabda : Hai
sahabat muhajirin, ada lima macam, jika kamu diuji dengan itu dan lebih dahulu aku
berlindung kepada Allah semoga kamu tidak mendapatkannya :
1. Tidak menjalani pelacur (tuna susila) pada suatu kaum sehingga dilegalisir (terangterangan) melainkan akan menjalar kepada mereka Waba thaun dan berbagai yang
tidak pernah terjadi pada nenek mereka dahulu.
2. Dan tidak mengurangi takaran timbangan, melainkan terkena bala kahat (laip)
kurangnya hasil bumi, dan berat penghidupan sehari-hari (krisis ekonomi) dan
kekejaman penguasa (pemimpin yang zhalim).
3. Dan tidak menahan (enggan membayar zakat), kewajiban zakat harta, melainkan
akan tertahannya hujan turun dari langit sehingga andaikan tidak ada ternak, niscaya
tidak akan turun hujan sama sekali.
4. Tidak menyalahi janji Allah dan Rasulullah (tidak taat kepada Allah dan Rasul)
melainkan akan didatangkan kepada mereka penjajah dari lain golongan sehingga
merampas sebahagian milik mereka.
5. Dan tidak menghukum para Imam (pemimpin) mereka dengan kitab Allah, dan
memilih dari apa yang ada dari kitab Allah SWT (yakni yang ringan dipakai, yang berat
ditinggalkan) melainkan Allah akan menjadikan mereka kebinasaan mereka timbul
diantara mereka sendiri (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim).
Ikrimah berkata : saya bersaksi bahwa tiap-tiap tukang timbang itu dalam neraka lalu
orang menegur padanya : anakmu juga tukang timbang. Lalu ia berkata : persaksikanlah
bahwa dia dalam neraka (kalau tidak jujur).
Dalam keterangan lain Rasul SAW (yaqulu) bersabda : Orang-orang yang jujur dalam
timbangan dia masuk surga bersama dengan Rasulullah, Shiddiqni dan orang-orang
shalih.

Sayyidina Ali r.a berkata : jangan meminta hajat kebutuhanmu dari orang-orang yang
rizqinya diujung takaran dan timbangan.
Hukamak berkata : sungguh celakalah orang-orang yang menjual habbah (biji-bijian)
dengan mengurangi takaran, melainkan Allah mengurangi nikmat surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, atau membeli habbah (biji-bijian) dengan menambahnya
melainkan Allah menambahkan lubang dalam neraka, yang sekiranya bukit-bukit di
dunia ini dimasukkan pasti akan cair karena panasnya neraka.
Al-syafiie dari Malik bin Dinar berkata kepada keluarganya Apakah kelakuannya
dahulu? jawab mereka : dia mempunyai dua buah timbangan untuk membeli dan
menjual, maka saya minta keduanya lalu saya hancurkan keduanya, kemudian saya
bertanya kepadanya : bagaimankah keadaanmu kini? jawabnya : belum berkurang,
bahkan bertambah sukar, sehingga ia mati dalam keadaan sakit itu. Dalam hikayat
yang lain disebutkan ketika seorang menghadiri orang yang sedang mazaa akan mati
maka diajarkan padanya supaya membaca kalimat tayyibah La ilaha illallah tiba-tiba
orang itu berkata : saya tidak bisa membacanya karena jarum timbangan (takaran)
mengganjal dilidahku lalu ia ditanyai : tidakkah anda dahulu menepati timbangan?
jawabnya : benar, tetapi kemungkinan ada kotoran yang tidak saya bersihkan sehingga
merugikan hak orang lain dengan tidak terasa.
Sebagai penutup mari kita perhatikan beberapa pesan moral yang disampaikan oleh
Rasulullah agar dalam hal jual beli, sama-sama jujur, terbuka, ikhlas dan berlapang
dada; Jabir r.a berkata : Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya Allah akan
merahmati orang-orang yang lapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih
hutang (HR Bukhari). Allah telah mengampuni dosa orang yang dahulu sebelum
kamu karena ia berlapang dada jika menjual, jika membeli, jika menagih hutang (HR
Ahmad dan Tarmizi).

MENYEMPURNAKAN TAKARAN DAN TIMBANGAN

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan


neraca yang benar.Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (QS
Al-Isra: 35)
Sering kita sempat melihat sebuah segmen dalam sebuah acara berita di televisi dan surat
kabar tentang banyaknya kasus-kasus kecurangan dalam perniagaan masyarakat kecil.
Banyak kasus yang membuat kita sedikit bergidik, contohnya saja kasus daging glonggong,
yakni daging sapi atau ayam yang disuntik dengan air agar beratnya bertambah. Belum lagi
Daging Sapi yang dioplos dengan daging celeng, saus tomat yang dioplos pepaya busuk,
ikan yang dicampur formalin, komposisi perhiasan/logam mulia yang tidak sesuai. Jika
dirunut lagi maka akan ditemui tindakan-tindakan yang semakin membahayakan para
konsumen seperti kosmetik atau obat-obatan palsu yang membahayakan penggunanya.
Mengurangi takaran dan timbangan adalah dosa besar yang sering diabaikan. Dosa ini
masih kalah pamor atau tenggelam dengan dosa besar lainnya seperti menyekutukan
Allah, membunuh, atau dosa riba yang aplikasinya masih menjadi perdebatan. Dalam AlQuran, perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan sekaligus larangan keras
untuk mengurangi takaran atau timbangan menjadikan pelanggaran terhadapnya menjadi
sebuah dosa besar. Salah satu kaum yang pernah terkena azhab Allah karena sering berbuat
curang mengurangi takaran dan timbangan adalah kaum Nabi Syuaib A.S. Kaum Nabi Syuaib
A.S. disebut kaum Madyan. Dikisahkan dalam Al-Quran, setelah Kaum Madyan menolak
seruan Nabi Syuaib untuk menyempurnakan takaran dan timbangan, mereka malah berolokolok untuk disegerakan azhab Allah. Maka azhab itu benar-benar datang (kisah ini dapat
dilihat di Al-Quran Surat Huud ayat 83-95).
Mengurangi takaran dan timbangan digolongkan sebagai dosa besar, padahal tampaknya
manifestasinya tidak terlalu besar seperti membunuh, dalam hal ini cukup saja kita
mengkaitkan sifat manusia yang serakah dan akan semakin meningkat keserakahannya

seiring dengan menuruti hawa nafsunya. Sekarang jika seseorang bisa melakukan penipuan
kecil-kecilan dengan mengurangi takaran atau timbangan yang dengan itu dia bisa
mendapatkan margin keuntungan beberapa waktu. Lalu semakin lama ia bisa mencurangi
takaran barang dengan bagian bahan yang lain. Lalu bayangkan jika barang itu adalah
bahan makanan yang dioplos dengan bahan yang berbahaya dan haram. Bisa dibayangkan
bila obat dengan ukuran yang tidak semestinya atau palsu. Bagaimana kalau bangunan
jembatan dengan pengurangan ukuran yang sudah distandarkan. Selanjutnya bisa menilai,
seberapa besar kekacauan dan kejahatan yang membesar itu, apa lagi itu sudah menjadi
perbuatan sebuah kaum yang besar dan semakin merebak ke masyarakat. Sungguh, Allah
Maha Mengetahui tentang apa-apa yang tidak kita ketahui sebelumnya.
Jika kita membahas masalah korupsi, maka pengurangan ukuran dan timbangan adalah
manifestasi dari korupsi yang dilakukan lapisan masyarakat menengah ke bawah. Apalah
bedanya dengan para koruptor kelas kakap. Hampir tak ada beda atau mungkin lebih
bahaya dampaknya. Jika mereka mengatas-namakan kesulitan dalam ekonomi, maka kita
harus kembali dalam ranah agama dan keimanan. Bahwa semua manusia diuji sesuai
dengan perannya masing-masing. Orang dengan jabatan dan kekayaan diuji dengan jabatan
dan kekayaan itu untuk amanah dan bersedekah, maka begitu pula dengan seorang miskin
yang diuji dengan kekurangannya itu untuk tetap mencari rezeki yang halal dan baik dengan
membawa kesabarannya.
Jika memang seluruh lapisan bangsa ini bersama-sama kompak melakukan korupsi, maka
memang jalan kita untuk keluar dari lingkaran setan keterpurukan setelah era reformasi ini
masihlah panjang. Celakalah orang-orang yang mengurangi, apabila mereka itu menakar
kepunyaan orang lain (membeli) mereka memenuhinya, tetapi jika mereka itu menakarkan
orang lain (menjual) atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Apakah mereka
itu tidak yakin, bahwa kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur pada suatu hari yang
sangat besar, yaitu suatu hari di mana manusia akan berdiri menghadap kepada Tuhan seru
sekalian alam? (QS Al-Muthafifin: 1-6).
Oleh kerana itu setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil (jujur),
sebab keadilan yang sebenarnya jarang dapat diujudkan. Justru itu sesudah perintah
memenuhi timbangan, Allah kemudian berfirman: Kami tidak memberi beban kepada
seseorang, melainkan menurut kemampuannya. Penuhilah takaran dan jangan kamu
menjadi orang yang suka mengurangi, dan timbanglah dengan jujur dan lurus, dan jangan
mengurangi hak orang lain dan jangan kamu berbuat kerusakan di permukaan bumi. (AsSyuara: 181-183). Perintah untuk memenuhi takaran juga berlaku untuk layanan jasa,
sebagai pegawai, sebagai konsultan, sebagai guru, sebagai dokter dll untuk memenuhi porsi
yang diberikan kepada pengguna jasa tersebut, misal waktu, fasilitas, informasi sesuai
dengan standar yang telah disepakati/ditentukan.
Simpulan

1.

Al-Quran memerintahkan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan sekaligus


larangan keras untuk mengurangi takaran atau timbangan.
2.
Pengurangan ukuran dan timbangan adalah manifestasi dari korupsi yang dilakukan
lapisan masyarakat menengah ke bawah dan hal itu harus dicegah.
Oleh : ACHMAD LUTFI (Anggota takmir masjid GSI Surabaya dan Anggota Majlis Dikdasmen
PWM Jatim

Mengurangi Timbangan dan Ukuran


9:34 AM tausiah 1 comment

Mengurangi Timbangan dan Ukuran

Allah SWT berfirman yang artinya, "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang
untuk orang lain, mereka mengurangi."

(Al-Muthaffifin: 1--3).

As-Suddiy menceritakan ketika Rasulullah saw. sampai di Madinah, di sana ada seorang laki-laki yang biasa
dipanggil Abu Juhahinah. Ia memiliki dua takaran. Ia menjual dagangannya dengan satu takaran dan membeli
barang dengan takaran yang satunya. Kemudian Allah menurunkan ayat ini.

Abdullah

bin

Abbas

berkata,

Rasulullah

saw.

bersabda, "Lima dengan lima." Mereka

bertanya,

"Apakahlima dengan lima itu?" Beliau menjawab, "Tidaklah suatu kaum membatalkan kesepakatan (secara tidak
jujur), kecuali Allah akan menguasakan kepada mereka musuh mereka. Tidaklah mereka berhukum kepada selain
hukum Allah, melainkan kefakiran akan merajalela di antara mereka. Tidaklah perbuatan keji (zina) dilakukan dengan
terang-terangan di antara mereka, kecuali Allah akan menurunkan penyakit tha'un (kematian di mana-mana).
Tidaklah mereka mengurangi takaran, kecuali tumbuh-tumbuhan tertahan dan paceklik panjang menjelang. Dan,
tidaklah mereka menolak pembayaran zakat, kecuali hujan pun akan tertahan dari mereka." (HR Thabrani dalam AlMu'jamul Kabir, sanadnya mendekati hasan dan ada syawahidnya).

"Tidaklah orang-orang itu yakin bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan."


(Al-Muthaffifin: 4).

Az-Zajaj berkata, "Maknanya, jika mereka itu yakin bahwa mereka itu akan dibangkitkan, niscaya mereka tidak akan
mengurangi takaran dan timbangan."

"Pada suatu hari yang besar."


(Al-Muthaffifin: 5).

"(Yaitu), hari (ketika) manusia berdiri menghadap Rab semesta alam." (Al-Muthaffifin: 6).

Yakni, bangkit dari kubur-kubur mereka untuk menerima perintah, pembalasan, dan perhitungan dari Allah. Mereka
berdiri di hadapan-Nya untuk menerima keputusan.

Malik bin Dinar berkata, "Tetanggaku mengunjungiku, padahal ia sakit menjelang ajal. Ia berteriak-teriak, dua gunung
api, dua gunung api. 'Apa maksudmu,' tanyaku. Ia menjawab, 'Wahai Abu Yahya, aku dulu mempunyai dua buah
takaran. Aku menjual dengan salah satunya dan membeli dengan yang satunya lagi. Lalu, aku berdiri memukulkan
takaran yang satu dengan yang lainnya untuk memecahkannya.' Orang itu berkata, 'Wahai Abu Yahya, setiap kali
Anda memukulkan takaran yang satu dengan yang lainnya, setiap kali itu pula bertambah berat sakit saya.'
Kemudian orang itu meninggal dengan sakitnya itu."

Muthaffif adalah orang yang mengurangi takaran dan timbangan sedikit-sedikit, ia hampir saja tidak mencuri, kecuali
sedikit saja. Namun begitu, ia tetap termasuk ke dalam pencurian, pengkhianatan, dan memakan barang haram.

Allah mengancam orang yang melakukannya dengan wail, yaitu azab yang berat. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa wail adalah lembah di neraka Jahannam, seandainya gunung-gunung dunia dimasukkan ke dalamnya,
niscaya akan luluh lantak karena panasnya.

Sebagian salaf berkata, "Aku mengunjungi orang yang sakit dan kelihatan sekarat. Aku menalkinkan kalimat
syahadat, tetapi ia tidak bisa mengucapkannya. Ketika ia siuman sejenak, kutanyakan kepadanya, 'Wahai
saudaraku, mengapa ketika aku menalkinmu dengan kalimat syahadat kamu tidak dapat mengucapkannya?' ia
menjawab, 'Wahai saudaraku, neraca timbangan ada pada lidahku, menghalangiku dari mengucapkannya.' Aku
bertanya lagi, 'Demi Allah, apakah kamu pernah mengurangi timbangan?' Ia menjawab, 'Demi Allah tidak, hanya saja
aku

tidak

pernah

meluangkan

waktu

untuk

menguji

kebenaran

timbanganku'."

Ini adalah keadaan orang yang tidak menguji kebenaran timbangannya. Lalu, bagaimana dengan orang yang
memang sengaja mengurangi timbangannya?

Nafi' bercerita, "Suatu ketika Abdullah bin Umar melewati seorang pedagang. Ia berkata, 'Bertakwalah kepada Allah,

penuhilah takaran dan timbangan. Sesungguhnya orang yang suka mengurangi takaran atau timbangan akan
diberdirikan (di Mahsyar, pent.) sampai keringat mereka menutupi pertengahan telinga. Begitu pula pedagang yang
mengurangi ukuran ketika menjual dan memanjangkan ukuran ketika membeli'."

Sebagian salaf berkata, "Kecelakaan bagi orang yang menjual surga yang luasnya seluas langit dan bumi dengan
satu biji yang ia kurangkan dari takarannya. Kecelakaan pula bagi orang yang membeli wail dengan satu biji yang
diambilnya dari kelebihan."

Kita memohon ampunan dan keselamatan dari bala dan cobaan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Memberi
lagi Maha Pemurah.

Sumber: Al-Kabaair, Syamsuddin Muhammad bin Utsman bin Qaimaz at-Turkmani al-Fariqi ad-Dimasyqi asy-Syafii.

Perdagangan Dalam Al-Quran dan Hadits (Sistem Perdagangan


Dalam Islam)
Jumat, 02 Agustus 2013 10:41

17

ALLAH menciptakan manusia dengan suatu sifat saling membutuhkan antara satu dengan lainnya. Tidak
seorangpun yang dapat menguasai seluruh apa yang diinginkan. Tetapi manusia hanya dapat mencapai sebagian
yang dihajatkan itu. Dia mesti memerlukan apa yang menjadi kebutuhan orang lain.
Untuk itu Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada mereka untuk mengadakan pertukaran perdagangan dan semua
yang kiranya bermanfaat dengan cara jual-beli dan semua cara perhubungan. Sehingga hidup manusia dapat berdiri
dengan lurus dan irama hidup ini berjalan dengan baik dan produktif.
1. Pengertian
Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu memerlukan orang lain. Sebagian orang memiliki suatu barang, namun
di sisi lain dia tidak memiliki barang lain yang dibutuhkan. Begitu juga dengan orang lain antara satu dengan yang
lainnya saling membutuhkan. Akhirnya merekapun saling tukar menukar barang yang dibutuhkan, baik itu dengan
cara barter, jual beli, maupun interaksi sosial yang lain. Begitulah fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling
membutuhkan.
Ketika islam datang, bangsa arab telah mempunyai berbagai model transaksi mulai dari barter maupun jual beli.
Rasulullah SAW menetapkan sebagai model transaksi tersebut yang tidak kontradiksi dengan syariat islam.
Sebaliknya beliau melarang transaksi yang bertentangan dengan kaidah islam yang biasanya terkait dengan bantuan
untuk maksiat.
Perilaku bisnis merupakan salah satu orang yang mendapat sanjungan dari islam. Sebagaimana dikatakan dalam
sebuah ayat : dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
Perdagangan dapat didefinisikan sebagai kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya. Pada masa awal

sebelum uang ditemukan, tukar menukar barang dinamakan barter yaitu menukar barang dengan barang. Pada
masa modern perdagangan dilakukan dengan penukaran uang. Setiap barang dinilai dengan sejumlah uang.
Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual. Dan aktivitas perdagangan
ini merupakan kegiatan utama dalam sistem ekonomi yang diterjemahkan sebagai sistem aktivitas manusia yang
berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.
Dalam pandangan Islam, Perdangan merupakan aspek kehidupan yang dikelompokkan kedalam masalah
muamalah, yakni masalah yang berkenaan dengan hubungan yang bersifat horizontal dalam kehidupan manusia.
Meskipun demikian, sektor ini mendapatkan penekanan khusus dalam ekonomi Islam, karena keterkaitannya secara
langsung dengan sektor riil. Sistem ekonomi Islam memang lebih mengutamakan sektor riil dibandingkan dengan
sektor moneter, dan transaksi jual beli memastikan keterkaitan kedua sektor yang dimaksud.
Keutamaan sistem ekonomi yang mengutamakan sektor riil seperti ini, partumbuhan bukanlah merupakan ukuran
utama dalam melihat perkembangan ekonomi yang terjadi, tetapi pada aspek pemerataan, dan ini memang lebih
dimungkinkan dengan pengembangan ekonomi sektor riil.
Dalam Islam kegiatan perdagangan itu haruslah mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Allah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh agama
mempunyai nilai ibadah. Dengan demikian, selain mendapatkan keuntungan-keuntungan materiil guna memenuhi
kebutuhan ekonomi, seseorang tersebut sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Usaha perdagangan
yang di dalamnya terkandung tujuan-tujuan yang eskatologis seperti ini dengan sendirinya mempunyai watak-watak
khusus yang bersumber dari tata nilai samawi. Watak-watak yang khusus itulah merupakan ciri-ciri dari perdagangan
yang Islami sifatnya, dan ini tentu saja merupakan pembeda dengan pola-pola perdagangan lainnya yang tidak
Islami.
Watak ini menjadi karakteristik dasar yang menjadi titik utama pembeda antara kegiatan perdagangan Islam dengan
perdagangan lainnya, yaitu perdagangan yang dilakukan atas dasar prinsip kejujuran, yang didasarkan pada sistem
nilai yang bersumber dari agama Islam, dan karenanya di dalamnya tidak dikenal apa yang disebut zero sum game,
dalam pengertian keuntungan seseorang diperoleh atas kerugian orang lain. Dengan kejujuran dan aspek spiritual
yang senantiasa melekat pada praktek-praktek pelaksanaannya, usaha perdagangan yang terjadi akan
mendatangkan keuntungan kepada semua pihak yang terlibat. Perdagangan yang dilakukan dengan cara yang tidak
jujur, mengandung unsur penipuan (gharar), yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan praktek-praktek lain
sejenis jelas merupakan hal-hal yang dilarang dalam Islam. Islam datang mensyariatkan jual beli untuk
mempermudah perantara kebutuhan antara manusia.
Mari kita simak tentang penjelasan adab jual beli dalam kitab Fiqhul Islam karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili sbb:
a. Tidak berlebihan dalam mengambil laba. Karena dengan demikian akan bisa menarik pelanggan.
b. Kejujuran dalam jual beli seperti halnya yang diajarkan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits Rasulullah
bersabda yang artinya sesungguhnaya para pedagang akan dibangkitkan besok hari kiamat sebagai pedagang
yang curang, kecuali orang yang takwa kepada Allah dan baik perbuatannya lagi jujur
c. Memudahkan dalam jual beli. Rasulullah bersabda yang artinya Allah SWT mengasihi seorang lelaki yang
mempermudah pada waktu menjual dan pada waktu membeli dan pada waktu dituntut haknya.
d. Menjauhi sumpah walaupun pedagang tersebut jujur. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
Muslim dari sahabat Ibnu Masud yang artinya barang siapa bersumpah atas harta seorang muslim tanpa
sebenarnya, maka pada waktu bertemu Allah akan dibencinya.
Kemudian Rasulullah membacakan sebuah ayat yang artinya:
77. Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga
yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan
mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi
mereka azab yang pedih. (QS. Ali Imran: 77)
e. Banyak bersedekah, bahkan di dalam Fiqhul Islam disebutkan bahwa disunahkan melebihi dalam menimbang.
Diriwayatkan dari imam Turmudzi pada suatu hari Rasul Allah SAW datang ke Mekkah dan ada seorang lelaki yang
sedang menimbang barang. Kemudian Rasul berkata timbanglah dan lebihkanlah. Di sisi lain Rasulullah bersabda

dalam sebuah hadits, Artinya : wahai para pedagang, sesungguhnya setan dan dosa datang pada saat jual beli.
Maka campurilah/ hiasilah jual beli Kalian dengan shodaqoh.
f. Harus ditulis dan disaksikan. Allah SWT telah memerintahkan kita, sebagaimana yang telah disebutkan dalam
firman-Nya: Artinya dan persaksikanlah apabila kamu jaul beli dan janganlah penulis dan saksi menyulitkan.
Akad bai (jual beli) mempunyai beberapa definisi, seperti yang dikemukakan oleh Dr. Romdhan Al Buthi :
Dari madzhab imam Abu Hanifah mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta secara mau sama mau.
Dari madzhab Imam Syafii mengartikan jual beli adalah tukar menukar harta dengan memberikan syarat istidamatul
milki ain atau manfaat.
*
2. Ayat-ayat dan Hadits tentang Perdagangan
Setiap kegiatan ummat Islam dalam kehidupan baik secara vertikal maupun horizontal, telah diatur dengan
ketentuan-ketentuan agar sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Hal yang mendasari setiap perbuatan itu
dilandaskan pada sumber-sumber hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Dengan demikian perdagangan
dalam islam juga berdasar dari landasan hukum tersebut.
Tentang perdagangan di dalam Al-quran dengan jelas disebutkan bahwa perdagangan atau perniagaan merupakan
jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk menghindarkan manusia dari jalan yang bathil dalam pertukaran sesuatu
yang menjadi milik di antara sesama manusia. Seperti yang tercantum dalam Surat An-Nisa 29 :
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka diantara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dalam melakukan perniagaan, Allah juga telah mengatur adab yang perlu dipatuhi dalam perdagangan, dimana
apabila telah datang waktunya untuk beribadah, aktivitas perdangan perlu ditingalkan untuk beribadah kepada Allah,
surat Al-Jumuah 11:
Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka
tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah : "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan", dan Allah sebaik-baik pemberi rezki.
Dan dalam ayat lain seperti di surat An-Nur 37, dijelaskan bagaimana orang tidak lalai dalam mengingat Allah hanya
karena perniagaan dan jual beli, (yang artinya) :
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari)
mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang.
Demikain pula tata tertib dalam perdagangan juga telah digariskan di dalam Al quran, baik itu perdagangan yang
bersifat tidak tunai dengan tata aturannya, maupun cara berdagang tunai, seperti yang tercantum dalam surat AlBaqarah 282 berikut yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika
tak ada dua orang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridloi,
supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan
lebih dekat kepada tidak (menim bulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak

menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan.
jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan
bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Adab tentang perniagaan dengan jelas pula diatur, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan
perdagangan sehingga melupakan kewajibannya terhadap Allah, seperti dijelaskan dalam Surat At-Taubah 24 berikut
:
Katakanlah : "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih
kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
KeputusanNYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Dalam melakukan transaksi perdagangan Allah memerintahkan agar manusia melakukan dengan jujur dan Adil. Tata
tertib perniagaan ini dijelaskan Allah seperti tercantum dalam Surat Hud 84-85 :
84. Dan kepada (penduduk) Mad-yan (kami utus) saudara mereka, Syu'aib. ia berkata : "Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, Sesungguhnya
aku melihat kamu dalam Keadaan yang baik (mampu) dan Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari
yang membinasakan (kiamat)." 85. Dan Syu'aib berkata : "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan
adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di
muka bumi dengan membuat kerusakan.
Demikian pula dalam Surat Al-Anam 152, yang mengatur tentang takaran dan timbangan dalam perniagaan :
152. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia
dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia
adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
*
Selain dalam Al-Quran, tentang perdagangan, terdapat hadits yang menjelakan bahwa Allah tidak akan mengajak
sesorang berbicara, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih apabila menipu
dalam perniagaan. Seperti yang diri wayatkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Hadis riwayat Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Ada tiga orang yang nanti pada hari kiamat
tidak akan diajak bicara oleh Allah, tidak dipandang, tidak disucikan dan mereka mendapatkan siksa yang pedih,
yaitu; orang yang mempunyai kelebihan air di gurun sahara tetapi tidak mau memberikannya kepada musafir; orang
yang membuat perjanjian dengan orang lain untuk menjual barang dagangan sesudah Ashar; ia bersumpah demi
Allah bahwa telah mengambil (membeli) barang itu dengan harga sekian dan orang lain tersebut mempercayainya,
padahal sebenarnya tidak demikian; orang yang berbaiat kepada pemimpin untuk kepentingan dunia. Jika sang
pemimpin memberikan keuntungan duniawi kepadanya, ia penuhi janjinya, tapi bila tidak, maka ia tidak penuhi
janjinya. (HR. Bukhari dan Muslim);
Dan dalam perdagangan dilarang sistem jual beli Mulamasah (wajib membeli jika pembeli telah menyentuh barang
dagangan) dan munabazah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan barang dagangan masing-masing
tanpa memeriksanya). Hal ini tepapar dalam hadits Riwayat Abu Hurairah,
Hadits riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw, melarang sistem jual beli mulamasah (wajib membeli jika
pembeli telah menyentuh barang dagangan) dan munabadzah (sistem barter antara dua orang dengan melemparkan
barang dagangan masing-masing tanpa memeriksanya) (HR. Bukhari dan Muslim);
Dan dalam perdagangan Islam dilarang mencegat barang dagangan sebelum tiba di Pasar, seperti diriwayatkan oleh
Ibnu Umar ra dan juga diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud ra,
Hadits riwayat Ibnu Umar ra. : Bahwa Rasul Allah saw. melarang mencegat barang dagangan sebelum tiba di pasar.
Demikian menurut redaksi Ibnu Numair. Sedang menurut dua perawi yang lain : Sesunggunya Nabi saw. melarang
pencegatan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Abdullah bin Masud ra. : Dari Nabi saw. bahwa beliau melarang pencegatan (blokir) barang-barang
dagangan. (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam perdangan Islam, dilarang apabila yang diperdagangkan secara zatnya adalah Haram, seperti Khamar. Hal
ini diriwayatkan oleh Aisyah ra.
Hadits riwayat Aisyah ra., ia berkata : ketika turun beberapa ayat terakhir surat Al-Baqarah, Rasulullah saw. keluar
lalu membacakannya kepada orang-orang, kemudian beliau mengharamkan perdagangan khamar. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadits riwayat Barra bin Azib ra. : Dari Abul Minhal ia berkata : Seorang kawan berserikatku menjual perak dengan
cara kredit sampai musim haji lalu ia datang menemuiku dan memberi tahukan hal itu. Aku berkata : Itu adalah
perkara yang tidak baik. Ia berkata : Tetapi aku telah menjualnya di pasar dan tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya. Maka aku (Abu Minhal) mendatangi Barra bin Azib dan menanyakan hal itu. Ia berkata : Nabi saw.
Tiba di Madinah sementara kami biasa melakukan jual beli seperti itu, lalu beliau bersabda : Selama dengan serahterima secara langsung, maka tidak apa-apa. Ada pun yang dengan cara kredit maka termasuk riba. Temuilah Zaid
bin Arqam, karena ia memiliki barang dagangan yang lebih banyak dariku. Aku lalu menemuinya dan menanyakan
hal itu. Ia menjawab seperti jawaban Barra. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata : Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Sumpah itu penyebab
lakunya barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan laba. (HR. Bukhari dan Muslim).
Seorang laki-laki menyampaikan kepada Rasul Allah saw bahwa dia selalu ditipu dalam perdagangan. Rasulullah
saw mengatakan padanya, Bila engkau masuk dalam transaksi engkau seharusnya mengatakan : Ini harus tidak
ada penipuan. (HR. Imam Nawawi);
Rasulullah saw melarang perdagangan, pencarian milik yang hilang, dan pembacaan puisi di dalam mesjid ((HR.
Imam Nawawi).
*
3. Etika Perdagangan dalam Islam
Menurut Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, beberapa hal yang dilarang dalam perdagangan meliputi:
a Menjual Sesuatu yang Haram, Hukumnya Haram
Sabda Rasulullah : "Sesungguhnya Allah dan RasulNya telah mengharamkan memperdagangkan arak, bangkai,
babi dan patung." (HR. Bukhari dan Muslim)
"Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Ia haramkan juga harganya." (HR. Ahmad dan Abu
Daud)
b Menjual Barang yang Masih Samar, Ter-larang
Setiap aqad perdagangan ada lubang yang membawa pertentangan, apabila barang yang dijual itu tidak diketahui
atau karena ada unsur penipuan yang dapat menimbulkan pertentangan antara si penjual dan pembeli atau karena
salah satu ada yang menipu.
Kalau kesamaran itu tidak seberapa, dan dasarnya ialah urfiyah, maka tidaklah haram, misalnya menjual barangbarang yang berada di dalam tanah, seperti wortel, lobak, dan sebagainya; dan seperti menjual buah-buahan,
misalnya mentimun, semangka dan sebagainya.
Begitulah menurut madzhab Malik, yang membolehkan menjual semua yang sangat dibutuhkan yang kiranya
kesamarannya itu tidak banyak dan memberatkan di waktu terjadinya aqad.
c Mempermainkan Harga
Islam memberikan kebebasan pasar, dan menyerahkannya kepada hukum naluri yang kiranya dapat melaksanakan
fungsinya selaras dengan penawaran dan permintaan. Justru itu kita lihat Rasulullah s.a.w. ketika sedang naiknya
harga, beliau diminta oleh orang banyak supaya menentukan harga, maka jawab Rasulullah s.a.w.: "Allah-lah yang
menentukan harga, yang mencabut, yang meluaskan dan yang memberi rezeki. Saya mengharap ingin bertemu
Allah sedang tidak ada seorangpun di antara kamu yang meminta saya supaya berbuat zalim baik terhadap darah
maupun harta benda."
Akan tetapi jika keadaan pasar itu tidak normal, misalnya ada penimbunan oleh sementara pedagang, dan adanya
permainan harga oleh para pedagang, maka waktu itu kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan
perorangan. Dalam situasi demikian kita dibolehkan menetapkan harga demi memenuhi kepentingan masyarakat

dan demi menjaga dari perbuatan kesewenang-wenangan dan demi mengurangi keserakahan mereka itu. Begitulah
menurut ketetapan prinsip hukum.
d Penimbun Dilaknat
Rasulullah s.a.w. melarang menimbun dengan ungkapan yang sangat keras.
Sabda Rasulullah : "Barangsiapa menimbun bahan makanan selama empat puluh malam, maka sungguh Allah tidak
lagi perlu kepadanya."
Dan sabdanya pula : "Tidak akan menimbun kecuali orang berbuat dosa." (Riwayat Muslim);
Perkataan khathiun (orang yang berbuat dosa) bukan kata yang ringan. Perkataan ini yang dibawakan oleh al-Quran
untuk mensifati orang-orang yang sombong dan angkuh, seperti Fir'aun, Haaman dan konco-konconya. Al-Quran itu
mengatakan yang artinya:
8. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menjadi musuh dan Kesedihan bagi mereka.
Sesungguhnya Fir'aun dan Haaman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah. (QS. al-Qashash : 8);
Rasulullah s.a.w. menegaskan tentang kepribadian dan ananiyah orang yang suka menimbun itu sebagai berikut :
"Sejelek-jelek manusia ialah orang yang suka menimbun; jika dia mendengar harga murah, merasa kecewa; dan jika
mendengar harga naik, merasa gembira."
Dan sabdanya pula : "Saudagar itu diberi rezeki, sedang yang menimbun dilaknat."
e Mencampuri Kebebasan Pasar dengan Memalsu
Dapat dipersamakan dengan menimbun yang dilarang oleh Rasulullah s.a.w., yaitu : seorang kota menjualkan
barang milik orang dusun. Bentuknya --sebagai yang dikatakan oleh para ulama-- adalah sebagai berikut : Ada
seorang yang masih asing di tempat itu membawa barang dagangan yang sangat dibutuhkan orang banyak untuk
dijual menurut harga yang lazim pada waktu itu. Kemudian datanglah seorang kota (penduduk kota tersebut) dan ia
berkata : Serahkanlah barangmu itu kepada saya, biarkan sementara di sini untuk saya jualkan dengan harga yang
tinggi. Padahal seandainya si orang dusun itu sendiri yang menjualnya, sudah barang tentu lebih murah dan dapat
memberi manfaat pada kedua daerah dan dia sendiri akan mendapat untung juga.
Bentuk semacam ini, waktu itu sudah biasa terjadi di masyarakat, sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anas
r.a.: "Kami dilarang orang kota menjualkan barang orang dusun, sekalipun dia itu saudara kandungnya sendiri."
Sabda Nabi saw : "Tidak boleh orang kota menjualkan untuk orang dusun; biarkanlah manusia, Allah akan
memberikan rezeki kepada mereka itu masing-masing." (HR. Muslim);
f Perkosaan dan Penipuan, Hukumnya Haram
Demi menjaga agar tidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka dilarangnya juga oleh
Rasulullah apa yang dinamakan najasyun (menaikkan harga) yang menurut penafsiran Ibnu Abbas, yaitu : "Engkau
bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan
supaya orang lain menirunya." Cara ini banyak digunakan untuk menipu orang lain.
Kemudian agar pergaulan kita itu jauh dari sifat-sifat pemerkosaan dan pengelabuhan tentang harga, maka :
Rasulullah s.a.w. melarang mencegat barang dagangan sebelum sampai ke pasar. (HR. Muslim, Ahmad).
g Siapa yang Menipu, Bukan dari Golongan Kami
Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam
mu'amalah.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda : "Dua orang yang sedang melakukan jual-beli dibolehkan tawar-menawar selama
belum berpisah; jika mereka itu berlaku jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah
dalam perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri dagangannya), barakah
dagangannya itu akan dihapus." (HR. Bukhari);
Dan beliau bersabda pula : "Tidak halal seseorang menjual suatu perdagangan, melainkan dia harus menjelaskan ciri
perdagangannya itu; dan tidak halal seseorang yang mengetahuinya, melainkan dia harus menjelaskannya." (HR.
Hakim dan Baihaqi);
h Banyak Sumpah
Lebih keras lagi haramnya, jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah melarang
keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu.

Rasulullah s.a.w. bersabda : "Sumpah itu menguntungkan perdagangan, tetapi dapat menghapuskan barakah." (HR.
Bukhari).
i Mengurangi Takaran dan Timbangan
Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Quran menganggap penting persoalan ini
sebagai salah satu bagian dari mu'amalah, dan dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat alAn'am, yaitu :
...penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (QS. al-An'am : 152);
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. al-Isra' : 35);
1. Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari
orang lain mereka minta dipenuhi, 3. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. 4. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. Pada
suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? (QS. al-Muthafifin :
1-6);
j Membeli Barang Rampokan dan Curian sama dengan Perampas dan Pencuri
Di antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan
pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa
barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak
benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk
merampok, mencuri dan melanggar hukum.
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut : "Barangsiapa membeli barang curian, sedang dia mengetahui
bahwa barang tersebut adalah curian, maka dia bersekutu dalam dosa yang cacat." (HR. Baihaqi);
k Riba adalah Haram
Islam menutup pintu bagi orang yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka
diharamkan riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal
mereka telah dilarangnya.
Hai orang-orang yang beriman! Takutlah kepa da Allah, dan tinggalkanlah apa yang tertinggal dari pada riba jika
kamu benar-benar beriman. Apabila kamu tidak mau berbuat demikian, maka terimalah peperangan dari Allah dan
Rasul-Nya, dan jika kamu sudah bertobat, maka bagi kamu adalah pokok-pokok hartamu, kamu tidak boleh berbuat
zalim juga tidak mau dizalimi." (QS. al-Baqarah : 278-279);
l Menjual Kredit dengan Menaikkan Harga
Apabila si penjual itu menaikkan harga karena temponya, sebagai mana yang kini biasa dilakukan oleh para
pedagang yang menjual dengan kredit, maka sementara fuqaha' ada yang mengharamkannya dengan dasar, bahwa
tambahan harga itu justru berhubung masalah waktu. Kalau begitu sama dengan riba.
Tetapi jamhur ulama membolehkan, karena pada asalnya boleh, dan nas yang mengharamkannya tidak ada; dan
tidak bisa dipersamakan dengan riba dari segi manapun. Oleh karena itu seorang pedagang boleh menaikkan harga
menurut yang pantas, selama tidak sampai kepada batas pemerkosaan dan kezaliman. Kalau sampai terjadi
demikian, maka jelas hukumnya haram. Imam Syaukani berkata : "Ulama Syafi'iyah, Hanafiyah, Zaid bin Ali, alMuayyid billah dan Jumhur berpendapat boleh berdasar umumnya dalil yang menetapkan boleh. Dan inilah yang
kiranya lebih tepat."
***

Ancaman Bagi Orang yang Curang dalam Timbangan

Tafsir Surat Al Muthafifiin ayat 1-3 (Tafsir Ibnu Katsir)

Allah subhanahu wa taala berfirman:


( )

( )








()



Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang


apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. (QS. AlMuthofifin: 1-3)

An-Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia
berkata, Ketika Nabi sholallahu alayhi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk
Madinah termasuk orang yang paling curang dalam menakar, hingga

Allah subhanahu wa taala menurunkan ayat,


Celakalah bagi
orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!Setelah ayat ini turun,
maka mereka menakar dengan baik tanpa berlaku curang.[1]

Maskud dari berlaku curang di sini adalah bertindak sewenang-wenang dalam


takaran dan timbangan, baik dengan menambahnya jika diterima dari orang lain,
maupun dengan menguranginya jika dilakukan untuk orang lain. Setelah
Dia subhanahu wa taalamenjanjikan kerugian dan kehancuran atas mereka, yaitu
dengan kata wail (celaka). Lalu Dia menjelaskan sifat-sifat mereka,

Yaitu

apa-apa yang apabila menerima takaran dari

manusia. Yakni dari orang lain,


Mereka minta dicukupkan. Dengan
kata lain mereka mengambil dan menuntut hak mereka dengan sempurna, bahkan
lebih.



Dan

apabila mereka menakar atau


menimbang(untuk orang lain), mereka mengurangi. Yakni tidak memenuhi hak
orang lain dengan sempurna.
Sungguh Allah subhanahu wa taala telah memerintahkan agar berlaku adil dalam
menakar dan menimbang, sehingga Allah subhanahu wa taala berfirman,

()



Dan sempurnakanlah takaran apabila kalian menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. Al-Isra: 35)

Dan Allah subhanahu wa taala berfirman,












()









Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan
timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan
sekedar kesanggupannya. (QS. Al-Anam: 152)

Allah subhanahu wa taala juga berfirman:

()








Dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu. (QS. Ar-Rahman: 9) Allah telah membinasakan dan menghancurkan
kaum Syuaib dikarenakan mereka mengurangi timbangan dan takaran.

[1] An-Nasai dalam al-Kubra (VI/508) dan Ibnu Majah (II/748). [An-Nasai, no. 11654 dan Ibnu Majah, no.
2223

Makalah Islam dan Lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang baru dan termasuk yang penting untuk masa sekarang
adalah pendidikan lingkungan. Pendidikan tersebut berkenaan dengan kepentingan

lingkungan di sekitar manusia dan menjaga berbagai unsurnya yang dapat


mendatangkan ancaman kehancuran, pencemaran, atau perusakan.
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasululloh SAW kepada para
sahabatnya. Abu Darda ra pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang
diasuh oleh Rasululloh SAW telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan
menanam pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus
menjadi kebun yang subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang
besar disisi Alloh SWT dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal
ibadah kepada Alloh SWT.
Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasullloh SAW berdasarkan
wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Quran yang membahas
tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Quran mengenai lingkungan sangat jelas dan
prospektif.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan mencoba membahas
secara luas mengenai al-quran dan lingkungan, karena al-quran telah
menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan dasar
dan prinsipnya secara global.

B.

Rumusan Masalah

1.

Apa sebenarnya lingkungan dan bagaimana kondisinya pada saat ini?

2.

Bagaimana pandangan Al-Quran yang berkaitan dengan lingkungan?

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Kondisi Lingkungan Pada Masa Ini

Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena
menyangkut berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini
terbukti dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer
terdengar. Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaiakan
suhu udara, mencairnya es di kutub, dll. Mungkin sebagian besar orang baru
menyadari dan merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang
terlalu berlebihan mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bisa dikatakan telah menyebar di
berbagai belahan dunia. Khususnya Indonesia yang memiliki potensi alam yang
sangat melimpah. Dengan potensi alam yang sedemikian melimpahnya telah
membuat orang-orang berusaha untuk mengolah secara maksimal. Bahkanpotensi
alam tersebut dapat menarik masuk investor-investor asing untuk berbisnis di
negeri ini. Dengan adanya potensi yang begitu melimpahnya memang kita akui
dapat membantu memajukan perekonomian negara, tapi di sisi lain keadaan ini
dapat membuat orang untuk mengeksploitasinya secara maksimal untuk
kepentingan pribadi. Inilah yang kita takutkan, akan banyak pengusaha yang
bergerak disektor pengolahan lingkungan yang tidak mengindahkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Mungkin saat ini kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita telah terbawa
oleh sistem kapitalisme. Kapitalisme telah memperhadapkan umat manusia kepada
problem kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Di dorong motif kepentingan
diri (self-interest), kebebasan (fredom), dan kompetisi tak bermoral, rezim
kapitalisme telah berhasil mendudukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas.
[1]Perubahan sistem ekonomi dengan adanya liberalisasi perdagangan telah
disinyalir turut mempercepat kerusakan dan pencemaran di bumi. Dalam
perdagangan bebas, pakar ekonomi akan selalu bangga dan optimis terhadap
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan ini mengindikasikan adanya
peningkatan kapasitas penggunaan sumber daya alam. Peningkatan pengolahan
sumber daya alam tentunya dapat memunculkan kerusakan lingkungan. Tentunya
keruskan itu kelak akan menjadi sumber bencana alam akibat ulah manusia.
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagian besar adalah
hasil perbuatan manusia. Karena manusialah yang diberi tanggung jawab sebagai
khalifah di bumi. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan
makhluk-makhluk lainnya tidak memiikinya. Kebudayaan manusia makin lama
makin maju sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengtahuan dan
teknologi. Sejalan dengan kemajuan tersebut, perkembangann persenjataan dan
alat perusak lingkungan makin maju pula. Kerusakan lingkungan diperparah lagi
dengan banyaknya kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik yang menimbulkan
pencemaran udara atau polusi. Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan
hidup manusia dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik sering kali
dibuang seenaknya ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapalkapal tanker yang membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehinggga

minyaknya tumpah ke laut. Akibatnya, air sungai dan laut beracun yang
menyebabkan mati atau tercemarnya ikan dengan zat beracun.
Indonesia adalah salah satu negara yang paling sering dilanda bencana
karena ulah masyarakatnya. Sungguh ironis ketika Indonesia yang memiliki
penduduk mayoritas umat Islam telah mencatat sejarah kehancuran alamnya[2],
seperti bencana banjir bandang, tanah longsor, kekringan, dll.Pemerintah yang
diharapkan dapat memberikan jalan keluar dari persoalan ini malah mengeluarkan
kebijakan yang aneh.[3] Padahal dalam Al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang
membahas lingkungan dan cara memanfaatkannya. Apakah umat Islam mayoritas
saat ini telah meninggalkan agamanya dan melupakan sumber ajarannya. Apakah
mayoritas muslim saat ini telah menjadi orang-orang yang hedonisdan materialistik.
Inilah yang menjadi masalah kita bersama sebagai umat Islam.
Mungkin selama ini manusia terlau jumawa dengan kemampuan yang
mereka miliki untuk mengolah lingkungan yang ada. Padahal seharusnya manusia
sebagai makhluk yang dimulyakan dengan akal, seharusnya mampu berbuat
apapun asalkan dalam memegang amanah dan tanggung jawab dalam mengolah
bumi. Dominasi manusia terhadap alam memang menjdai suatu fitrah. Kelebihan
karunia yang diberikan Allah SWT , tersirat dalam kalamnya :

Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam , Kami angkut mereka di
daratn dan di alautan, Kami beri merka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah
Kami ciptakan (Q.SS Al-Isra (17);(70)
Keutamaan yang sempurna dari kebanyakan mahluk lain ialah karunia
akal yang dimiliki manusia. Dengan akal fikirannya, manusia mampu menaklukan
segala apa yang ada di alam untuk keperluan dirinya. Dengan adanya kenikmatan
akal yang luar biasa terebut menjadi sangat berbahaya jika pada akhirnya mereka
tidak menjadi khalifah yang amanah. Parahnya, keadaan seperti inilah yang
sekarang sedang terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat
dari
keserakahan
manusia yang
memilih
cara
pintas mengeksploitasi
lingkungannya secara habis-habisan atau besar-besaran. Oleh karena itu, sejak awal
Allah telah memperingatkan adanya akibat ulah manusia tersebut yaitu sebagai
motivasi, Allah manjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat
kerusakan. Seharunya umat islam menjaga lingkungannya sesuai dengan firman
Allah SWT :

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah)


memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orangorang yang berbuat baik.( QS Al-Araf: 56 )
Seharusnya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran Al-quran
dalam hal mengolah lingkungan. Supaya kita dapat lebih bijak dan bertanggung
jawab. Sehingga nantinya dengan sendirinya akan lahirlah prinsip pembangunan
berkelanjutan atau pembangunan berwawasan lingkungan

A.

Pandangan Al-Quran yang Berkaitan Dengan Lingkungan


Al-Quran sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum
ayat-ayat yang membahas mengenai lingkungan, seperti perintah untuk menjaga
lingkungan, larangan untuk merusaknya, dll. Seperti yang akan di bahas berikut ini.

b.1

Alam Adalah Kenyataan yang Sebenarnya


Allah telah menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya. Alam semesta
yang indah ini adalah benar-benar hadir dan sekaligus merupakan salah satu bukti
keagungan penciptanya. Allah juga telah menciptakan hukum-hukumnya yang
berlaku umum yang menunjukkan ke Maha Kuasaan-Nya dan Keesaan-Nya. Langit
dan bumi serta segala isinya diciptakan Allah secara serasi dan teratur.[1] Allah
berfirman dalam Al-Quran :

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar dan
(Dialah juga) pada masa (hendak menjadikan sesuatu) berfirman : "Jadilah", lalu
terjadilah ia. Firman-Nya itu adalah benar dan bagi-Nyalah kuasa pemerintahan
pada hari ditiupkan sangkakala. Dia yang mengetahui segala yang ghaib dan yang
nyata dan Dialah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha mendalam pengetahuanNya. (QS. Al-Anam : 73)

Jadi alam raya ini dalam pandangan Islam merupakan kenyataan yang
sebenarnya. Pandangan ini berbeda dengan penganut aliran Idelisme yang
menyatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi yang rill dan obyektif,
melainkan semu, palsu, ilusi, dan maya, atau sekedar emanasi[1] atau pancaran
dari dunia lain yang kongkrit yang disebut dunia ideal.

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka
celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (QS. As-Shadd :
27)

Pandangan Islam juga berbeda dengan penganut aliran materialism. Aliran


materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan
obyektif. Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialism adalah ada
dengan sendirinya.[1] Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini
diciptakan oleh Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus
memelihara alam ini serta mengatur segala urusannya.

Katakanlah : Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa
dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam.
Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan
Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa.
(Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan
langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Keduanya menjawab: Kami
datang dengan suka hati. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia
mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintangbintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Fusshilat : 10-12)
Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti kekuasaan dan ke-Esaan-Nya
dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit dengan bintang-bintang yang tak terhingga
banyaknya. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya
itulah Tuhan yang berhak disembah. Tuhan yang menciptakan, menguasai , mengatur, memelihara
kelangsungan adanya dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.

b.2

Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan

Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT, untuk
tinggal di bumi, beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan masa
dan relung waktu terbatas. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 36

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari
keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi
musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
...dan bagimu ada tempat kediaman di bumi, kesenangan hidup sampai waktu
yang ditentukan.
Kediaman di muka bumi diberikan Allah kepada manusia sebagai suatu
amanah. Maka manusia wajib memeliharanya sebagai suatu amanah. Manusia telah
diberitahu oleh Allah bahwa mereka akan hidup dalam batas waktu tertentu. Oleh
karena itu manusia dilarang keras berbuat kerusakan.
Dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini,
sebenarnya manusia telah diberi tanggung jawab besar, yaitu diserahi bumi ini
dengan segala isinya.

Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi unutk kamu, dan Dia
berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu. Q.S. Al-Baqarah :29
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah telah menganugrahkan
karunia yang besar kepada manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia,
untuk diambil manfaatnya, sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan
hidupnya dengan menjaga alam dan agar manusia berbakti kepada Allah
penciptanya,kepada keluarga, dan masyarakat.
Apa yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas
adalah untuk mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia
diciptakan melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi
keperluannya sendiri tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari
oleh manusia, sebab tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka
manusia cenderung akan merusak.
Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang ada di
alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam merupakan
upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan. Sebaliknya,
membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan timbulnya bencana terhadap
manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka
bumi. Firman Allah :

Dan
carilah
pada
apa
yang
telah
dianugrahkan
Allah
kepadamu(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu
dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana
Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Q.S Al-Qashas :77)
Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi, Allah
telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan kecurangan
terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat dikejar secara
seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan kerusakan
dimuka bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya bencana, yang
kebanyakan disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.
Islam meberikan pandangan yang lugas bahwa semua yang ada di bumi
merupakan karunia yang harus dipelihara agar semua yang ada menjadi stabil dan
terpelihara. Allah telah memberian karunia yang besar kepada semua mahluk
dengan menciptakn gunung, mengembangbiakan segala jenis binatang dan
menurunkan partikel hujan dari langit agar segala tumbuhan dapat berkembang
dengan baik. Sebagaimana dengan Firman Allah SWT QS. Luqman : 10

Dia meciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnyadan Dia meletakan
gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan
Dia memperkembangbiakan padanya segala macam jenis binatang. Dan kami
turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkn padanya segala macam tumbuhtumbuhan yang baik.
Tanggung jawab manusia menjaga kelangsungan makhluk itulah kiranya
yang mendasari Nabi Muhammad SAW untuk mencadangkan lahan-lahan yang
masih asli. Rasulullah SAW pernah mengumumkan kapada pengikutnya tentang
suatu daerah sebagai suatu kawasan yang tidak boleh digarap. Kawasan lindung
itu, dalam syariat dikenal dengan istilah hima[1]. Rasululloh mencadangkan hima
semata-mata untuk menjaga ekosistem suatu tempat agar dapat terpenuhi
kelestarian makhluk yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita hendaknya
mencontoh Rasulullah SAW dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Melihat banyaknya kandungan Al-Quran yang membahas perintah
menjaga lingkungan, hendaknya kita sebagi umat Islam mau menyadari dan
merenungkan apa yang terdapat dalam Al-Quran. Semoga dengan tumbuhnya
kesadaran umat Islam dalam beragama khusunya tentang perintah menjaga
keseimbangan alam dapat mengontrol pengolahan sumber daya alam yang ada
dengan bijak.

b.3

Tidak Membuat Kerusakan Lingkungan


Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup merupakan akibat
perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di
bumi telah menyallahgunakan amanah. Manusia mempunyai daya inisiatif dan
kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memilikinya.
Kelebihan manusia yang disalahgunakan mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang semakin bertambah parah. Kelalaian dan dominasi manusia
terhadap alam dan pengolahan lingkungan yang tidak beraturan membuat segala
unsur harmoni dan sesuatu yang tumbuh alami berubah menjadi kacau dan sering
berakhir dengan bencana.
Dalam firman Allah Q.S Ar-Ruum ayat 41. Sesungguhnya Allah telah
menetapkan dan menggambarkan akibat dari kedurhakaan manusia terhadap
syariat. Manusia hanya bisa menguras dan menggali isi bumi saja tanpa
memperhatikan dampaknya. Maka terjadilah bencana dan kerusakan di atas muka
bumi. Padahal semua itu, menurut Yang Maha Kuasa, adalah akibat dari tangantangan manusia itu sendiri:

Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia,


supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).( QS.Ar-Rum : 41 )
Kerusakan yang terjadi sebagai akibat keserakahan manusia, ini
disebabkan manusia mempertaruhkan hawa nafsunya, tidak mempedulikan
tuntunan Allah. Sebagaimana dengan yang terkandung dalam Firman Allah SWT :

Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian


yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakn apa yang telah
diperintahkan Allah itu , niscaya akn terjadi ke kekacuan di muka bumi dan
kerusakan yang besar. Q.S Al-Anfal 73
Orang-orang yang berbuat kerusakan dapat digolongkan sebagai orangorang munafik atau fasik, sesuai dengan Firman Allah :

Dan bila dikatakan kepada mereka Janganlah kamu membuat kerusakan di


muka bumi,merka menjawab:sesungguhnya kami orang yang mengdakan

perbaikan. Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat


kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Q.S Al-Baqarah 11-12
Apabila mereka diperingatkan mereka akan membantah bahkan
menganggap dirinya yang membawa kebaikan. Apabila diajak untuk kembali ke
jalan kebenaran merka tidak mendengarnya dan mengabaikannya. Hal ini terbukti
dengan kokohnya perusahaan-perusahaan asing yang berada disektor pengolahan
alam dari tekanan pemerintah karena terjerat persoalan perusakan lingkungan.
[1] Persoalan-persoalan tersebut juga terdapat dalam Firman Allah Surat Al-Baqarah
ayat 6-7 :

Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan
atau tidak kamu beri peringatan mereka tidak akan beriman. (Ayat 6)
Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka dan penglihatan
merekaditutup. Dan bagi merka siksa yang amat berat. (Ayat 7)
Sesungguhnya Allah telah melarang manusia membuat kerusakan di
muka bumi ini. Seperti yang terdapat dalam Firman Allah di bawah ini:

......... Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Tuhan
memperbaikinya Q.S Al-Araf:85
Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena manusia telah
diperbudak oleh sistem yangkapital dan juga tumbuhnya sifat materalistik
hedonistik, sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara
maksimal dengan tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini
karena manusia terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain,
Allah memberi tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat
kerusakan.

Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang
membuat kerusakan di muka bumi bumi dan tidak mengadakan perbaikan.( Q.S.
Asy-Syuara 151-152).
Sebagai motivasi, Allah telah menjajikan kebahagiaan akhirat bagi orang
yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat kerusakan.

Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin
menyombongkan di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang
yang bertakwa. Q.S. Al-Baqarah : 83
Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap
terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada
taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup
serta tidak selalu membuat kerusakan.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya itu semua menjadi alasan
mengapa Alloh menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran tentang pentingnya
lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia ini.
Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi
untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Alloh SWT untuk
diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Adanya bencana lebih karena manusia melakukan ekspliotasi berdasarkan
kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya
tanpa memikirkan bencana yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak
mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya
yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Quran disebutkan sebagai
manusia yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :

Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan,
maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan
tiadalah bagi mereka seorang penolong pun. (Q.S Ar-Rum 30:29)
Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya
pada kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak
memepertimbangkan daya dukung lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu
yang tidak penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan
gaya hidup dan seterusnya. Manusia yang melakukan cara seperti itu
tentu mengelola bumi tanpa landasan dan petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa
yang diisyaratkan kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat adalah fitrah di mana
bumi hanya dapat diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu menyalahi
fitrah, maka akibatnya dapat terjadi kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat
tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu.
A. Saran

Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal


ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika
menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat Islam dilarang menebang pohon-pohon
dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan
diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia
berbuat kerusakan di muka bumi.
Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita
dalam mengolah lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia
menjadi lebih bijak dalam mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan
apabila dalam kegiatan pengolahan lingkungan akan tumbuh pemahaman
pembangunan berwawasan lingkungan maupun spirit pembangunan berkelanjutan.
Hal diatas bukan tidak mungkin akan terealisasikan. Asalkan manusia
mau kembali kepada ajaran agama yang utuh dan dapat memahaminya. Sehingga
nantinya akan tumbuh kesadaran umat manusia dalam mengelola lingkungannnya.
Sangat jelas dalam Al-Quran terdapat begitu banyaknya ayat-ayat yang
membahasprosedur pengolahan alam yang bijak,perintah untuk tidak berbuat
kerusakan di muka bumi,dll.
Sungguh beruntung umat Islam memiliki kitab suci seperti Al-Quran.
Kitab suci ini begitu luas cangkupan pembahsannya terlebih persoalan tentang
pengolahan alam. Kami percaya jika umat Islam mau kembali kepada agamanya
dengan membuka, memahami apa yang ada di Al-Quran pasti kehidupa di muka
bumi ini akan lebih teratur dan tertata dengan baik.

Daftar Pustaka

Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist Book


Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor
Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press
Prasetyo, Eko. 2008. Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!.Yogyakarta :
Resist
Book
Situs :
KBBI dalam Jaringa

RABU, 18 FEBRUARI 2015

Makalah Ayat-Ayat Ekonomi takaran dan timbangan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penetapan takaran dan timbangan ini adalah atas dasar keadilan Islam yang
harus ditegakkan. Karena definisi adil akan berbeda antara satu dengan lain bila
hanya mengikuti hawa nafsu. Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak dan berpihak kepada yang benar,
berpegang pada kebenaran, dan sepatutnya tidak sewenang-wenang. Hal ini sejalan
dengan prinsip kejujuran untuk mewujudkan keadilan, sesuai perintah Allah SWT
untuk menyempurnakan takaran dan timbangan. Dalam Al-Isra 17:35, Allah SWT
memerintahkan Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya. Dan memberikan ancaman untuk pelaku yang curang didalam
menimbang atau menakar, karena didorong hawa nafsu dalam mengambil
keuntungan.
Seberapa jauh berkembangnya alat ukur yang dipergunakan untuk menakar
dan menimbang sesuai dengan perkembangan teknologi, namun semangatnya

tidak boleh berubah ancaman yang sangat berat terhadap orang-orang yang
bermain-main dengan takaran dan timbangan. Dalam Q.s al-Muthaffifin 83: 1-6
dinyatakan, Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka meminta dipenuhkan, dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.
Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari
yang besar, (yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.
Segala macam bentuk kecurangan tentunya akan menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan. Oleh karena itu, Rasulullah mengingatkan lima perbuatan yang
akan mengkibatkan terjadinya lima macam sanksi dalam kehidupan. (khamsun bi
khamsin). Pertama, mereka yang tidak menepati janji akan dikuasai oleh musuh
mereka; kedua, orang yang menghukum tidak sesuai dengan hukum Allah akan
ditimpa kemiskinan; ketiga masyarakat yang telah bergelimang dengan perbuatan
keji (al-fahisyah) akan menderita kematian; keempat mereka yang senantiasa
berlaku curang dalam takaran akan mengalami krisis ekonomi dan kegagalan dalam
pertanian; kelima orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kemarau
panjang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Takaran dan Timbangan

Takaran adalah alat


yang
digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran
(al-kail)
biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan da
n berbagai keperluan lainnya. Kata lain yang sering juga dipakai untukfungsi yang
sama adalah literan. Sedangkan timbangan
(al-wazn)
dipakai untukmengukur satuan berat. Takaran dan timbangan adalah dua macam al
at ukur
yang
diberikan perhatian untuk benarbenar dipergunakan secara tepat dan benar dalamperspektif ekonomi syariah.

2.2

Ayat-Ayat dan Hadist yang Menjelaskan Takaran dan Timbangan

QS Al-Muthaffifin : 1-3



()





( )




()





Artinya :

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (Yaitu) orang-orang yang


apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi

QS Asy Syu'ara : 181-183


()





Artinya :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, Dan janganlah kamu
merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi
dengan membuat kerusakan

QS Al Israa' : 35



()












Artinya :
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :


Artinya :
Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa
paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka.

2.3

Asbabun Nuzul Ayat-Ayat Takaran dan Timbangan

Imam an-Nasai dan Ibnu Majah sanad yang sahih meriwayatkan dari Ibnu
Abbas yang berkata, Ketika Nabi saw. Baru saja tiba di Madinah, orang-orang di
sana masih sangat terbiasa mengurang-ngurangi timbangan (dalam jual beli). Allah
lantas menurunkan ayat, Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam
menakar dan menimbang) ! setelah turunnya ayat ini, mereka selalu menepati
takaran dan timbangan.

2.4
Penjelasan Maksud Ayat-Ayat dan Hadist Mengenai Takaran dan
Timbangan
QS Al-Muthaffifin : 1-3


()



Keyword :

Orang-orang yang curang

Azab dan kehinaan yang besar pada Kiamat disediakan bagi orang-orang yang
curang dalam menakar dan menimbang. Allah SWT telah menyampaikan ancaman
yang pedas kepada orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang yang
terjadi di tempat-tempat jual beli di Mekah dan Madinah pada waktu itu.


()





memenuhi. Asal kata yastafuun adalah wafa berarti 'sempurna, memenuhi,
ketaatan, kesetiaan'.

Jika mereka menakar [untuk dirinya] dari orang lain, mereka menakar dengan
penuh. Mufassir al-Maraghi menyebutkan bahwa ada seseorang yang bernama Abu
Juhainah,
pedagang
di
kota Madinah. Dalam aktifitas ekonominya selalumempergunakan dua takaran.
Salah
satu takaran itu lebih besar dari
yang
lain.
Bilamembeli,
dia pergunakan takaran yang lebih besar, dan dikala menjual, dia pakaitakaran
yang
lebih kecil.
Kecelakaan besar
yang
diancamkan terhadap kecurangansemacam itu sudah barang tentu merupakan keni
scayaan, Karena aktifitas itumengakibatkan kerugian kepada orang lain.



()




Yukhsirun berasal dari kata kerja khasira, membuat rugi,


sampai, binasa.

kehilangan, tidak

Tetapi ketika mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
menguranginya. Ketika muthaffifin (orang yang mengurangi takaran) berada dalam
keadaan mampu memberi dan menerima secara adil, yang mereka lakukan dalam
transaksi malah merugikan pihak lain dan menguntungkan diri mereka sendiri.
Ketiga ayat ini mencakup segala macam kecurangan dalam berbagai aspek
dalam pergaulan hidup. Betapa besarnya dosa orang-orang yang memakan harta
benda orang lain tanpa takaran dan timbangan yang benar seakan-akan mereka
memakan harta orang lain dengan jalan kekuasaan atau kewibawaan dengan jalan
mengkomersilkan jabatan. Tidak ragu-ragu lagi bahwa mereka itu dimasukkan
golongan yang mendustakan hari pembalasan, walaupun lidah mereka berkata
bahwa mereka itu mengaku orang-orang yang mukmin yang tulus ikhlas.

QS Asy Syu'ara : 181-183

Keyword :



()







Sempurnakanlah takaran

Maksudnya adalah jika kalian berjualan, maka takarlah pembelian mereka


dengan sempurna, dan janganlah kalian merugikan hak mereka sehingga kalian
memberikannya dalam keadaan kurang. Kemudian jika kalian membeli, maka
ambillah seperti jika kalian menjual.


()





Keyword :

Timbangan yang lurus

Maksudnya adalah timbanglah dengan timbangan yang lurus dan adil. Serupa
ini disajikan di dalam surat al-muthaffifin, disertai dengan peringatan.







Keyword : Merugikan manusia pada hak-haknya

Maksudnya adalah janganlah kalian mengurangi hak orang lain dalam takaran,
timbangan atau lain-lain, seperti pengukuran dan penghitungan. Bentuk
pengurangan hak itu seperti mengambil telur yang besar dan memberi telur yang
kecil, memberi roti yang kecil dan mengambil roti yang besar, dan seterusnya.
Kemudian melarang mereka melakukan kejahatan yang bahayanya sangat besar,
yaitu mengadakan kerusakan di muka bumi dengan segala bentuknya.

()





Keyword : Membuat kerusakan di muka bumi

Maksudnya adalah janganlah kalian banyak mengadakan kerusakan di muka


bumi, seperti membunuh, memerangi, menyamun, merampas dan sebagainya.
Setelah melarang mereka melakukan semua itu, selanjutnya syuaib menakutnakuti mereka dengan kemakmuran allah yang maha perkasa, yang telah
menciptakan mereka dan orang-orang sebelum mereka, yang lebih kuat dan lebih
sombong dibanding mereka.

QS Al-Israa' : 35



()












Keyword : Neraca yang benar
Sesudah
itu
Allah
memerintahkan
kepada
kaum
Muslimin
agar
menyempurnakan takaran bila menakar barang. Yang dimaksud dengan
menyempurnakan takaran ialah: pada waktu menakar barang hendaknya dilakukan
dengan setepat-tepatnya dan secermat-cermatnya, tidak boleh mengurangi takaran
atau melebihkannya. Karena itu maka seseorang yang menakar barang yang akan
diterimakan kepada orang lain, demikianlah pula kalau seseorang menakar barang
orang lain, tidak boleh dikurangi, sebab tindakan serupa itu merugikan orang lain.
Demikianlah pula kalau seseorang menakar barang orang lain yang akan ia terima
untuk dirinya, tidak boleh dilebihkan, sebab tindakan serupa itu juga merugikan
orang lain.
Akan tetapi apabila seseorang menakar barang miliknya sendiri, dengan
maksud dipergunakannya sendiri, maka tidaklah berdosa apabila ia mengurangi
takaran atau menambahnya menurut sekehendak hatinya, sebab perbuatan serupa
ini tidak ada yang dirugikan dan tidak ada pula yang merasa beruntung. Allah SWT
juga memerintahkan kepada mereka agar menimbang barang dengan neraca yang
benar. Neraca yang benar ialah neraca yang dibuat seteliti mungkin, sehingga

dapat memberikan kepercayaan kepada orang yang melakukan jual beli, dan tidak
memungkinkan terjadinya penambahan dan pemgurangan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :


Keyword : Ditimpa musim kekeringan
Maksudnya adalah mereka ditimpa kekeringan dan paceklik, yaitu Allah
Subhanahu wa Ta'ala menahan hujan dari mereka (Dia tidak menurunkan hujan
untuk mereka), dan jika bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan maka Allah akan
mengirimkan musibah kepada mereka berupa serangga, ulat dan hama penyakit
lain yang merusak tanaman. Dan jika tanaman itu berbuah maka buahnya tidak ada
rasa manis dan segar. Betapa banyak petani yang melakukan kecurangan
mendapati buah-buahannya tidak memiliki rasa.

BAB III
KESIMPULAN
3.1

Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat kita mengambil kesimpulan bahwa Takaran


adalah alat yang digunakan untuk menakar. Dalam aktifitas bisnis, takaran (al-kail)
biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan
dan berbagai keperluan lainnya. Sedangkan timbangan (al-wazn) dipakai untuk
mengukur satuan berat. Takaran dan timbangan adalah dua macam alat ukur yang
diberikan perhatian untuk benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam
perspektif ekonomi syariah.
Sejalan dengan semangat ekonomi yang menekan akan terwujudnya keadilan
dan kejujujuran, perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan berulang
kali ditemukan dalam al-Quran. Dalam QS Al-Isra 17: 35, Allah Swt. Sebagai pemilik
mutlak alam semesta memerintahkan, Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu
menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya. Adanya kecurangan dalam menakar dan
menimbang terjadi karena adanya ketidakjujuran, yang didorong oleh keinginan
mendapat keuntungan yang lebih besar tanpa peduli dengan kerugian orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Mardani. Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta : RajaGrafindo Persada.


2011
Syed

Nawab

Haider

Naqvi, Menggagas

Ekonomi

Islam.Yogyakarta

: ,Pustaka

Pelajar 2003

Hukum Aborsi Dalam Islam



Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di luar pernikahaan, terutama para pelajar
dan mahasiswa hari ini sudah sampai batas yang sangat mengkawatirkan. Ini akibat
hilangnya nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat, ditambah dengan gencarnya mass
media yang menawarkan kehidupan glamor, bebas dan serba hedonis yang menyebabkan
generasi muda terseret dalam jurang kehancuran.
Pacaran sudah menjadi aktivitas yang lumrah, bahkan sebagian orang tua mlinder dan
merasa malu jika anaknya tidak mempunyai pacar, karena menurut pandangan mereka
orang yang tidak pacaran, adalah orang yang tidak bisa bergaul dan masa depannya
suram,serta susah mencari jodoh. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya melakukan
hubungan seks di luar pernikahan dan hamil, kemudian berakhir dengan pengguran
kandungan dengan paksa.
Data statistis BKBN ( Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) menunjukkan bahwa
sekitar 2.000.000 kasus aborsi terjadi setiap tahun di Indonesia. Untuk kasus aborsi di luar
negeri khususnya di Amerika data-datanya telah dikumpulkan oleh dua badan utama,
yaitu Federal Centers for Disease Control (CDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI) yang
menunjukkan hampir 2 juta jiwa terbunuh akibat aborsi. Jumlah ini jauh lebih banyak dari
jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang manapun dalam sejarah negara itu.
Begitu juga lebih banyak dari kematian akibat kecelakaan, maupun akibat
penyakit . ( Aborsi.com )

Dengan demikian, aborsi secara umum merupakan perbuatan keji, tidak


berperikemanusiaan dan bertentangan hukum dan ajaran agama.
Walaupun demikian, hukum Aborsi secara khusus perlu dikaji secara lebih mendalam,
karena Aborsi bukanlah dalam satu bentuk, tetapi mempunyai berbagai macam. Sementara
itu Islam bukanlah agama yang kaku, tetapi agama yang memandang kehidupan manusia
ini dari berbagai sudut, sehingga ditemukan di dalamnya solusi ats segala problematika
yang dihadapi oleh manusia.
Pengertian Aborsi dan Pembagiannya
Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau pembuahan,
sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya.
Sedang menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari kata ajhadha yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan
belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi yang lahir karena dipaksa atau
bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam istilah fikih juga sering disebut dengan
isqhoth ( menggugurkan ) atau ilqaa ( melempar ) atau tharhu ( membuang ) ( al
Misbah al Munir , hlm : 72 )
Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak macam dan
bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan dipukul rata. Diantara
pembagiaan Aborsi adalah sebagai berikut :
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah pengguguran.
Aborsi ini dibagi menjadi dua :
Pertama : Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu
alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Kedua : Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang
berwenang.
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga :
1.
Aborsi spontan ( Abortus Spontaneus ), yaitu aborsi secara secara tidak sengaja dan
berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat mengenalnya
dengan istilah keguguran.
2.
Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja
dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua :
a.
Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, maka disebut
dengan Abortus Profocatus Therapeuticum
b.
Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlak,
maka disebut Abortus Profocatus Criminalis

Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah : menggugurkan secara paksa
janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau kerelaan ibu yang
mengandungnya .
Pandangan Islam Terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan
Sebelum menjelaskan secara mendetail tentan hukum Aborsi, lebih dahulu perlu dijelaskan
tentang pandangan umum ajaran Islam tentang nyawa, janin dan pembunuhan, yaitu
sebagai berikut :
Pertama: Manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik dengan
merubah ciptaan tersebut, maupun mengranginya dengan cara memotong sebagiananggota
tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun dengan cara
menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya, sebagaiman firman Allah
swt : .




Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia ( Qs. al-Isra:70)
Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.







Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia
semuanya. (Qs. Al Maidah:32)
Ketiga: Dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih dalam
kandungan ) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :


















Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang
memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka
adalah dosa yang besar. (Qs al Isra : 31)
Keempat : Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt,
sebagaimana firman Allah swt














Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur
kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi. (QS al Hajj : 5)
Kelima : Larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :




Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan alasan
yang benar ( Qs al Isra : 33 )
Hukum Aborsi Dalam Islam.

Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum aborsi, tetapi
yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak, sebagaimana firman
Allah swt :




















Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah murka kepadanya dan
melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar( Qs An Nisa : 93 )
Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah saw
bersabda :




















Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di dalam perut ibunya
selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumlah
darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging.
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh, serta memerintahkan untuk
menulis empat perkara, yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik
yang celaka, maupun yang bahagia. ( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi dua bagian
sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga pendapat :
Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian dari ulama
membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al Qalyubi : 3/159 )
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan Hambali. Tetapi
kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,( Syareh Fathul Qadir :
2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum
empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta dianggap
benda mati, sehingga boleh digugurkan.
Pendapat kedua :

Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai pada waktu
peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh
menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk kehati-hatian .
Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli salah seorang
ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )
Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya bahwa air mani
sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum wanita sehingga siap
menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah tindakan kejahatan . Pendapat ini
dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya
Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah dianggap
benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati. Sehingga bisa
dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak dikatagorikan
pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang bermanfaat.
Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika di dalamnya
ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan.
Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan
yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan
di atas.
1. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh
hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur empat bulan dalam perut
ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas. Janin yang sudah ditiupkan roh
dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia telah menjadi seorang manusia, sehingga
haram untuk dibunuh. Hukum ini berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada
sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya akan
membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:
Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap haram,
walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan keselamatan ibu yang
mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt :




Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang keberadaan
janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan kaidah fiqhiyah :
Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilanngkan dengan sesuatu yang masih ragu.,
yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup rohnya yang merupakan sesuatu yang
pasti , hanya karena kawatir dengan kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih
diragukan. ( Hasyiyah Ibnu Abidin : 1/602 ).
Selain itu, mereka memberikan permitsalan bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam,
sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika sebagian penumpangnya
dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika hal itu
merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian. Karena menjaga
kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan janin, karena kehidupan ibu
lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan kehidupan janin belum yakin dan
keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57 )
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,
walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat bahwa Abortus
Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan kandungan setelah
ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syarI hukumnya adalah haram dan
termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan Allah swt.

Adapun aborsi yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah Abortus Profocatus
Therapeuticum, yaitu aborsi yang bertujuan untuk penyelamatan jiwa, khususnya janin yang
belum ditiupkan roh di dalamnya.
Jakarta, 23 Juli 2008

ABORSI MENURUT PANDANGAN ISLAM


BAB I
PEMBAHASAN

1.1. Definisi Aborsi

Aborsi menurut pengertian medis adalah mengeluarkan hasil konsepsi atau


pembuahan, sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibunya. Secara lebih
spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut:
Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat
1.000 gram. Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Sedang menurut bahasa Arab disebut dengan al-Ijhadh yang berasal dari
kata ajhadha - yajhidhu yang berarti wanita yang melahirkan anaknya secara
paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau juga bisa berarti bayi
yang lahir karena dipaksa atau bayi yang lahir dengan sendirinya. Aborsi di dalam
istilah fikih juga sering disebut dengan isqhoth ( menggugurkan ) atau
ilqaa ( melempar ) atau tharhu ( membuang ) ( al Misbah al Munir , hlm : 72
).

1.2. Pembagian dan Macam Aborsi


Aborsi tidak terbatas pada satu bentuk, tetapi aborsi mempunyai banyak
macam dan bentuk, sehingga untuk menghukuminya tidak bisa disamakan dan
dipukul rata. Diantara pembagiaan Aborsi adalah sebagai berikut :
Dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa makna Aborsi adalah
pengguguran. Aborsi ini dibagi menjadi dua :
1. Aborsi Kriminalitas adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu
alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
2. Aborsi Legal, yaitu Aborsi yang dilaksanakan dengan sepengetahuan pihak yang
berwenang.
Menurut medis Aborsi dibagi menjadi dua juga :
1. Aborsi spontan ( Abortus Spontaneus ), yaitu aborsi secara tidak sengaja dan
berlangsung alami tanpa ada kehendak dari pihak-pihak tertentu. Masyarakat
mengenalnya dengan istilah keguguran.
2. Aborsi buatan ( Aborsi Provocatus ), yaitu aborsi yang dilakukan secara sengaja
dengan tujuan tertentu. Aborsi Provocatus ini dibagi menjadi dua :
a.

Jika bertujuan untuk kepentingan medis dan terapi serta pengobatan, maka
disebut dengan Abortus Profocatus Therapeuticum

b.

Jika dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar hukum yang berlak,
maka disebut Abortus Profocatus Criminalis

1.3. Pandangan Islam terhadap Nyawa, Janin dan Pembunuhan

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),


melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33 )
Yang dimaksud dengan Aborsi dalam pembahasan ini adalah menggugurkan
secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas permintaan atau
kerelaan ibu yang mengandungnya .
Sebelum menjelaskan secara mendetail tentang hukum Aborsi, lebih dahulu
perlu dijelaskan tentang pandangan umum ajaran Islam tentang nyawa, janin dan
pembunuhan, yaitu sebagai berikut :
Pertama, manusia adalah ciptaan Allah yang mulia, tidak boleh dihinakan baik
dengan merubah ciptaan tersebut, maupun menguranginya dengan cara memotong
sebagian anggota tubuhnya, maupun dengan cara memperjual belikannya, maupun
dengan cara menghilangkannya sama sekali yaitu dengan membunuhnya,
sebagaiman firman Allah swt :


Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia ( Qs. al-Isra:70)
Kedua, membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.






Barang siapa yang membunuh seorang manusia, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan
nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan
nyawa manusia semuanya. (Qs. Al Maidah:32)
Ketiga, dilarang membunuh anak ( termasuk di dalamnya janin yang masih
dalam kandungan ) , hanya karena takut miskin. Sebagaimana firman Allah swt :


Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah
yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah dosa yang besar. (Qs al Isra : 31)
Keempat, Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan kehendak Allah swt,
sebagaimana firman Allah swt

...Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami
selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi... (QS al Hajj : 5)
Kelima, larangan membunuh jiwa tanpa hak, sebagaimana firman Allah swt :

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan


dengan alasan yang benar

2. Hukum Aborsi Dalam Islam.


Di dalam teks-teks al Quran dan Hadist tidak didapati secara khusus hukum
aborsi, tetapi yang ada adalah larangan untuk membunuh jiwa orang tanpa hak,
sebagaimana firman Allah swt :




Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya adalah neraka Jahanam, dan dia kekal di dalamnya,dan Allah
murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan baginya adzab yang besar (
Qs An Nisa : 93 )

Begitu juga hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud bahwasanya Rosulullah
sa bersabda : Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan penciptaannya di
dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari
kedua, terbentuklah segumlah darah beku. Ketika genap empat puluh hari ketiga ,

berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk


meniupkan roh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara, yaitu
penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka, maupun
yang bahagia. ( Bukhari dan Muslim )
Maka, untuk mempermudah pemahaman, pembahasan ini bisa dibagi menjadi
dua bagian sebagai berikut :
1. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Roh
Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi tiga
pendapat, yaitu :
a.

Pendapat Pertama :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya boleh. Bahkan sebagian
dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat. ( Hasyiat Al
Qalyubi : 3/159).
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, SyafiI, dan
Hambali. Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya ijin dari kedua orang tuanya,
( Syareh Fathul Qadir : 2/495 )
Mereka berdalil dengan hadist Ibnu Masud di atas yang menunjukkan bahwa
sebelum empat bulan, roh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna,
serta dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

b.

Pendapat kedua :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya makruh. Dan jika sampai
pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram.
Dalilnya bahwa waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak
boleh menggugurkan janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh , demi untuk
kehati-hatian . Pendapat ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam
Romli salah seorang ulama dari madzhab SyafiI . ( Hasyiyah Ibnu Abidin :
6/591, Nihayatul Muhtaj : 7/416 )

c.

Pendapat ketiga :
Menggugurkan janin sebelum peniupan roh hukumnya haram. Dalilnya
bahwa air mani sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum
wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah
tindakan kejahatan . Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir , Imam Ghozali dan
Ibnu Jauzi ( Syareh Kabir : 2/ 267, Ihya Ulumuddin : 2/53, Inshof : 1/386)
Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup rohnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak

dikatagorikan
bermanfaat.

pembunuhan,

tapi

hanya

dianggap

merusak

sesuatu

yang

Ketiga pendapat ulama di atas tentunya dalam batas-batas tertentu, yaitu jika
di dalamnya ada kemaslahatan, atau dalam istilah medis adalah salah satu bentuk
Abortus Profocatus Therapeuticum, yaitu jika bertujuan untuk kepentingan medis
dan terapi serta pengobatan. Dan bukan dalam katagori Abortus Profocatus
Criminalis, yaitu yang dilakukan karena alasan yang bukan medis dan melanggar
hukum yang berlaku, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
2. Menggugurkan Janin Setelah Peniupan Roh
Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah
peniupan roh hukumnya haram. Peniupan roh terjadi ketika janin sudah berumur
empat bulan dalam perut ibu, Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Masud di atas.
Janin yang sudah ditiupkan roh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu,
dia telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Hukum ini
berlaku jika pengguguran tersebut dilakukan tanpa ada sebab yang darurat.
Namun jika disana ada sebab-sebab darurat, seperti jika sang janin nantinya
akan membahayakan ibunya jika lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama
berbeda pendapat, yaitu:
a. Pendapat Pertama :
Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan roh hukumnya tetap
haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan
keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh Mayoritas Ulama.

Dalilnya adalah firman Allah swt :




Dan
janganlah
kamu
membunuh
jiwa
yang
diharamkan
Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. ( Q.S. Al Israa: 33
)
Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, sedang
keberadaan janin merupakan sesuatu yang pasti dan yakin, maka sesuai dengan
kaidah fiqhiyah : Bahwa sesuatu yang yakin tidak boleh dihilangkan dengan
sesuatu yang masih ragu., yaitu tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup
rohnya yang merupakan sesuatu yang pasti , hanya karena kawatir dengan
kematian ibunya yang merupakan sesuatu yang masih diragukan. ( Hasyiyah Ibnu
Abidin : 1/602 ).

Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah perahu akan
tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika
sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.
b. Pendapat Kedua :
Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan roh kepadanya, jika
hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibu dari kematian.
Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga kehidupan
janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin, sedangkan
kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir.( Mausuah Fiqhiyah : 2/57
)
Prediksi tentang keselamatan Ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu
kedokteran, walaupun hal itu tidak mutlak benarnya. Wallahu Alam.
Dari keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama sepakat
bahwa Abortus Profocatus Criminalis, yaitu aborsi kriminal yang menggugurkan
kandungan setelah ditiupkan roh ke dalam janin tanpa suatu alasan syari
hukumnya adalah haram dan termasuk katagori membunuh jiwa yang diharamkan
Allah swt.

3. Ayat-ayat tentang Aborsi


Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama
bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: Kami menurunkan Al-Quran kepadamu
untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang
terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang
mengendalikan perbuatan manusia.

Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi
boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang
menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat
yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama
manusia adalah sangat mengerikan.
1. Manusia berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia.
Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali
ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah
berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.(QS 17:70)
2. Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang.
Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang.

Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain,
memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: Barang siapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash,
atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan
nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan
nyawa manusia semuanya. (QS 5:32)
3. Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang
cukup atau takut akan kekurangan uang.
Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena
penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia
merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya.
Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki
kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah
dosa yang besar. (QS 17:31)
4. Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah
Allah.Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan
dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis
dikenal dengan istilah abortus provokatus kriminalis yang merupakan tindakan
kriminal tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: Adapun hukuman
terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan
membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau
dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya.
Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan
di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih. (QS 5:36)
5. Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita.
Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal
kita. Al-Quran menyatakan:Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai
diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.(QS:
53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang
dibunuh dalam proses aborsi.
6. Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan kecelakaan atau kebetulan.
Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah.
Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah
dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat
firman Allah: Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak
Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu
sebagai bayi. (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin
dibiarkan hidup selama umur kandungan. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk

mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara


paksa!
7. Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus
hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggi kehidupan.
Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas
terhadap para pelaku zinah. Akan tetapi Nabi Muhammad SAW seperti dikisahkan
dalam Kitab Al-Hudud tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar
nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci)
seorang wanita dari Ghamid dan berkata,Utusan Allah, aku telah berzina,
sucikanlah aku.. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia
berkata,Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau
menampikku seperti engkau menampik Mais. Demi Allah, aku telah hamil. Nabi
berkata,Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir. Ketika
wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan
berkata,Inilah anak yang kulahirkan.
Jadi, hadis ini menceritakan bahwa
walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus
dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.

FATWA MUI TENTANG ABORSI berikut ini :


Menetapkan : FATWA TENTANG ABORSI
Pertama : Ketentuan Umum
1.

Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan
maka ia akan mati atau hampir mati.

2.

Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan
maka ia akan mengalami kesulitan besar.
Kedua : Ketentuan Hukum

1.

Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).

2.

Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

a.

Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah:

1.

Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan
penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter.

2.

Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b.

Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:

1.
2.

Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan.
Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya terdapat
antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.

c.

Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

3.

Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina

E. Hukum Aborsi Menurut UUD


Menurut hukum - hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin
termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang - orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Beberapa pasal yang terkait adalah:


Pasal 229
1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karenapengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 314
Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya,
diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 342

Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan
ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan
anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain
yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan
rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
Pasal 347
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011 http://akthin.com/index.php?


option=com_content&view=article&id=65:hukum-aborsi-dalamislam&catid=1:fikih-kedoteran&Itemid=34. Diakses tanggal 13 Desember 2011
pukul 18.56
Anonim,
2008 http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/kesehatan/18_ABORSI.pdf.
Diakses tanggal 13 Desember 2011 pukul 19.04
Masita,
2009. http://masita18.wordpress.com/2009/04/07/makalah-aborsi/ .
tanggal 13 Desember 2011 pukul 18.45

Diakses

Priharjo,Robert. 1995. Etika Pengantar Keperawatan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta


Al Baghdadi, Abdurrahman.1998.Emansipasi Adakah Dalam Islam.Gema Insani Press:Jakarta
Zallum, Abdul Qadim.1998.Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning,
Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan
Mati.Al-Izzah: Bangil
Zuhdi, Masjfuk.1993.Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam.Haji Masagung: Jakarta
http://azmikoe.multiplay.co.id. Answer.yahoo.com/questioan/indeks
http://forum.kotasantri.com/viewtopic.php?t=1267
http://denet.hforum.biz/t286-bahaya-aborsi-bagi-cewek
http://118.98.213.22/aridata_web/how/k/kesehatan/18_ABORSI.pdf
http://www.alsofwah.or.id/cetakquran.php?id=131.html
http://almuslimah.wordpress.com/2008/06/04/hukum-aborsi/html.
http://id.wikipedia.org/wiki/Quru%27
http://lulukqurrota.multiply.com/journal/item/57
Priharjo,Robert. 1995. Etika Pengantar Keperawatan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai