Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI 55 TAHUN DENGAN SIROSIS HEPATIS


DEKOMPENSATA E.C HEPATITIS B, ASCITES, MELENA E.C VARISES
ESOFAGUS, DAN AZOTEMIA E.C AKI

Oleh :
Pupus Ledysta

G99141056

Ekkim Al Kindi

G99141057

Pembimbing
dr. Bayu Basuki Wijaya, Sp.PD.
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R AK AR TA
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul :

SEORANG LAKI-LAKI 55 TAHUN DENGAN SIROSIS HEPATIS


DEKOMPENSATA E.C HEPATITIS B, ASCITES, MELENA E.C VARISES
ESOFAGUS, DAN AZOTEMIA E.C AKI

Disusun Oleh :

Pupus Ledysta

G99141056

Ekkim Al Kindi

G99141057

Telah disahkan pada tanggal :

Pembimbing

dr. Bayu Basuki Wijaya, Sp.PD.

LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Alamat
No. RM

:
:
:
:
:
:
:

Tn. T
55 tahun
Laki-laki
Islam
Buruh
Paron, Ngawi, Jawa Timur
01255033

Suku
Agama
Status
Berat Badan
Tinggi Badan
IMT

:
:
:
:
:
:

Jawa
Islam
Kawin
61
172
20,61 (kesan: underweight)

Masuk Bangsal
Pemeriksaan

: 19 Mei 2014
: 20 Mei 2014

II. DATA DASAR

Autoanamnesis, alloanamnesis, dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal


20 Mei 2014 di Bangsal Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi.
A. Keluhan Utama :
Perut sebah.
B. RiwayatPenyakitSekarang :
Pasien datang dengan keluhan perut sebah sejak 1 bulan SMRS. Perut
sebah dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan pemberian makanan.
Pasien mengaku bila diberi makanan, perut terasa penuh. Pasien juga
mengeluhkan mual sejak 1 bulan SMRS. Mual dirasakan hilang timbul. Mual
muncul setiap setelah makan. Mual disertai muntah, muntahan berupa makanan
tanpa disertai darah. Pasien juga mengeluhkan perut dirasakan semakin
membesar. Perut membesar terasa nyeri, dirasakan terus menerus.
Pasien juga mengeluhkan lemas yang dirasakan memberat sejak 1 bulan
SMRS sehingga pasien sering harus berbaring dan tidak dapat keluar rumah.
Sebelumnya lemas sudah muncul sejak 3 bulan SMRS. Lemas mengganggu
aktivitas dan pasien tidak dapat lagi bekerja. Lemas dirasakan terutama setelah

aktivitas dan membaik setelah digunakan untuk beristirahat dan makan. Lemas
disertai rasa nggliyer saat beraktivitas.
Pasien mengeluh mengalami penurunan nafsu makan sejak 1 bulan
SMRS. Pasien makan 3 kali sehari sebanyak 2-3 sendok tetapi terkadang
langsung dimuntahkan kembali. Penurunan nafsu makan disertai dengan
penurunan berat badan lebih dari 5 kg dalam waktu 1 bulan.
Pasien mengatakan BAK 2-3 kali sehari, air kencing berwarna seperti
teh, sebanyak 1-1 gelas belimbing setiap BAK. Pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri maupun anyang-anyangan saat BAK. BAK tidak disertai darah.
BAB pasien tidak ada keluhan, 1x/hari berwarna kuning kecoklatan dengan
konsistensi padat lunak tanpa disertai dengan darah dan lendir maupun BAB
hitam. Pasien menyangkal adanya sesak, demam, dan juga tidak ada keluhan
badan berwarna kuning.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat sakit gula
2. Riwayat sakit jantung
5. Riwayat asma
6. Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal
3. Riwayat darah tinggi : disangkal
4. Riwayat sakit ginjal : disangkal
: disangkal
: disangkal
7. Riwayat sakit liver :
Pasien
menyatakan pernah menderita sakit kuning
pada waktu kecil. Pasien mendapatkan
pengobatan dan sembuh.
Pasien pernah dirawat di RS Siloam Jambi
dengan diagnosis Hepaotcellularcarcinoma

8. Riwayat obat anti TB

(HCC) 10 minggu SMRS.


: disangkal

D. RiwayatPenyakitKeluarga
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Riwayat sakit darah tinggi


Riwayat sakit gula
Riwayat asma
Riwayat sakit jantung
Riwayat sakit ginjal
Riwayat TB

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

E. Riwayat Keluarga

55 th

F. Riwayat Kebiasaan
1.Riwayat minum obat-obatan bebas
: disangkal
2.Riwayat merokok

pasien

merokok selama 15 tahun sebanyak


-1 bungkus sehari.
: disangkal
: pasien sering minum jamu warung
: disangkal

3. Riwayat minum minuman keras


4. Riwayat minum jamu
5. Riwayat olah raga teratur
G. Riwayat Gizi

Pasien makan sehari tiga kali, sekali makan 2-3 sendok makan nasi putih
dengan dengan lauk tahu, tempe, dan sayur.
H. Riwayat sosial ekonomi
Penderita adalah seorang pria berusia 55 tahun. Pasien dulunya adalah
seorang buruh yang bekerja di Jambi. Pasien tinggal dengan 1 orang istri, dan 4
orang anak.
I. Anamnesis Sistem
1. Keluhan utama
:
perut sebah
2. Kulit :
kuning (-), kering (-), pucat (-),
menebal (-), gatal (-), bercak-bercak kuning
(-), luka (-), bintik-bintik perdarahan pada kulit
(-), keringat malam (-).
3. Kepala
:
pusing (-), nyeri kepala
(-), nggliyer (+), kepala terasa berat (-),
perasaan berputarputar (-), rambut mudah
rontok (-).

4. Mata :

mata berkunang kunang (-),

pandangan kabur (-), gatal (-), mata kuning (-),


bengkak (-), bola mata menonjol (-).
5. Hidung
:
tersumbat (-),

keluar

darah (-), keluar lendir atau air berlebihan (-),


gatal (-).
6. Telinga

pendengaran berkurang

(-), keluar cairan atau darah (-), pendengaran


berdenging (-).
7. Mulut
:

bibir kering (-), gusi

mudah berdarah (-), gigi mudah goyah (-),


sulit berbicara (-), papil lidah atrofi (-).
8. Tenggorokan :
rasa kering dan gatal (-),
nyeri untuk menelan (-), sakit tenggorokan (-),
suara serak (-).
9. Sistem respirasi

sesak (-), batuk

(-), dahak (-), darah (-), nyeri dada (-), mengi


(-).
10. Sistem kardiovaskuler:

nyeri dada (-),

terasa ada yang menekan (-), sering pingsan


(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu
hati terasa panas (-), denyut jantung meningkat
(-).
11. Sistem gastrointestinal

mual

(+), muntah (+), sebah (+), kembung(-),


cepat kenyang (+), perut terasa penuh (+),
nafsu makan menurun (+), nyeri perut (+),
diare (-), sulit BAB (-), BAB berdarah (-),
perut nyeri setelah makan (-), BAB warna
seperti dempul (-), BAB warna hitam (-).
12. Sistem musculoskeletal
:
lemas
(+), kaku sendi (-), nyeri sendi (-), bengkak
sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang
(-).
13. Sistem genitourinaria :

nyeri saat BAK

(-), panas saat BAK (-), sering buang air kecil


(-), air kencing warna seperti teh (+), BAK

darah (-), nanah (-), rasa gatal pada saluran


kencing (-), rasa gatal pada alat kelamin (-),
anyang-anyangen (-)
14. Ekstremitas :
Atas
: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa
Bawah

dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-).


: luka (-/-), kesemutan (-/-), bergetar (-/-), ujung jari terasa
dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-).
15. Sistem neuropsikiatri :

kesemutan pada

kedua tangan (-/-), kejang (-), gelisah (-),


mengigau (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 20 Mei 2014
Keadaan Umum
Tanda Vital

Status gizi

Kulit
Kepala
Wajah
Mata

Kompos mentis, gizi kesan kurang


Tensi : 120/60mmHg
Nadi : 100 kali/ menit, irama reguler, isi dan tegangan
cukup
Frekuensi Respirasi : 16 kali/menit, torakoabdominal
Suhu : 36,20C (per axiller)
VAS : 4
BB : 49 kg
TB : 167cm
BMI : 17.6 kg/m2
Kesan : status gizi underweight
Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-), kering
(-), teleangiektasis (-), petechie (-), ekimosis (-), ikterik (-)
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, lurus, mudah rontok
(-), luka (-), atrofi musculus temporalis (-)
Moon face (-)
Mata cekung (-/-), konjunctiva pucat (+/+), sklera ikterik
(+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-),

Telinga

strabismus (-/-), eksopthalmus (-/-)


Sekret (-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus

Hidung

(-)
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi

Mulut

penghidu normal
Sianosis (-), gusi berdarah (-), bibir kering (-), pucat (-), lidah
tifoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada sudut

Leher

bibir (-)
JVP R+2 cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran kelenjar

tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher kaku (-),


distensi vena-vena leher (-).
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi

Thorax

(-), ginekomasti (-), pernafasan abdominotorakal, sela iga


melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), KGB supraklavikuler
(-/-), KGB infraklavikuler (-/-)
Jantung :
Inspeksi
Palpasi

Perkusi

Iktus kordis tidak tampak


Iktus kordis teraba di

SIC

V,

cm

medial

linea

medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, thrill (-)


- Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea sternalis

dextra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC V, 1 cm medial linea

medioclavicularis sinistra
Pinggang jantung : SIC III linea parasternalis sinistra
Konfigurasi jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi

Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler, bising (-),


gallop (-).

Pulmo :
Anterior
Inspeksi
Statis
Dinamis
Palpasi
Statis
Dinamis
Perkusi
Kanan

Kiri

Normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar


Pengembangan dada simetris kanan = kiri, retraksi intercostal (-)
Simetris
Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Sonor redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI linea

medioclavicularis dextra, pekak pada batas absolut paru


hepar.
Sonor,

sesuai

batas

jantung

pada

SIC

linea

medioclavicularis sinistra.

Auskultasi

Kanan

Kiri

Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-/-), Ronkhi


basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-/-), Ronkhi
basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-),

krepitasi (-)
Posterior
Inspeksi
Statis
Dinamis

Palpasi

Statis
Dinamis
Perkusi
Kanan
Kiri
Auskultasi
Kanan

Kiri

Normochest, simetris.
Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga tidak
membesar, retraksi intercostal (-).
Simetris
Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Sonor, mulai redup pada batas paru bawah vertebra thorax X
Sonor, mulai redup pada batas paru bawah vertebra thorax XI
Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-/-), Ronkhi
basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-),
krepitasi (-)
Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-/-), Ronkhi
basah halus (-/-), ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-),
krepitasi (-)

Abdomen :

Inspeksi

Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (-),

Auscultasi

venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
Bising usus (+) 19 x/menit normal , bruit hepar (-), bising

Perkusi

epigastrium (-)
Pekak alih (+), pekak sisi (+), undulasi (+), area Traube
timpani, liver span bawah arcus costae 10 cm, dan liver span

Palpasi

bawah processus xyphoideus 5 cm.


Supel, nyeri tekan (+), defans muskuler (-), hepar : teraba tidak
teraba, lien : tidak teraba

Ekstremitas
Akral dingin

Oedem

Palmar

Eritema
_

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah
Pemeriksaa
n

19/5/20
14

Hb
Hct
AL
AT
AE

HEMATOLOGI RUTIN
11.7
10.7
11.0
33
30
32
8.7
6.9
10.3
263
237
257
3.84
3.45
3.68
HEMOSTASIS

PT

14.7

APTT

26.1

20/5/20
14

13.4
26.9

23/5/20
14

15.5
32.0

Satua
n

Rujukan

g/dL
%

106/L

12-15,6
33 45
4.5-11
150-450
4,1 - 5,1

detik

10.0 -

detik

15.0
20.0 -

103/L
103/L

40.0
INR

1.040

1.310

KIMIA KLINIK
GDS

132

mg/dL

SGOT

175

183

/L

0 35

SGPT

75

66

/L

0 45

Gamma GT

556

IU/L

<55

Alkali

227

IU/L

53-128

Fosfatase
Bilirubin total

1.72

mg/dL

0.00

Bilirubin

1.27

mg/dL

1.00
0.00

Direct
Bilirubin

0.45

mg/dL

0.30
0.00

Indirect
Protein Total

6.2

g/dL

0.70
6.4 8.3

Albumin

2.8

g/dL

3.5 - 5.2

Globulin

3.4

g/dL

Kreatinin

2.4

mg/dL

0.9 - 1.3

Ureum

180

mg/dL

<50

Asam Urat

8.0

mg/dL

2.4 6.1

Kolesterol

154

mg/d
L

50 200

total

80 140

Kolesterol

102

88 203

LDL
Kolesterol

mg/d
L

22

28 71

HDL
Trigliserida

mg/d
L

121

mg/d
L

<150

124

mmol/

136145

3.3

L
mmol/

3,7-5,4

L
mmol/

98106

L
mmol/

1.17

1.29

ELEKTROLIT
Na

127

3.3

Cl

99

Ca2+

1.17
LAIN-LAIN

HbsAg

Reaktif

Non
reaktif

10

HASIL PEMERIKSAAN EKG (19 Mei 2014)

Kesimpulan : Sinus ritmis, HR 100 kali per menit, normoaxis.

11

V. RESUME
1. Keluhan Utama : perut sebah
2. Anamnesis
:
Pasien datang dengan keluhan perut sebah sejak 1 bulan
SMRS. Perut sebah dirasakan terus menerus dan tidak membaik
dengan pemberian makanan. Pasien mengaku bila diberi
makanan, perut terasa penuh. Pasien juga mengeluhkan mual
sejak 1 bulan SMRS. Mual dirasakan hilang timbul. Mual muncul
setiap setelah makan. Mual disertai muntah, muntahan berisi
makanan tanpa disertai darah. Pasien juga mengeluhkan perut
dirasakan semakin membesar. Perut membesar terasa nyeri
yang dirasakan terus menerus.
Pasien juga mengeluhkan

lemas

yang

dirasakan

memberat sejak 1 bulan SMRS sehingga pasien sering harus


berbaring dan tidak dapat keluar rumah. Sebelumnya lemas
sudah muncul sejak 3 bulan SMRS. Lemas mengganggu
aktivitas dan pasien tidak dapat lagi bekerja. Lemas dirasakan
terutama setelah aktivitas dan membaik setelah digunakan
untuk beristirahat dan makan. Lemas disertai rasa nggliyer saat
beraktivitas.
Pasien mengeluh mengalami penurunan nafsu makan
sejak 1 bulan SMRS. Pasien makan 3 kali sehari sebanyak 2-3
sendok

tetapi

terkadang

langsung

dimuntahkan

kembali.

Penurunan nafsu makan disertai dengan penurunan berat


badan lebih dari 5 kg dalam waktu 1 bulan.
Pasien mengatakan BAK 2-3 kali sehari, air kencing
berwarna seperti teh, sebanyak 1-1 gelas belimbing setiap
BAK.

BAB pasien tidak ada keluhan, 1x/hari berwarna kuning

kecoklatan dengan konsistensi padat lunak tanpa disertai


dengan darah dan lendir maupun BAB hitam.
3. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum pasien compos mentis, tampak sakit
ringan dan gizi kesan kurang, dengan tekanan darah 120/60
mmHg, nadi 100x/menit, RR : 16x/menit, suhu : 36.50C, dan IMT

12

20.61 kg/m2. Pemeriksaan abdomen didapatkan dinding perut


lebih besar dari dinding dada, ascites (+), dan pekak alih (+),
pekak sisi (+), dan hepar teraba membesar, tepi tumpul, keras,
berbenjol benjol.
4. Pemeriksaan tambahan :

a. Laboratorium :
Hb: 11,7 g/dL, Hct: 33%, AE: 3,84 x 106/L, SGOT: 175
/L, SGPT: 75 /L, GGT: 556 IU/L, Alkali fosfatase: 227
IU/L, Bilirubin total: 1,72 mg/dL, Bilirubin direct: 1,27
mg/dL, protein total: 6,2 g/dL, albumin: 2,8 g/dL,
kreatinin: 2,4 mg/dL, asam urat: 8,0 mg/dL, HDL: 22
mg/dL, ureum: 180 mg/dL, Na: 127 mmol/L, dan HbSAg
reaktif.
b. Radiologi : c. Lain-lain :
EKG: Sinus ritmis, HR 100 kali per menit, normoaxis.

33
MCV = 3,84 10=85.94 FL
11,7
MCH = 3.84 10=30.5 pg
2 127+

Osmol

LFG

VI.

132 193
+
=330,26
18 2,8

( 14055 ) 61
=30,01
72 2,4

mosm/kg

mL/men/1,73m2

PROBLEM

a. Sirosis Hepatis decompensata e.c Hepatitis B


b. Asites
c. Splenomegali
d. Melena e.c varises esofagus

13

RENCANA AWAL
No

Diagnosis/Masalah

Pengkajian (Assesment)

Rencana Awal

Rencana Terapi

Re

diagnosis
1

Sirosis
Hepatis
decompensata
e.c

Hepatitis B

Perut sebah

Bedrest tidak total

ed

Mual muntah

Diet hepar 1700

ten

Air kencing berwarna

kkal, RP 0,5-

da

seperti teh

1,0/kgBB/hr

ko

Riwayat sakit liver

Riwayat minum jamu

Asites

Infus NaCl 0,9%


20 tpm

di warung

Infus Aminofel 1
fl/24jam

Sklera ikterik

NT abdomen (+)

SGOT: 175 /L

SGPT: 75 /L

GGT: 556 IU/L

Alkali fos.: 227 IU/L

Bil. total: 1,72 mg/dL

Bil.direk: 1,27 mg/dL

protein total: 6,2 g/dL

albumin: 2,8 g/dL

HbSAg reaktif
cepat kenyang (+)

Bedrest tidak total

perut terasa penuh (+)

Dinding perut lebih

Furosemid 3x20mg ten


da
Spironolakton 2 x
ko
25 mg
ed

tinggi dari dinding dada

Pekak alih (+)

pekak sisi (+)

undulasi (+)

14

Infus EAS primer


1 fl/24 jam

ed

ola

albumin: 2,8 g/dL

Melena e.c varises

nggliyer (+)

esofagus

nafsu makan menurun

(+)

Lactulac syr

ed

3x1sendok makan

ten

Spironolakton 2 x

da

25mg

ko

lemas (+)

konjunctiva pucat (+/+)

Hb: 11,7 g/dL

Hct: 33%

Inj. Omeprazole

AE: 3,84 x 106/L

Inj. Ceftriaxon

2gr/24jam
Infus NaCl 0.9%

ed

20tpm

ten

Azotemia e.c acute

mual (+)

kidney injury

muntah (+)

nafsu mkn menurun (+)

kreatinin: 3,3 mg/dL

ureum: 193 mg/dL

Na: 127 mmol/L

15

Propanolol 3 x
20mg

da

ko

BAB 1
PEMBAHASAN
Pasien mengeluh perut sebah dan terasa nyeri. Perut dirasakan membesar
seperti penuh terisi cairan. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan dinding perut
lebih tinggi dari dinding dada, positif pada pemeriksaan pekak alih, pekak sisi,
dan undulasi. Hepar dan lien tidak teraba. Hal ini menunjukkan pasien mengalami
penimbunan cairan di rongga peritoneal atau asites. Asites pada pasien ini
disebabkan karena penurunan kadar albumin (2,8 g/dL). Penurunan kadar albumin
disebabkan oleh penurunan fungsi hepar dalam memproduksi protein.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterik pada sklera. Ikterik pada sklera
ini akibat adanya hiperbilirubinemia. Selain itu, juga didapatkan BAK berwarna
seperti teh. Ikterus dan BAK berwarna seperti teh terjadi akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi di jaringan (1,27 mg/dL).
Pasien merasa lemas. Lemas dirasakan setelah adanya penurunan nafsu
makan yang dialami oleh pasien. Penurunan nafsu makan akibat dari rasa mual
dan muntah. Mual muntah disebabkan oleh peningkatan kadar ureum dan
kreatinin (Ur: 193 mg/dL; Cre: 3,3 mg/dL,) dalam darah akibat dari gangguan
fungsi ginjal. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan penurunan jumlah urin 11 gelas belimbing dalam satu hari dan LFG 30,01 mL/men/1,73m2. Pasien
menyangkal adanya riwayat penyakit ginjal, hipertensi, dan diabetes mellitus.
Pasien juga menyangkal pernah mengalami keluhan bengkak pada mata dan kaki,
serta menyangkal adanya penurunan jumlah urin saat BAK sebelumnya. Sehingga
kemungkinan gangguan fungsi ginjal pasien terjadi akibat acute kidney injury.
Penurunan kadar hemoglobin (Hb: 11,7 g/dL, Hct: 33%, AE: 3,84 x
106/L)

diikuti nilai normal MCV (85,94 FL) dan MCH (30,5 pg), menunjukkan

pasien mengalami anemia normokromik normositik. Anemia ini disebabkan oleh


perdarahan akibat melena. Dari hasil pemeriksaan laboratorium fungsi hepar,
didapatkan peningkatan kadar SGOT (175 /L), SGPT (75 /L), GGT (556 IU/L),
dan Alkali fosfatase (227 IU/L). Peningkatan kadar enzim transaminase dengan

16

perbandingan SGOT/SGPT > 1 menunjukkan adanya kematian sel hepar. Adanya


peningkatan GGT dan alkalifosfatase menunjukkan adanya gangguan pada hepar.
Alur Keterkaitan Masalah
Hepatitis B

Tanggal
Subyektif
Obyektif

-`

19 Hepatis
Mei 2014Dekompensata
20 Mei 2014
Sirosis
Perut sebah, mual muntah,perut cepat kenyang, nafsu makan Perut sebah
menurun, nyeri perut, nyeri perut setelah makan, air kencing warna
seperti teh
KU: sakit sedang, compos mentis, gizi kesan kurang
KU: compos mentis, gizi kesan kurang
Tensi
: 120 / 60 mmHg
Tensi
: 120 / 80 mmHg
Asites
Varises esofagus
AKI Respirasi : 18 x / menit
Respirasi
: 16 x / menit
Nadi
: 84 x / menit, isi cukup, reguler
Nadi
: 80 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.2 C
Suhu
: 37.1 C
Mata: CP (+/+), SI(+/+)
Mata: CP (+/+), SI(+/+)
Leher: JVP(R+2cm), KGB tidak membesar.
Leher: JVP(R+2cm), KGB tidak membesar.
Melena
Azotemia
Cor:
Cor:
I : IC tidak tampak
I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat angkat
P : IC tidak kuat angkat
P : batas jantung kesan tidak melebar
P : batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (
Pulmo:
Pulmo:
I : Pengembangan dada kanan=kiri
I : Pengembangan dada kanan=kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri
P : sonor/sonor
P : sonor/sonor
A : SDV(N/N), RBH (-/-)
A : SDV(N/N), RBH (-/-)
Abdomen:
Abdomen:
I : DP lebih tinggi dari DD
I : DP lebih tinggi dari DD
A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal
P : tympani, pekak alih (+), pekak sisi (+), undulasi (+), area P : tympani, pekak alih (+), pekak sisi (
troube timpani
timpani
P : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
P : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba,
Akral dingin:
- -

-`

Pmx
Penunjang
Assesment

Planning

Oedem:

Akral dingin:
- -

Oedem:

Terlampir

Terlampir

Hepatoma dd Tumor Hepar Primer/ Tumor Hepar Metastase


Sirosis hepatis dekompensata e.c hepatitis B
Asites minimal
Azotemia e.c Acute Kidney Injury
DR3, SGPT, SGOT, GGT, Alkali fosfatase, bilirubin total, bilirubin
direk, bilirubin indirek, Albumin, Globulin, ureum, kreatinin, profil

Sirosis Hepatis decompensata e.c Hepati


Asites minimal
Melena e.c dd variceal/ non variceal
Azotemia e.c Acute Kidney Injury
PT/APTT, USG

17

lipid, elektrolit
Terapi

HbEAg, Anti HbC, PT/APTT, USG Abdomen


Bed rest tidak total
Diet hepar lunak 1700 kkal, RP 0.5-1gr/kgBB/hr
Infus NaCl 0.9% 20tpm
Infus Aminofel 1 fl/24jam
Inj. Omeprazole
Inj. Ceftriaxon 2gr/24jam
Spironolakton 2 x 25mg
Propanolol 3 x 20mg
Furosemid 3x20mg

18

Bed rest tidak total


Diet hepar lunak 1700 kkal, RP 0.5-1gr/k
Infus NaCl 0.9% 20tpm
Infus Aminofel 1 fl/24jam
Inj. omeprazole
Inj. Ceftriaxon 2gr/24jam
Spironolakton 2 x 25mg
Propanolol 3 x 20mg
Furosemid 3x20mg
Lactulac syr 3x1sendok makan

Tanggal
Subyektif
Obyektif

-`
-`

21 Mei 2014
22 Mei 2014
Perut sebah
Perut sebah
KU: compos mentis, gizi kesan kurang
KU: compos mentis, gizi kesan kurang
Tensi
: 120 / 70 mmHg
Tensi
: 130 / 90 mmHg
Respirasi : 18 x / menit
Respirasi : 20 x / menit
Nadi
: 82 x / menit, isi cukup, reguler
Nadi
: 76 x / menit, isi cukup, reguler
Suhu
: 36.5 C
Suhu
: 37.1 C
Mata: CP (+/+), SI(+/+)
Mata: CP (+/+), SI(+/+)
Leher: JVP(R+2cm), KGB tidak membesar.
Leher: JVP(R+2cm), KGB tidak membesar
Cor:
Cor:
I : IC tidak tampak
I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat angkat
P : IC tidak kuat angkat
P : batas jantung kesan tidak melebar
P : batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-), gallop (-)
A : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising
Pulmo:
Pulmo:
I : Pengembangan dada kanan=kiri
I : Pengembangan dada kanan=kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri
P : Fremitus raba kanan=kiri
P : sonor/sonor
P : sonor/sonor
A : SDV(N/N), RBH (-/-)
A : SDV(N/N), RBH (-/-)
Abdomen:
Abdomen:
I : DP lebih tinggi dari DD
I : DP lebih tinggi dari DD
A : bising usus (+) normal
A : bising usus (+) normal
P : tympani, pekak alih (+), pekak sisi (+), undulasi (+),area troube P : tympani, pekak alih (+), pekak sisi (+)
timpani
timpani
P : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba
P : supel, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba

Akral dingin:
- Pmx
Penunjang
Assesment

Planning
Terapi

Oedem:

Akral dingin:
- -

Oedem:

Terlampir

Terlampir

Sirosis Hepatis decompensata e.c Hep B


Asites minimal
Melena e.c dd variceal/ non variceal
Azotemia e.c Acute Kidney Injury
EKG, USG
Bed rest tidak total
Diet hepar lunak 1700 kkal, RP 0.5-1gr/kgBB/hr
Infus NaCl 0.9% 20tpm
Infus Aminofel 1 fl/24jam
Inj. omeprazole
Inj. Ceftriaxon 2gr/24jam
Inj. Furosemid 40 mg/12 jam
Spironolakton 2 x 25mg
Propanolol 3 x 20mg
Lactulac syr 3x1sendok makan

Sirosis Hepatis decompensata e.c Hepa


Asites minimal
Melena e.c varises esofagus
Azotemia e.c Acute Kidney Injury
USG
Bed rest tidak total
Diet hepar lunak 1700 kkal, RP 0.5-1g
Infus NaCl 0.9% 20tpm
Infus Aminofel 1 fl/24 jam
Infus EAS primer 1 fl/24 jam
Inj. Omeprazole
Inj. Ceftriaxon 2gr/24jam
Spironolakton 2 x 25mg
Propanolol 3 x 20mg
Ketorolac 3 x 10mg
CaCO3 3 x 1
Asam folat 3 x 1

19

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Hepatitis B
A. Definisi
Hepatitis adalah proses terjadinya inflamasi dan atau nekrosis jaringan
hati yang dapat disebabkan oleh infeksi, obat -obatan, toksin, gangguan
metabolik, maupun kelainan autoimun. Infeksi yang disebabkan virus,
bakteri,

maupun parasit merupakan penyebab terbanyak hepatitis akut.

Virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi tersebut. Infeksi


virus hepatitis masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di n
egara yang sedang berkemb ang maupun di negara maju (Arief , 2012).
Terdapat sedikitnya 6 jenis virus hepatotropik penyebab utama infeksi akut,
yaitu vir us hepatitis A, B, C,D,E, dan G (Ghanaei, et al., 2013).
Hepatitis B adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui
darah dimana virus ini adalah yang paling menular dan di banyak bagian
dunia, prevalensinya sangat tinggi . Hepatitis B merupakan infeksi virus
yang menyerang hati dan dapat menyeba bkan penyakit akut maupun
kroni k dan

secara potensial merupakan infeksi hati yang mengancam

nyawa disebabkan oleh virus hepatitis B (WHO, 2012).


B. Patogenesis Hepatitis B
Menurut WHO (2012), model transmisi hepatitis B adalah sama
dengan model

transmisi untuk Virus Human Immunodeficiency (HIV).

Tetapi, virus hepatitis B 50 sampai 100 kali lebih menular . Tidak seperti
HIV, virus hepatitis B dapat bertahan hidup di luar tubuh dan stabil pada
permukaan lingkungan setidaknya selama tujuh hari . Selama waktu ini ,

20

virus tetap dapat menyebabkan infeksi jika memasuki tubuh orang yang
tidak dilindungi oleh vaksin. Inokulasi langsung virus hepatitis B dapat
terjadi melalui benda mati seperti sikat gigi, botol bayi, mainan, pisa u
cukur, peralatan makan, peralatan rumah sakit dan benda benda lain
serta melalui kontak dengan selaput lendir atau kulit yang ter luka.
Masa inkubasi dari virus hepatitis B rata-rata adalah 90 hari, tetapi
dapat bervariasi 30-180 hari. Virus ini dapat dideteksi 30 sampai 60 hari
setelah infeksi dan berlangsung selama periode variabel waktu tertentu .
Patogenesis dan manifestasi klinis dari hepatitis B adalah karena interaksi
antara virus dengan sistem imun sel inang. Siste m imun menyerang virus
hepatitis B dan menyebabkan terjadinya luka pada hati. Limfosit CD4+
dan limfosit CD8+ yang teraktivasi mengenali berbagai peptida virus
hepatitis B yang terletak

pada

permukaan

hepatosit,

dan

reaksi

imunologi s pun terjadi. Reaksi imun yang terganggu (pelepasan sit okin,
produksi antibodi) atau status imun yang relatif

toleran dapat

mengakibatkan

akhir penyakit

terjadinya hepatitis

kronik.

Keadaan

hepatitis B adalah sirosis. Pasien dengan sirosis hati dan infeksi virus
hepatitis B cenderung untuk mengembangk an karsinoma hepatoseluler
(Fan, et al., 2012).
Pada saat awal infeksi hepatiti s B terjadi toleransi imunologi , dimana
virus masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah dan dapat melakukan
replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis. Pada
saat ini DNA HBV, HBsAg, HBeAg, dan anti -HBc terdeteksi dalam serum.
Keadaan ini berlangsung terus selama bertahun -tahun terutama pada
neonatus dan anak, yang dinamakan sebagai pengidap sehat. Pada tahap
selanjutnya terjadi reaksi imunologis sehingga terjadi kerusakan sel hati
yang terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang
menjadi hepatitis kronik (Arief, 2012).
C. Faktor Risiko

21

Menurut

WHO

(2002),

terdapat

beberapa

kelo mpok

yang

berisiko terinfeksi virus hepatitis B :


1. Anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
2. Anak-anak kecil di tempat perawatan anak yang tinggal di lingkungan
yang endemis.
3. Tinggal serumah atau berhubungan seksual (suami -istri) dengan
penderita. Ris iko tertular untuk orang yang tinggal serumah terjadi
karena menggunakan peralatan rumah tangga yang bisa terkena darah
seperti pisau cukur, sikat gigi.
4. Pekerja Kesehatan. Paparan terhadap darah secara rutin menjadi
potensi utama terjadinya penularan di kalangan kesehatan.
5. Pasien cuci darah
6. Pengguna narkoba dengan jarum suntik
7. Mereka yang menggunakan peralatan kesehatan bersama seper ti pasien
dokter gigi, dan lain lain. Karena itu , seharusnya dokter menggunakan
alat sekali pakai atau mensterilkan alat setiap kali pemakaian.
8. Orang yang memberi terapi a kupuntur atau orang yang menerima
terapi akupuntur.
9. Mereka yang tinggal di daerah endemis, atau seri ng bepergian ke
daerah endemis hepatits B
10. Mereka yang berganti-ganti pasangan, dan ketidaktahuan akan kondisi
kesehatan pasangan.
11. Kaum homoseksual
D. Komplikasi Hepatitis B
Setelah umur rata-rata 30 tahun, 30% dari pasien dengan hepatitis B
kronis aktif akan berkembang menjadi sirosis . Dekompensasi hati terjadi
pada sekitar seperempat dari pasien sirosis dengan hepatitis B selama
periode lima tahun, dimana 5-10% yang lainnya akan terus berkembang
menjadi kanker hati. Tanpa pengobatan, sekitar 15% pasien dengan sirosis
akan meninggal dalam waktu 5 tahun.

22

Resiko untuk karsinoma hepatoseluler pada orang yang terinfeksi


hepatitis B kronik adalah sekitar 10-25%. Mereka yang mempunyai resiko
lebih tinggi untuk mengembangkan kanker hati adalah laki-laki dewasa
dengan penyakit sirosis yang pertama kali terjangkit hepatitis B pada usia
dini . Sekitar 80% dan 90% dari pasien karsinoma hepatoseluler memiliki
penyakit sirosis yang mendasarinya. Lebih dari 50% kasus karsinoma
hepatoseluler di seluruh dunia dan 70-80% kasus karsinoma hepatoseluler
di daerah endemik hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B . Nilai
median untuk kelangsungan hidup pasien dengan karsinoma hepatoseluler
adalah <5 bulan tanpa perawatan yang tepat , yang meliputi operasi,
perawatan perkutan, iradiasi hati dan kemoterapi (WHO, 2011).
II. Sirosis Hepatis
A. Definisi Sirosis Hati
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Pada sirosis dini biasanya hati
membesar, teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
B. Anatomi Hepar
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan
yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure
dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior oleh fissure
dinamakan dengan ligamentum venosum. . Lobus kanan hati enam kali
lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus
kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates.

23

Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica
yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam
amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri
hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Hati dikelilingi
oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus
peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya.
C. Gejala dan Tanda Klinis Sirosis Hati
1. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama
di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu
makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung
dan spider angiomas. Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus
menerus dan terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang
difus.
2. Tanda Klinis
a. Adanya ikterus
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Liver kehilangan
kemampuannya membuat protein albumin. Faktor utama asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya
timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia
dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
D. Klasifikasi Sirosis Hati
Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:
1. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata

24

2. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik


yang jelas merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada
satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat
dibedakan melalui biopsi hati.
Menurut Gall membagi penyakit sirosis hati atas:
1.
Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk
sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy
2.

cirrhosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.


Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk
sirosis mikronoduler, sirosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau fatty
cirrhosis. Sirosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor
lipotropik.

3.

Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai


akibat setelah menderita hepatitis.

E. Komplikasi
Komplikasi sirosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1.
Perdarahan pada saluran
cerna yang paling sering dan berbahaya pada sorosis hati adalah
perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang
ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya mendadak
tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman
dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam lambung.
2.

Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.


Koma Hepatikum akibat dari
faal hati yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Koma hepatikum mempunyai gejala karakteristik
yaitu hilangnya kesadaran penderita. Sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan
pengaruh substansia nitrogen.

F. Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain:

25

1. Faktor Kekurangan Nutrisi


2. Hepatitis Virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu
penyebab sirosis hati. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B
lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan
memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila
dibandingkan dengan hepatitis virus A.
3. Zat Hepatotoksik, obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan
kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering
disebut-sebut ialah alcohol.
4. Penyakit Wilson terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis
hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada
kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring.
Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin.
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya
dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
G. Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium, untuk menilai penyakit hati.
1. Urine Dalam urine terdapat urobilInogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na
dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan
kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
2. Tinja Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
3. Darah Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan,
kadang

kadang

dalam

bentuk

makrositer

yang

disebabkan

kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.


Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal

26

maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni


bersamaan dengan adanya trombositopeni.
4. Tes Faal Hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal
hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi
portal.

Pada

sirosis

globulin

menaik,

sedangkan

albumin

menurun.Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr


albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,55,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL.
Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui
proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal
albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam
empedu

juga

termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk

mendeteksi kelainan hati secara dini.


5. Radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan foto toraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
6. Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi
kelaianan di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada
tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan
tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan
sebagian lagi dalam batas nomal.
7. Peritoneoskopi (laparoskopi) akan tampak jelas kelainan hati. Pada
sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol
berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran
fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran
limpa.
III. Acute Kidney Injury (AKI)
A. Definisi
Secara konseptual AKI adalah penurunan cepat (dalam jam hingga
minggu) laju filtrasi glomerulus (LFG) yang umumnya berlangsung

27

reversibel, diikuti kegagalan ginjal untuk mengekskresi sisa metabolisme


nitrogen, dengan/ tanpa gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Penurunan tersebut dapat terjadi pada ginjal yang fungsi dasarnya normal
(AKI klasik) atau tidak normal (acute on chronic kidney disease).
Klasifikasi AKI dengan kriteria RIFLE
Kategori Peningkatan kadar Penurunan
Cr serum
1.5
kali

Risk

LFG
nilai >25%

dasar
injury

>2,0

nilai >50%

dasar
Failure

nilai <0.5

dasar
kali

mL/kg/jam,
6 jam
nilai <0,5

dasar

3.0

kali

dasar

atau

mg/dL
kenaikan

nilai >75%

Kriteria UO

mL/kg/jam,
>12 jam
nilai <0,3

4 dasar

mL/kg/jam,

dengan

24

jam

akut

atau

anuria

Loss

0.5 mg/dL
12 jam
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari

End

4 minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari

stage

3 bulan

B. Penyebab AKI
AKI Prarenal
1. Hipovolemia
a.

kehilangan

cairan

pada ruang ketiga, ekstravaskular


b.

kerusakan

jaringan

(pankreatitis), hipoalbuminemia, obstruksi usus


c.

Kehilangan darah

d.

Kehilangan cairan ke
luar tubuh

28

Melalui saluran cerna (muntah, diare, drainase), melalui saluran kemih


(diuretik, hipoadrenal, diuresis osmotik), melalui kulit (luka bakar)
2.

Penurunan curah jantung


a. Penyebab miokard: infark, kardiomiopati
b. Penyebab perikard: tamponade
c. Penyebab vaskular pulmonal: emboli pulmonal
d. Aritmia
e. Penyebab katup jantung

3. Perubahan rasio resistensi vaskular ginjal sistemik


a. Penurunan resistensi vaskular perifer
Sepsis, sindrom hepatorenal, obat dalam dosis berlebihan (contoh:
barbiturat), vasodilator (nitrat, antihipertensi)
b. Vasokonstriksi ginjal
Hiperkalsemia, norepinefrin, epinefrin, siklosporin, takrolimus,
amphotericin B
c. Hipoperfusi ginjal lokalStenosis a.renalis, hipertensi maligna
4. Hipoperfusi ginjal dengan gangguan autoregulasi ginjal
a. Kegagalan penurunan resistensi arteriol aferen Perubahan struktural
(usia lanjut, aterosklerosis, hipertensi kronik, PGK (penyakit ginjal
kronik), hipertensi maligna), penurunan prostaglandin (penggunaan
OAINS, COX-2 inhibi tor), vasokonstriksi arteriol aferen (sepsis,
hiperkalsemia,

sindrom

hepatorenal,

siklosporin,

radiokontras)
b. Kegagalan peningkatan resistensi arteriol eferen
c. Penggunaan penyekat ACE, ARB
d. Stenosis a. renalis
5. Sindrom hiperviskositas
Mieloma multipel, makroglobulinemia, polisitemia
AKI Renal/intrinsik

29

takrolimus,

1. Obstruksi

renovaskular

Obstruksi

a.renalis

(plak

aterosklerosis,

trombosis, emboli, diseksi aneurisma, vaskulitis), obstruksi v.renalis


(trombosis, kompresi)
2. Penyakit glomerulus atau mikrovaskular ginjal Glomerulonefritis,
vaskulitis
3. Nekrosis tubular akut (Acute Tubular Necrosis, ATN), Iskemia (serupa
AKI prarenal), Toksin, Eksogen (radiokontras, siklosporin, antibiotik,
kemoterapi, pelarut organik, asetaminofen), endogen (rabdomiolisis,
hemolisis, asam urat, oksalat, mieloma)
4. Nefritis interstitial, alergi (antibiotik, OAINS, diuretik, kaptopril), infeksi
(bakteri, viral, jamur), infiltasi (limfoma, leukemia, sarkoidosis),
idiopatik
5. Obstruksi dan deposisi intratubular, protein mieloma, asam urat, oksalat,
asiklovir, metotreksat, sulfonamide
6. Rejeksi alograf ginjal
AKI Pascarenal
1. Obstruksi ureter, batu, gumpalan darah, papila ginjal, keganasan,
kompresi eksternal
2. Obstruksi leher kandung kemih, kandung kemih neurogenik, hipertrofi
prostat, batu, keganasan, darah
3. Obstruksi uretra, striktur, katup kongenital, fimosis
C. Pendekatan Diagnosis
Pada pasien yang memenuhi kriteria diagnosis AKI harus ditentukan
apakah keadaan tersebut memang merupakan AKI atau merupakan suatu
keadaan akut pada PGK. Beberapa patokan umum yang dapat membedakan
kedua keadaan ini antara lain riwayat etiologi PGK, riwayat etiologi
penyebab

AKI, pemeriksaan klinis (anemia, neuropati pada PGK) dan

perjalananpenyakit (pemulihan pada

AKI) dan ukuran ginjal. Patokan

tersebut tidak sepenuhnya dapat dipakai. Misalnya, ginjal umumnya

30

berukuran kecil pada PGK, namun dapat pula berukuran normal bahkan
membesar seperti pada neuropati diabetik dan penyakit ginjal polikistik.
Upaya pendekatan diagnosis harus pula mengarah pada penentuanetiologi,
tahap AKI, dan penentuan komplikasi.
D. Pemeriksaan Klinis
Petunjuk klinis

AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,

penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah hal tersebut
berkaitan dengan penggunaan OAINS, penyekat ACE dan

ARB. Pada

pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia,


penurunan jugular venous pressure(JVP), penurunan turgor kulit, mukosa
kering, stigmata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal
jantung dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila
upaya pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda

AKI.

Diagnosis AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat
nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin, asam
urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala dan
tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis akut, atau
hipertensi maligna.
AKI pascarenal dicurigai apabila terdapat nyeri sudut kostovertebra
atau suprapubik akibat distensi pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau
kandung kemih. Nyeri pinggang kolik yang menjalar ke daerah inguinal
menandakan obstruksi ureter akut. Keluhan terkait prostat, baik gejala
obstruksi maupun iritatif, dan pembesaran prostat pada pemeriksaan colok
dubur menyokong adanya obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung
kemih neurogenik dapat dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan
temuan disfungsi saraf otonom.
E. Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan urinalisis, dapat ditemukan berbagai penanda
inflamasi glomerulus, tubulus, infeksi saluran kemih, atau uropati kristal.

31

Pada AKI prarenal, sedimen yang didapatkan aselular dan mengandung


casthialin yang transparan. AKI pascarenal juga menunjukkan gambaran
sedimen inaktif, walaupun hematuria dan piuria dapat ditemukan pada
obstruksi intralumen atau penyakit prostat. AKI renal akan menunjukkan
berbagai cast yang dapat mengarahkan pada penyebab AKI, antara lain
pigmented muddy brown granular cast,

castyang mengandung epitel

tubulus yang dapat ditemukan pada A TN; casteritrosit pada kerusakan


glomerulus atau nefritis tubulointerstitial;

cast leukosit dan pigmented

muddy brown granular castpada nefritis interstitial.


Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma) dan
urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat
mengarahkan pada penentuan tipe AKI,
Pada keadaan fungsi tubulus ginjal yang baik, vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal akan menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium
oleh tubulus hingga mencapai 99%. Akibatnya, ketika sampah nitrogen
(ureum dan kreatinin) terakumulasi di dalam darah akibat vasokonstriksi
pembuluh darah ginjal dengan fungsi tubulus yang masih terjaga baik,
Pemeriksaan yang cukup sensitif untuk menyingkirkan AKI
pascarenal adalah pemeriksaan urin residu pascaberkemih. Jika volume urin
residu kurang dari 50 cc, didukung dengan pemeriksaan USG ginjal yang
tidak menunjukkan adanya dilatasi pelviokalises, kecil kemungkinan
penyebab AKI adalah pascarenal. Pemeriksaan pencitraan lain seperti foto
polos abdomen, CT -scan, MRI, dan angiografi ginjal dapat dilakukan
sesuai indikasi. Pemeriksaan biopsi ginjal diindikasikan pada pasien dengan
penyebab renal yang belum jelas, namun penyebab pra- dan pascarenal
sudah berhasil disingkirkan. Pemeriksaan tersebut terutama dianjurkan pada
dugaan AKI renal nonA TN yang memiliki tata laksana spesifik, seperti
glomerulonefritis, vaskulitis, dan lain lain.
F. Tata Laksana

32

Pada dasarnya tata laksana AKI sangat ditentukan oleh penyebab


AKI dan pada tahap apa AKI ditemukan. Jika ditemukan pada tahap
prarenal dan inisiasi (kriteria RIFLE R dan I), upaya yang dapat dilakukan
adalah tata laksana optimal penyakit dasar untuk mencegah pasien jatuh
pada tahap AKI berikutnya. Upaya ini meliputi rehidrasi bila penyebab AKI
adalah prarenal/hipovolemia, terapi sepsis, penghentian zat nefrotoksik,
koreksi obstruksi pascarenal, dan menghindari penggunaan zat nefrotoksik.
Pemantauan asupan dan pengeluaran cairan harus dilakukan secara rutin.
Selama tahap poliuria (tahap pemeliharaan dan awal perbaikan), beberapa
pasien dapat mengalami defisit cairan yang cukup berarti, sehingga
pemantauan ketat serta pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit harus
dilakukan secara cermat. Substitusi cairan harus diawasi secara ketat dengan
pedoman volume urin yang diukur secara serial, serta elektrolit urin dan
serum.
IV. Sindrom Hepato Renal
A. Definisi
Sindroma Hepato Renal adalah sindroma klinis yang terjadi pada
pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal
yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari
sirkulasi arteri dan aktifitas system vasoactive endogen. Pada ginjal terdapat
vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana
sirkulasi diluar ginjal terdapat vasodilasi arteriol yang luas menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi. Meskipun
sindroma hepatorenal lebih umum terdapat pada penderita dengan sirosis
lanjut, hal ini dapat juga timbul pada penderita penyakit hati kronik atau
penyakit hati akut lain seperti hepatitis alkoholik atau kegagalan hati akut.
B. Patofisiologi
Hal yang sama ditemukan pada SHR adalah vasokonstriksi ginjal
yang reversible dan hipotensi sistemik. Keberadaan vasokonstriksi ginjal

33

yang nyata pada penderita SHR telah ditunjukkan dengan beberapa metode
eksplorasi termasuk arteriografi ginjal, klirens para aminohipuric acid dan
yang terbaru ultrasonografi Doppler. Pemakaian beberapa teknik ini
mendapatkan

beberapa

perubahan

dalam

perfusi

ginjal

yang

berkesinambungan pada penderita sirosis dengan ascites, dan SHR adalah


akhir dari spectrum ini. Penyebab utama dari vasokonstriksi ginjal ini belum
diketahui secara pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak factor antara
lain perubahan system hemodinamik, meningginya tekanan vena porta,
peningkatan vasokonstriktor dan penurunan vasodilator yang berperan
dalam sirkulasi di ginjal.
Teori hipoperfusi ginjal menggambarkan manisfestasi dari kekurangan
pengisian sirkulasi arteri terhadap adanya vasodilasi pembuluh darah
splanik. Pengurangan pengisian arteri ini akan menstimulasi baroreseptor
mengaktifkan vasokonstriktor (seperti rennin angiotension dan system saraf
simpatis).
Faktor-faktor Vasoaktif secara potensial berperan dalam pengaturan
perfusi ke ginjal pada pendeerita sindroma hepatorenal

Vasokonstriktor :

Vasodilators :

Angiotension II
Norepineprine
Neuropeptide Y
Endothelin
Adenosine
Cysteinyl leukotrines
F2-isoprostanes
Prostaglandins
Nitric
oxide
Natriuretic
peptides
Kallikrein kinin system
Vaktor Vasokonstriktor

C. Gambaran Klinis
Mekanisme klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi antara
gagal ginjal, gangguan sirkulasi dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul
secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium

34

dan air yang menimbulkan ascites, edema dan dilutional hyponatremia, yang
ditandai oleh ekresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan
buang air (oliguri anuria ). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai
dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan
penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik.
Gambaran klinis dari uremia jarang dijumpai, begitu juga dengan
analisa urin dalam keadaan normal. Secara klinis SHR dapat dibedakan atas
2 tipe yaitu:
1. Sindroma Hepatorenal tipe I
Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari
BUN (Blood urea nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin
>2,5 mg/dl atau penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%,
keadaan ini timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu. Gagal ginjal
sering dihubungkan dengan penurunan yang progresif jumlah urin,
retensi natrium dan hiponatremi . Penderita dengan tipe ini biasanya
dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut
seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati. Tipe ini umum pada sirosis
alkoholik berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga
timbul pada sirosis non alkoholik. Kira-kira setengah kasus SHR tipe ini
timbul spontan tanpa ada factor presipitasi yang diketahui, kadangkadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang erat
dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi (seperti inveksi
bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis). Spontaneus bacterial
peritonirtis (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal
pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul SHR
tipe I. SHR Tipe I adalah komplikasi dengan prognostic yang sangat
buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%. Rata-rata
wktu harapan hidup penderita ini kurang dari dua minggu, lebih buruk
dari lamanya hidup disbanding dengan gagal ginjal akut dengan
penyebab lainnya.

35

2. Sindroma Hepatorenal Tipe II


Tipe II SHR ini ditandai dengtan penurunan yang sedang dan stabil
dari laju filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum
< 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada
penderita dengan fungsi hati relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita
dengan ascites resisten diuretic. Diduga harapan hidup penderita dengan
kondisi ini lebih panjang dari pada SHR tipe I.
D. Diagnosis
Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik SHR. Kriteria diagnostik
yang

dianut sekarang adalah berdasarkan International Ascites Clubs

Diagnostic Criteria of Hepatorenal Syndrome. Kriteria Mayor diagnostik


SHR berdasarkan International Axcites Club:
1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi
portal.
2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam <
40 ml/mnt.
3. Tidak ada syok,infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan
dan mendapat obat nefrotoksik.
4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander
1,5 ltr dan diuretic (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl
atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)
5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai bstruktif uropati atau
penyakit parenkim ginjal secara ultrasonografi.
Kriteria tambahan :
1.
2.
3.
4.
5.

Volume urin < 500 ml / hari


Natrium urin < 10 meg/liter
Osmolalitas urin > osmolalitas plasma
Eritrosit urin < 50 /lpb
Natrium serum <130 meg / liter

E. Penatalaksanaan

36

Dengan mengetahui beberapa factor pencetus untuk timbulnya SHR


pada penderita sirosis dengan ascites maka kita dapat mencegah timbulnya
gagal ginjal pada penderita ini. Pemberian plasma ekspander setelah
parasintesis dalam jumlah besar, terutama albumin, mengurangi insiden
SHR. Begitu pula pemberian antibiotik untuk mencegah SBP pada penderita
sirosis hati dengan resiko tinggi untuk timbulnya komplikasi ini akan
mengurangi insiden SHR. Ada beberapa modalitas terapi digunakan pada
penderita dengan SHR dengan efek yang hanya sedikit atau tidak ada sama
sekali.
1. Vasodilator terutama PGs telah dipakai pada penderita dengan SHR
dalam usaha untuk menurunkan resistensi vaskuler ginjal.
2. Vasokonstriktor Hipoperfusi ginjal pada SHR pada sirosis dipikirkan
berhubungan dengan

pengurangan pengisian sirkulasi arteri ,

vasokonstriksi telah digunakan dalam usaha memperbaiki perfusi


ginjal dengan menaikkan resistensi vaskuler sistemik dan menekan
aktifitas vasokonstriktor sistemik.
3. Hemodialisa atau peritoneal dialisa telah dipergunakan pada
penatalaksanaan

penderita dengan SHR, dan pada beberapa kasus

dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal. Walupun tidak terdapat


penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari sialisa pada kasus
ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan
efektifitas yang buruk, karena banyaknya pasien yang meninggal
selama pengobatan dan terdapat insiden efek samping yang cukup
tinggi. Pada beberapa pusat penelitian hemodialisa masih tetap
digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR yang sedang
menunggu transplantasi hati.
4. Transplantasi Hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk
penderita SHR, yang dapat menyembuhkan baik penyakit hati maupun
disfungsi ginjalnya. Tindakan transpalntasi ini merupakan masalah
utama mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang
lama untuk tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah
transplantasi hati, kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam

37

sampai 72 jam. Setelah itu laju filtrasi glomerulus mulai mengalami


perbaikan.
V. Varises Esofagus
A. Definisi
Varises oesofagus adalah tampak protrusi pembuluh darah vena mulai
dari distal oesofagus sampai ke proksimal akibat hipertensi porta. Hipertensi
portal adalah salah satu komplikasi sirosis hati. Komplikasi hipertensi portal
yang sangat berbahaya adalah perdarahan varises oesofagus. Tekanan portal
di ukur secara tidak langsung melalui gradien antara wedged hepatic venous
pressure dan free hepatic venous pressure gradient. Secara normal HVPG
lebih kecil dari 5 mmHg.
B. Patofisiologi
Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan
vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta.
Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan
antara vasodilator dan vasokontriktor. Peningkatan gradient tekanan
portocaval menyebabkan terbentuknya kolateral vena portosistemik yang
akan menekan sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada vena
azygos menyebabkan terbentuknya varises oesofagus yang cenderung
mudah berdarah. Varises oesofagus dapat terbentuk pada saat HVPG diatas
10 mmHg. Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan
pengukuran hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan
antara sirkulasi portal dan sistemik sebesar 10-12 mmHg sangat penting
dalam terbentuknya varises. Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg.
Pengukuran awal HPVG bermanfaat bagi sirosis compensate dan
decompensate, sedangkan pengukuran secara berulang HPVG berguna
untuk monitoring pengobatan dan progresivitas penyakit hati.
C. Perjalanan alamiah varises oesofagus

38

Pasien sirosis hati dengan tekanan portal yang normal, maka belum
terbentuk varises oesofagus. Ketika tekanan portal meningkat maka secara
progresif akan terbentuk varises yang kecil. Dengan berjalannya waktu,
dimana terjadi peningkatan sirkulasi hiperdinamik maka aliran darah di
dalam varises akan meningkat dan meningkatkan tekanan dinding.
Perdarahan varises akibat ruptur yang terjadi karena tekanan dinding yang
maksimal. Jika tidak dilakukan penanganan terhadap tinggi tekanan
tersebut, maka merupakan faktor resiko untuk terjadinya perdarahan ulang.
D. Diagnosis Varises oesofagus
Oesofagogastroduodenoskopi

merupakan

gold

standar

untuk

mendiagnosa adanya varises oesofagus. Jika pemeriksaan gold standar


tersebut tidak dapat digunakan, maka ada prosedur diagnostik lainnya
seperti USG Dopler. Meskipun pemeriksaan USG Dopler ini kurang baik,
namum pemeriksaan ini dapat menggambarkan adanya varises. Alternatif
lainnya dapat berupa radiografi / barium swallow, manometri dan angiografi
vena porta. Oesofagogastroduodenoskopi sangat penting dalam menentukan
lokasi dan ukuran varises, perdarahan akut dan berulang serta menentukan
penyebab dan derajat beratnya penyakit hati.
E. Prognosis
Pada beberapa studi, angka mortalitas pada episode awal dari
perdarahan varises adalah sebesar 50%. Angka kematian akibat perdarahan
varises ini di hubungkan dengan derajat keparahan penyakit hati. Setelah di
lakukan follow-up selama 1 tahun, angka kematian akibat perdarahan
varises pada Child A sebesar 5%, 25% pada Child B dan 50.

DAFTAR PUSTAKA
Dagher L, Moore K. The Hepatorenal Syndrome. Gut 2001;49:729-737

39

Mccormick P.A. Improving Prognosis in Hepatorenal Syndrome.Gut 2000;47: 1647


Gulberg V, Moller S, Gerbes Al,Henriksen JH. Increased Renal production of
Natriuretic Peptide (CNP) in Patients with Cirrhosis and Funtional Renal
Failure. Gut 2000;47:852-7
Sherlock S, Dooley J. Funtional Renal Failure,In: Disease of The Liver and Biliary
System (9th ed).
Brensing KA, Textor J, Perz et al. Long Term outcome After Transjugular
Intrahepatic Portosystemic with Hepotorenal Syndrome : A Phase II Study.
Gut 2000;47:288-95
Girgrah N, Liu P, Collier J, Blendins L.Wong F. Haemodinamic, Renal Sodium
Handling, and Neurohumoral Effects Of Acute Administration of Low Dose
Losartan,An Angiotension D Receptor Antagonost, In Preascitic Cirrhosis.
Gut 2000;46:114-20 \
Krige JEJ,Beckingham IJ.ABC of diseases og liver,pancreas and billiary system
portal hipertension-2.Ascites,encephalopathy, and other conditions.BMJ
2001;322:416-8
Roesli R. Kriteria RIFLE cara yang mudah dan terpercaya untuk menegakkan
diagnosis dan memprediksi prognosis gagal ginjal akut. Ginjal Hipertensi.
2007;7(1):18-24.
Roesli RMA. Diagnosis dan etiologi gangguan ginjal akut. Dalam Roesli RMA,
Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan gangguan
ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FK UNP AD/RS dr. Hasan Sadikin; 2008.p.41-66.
Markum HMS. Gagal ginjal akut. Dalam Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006. p.585-9.
Mohani CI. Diuretika pada kasus dengan oligouria. Dalam Dharmeizar, Marbun
MBH, editor. Makalah lengkap the 8th Jakarta nephrology & hypertension
course and symposium on hypertension. Jakarta: PERNEFRI; 2008.p.9-10.

40

Anda mungkin juga menyukai