Anda di halaman 1dari 30

Tugas Mata Kuliah

: Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu

: Prof. Dr. Drs. M. Jufri., S. Psi., M.Si.


Dr. H. Ahmad, S. Ag., S. Psi., M. Si.,

PERKEMBANGAN INDIVIDU: MOTORIK, KOGNITIF, BAHASA,


SOSIOEMOSIONAL, SPIRITUAL

Disusun Oleh:
Kelompok IX (Kelas A)
Iin Nurfadilah

1471040020

Roslina

1471040021

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan
memberi petunjuk dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan makalah
Psikologi pendidikan ini dengan judul Perkembangan Individu: Motorik,
Kognitif, Bahasa, Sosio-emosional, dan Spiritual. Dalam menyelesaikan
makalah ini penyusun banyak sekali mendapat bantuan, dukungan moril maupun
materi dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih kepada kepada teman-teman yang sudah memberikan bantuan dan masukan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penyusun telah berusaha semaksimal
mungkin untuk menyajikan yang terbaik, namun penyusun menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, sangat mengharapkan
saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Makassar, 02 Maret 2015

Kelompok VII

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan terus menerus
sepanjang hidup individu yang bersangkutan. Perkembangan ini merupakan
perpaduan antara tenaga-tenaga asli dari dalam diri individu itu dan tenaga dari
luar (lingkungan). Dari kedua tenaga yang disebutkan tadi terdapat dua
kemungkinan yang akan terjadi pada individu, kedua tenaga tersebut dapat
menjadikan individu itu berkembang dengan lancar tanpa gangguan yang disebut
dengan perkembangan positif, atau berkembang dengan penuh gangguan dan
disebut dengan perkembangan negatif.
Pada diri manusia baik anak-anak maupun orang dewasa terdapat gejalagejala kejiwaan hal ini tentu saja erat kaitannya dengan psikologi. Dalam gejala
kejiwaan terdapat sensasi dan persepsi, yang pada keduanya terdapat perbedaan.
Setiap anak mempunyai kelebihan atau kekuatan-kekuatan tertentu dan juga tentu
saja kekurangan atau kelemahan. Hal ini tentu perlu digali agar perwujudan diri
dan semua bakat dan kemampuan pada anak dapat dikembangkan. Orang tua dan
guru dapat membantu anak dalam memenuhi kebutuhannya akan perwujudan diri.
Pengembangan pribadi anak akan dapat diperoleh melalui proses belajar di mana
proses belajar ini akan dapat meningkatkan kepribadian dan berupaya untuk
memperoleh hal-hal baru yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kontradiksikontradiksi dalam hidup.
Dengan demikian perkembangan adalah hasil dari faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu yang bersangkutan selama hidupnya.
Kedua hal tersebut tergantung dari bagaimana individu itu menanggapi dan
dipengaruhi pula oleh bagaimana lingkungan menyajikannya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan diatas, maka penyusun
dapat merumuskan masalah, diantaranya:
1.

Bagaimana perkembangan motorik individu?

2.

Bagaimana perkembangan kognitif individu?

3.

Bagaimana perkembangan bahasa individu?

4.

Bagaimana perkembangan sosioemosional individu?

5.

Bagaimana perkembangan spiritual individu?

C. Tujuan
1.

Untuk mengetahui perkembangan motorik individu

2.

Untuk mengetahui perkembangan kognitif individu

3.

Untuk mengetahui perkembangan bahasa individu

4.

Untuk mengetahui perkembangan sosioemosional individu

5.

Untuk mengetahui perkembangan spiritual individu

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Motorik Individu


1.

Defenisis Perkembangan Motorik


Dalam psikologi, kata motor digunakan sebagai istilah yang menunjuk pada

hal, keadaan, dan kegiatan yang melibatkan otot-otot dan gerakan-gerakannya,


juga kelenjar-kelenjar dan sekresinya (pengeluaran cairan/getah). Secara singkat
motor dapat pula di pahami sebagai segala keadaan yang meningkatkan atau
menghasilkan stimulasi atau rangsangan terhadap kegiatan organ-organ fisik
(Syah: 2012).
Menurut Gleitmen (1987), ada dua bekal yang menjadi hal pokok yang
dibawa anak yang baru lahir sebagai dasar perkembangan kehidupannya selama di
dunia, yaitu: (1) bekal kapasitas motor (jasmani), (2) bekal kapasitas pancaindera
(sensori).
Seorang anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap
aktivitas alat-alat jasmaninya. Setelah berusia empat bulan, bayi itu sudah mulai
mampu duduk dengan bantuan sanggahan dan dapat pula meraih dan
menggenggam benda-benda mainannya yang sering hilang dari pandangannya.
Hal tesebut disebut grasp reflex (Kennedy, 1975) atau grasping reflex (Reber,
1988). Inilah reflex primitive (yang ada sejak dahulu kala) yang diwariskan nenek
moyang kita tanpa dipelajari.
Respon otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar
perkembangannya adalah rooting reflex (Reber, 1988) yang berarti reflex
dukungan, yaitu gerakan kepala dan mulut yang otomatis. Kedua jenis reflex
diatas, grasp dan rooting reflex merupakan kapasitas jasmanai yang sampai umur
kurang lebih lima bulan belum memerlukan kendali ranah kognitif karena sel-sel
otaknya sendiri belum cukup matang untuk berfungsi sebagai alat kendali.
Bekal kedua yang dibawa oleh anak yang baru lahir adalah kapasitas sensori.
Kapasitas sensori seorang bayi lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan

berlakunya reflex-reflex motorik, bahkan terkadang dengan kualitas yang lebih


baik.
Selanjutnya, ada empat macam faktor yang mendorong kelanjutan
perkembangan motor skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang
tua dan guru dalam mengarahkannya, yaitu: (1) pertumbuhan dan perkembangan
system syaraf; (2) pertumbuhan otot-otot; (3) perkembangan dan pertumbuhan
fungsi kelenjar endoktrin; (4) perubahan struktur jasmani.
1)

Perumbuhan dan Perkemangan Sistem Syaraf (Nervous System)


Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya membuat
intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong timbulnya polapola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan system syaraf
seorang anak akan semakin baik dan beraneka ragam pula pola-pola
tingkah laku yang dimilikinya.

2) Pertumbuhan Otot-Otot
Peningkatan tonus (tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan
dan peningkatan aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya.
Perubahan ini tampak sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke
tahun dengan semakin banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam
permainan yang bermacam-macam atau dalam membuat kerajinan tangan
yang semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
Dalam penembangan keterampilan terutama dalam berkarya nyata, seperti
membuat mainan sendiri, melukis, dan seterusnya, peningkatan dan
perluasan (intensifikasi dan ekstensifikasi) pendayagunaan otot-otot anak
bergantung pada kualitas pusat sistem syaraf dalam otaknya.
3) Perkembangan dan Perubahan Fungsi-Fungsi kelenjar Endokrin
Perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin akan mengakibatkan
berubahnya pola sikap dan tingkah laku seorang remaja terhadaplawan
jenisnya. Perubahan ini dapat berupa seringnya melakukan kerja sama
dalam belajar atau berolah raga, berubahnya gaya dandanan/penampilan
dan lain-lain perubahan pola perilaku yang bermaksud menarik perhatian
lawan jenis.

4) Perubahan Struktur Jasmani


Perubahan jasmani akan banyak berpengaruh terhadap perkembangan
kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Kecepatan berlari,
kecekatan bergerak, kecermatan menyalin pelajaran, keindahan melukis,
dan

sebagainya

akan

terus

meningkat

seiring

dengan

proses

penyempurnaan jasmani siswa.


Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang
perkembangan motoriknya sangat baik, ada juga yang tidak, seperti orang yang
memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh dalam hal ini, sesuai
dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa anak perempuan pada
usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih baik dari pada anak
laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat dan melempar lebih
tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan.
Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara
genetis atau kematangan fisik anak. Anak usia 5 bulan tentu saja tidak akan bisa
langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapan-tahapan umum tertentu yang
berproses sesuai dengan kematangan fisik anak.
Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak
adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori
tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak
harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk
melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak.
Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak
melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya
bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk
melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut,
anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang
menarik baginya.
Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk
melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru,

kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak faktor, yaitu


perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk
bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan
yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai
berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang
tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya.
Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan
motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982
(Petterson 1996) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan selfimage anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah
raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring
dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson, 1996) bahwa
kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem
1) Kemampuan Fisik yang Memungkinkan Untuk Bergerak
Karna perkembangan motorik sangat erat kaitannya dengan fisik
maka kemampuan fisik seseorang akan sangat berpengaruh pada
perkembangan motorik seseorang. Anak yang normal perkembangan
motoriknya akan lebih baik dibandingkan anak yang memiliki
kekurangan fisik.
2) Keinginan Anak yang Memotifasinya untuk Bergerak
Ketika anak mampu melakkan suatu gerakan motorik, maka akan
termotivasi untuk bergerak kepada motorik yang lebih luas lagi. Karna
semakin dilatih kemampuan motorik anak akan semakin meningkat.
3) Linkungan yang Mendukung
Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika
lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk
bergerak bebas. Kegiatan di luar ruangan bisa menjadi pilihan yang
terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otot.
4) Aspek Psikologis Anak
Kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.
a) Umur

b) Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa prenetal,


tahupertama kehidupan dan pada masa remaja.
c) Jenis kelamin setelah melewati pubertas, pertumbuhan anak lakilaki akan lebih cepat.
d) Genetik
Genetik adalah bawaan anak yaitu potensial anak yang akan
menjadi ciri khasnya. Kelainan genetik akan mempengaruhi proses
tumbuh kembang anak.
e) Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom akan disertai dengan kegagalan
pertumbuhan.
2.

Prinsip-Prinsip Perkembangan Motorik


Perkembangan melibatkan perubahan. Perkembangan motorik ditandai

dengan adanya perubahan ukuran, perubahan proposi, hilangnya ciri lama, dan
mendapatkan ciri baru.
1) Hasil proses kematangan dan belajar
Proses kematangan yaitu warisan genetik individu. Sedangkan proses
belajar yaitu perkembangan yang berasal dari latihan dan usaha setiap indifidu.
Terdapat perbedaan dalam perkembangan motorik setiap individu. Walaupun pola
perkembangan sama, setiap anak akan mengikuti pola pola perkembangan yang
dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri-sendiri.
2) Dapat diramalkan
Pola perkembangan fisik dapat diramalkan semasa kehidupan pra dan
pasca lahir. Perkenbangan motorik akan mengikuti hukum chepolocaudal yaitu
perkembangan yang menyebar ke seluruh tubuh dari kepala ke kaki. Hukum yang
kedua yaitu proximodialis yaitu perkembangan dari yang dekat ke yang jauh. Pola
perkembangan mempunyai karateristik yang dapat diramalkan.
Karateristik dalam perkembangan anak juga dapat diramalkan, hal ini
berlaku baik untuk perkembangan fisik maupun mental. Semua anak mengikuti
mengikuti pola perkembangan yang sama dari satu tahap ke tahap yang lainnya.

Setiap tahap memiliki bahaya yang potensial. Beberapa hal yang menyebabkan
antara lain dari lingkungan bahkan dari anak itu sendiri. Bahaya ini dapat
mengakibatkan terganggunya penyesuaian fisik, psikologis, dan sosial anak.
Stimulasi yang bisa diberikan unruk mengoptimalkan perkembangan
motorik anak adalah:
a)

Dasar-dasar keterampilan untuk menulis (huruf arab dan latin) dan


menggambar.

b) Keterampilan berolah raga (seperti senam) atau menggunakan alat-alat


olah raga.
c)

Gerakan-gerakan permainan, seperti meloncat, memanjat dan berlari.

d) Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan kedisiplinan


dan ketertiban.

B. Perkembangan Kognitf Individu


1.

Defenisis Perkembangan Kognitif


Istilah cognitive berasal dari kata cognition (kognisi) yang dalam arti luas

adalah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Istilah


kognisi menjadi popular sebagai salah satu domain atau wilayah ranah psikologis
manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman,

pertimbangan,

pengolahan

informasi,

pemecahan

masalah,

kesengajaan, dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga
berhubungan dengan konasi (kehendak), dan afeksi ( perasaan), yang bertalian
dengan ranah rasa.
Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif
manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan kapasitas
motor dan sensorinya. Hanya cara dan intensitas pendayagunaan kapasitas ranah
kognitif tersebut belum benar-benar terlihat dengan jelas. Argument yang
dikemukkan para ahli mengenai hal ini antara lain ialah bahwa kapasitas sensori

dan jasmani bayi yang baru lahir tidak mungkin dapat diaktifkan tanpa aktivitas
pengendalian sel-sel otak bayi tersebut.

2.

Tahap Perkembangan Kognitif


Jean Piaget adalah orang yang mengembangkan teori perkembangan kognitif.

seorang psikolog Swiss

yang

hidup

tahun 1896-1980. Teorinya memberikan

banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh


terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan
untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis
dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas
munculnya dan diperolehnya schemataskema tentang bagaimana seseorang
mempersepsi lingkungannya,

dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat

seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara


mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak
seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai
pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa
kita

membangun

kemampuan

kognitif

kita

melalui

tindakan

yang

termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Piaget membagi skema yang


digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang
berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
1. Tahap sensori-motor (usia 02 tahun)
Inteligensi sensori-motor dipandang sebagai inteligensi praktis
(practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap
lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia
perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun
merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi fundasi tipetipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Sebelum usia 18
bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun
yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada
meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 24 bulan

barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara


bertahap dan sistematis.
2. Tahap Praoperasional (usia 27 tahun)
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang
object permanence. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan
tetap eksisnya suatu benda yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda
tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh
lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut berbeda dengan
pandangan pada periode sensori motor, yakni tidak bergantung lagi pada
pengamatannya belaka. Pada periode ditandai oleh adanya egosentris serta
pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferredimitation,

insight

learning

dan

kemampuan

berbahasa,

dengan

menggunakan kata-kata yang benar serta mampu mengekspresikan


kalimat-kalimat pendek tetapi efektif.
3. Tahap Konkret-Operasional (usia 711 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara
usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa
penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan
ini adalah:
a) Pengurutan, yaitu Kemampuan untuk mengurutan objek menurut
ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda
berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.
b) Klasifikasi,

yaitu

mengidentifikasi

kemampuan
serangkaian

untuk
benda

memberi
menurut

nama

dan

tampilannya,

ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa


serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke
dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)

c) Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari


suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh
anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih
sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
d) Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau bendabenda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu,
anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 84 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
e) Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah
benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau
tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila
anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka
akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir
lain.
f)

Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat


sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut
berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik
yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu
ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam
tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu
bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

4. Periode Formal-Operasional (usia 11 tahun sampai dewasa)


Pada

periode

ini

seorang

remaja

telah

memiliki

kemampuan

mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam


kemampuan kognitif yaitu :
Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan

dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak.
Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk
mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan
mendalam.
Terdapat beberapa istilah-istilah khusus yang berhubungan dengan proses
perkembangan kognitif menurut Piaget, diantaranya:
1.

Sensory-motor scema (skema sensori motor) ialah sebuah atau


serangkaian perilaku terbuka yang tersusun secara sistematis untuk
merespon lingkungan (barang, orang, keadaan, kajadian)

2.

Cognitif scema (skema kognitif), ialah perilaku tertutup berupa tatanan


langkah-langkah kognitif (operations) yang berfungsi memahami apa
yang tersirat atau menyimpulkan lingkungan yang direspons.

3.

Object permanence (ketetapan benda), yakni anggapan bahwa sebuah


benda akan tetap ada walaupun sudah ditinggalkan atau tidak dilihat lagi.

4.

Assimilation (asimilasi), yakni proses aktif dalam menggunakan skema


untuk merespon lingkungan.

5.

Accommodation (akomodasi), yakni penyesuaian aplikasi skema yang


cocok dengan lingkungan yang direspons.

6.

Equilibrium (ekuilibrium), yakni keseimbangan antara skema yang


digunakan dengan lingkungan yang direspons sebagai hasil ketepatan
akomodasi.

C. Perkembangan Bahasa Individu


1.

Defenisi Perkembangan Bahasa


Seorang ahli psikologi perkembangan dari Illinois State University bernama

Laura E. Berk (1999) setelah mempelajari dan meneliti berbagai aspek


perkembanhan

individu,

sampailah

dia

pada

suatu

kesimpulan

bahwa

perkembangan bahasa merupakan kemampuan khas manusia yang paling

kompleks dan mengagumkan. Sungguhpun bahasa itu kompleks, namun pada


umumnya berkembang pada individu dengan kecepatan luar biasa pada awal masa
kanak-kanak. Pencapaian bahasa yang amat mengesankan pada anak-anak yang
sedang belajar berbahasa adalah sedemikian beranekaragamannya dan sedemikian
rumitnya sehingga kadang-kadang tampak seperti sesuatu yang ajaib. Misalnya
saja, pada tahun pertama, seorang anak mampu menggunakan kata-kata tunggal
guna untuk memberi nama terhadap objek-objek yang dipandang akrab olehnya
dan untuk mengkomunikasikan keinginannya. Begitu anak sudah memasuki tahun
ketiga mereka langsung sudah mampu menunjukkan pemahaman yang demikian
halus tentang berbagai kesepakatan yang biasa digunakan dalam berkomunikasi
orang-orang di sekelilingnya. Ketika memasuki tahun keempat, dengan bekal kosa
kata yang sudah semakin banyak, individu sudah mampu menghasilkan
ucapanucapan yang lebih panjang dan menunjukkan bahwa dia sudah memiliki
sejumlah bentuk gramatikal yang bagus, termasuk di dalamnya etika
mengungkapkan bahasanya itu.

2.

Tahap Perkembangan Bahasa


Sesungguhnya ada aspek lingustik dasar yang bersifat universal dalam otak

manusia yang memungkinkan untuk menguasai bahasa tertentu. Sedangkan


menurut kaum empiris yang dipelopori para penganut aliran behavioristik
memandang bahwa kemampuan berbahasa merupakan hasil belajar individu
dalam interaksinya dengan lingkungan. Penguasaan bahasa merupakan hasil dari
penyatupaduan peristiwa-peristiwa lingustik yang diamati dan dialami selama
masa perkembangannya. Menurut para penganut aliran behavioristik, penggunaan
bahasa merupakan asosiasi yang terbentuk melalui proses pengkondisian klasik
(classical conditioning), pengkondisian operan (operant conditioning) dan belajar
sosial (social learning).
Secara umum, perkembangan keterampilan berbahasa pada individu menurut
Berk (1989) dapat dibagi ke dalam empat komponen, yaitu:

1.

Fonologi (phonology)
Fonologi berkenaan dengan bagaimana individu memahami dan
menghasilkan bunyi pembicaraan bahasa. Jika kira pernah mengunjungi
daerah lain atau negara lain di mana kita hanya memiliki sedikit saja atau
tidak memiliki kemampuan bahasa mereka, maka sangat boleh jadi kita
akan kagum, heran, atau bingung karena bahasa orang asli di sana
terdengar begitu cepat dan sepertinya tidak ada putus-putus antara satu
kata dengan kata lain tetapi sesungguhnya terorganisir dengan baik.
Sebaliknya, orang asing yang sedang belajar bahasa kita juga sangat
mungkin mengalami hambatan-hambatan dalam memahami bahasa kita
karena tidak terbiasa dengan bunyi kata-kata dan pola intonasinya.

2.

Semantik (semantic)
Semantik merujuk kepada makna kata atau cara yang mendasari
konsepkonsep yang diekspresikan dalam kata-kata atau kombinasi kata.
Setelah selesai masa prasekolah, anak-anak memperoleh sejumlah katakata baru dalam jumlah yang banyak. Penelitian intensif tentang
perkembangan kosa kata pada anak-anak diibaratkan oleh Berk (1989)
sebagai sejauhmana kekuatan anak untuk memahami ribuan pemetaan
kata-kata ke dalam konsep-konsep yang dimiliki sebelumnya meskipun
belum terlabelkan dalam dirinya dan kemudian menghubungkannya
dengan kesepakatan-kesepakatan dalam bahasa masyarakatnya.

3.

Tata bahasa (grammar)


Tata bahasa merujuk kepada penguasaan kosa kata yang kemudian dan
memodifikasikannya ke dalam cara-cara yang bermakna. Pengetahuan
tentang tata bahasa meliputi dua aspek utama, yaitu:
a) Sintak (syntax), yaitu aturan-aturan yang mengatur bagaimana
kata-kata disusun ke dalam kalimat yang dapat dipahami.
b) Morfologi (morphology), yaitu aplikasi gramatikal yang meliputi
jumlah, tenses, kasus, pribadi, gender, kalimat aktif, kalimat pasif,
dan berbagai makna lain dalam bahasa.

4.

Pragmatik (pragmatics)
Pragmatik merujuk kepada sisi komunikatif dari bahasa. Ini berkenaan
dengan

bagaimana

menggunakan

bahasa

dengan

baik

ketika

berkomunikasi dengan orang lain. Di dalamnya meliputi bagaimana


mengambil moment yang tepat, mencari dan menetapkan topik yang
relevan,

mengusahakan

agar

benarbenar

konstruktif,

bagaimana

menggunakan bahasa tubuh (gesture), intonasi suara, dan menjaga konteks


agar pesan-pesan verbal yang disampaikan dapat dimaknai secara tepat
oleh penerimanya. Pragmatik juga mencakup di dalamnya pengetahuan
sosiolingustik, yaitu bagaimana suatu bahasa harus diucapkan dalam suatu
kelompok masyarakat tertentu. Agar dapat berkomunikasi dengan berhasil,
maka seseorang harus memahami dan menerapkan cara-cara interaksi dari
komunikasi yang dapat diterima oleh masyarakat tertentu, seperti dalam
berbagai ucapan selamat, cara mengucapkan selamat datang dan selamat
tinggal. Selain itu, seseorang juga harus memperhatikan tatakrama
berkomunikasi berdasarkan hirarki umur atau status sosial yang masih
dijunjung tinggi dalam suatu masyarakat tertentu.
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan dengan
perkembangan kemampuan berbahasa individu, maka tahapan perkembangan
bahasa dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap berikut ini:
1. Tahap Pralingustik atau meraban (0,3 1,0 tahun)
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam bentuk ocehan
yang mempunyai tingkat komunikatif. Pada umur ini anak mengeluarkan
berbagai bunyi ujaran sebagai reaksi terhadap orang lain yang ada di
sekitarnya sebagai upaya mencari kontak verbal.
2. Tahap Holofrastik atau kalimat satu kata (1,0 1,8 tahun)
Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan kata-kata. Satu
kata yang diucapkan oleh anak-anak ini harus dipandang sebagai satu
kalimat penuh mencakup aspek inteletual maupun emosional sebagai cara
untuk menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu. Anak yang menyatakan

mobil dapat berarti saya mau mobil-mobilan, saya mau ikut naik
mobil sama ayah atau saya minta diambilkan mobil mainan dan
sebagainya.
3. Tahap kalimat dua kata (1,8 2,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan untuk
menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan
kalimat sederhana yang disebut dengan istilah kalimat dua kata yang
dirangkai secara tepat. Misalnya anak mengucapkan mobilan siapa? atau
bertanya itu mobilan milik siapa? dan sebagainya.
4. Tahap pengembangan tata bahasa awal (2,0 -5,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa, panjang
kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin
kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak. Penambahan dan
pengayaan terhadap sejumlah dan tipe kata secara berangsur-angsur
meningkat sejalan dengan kemajuan dalam kematangan perkembangan
anak.
5. Tahap pengembangan tata bahasa lanjutan (5,0 10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur tata
bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan
kalimat-kalimat

sederhana

dengan

komplementasi,

relativasi,

dan

konjungsi. Perbaikan dan penghalusan yang dilakukan pada periode ini


menmcakup belajar mengenai berbagai kekecualian dari keteraturanketeraturan tata bahasa dan fonologi dalam kalimat terkait.
6. Tahap kompetensi lengkap (11,0 dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, yang kemudian memasuki masa remaja
dan dewasa, perbendaharaan kata terus meningkat, gaya bahasa
mengalami

perubahan,

berkomunikasi.

dan

Keterampilan

semakin
dan

lancar

performansi

serta

fasih

dalam

tata

bahasa

terus

berkembang ke arah tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap


sebagai perwujudan dari kompetensi komunikasi.

3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa


Aliran

nativisme

berpandangan

bahwa

perkembangan

kemampuan

berbahasa seseorang ditentukan oleh faktor-faktor bawaan sejak lahir yang


diturunkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, jika memang orang tuanya
memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan cepat, maka perkembangan
kemampuan bahasa anaknya pun juga akan baik dan cepat. Begitu juga
sebaliknya, jika kemampuan bahasa orang tuanya lambat dan kurang baik, maka
perkembangan bahasa anaknya pun juga akan ikut lambat dan kurang baik.
Sementara itu, aliran empirisme atau behaviorisme justru berpandangan
sebaliknya, yakni bahwa perkembangan kemampuan berbahasa seseorang itu
tidak ditentukan oleh bawaan sejak lahir melainkan ditentukan oleh proses belajar
dari lingkungan sekitarnya. Jadi, menurut aliran ini proses belajarlah yang sangat
menentukan perkembangan kemampuan bahasa seseorang. Dari perspektif ini,
maka meskipun kemampuan bahasa orang tuanya kurang baik dan lambat, tetapi
proses stimulasi dan proses belajar dilakukan secara intensif dengan lingkungan
yang memiliki kemampuan berbahasa secara baik dan cepat, maka anak tersebut
akan memperoleh dan memiliki perkembangan kemampuan bahasa yang baik dan
cepat pula.
Adapun aliran lain yang cenderung lebih moderat yakni aliran konvergensi
mengajukan pandangan yang merupakan kolaborasi dari faktor bawaan dan
pengaruh lingkungan. Menurut aliran ini perkembangan kemampuan bahasa
seseorang merupakan konvergensi atau perpaduan dari bawaan dan proses belajar
dari

lingkungannya.

Faktor

bawaan

yang

kuat

pengaruhnya

terhadap

perkembangan bahasa seseorang adalah aspek kognitif. Kemampuan berbahasa


seseorang banyak dipengaruhi oleh kapasitas kemampuan kognitifnya.
Adapun faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan
bahasa seseorang adalah besarnya kesempatan yang diperoleh untuk melakukan
proses belajar dari lingkungannya. Individu yang dalam kehidupan seharihari
banyak berinteraksi dengan lingkungan yang kaya

dalam kemampuan

berbahasanya, akan cenderung memiliki kesempatan yang lebih banyak dan lebih
bagus untuk mengembangkan kemampuan bahasanya. Sebaliknya, individu yang
banyak berinteraksi dengan lingkungan yang miskin kemampuan bahasanya, akan
cenderung terbatas pula kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
bahasanya.
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi
perkembangan bahasa, yaitu:
1. Kognisi
Tinggi-rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi
cepat-lambatnya bahasa individu tersebut. Ini relevan dengan pembahasan
sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara kemampuan
berpikir dengan kemampuan bahasa seseorang.
2. Pola komunikasi dalam keluarga
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah atau
interaksinya relatif demokratis akan mempercepat perkembangan bahasa
anggota keluarganya ketimbang yang menerapkan pola komunikasi dan
interaksi sebaliknya.
3. Jumlah anak atau anggota keluarga
Suatu keluarga yang memiliki anak dalam jumlah yang banyak atau
anggota keluarga di dalamnya banyak akan lebih mempercepat
perkembangan bahasa anak karena di dalamnya akan terjadi komunikasi
yang bervariasi daripada keluarga yang hanya memiliki anak tunggal dan
tidak ada anggota keluarga lainnya selain keluarga inti.
4. Posisi urutan kelahiran
Seorang anak yang posisi urutan kelahirannya di tengah akan lebih
cepat perkembangan bahasanya ketimbang anak sulung atau anak bungsu
karena anak tengah memiliki arah komunikasi ke atas maupun ke bawah,
sedangkan anak sulung hanya memiliki arah komunikasi ke bawah saja
dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
5. Kedwibahasaan (blingualism)

Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa


lebih dari satu akan lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya
ketimbang yang hanya menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa
menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya: di dalam rumah dia
menggunakan bahasa Sunda dan di luar rumah dia harus menggunakan
bahasa Indonesia, dan demikian pula dari bahasa yang lain.

D. Perkembangan Sosioemosional Individu


Pada dasarnya perkembangan sosio-emosional itu merupakan kemampuan
peserta didik berinteraksi dengan lingkungannya dan bagaiman peserta didik
menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Perkembangan sosial pada keluarga
juga dengan teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosioalnya bertambah.
Biasanya peserta didik mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap
berpusat pada diri snediri (egosentris), kepada sikap bekerja sama (koperatif) atau
mau memerhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Hal ini berkaitan dengan
sikap yang ada pada peserta didik itu sendiri. Apakah dengan sikap atau emosi
yang stabil seperti bersikap respect terhadap diri sendiri dan orang lain atau
bersikap tidak baik seperti tidak mau bergaul dengan orang lain.
Saat ini banyak orang berpendidikan khususnya remaja yang tampak
menjanjikan tetapi akhirnya mengalami kemandekan dalam pencapaian karir atau
tujuan hidupnya. Para remaja ini sebagian besar tersingkir dari persaingan tersebut
akibat rendahnya kecerdasan emosi, kemempuan mendengarkan dan mempelajari
kehidupan yang tidak sepenuhnya tidak dikuasai serta cara adaptasi dan
berkomunikasi secara lisan yang seolah-olah dianggap oleh para remaja
merupakan suatu hal yang dianggap tidak penting.
Tingkat kecerdasan intelektual seseorang khususnya remaja pada umumnya
selalu dalam keadaan tetap akan tetapi kecerdasan emosi dapat ditingkatkan
dengan cara meningkatkan adaptasi dan kepekaan terhadap lingkungan sebagai
sumber energi, informasi, koneksi untuk berinteraksi dengan lingkungannya dan
bagaiman peserta didik menyikapi hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Emosi juga

merupakan suatu bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu
melakukan penalaran serta pemahaman yang tinggi terhadap lingkungan. Emosi
menurut kreativitas, kolaborasi, inisiatif dan transformasi sedangkan penalran
logis berfungsi untuk mengantisipasi dorongan-dorongan yang keliru, untuk
kemudian menyelaraskannya dengan proses kehidupan dengna sentuhan
manusiawi. Disamping itu, sosio-emosional pada remaja menjadi salah satu
kekuatan penggerak: bukti-bukti menunjukkan bahwa nilai dan watak dasar
seseorang dalam hidup ini tidak berakar pada kecerdasan intelektual melainkan
terletak pada sosio-emosional.
Peranan remaja dalam lingkungan adalah sebagai makhluk yang harus
memiliki kemampuan dalam penyesuaian diri terhadap aspek-aspek, nilai-nilai
dan interaksi sehingga mampu menjadi makhluk sosial yang menjalankan semua
kegiatan sosialnya dengan penuh tanggung jawab.Remaja tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan sosial, sehingga lingkungan sosiallah yang mampu
memberikan pengaruh terhadap pembentukan berbagai aspek kehidupan remaja
terutama

pada

pola

pengembangan

sosio-emosional.

Dengan

demikian

perkembangan sosial ini dapat diartikan sebagai proses berkembangnya tingkat


hubungan antara manusia untuk meningkatkan kebutuhan hidup manusia.
Menurut Gunarsa (1989) menjelaskan bahwa karakteristik remaja yang
mampu menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yakni:
1.

Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam pergerakan

2.

Ketidakstabilan emosi

3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk


hidup
4. Adanya sikap menentang dan menantang terhadap orang-orang yang lebih
tua
5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab
pertentangan-pertentangan dengan orang tua
6. Kegelisahan karena banyaknya suatu hal yang diinginkan oleh remaja
tetapi tidak mampu untuk memenuhi semua keinginan tersebut

7. Senang bereksperimen, bereksplorasi, serta mempunyai banyak hayalan,


bualan, dan fantasi
8. Kecenderungan membuat kelompok yang melakukan perbuatan dengan
melanggar norma-norma kehidupan.

E. Perkembangan Spiritual Individu


1.

Defenisi Perkembangan Spiritual


Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus yang berarti nafas atau udara,

spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spirit memberikan arti penting ke


hal apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan
seseorang. Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan,
pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu
menghadirkan cinta, kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan
memelihara hubungan dengan sesama.
Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai
dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa
pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek
tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari
kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi
dan dilanjutkan dengan instropeksi.
Namun, berikut akan dibahas pula perkembangan aspek spiritual berdasarkan
tumbuh-kembang manusia. Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting
untuk diperhatikan.
1.

Individu yang berusia antara 0-18 bulan


Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan
bayi. Haber (1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi
merupakan dasar untuk perkembangan spiritual selanjutnya. Bayi memang
belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual. Keluarga yang

spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan


spiritual yang baik pada bayi.
2. Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanakkanak awal (18 bulan-3 tahun)
Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat
belajar membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran
kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan
bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati
acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi
kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana
seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara
anak memberi salam dalam kehidupan sehari-hari. Anak akan lebih merasa
senang

jika

menerima

pengalaman-pengalaman

baru,

termasuk

pengalaman spiritual.
3. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun).
Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan
harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak
hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan
norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan
anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar
tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena
anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima
penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya.
4. Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan
kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun).
Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka
sudah dapat menggunakan konsep abstrak untuk memahami gambaran dan
makna spriritual dan agama mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan
dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan

apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak


terhadap dimensi spiritual mereka.
5. Remaja (12-18 tahun)
Pada tahap ini individu sudah mengerti akan arti dan tujuan hidup,
Menggunakan pengetahuan misalnya untuk mengambil keputusan saat ini
dan yang akan datang. Kepercayaan berkembang dengan mencoba dalam
hidup. Remaja menguji nilai dan kepercayaan orang tua mereka dan dapat
menolak atau menerimanya. Secara alami, mereka dapat bingung ketika
menemukan perilaku dan role model yang tidak konsisten. Pada tahap ini
kepercayaan pada kelompok paling tinggi perannya daripada keluarga.
Tetapi keyakinan yang diambil dari orang lain biasanya lebih mirip dengan
keluarga, walaupun mereka protes dan memberontak saat remaja. Bagi
orang tua ini merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas
otoritasnya dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali
muncul konflik orang tua dan remaja.
6. Dewasa muda (18-25 tahun)
Pada tahap ini individu menjalani proses perkembangannya dengan
melanjutkan pencarian identitas spiritual, memikirkan untuk memilih nilai
dan kepercayaan mereka yang dipelajari saaat kanak-kanak dan berusaha
melaksanakan sistem kepercayaan mereka sendiri. Spiritual bukan
merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka lebih banyak
memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri bahwa mereka
sudah dewasa.
7. Dewasa pertengahan (25-38 tahun)
Dewasa pertenghan merupakan tahap perkembangan spiritual yang
sudah benar-benar mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka
menggunakan keyakinan moral, agama dan etik sebagai dasar dari sistem
nilai. Mereka sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang
sudah dikerjakan terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.
8. Dewasa akhir (38-65 tahun)

Periode perkembangan spiritual pada tahap ini digunakan untuk


instropeksi dan mengkaji kembali dimensi spiritual, kemampuan
intraspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain dari diri individu
tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan ritual spiritual
meningkat.
9. Lanjut usia (65 tahun sampai kematian)
Pada tahap perkembangan ini, menurut Haber (1987) pada masa ini
walaupun membayangkan kematian mereka banyak menggeluti spiritual
sebagai isu yang menarik, karena mereka melihat agama sebagai faktor
yang mempengaruhi kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset
membuktikan orang yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan
melanjutkan kehidupan lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik
menunjukkan tujuan hidup yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai,
ketidakbebasan dan rasa takut mati. Sedangkan pada lansia yang
spiritualnya baik ia tidak takut mati dan dapat lebih mampu untuk
menerima kehidupan. Jika merasa cemas terhadap kematian disebabkan
cemas pada proses bukan pada kematian itu sendiri.
2.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Spiritual


Spiritual adalah komponen penting dari seorang individu yang dimiliki dan

sebuah aspek integral dari filosofi holistik. Perkembangan spiritual pasti


mengalami keadaan yang tidak selalu baik seperti halnya fisik. Secara langsung
maupun tidak langsung ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan
spiritual. Spiritualitas tidak selalu berkaitan dengan agama, tetapi spiritualitas
adalah bagaimana seseorang memahami keberadaannya dan hubungannya dengan
alam semesta. Orang-orang mengartikan spiritualitas dengan berbagai cara dan
tujuan tersendiri. Setiap agama menyatakan bahwa manusia ada dibawah kuasa
Tuhan. Namun, dari semua itu setiap manusia berusaha untuk mengkontrol
spiritualitasnya. Inilah yang disebut dengan menjaga kesehatan spiritual.
Hal terpenting yang mempengaruhi perkembangan spiritual dan sebaiknya kita
jaga adalah nutrisi spiritual. Hal ini termasuk mendengarkan hal-hal positif dan

pesan-pesan penuh kasih serta memenuhi kewajiban keagaman yang dianut.


Selain itu juga dengan mengamati keindahan dan keajaiban dunia ini dapat
memberikan nutrisi spiritual. Menilai keindahan alam dapat menjadi makanan
bagi jiwa kita. Bahkan serangga yang terlihat buruk pun adalah sebuah keajaiban
untuk diamati dan dinilai.
Kedamaian dengan meditasi adalah bentuk lain untuk mendapatkan nutrisi
spiritual. Hal itu bukanlah meminta Tuhan kita apa yang kita inginkan tetapi
mencari keheningan untuk merekleksikan dan berterima kasih atas apa pun yang
telah kita terima. Hal lain yang mempengaruhi perkembangan spiritual kita adalah
latihan. Tidak hanya latihan dasar untuk kesehatan tubuh, tetapi juga latihan
spiritual untuk menjaga spiritual. Latihan ini terdiri dari penggunaan jiwa kita.
Sehingga latihan tersebut memberi sentuhan pada jiwa kita dan digunakan untuk
menuntun kita untuk bertingkah-laku dengan baik, untuk menunjukan cinta kasih
dan perasaan pada oring lain untuk memahami dan untuk mencari kedamaian.
Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan spiritual adalah lingkungsan. Hal ini
dikarenakan lingkungan dimana kita hidup adalah somber utama kejahatan ynag
dapat mempengaruhi jiwa kita. Kita harus waspada untuk menghindari keburukan
yang berasal dari lingkungan kita dan mencari hal positif yang dapat diambil.
Tantangan yang dapat mengancam perkembangan spiritual kita dapat berasal dari
luar maupun dari dalam dari kita. Ancaman dari luar dikarenakan setiap orang
memiliki bentuk penularan spiritual yang menyebarkan penyakit spiritual kepada
orang lain disekitar mereka. Beberapa orang merusak moral dan mencoba untuk
menarik orang lain untuk mengikuti kepercayaannya. Beberapa agama
memberikan bekal keimanan yang cukup untuk menolak kepercayaan lain.
Banyak orang-orang yang melakukan hal-hal yang buruk dan jahat. Kemudian
mempengaruhi orang lain untuk mengikuti hal-hal buruk yang dilakukan.
Keinginan untuk melakukan hal-hal buruk tersebut timbul dari keinginan diri
sendiri. Jadi, Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan spiritual adalah nutrisi,
latihan dan lingkungan tempat tinggal. Selain itu, terdapat ancaman dari luar
maupun dari dalam diri kita. Sehingga kita harus pandai-pandai untuk menjaga
kesehatan spiritual kita.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada pembahasan di atas, penyusun dapat menarik kesimpulan:
1.

Perekembangan Motorik Individu


Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting

dalam perkembangan individu secara keseluruhan. Melalui perkembangan


motorik, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sekolah. Pada usia
prasekolah atau usia kelas-kelas awal Sekolah Dasar, anak sudah dapat dilatih
menulis, menggambar, melukis, dan baris-berbaris.
Melalui perkembangan motorik yang normal memungkinkan anak dapat
bermain atau bergaul dengan teman sebayannya, sedangkan yang tidak normal
akan menghambat anak untuk dapat bergaul dengan teman sebayanya bahkan dia
akan terkucilkan atau menjadi anak yang fringer (terpinggirkan). Perkembangan
keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-concept atau
kepribadian anak.
2.

Perkembangan Kognitif Individu


Perkembangan kognitif menjadi salah satu ranah psikologis manusia yang

sangat penting, yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman,

pertimbangan,

pengolahan

informasi,

pemecahan

masalah,

kesengajaan, dan keyakinan.


3. Perkembangan Bahasa Individu
Perkembangan bahasa merupakan kemampuan khas manusia yang paling
kompleks. Walaupun bahasa itu kompleks, namun pada umumnya berkembang
pada individu dengan kecepatan luar biasa pada awal masa kanak-kanak.
4. Perkembangan Sosioemosional
Perkembangan sosioemosional berkaitan dengan kemampuan individu
berinterakssi dengan lingkungannya dan bagaimana individu menyikapi hal-hal
yang terjadi di lingkungannya. Biasanya peserta didik mulai memiliki
kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada diri snediri (egosentris),

kepada sikap bekerja sama (koperatif) atau mau memerhatikan kepentingan orang
lain (sosiosentris).
5. Perkembangan Spiritual Individu
Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan,
pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu
menghadirkan cinta, kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan
memelihara hubungan dengan sesama.
Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap perkembangan mulai
dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda, dewasa
pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek
tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari
kemampuan kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi
dan dilanjutkan dengan instropeksi.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini penyusun berharap pembaca mampu
memahami proses-proses perkembangan yang terjadi sepanjang hidup setiap
individu, yang meliputi perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosioemosional
dan spiritual. Dengan memahami setiap tahap perkembangan yang terjadi,
diharapkan mampu membuat setiap tahap-tahap perkembangan tersebut dapat
terlaksana dengan baik, sehingga tugas-tugas perkembangan pada satiap tahap
tesebut dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibin. 2002 : Psikologi Belajar. Jakarta : PT. R aja Grafindo Persada.
Arisandi, Muhammad Umar. Gerak Motorik.
http://umarisandi.blogspot.com/ diakses pada 02 Maret 2015, pukul 19.05
Nursusilo, Hendra. Perkembangan Individu.
http:// nursusilohendro.blogspot.com/ diakses pada 02 Maret 2015, pukul
19.05
Wikipedia. Teori Perkembangan Kognitif.
http://id.wikipedia.org/ diakses pada 02 Maret 2015, pukul 19.05
Sudrajat, Akhmad. Psikologi Pendidikan.
http:// akhmadsudrajat.Wordpress.com/ diakses pada 02 Maret 2015, pukul
19.05
Djamarah, Syaiful Bahri. Psikologi Belajar. Edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai