Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN
Bahwa anak dapat mengalami kejang bila menderita demam telah lama
diketahui. Hippokrates, pakar ilmu kedokteran asal Yunani yang hidup pada abad
ke-4 sebelum Masehi antara lain pernah menulis : "......Kejang dapat terjadi pada
anak bila terdapat demam akut, sampai usia 7 tahun...".2
Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada anak-anak dan
terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1.000 anak. Kejang ini merupakan penyebab
paling lazim untuk rujukan pada praktek neurologi anak.3 Kejang demam
merupakan penyakit kejang yang paling sering dibidang neurologi khususnya
anak.1
Kejang juga selalu menjadi peristiwa yang menakutkan bagi orang tua,
sehingga sebagai dokter kita wajib mengatasi kejang dengan tepat dan cepat.
Untungnya, sebagian besar kejang demam tidak berbahaya dan tidak
menyebabkan kerusakan otak atau komplikasi serius yang lain. Bagaimanapun
bayi dan anak dengan kejang demam menderita demam yang membutuhkan
penanganan medis yang tepat. Meskipun rawat inap di rumah sakit bukan suatu
keharusan, dokter harus memantau dan menangani penyebab dari demam yang
menyebabkan kejang tersebut, serta memonitor kejang itu sendiri.
Penanganan kejang demam sejak awal sampai saat ini masih kontroversi
terutama mengenai pengobatannya yaitu perlu tidaknya penggunaan obat untuk
profilaksis rumat.1

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kejang adalah fenomena elektro-fisiologik abnormal dari otak yang terjadi
sementara sehingga menyebabkan sinkronisasi abnormal dari aktivitas elektrik
neuron, yang bermanifestasi berupa gerakan tubuh involunter, gangguan
kesadaran atau perilaku. 7
Menurut konsensus National Institute of Health tahun 1980 ataupun
consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam didefinisikan sebagai
suatu kejadian saat masa anak-anak dan bayi yang biasanya terjadi pada usia 3
bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam, tetapi tidak ada bukti infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan
bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam
yang dianggap cukup untuk diagnosis kejang demam ialah 38C atau lebih.4
Sedangkan berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam,
definisi kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38 C) yang disebabkan oleh prases ekstrakranium.2,4,13
2.2 Insiden
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung pada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat, dan faktor hereditas. Anak usia 6 bulan sampai 5 tahun
prevalensi terjadinya kejang demam adalah 2-4%. Penelitian di Jepang
menunjukkan insiden yang lebih tinggi yaitu 9,7% (10,5% pada laki-laki dan
8,9% pada perempuan). Angka kejadian kejang demam lebih sering dijumpai pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan yang berkisar
antara 1,4:1 dan 1,2:1. Kejang demam cenderung terjadi dalam hubungan sebuah
keluarga. Pada seorang anak dengan kejang demam, risiko kejang demam saudara
kandungnya adalah sebesar 10% bahkan dapat menjadi 50% jika orangtua pernah
mengalami kejang demam.2
2.3 Klasifikasi
2

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu


a. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik,
tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 ,jam. Tidak ada
gangguan neurologis sebelum kejang. Kejang demam sederhana merupakan 80%
di antara seluruh kejang demam.1
Di sub bagian Saraf anak bagian IKA FKUI-RSCM Jakarta, kriteria
Livingston yang dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis
kejang demam sederhana. Kriteria tersebut adalah : 4
1.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2.

Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15


menit.

3.

kejang bersifat umum.

4.

kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam

5.

pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6.

pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu


normal tidak menunjukkan kelainan.

7.

frekuensi bangkitan kejang di dalam I tahun tidak melebihi 4


kali.

Kejang Demam Kompleks


Kejang dengan salah satu ciri sebagai berikut ini :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

2.4 Patofisiologi 5,10,14


Untuk mempertahankan hidupnya, sel otak membutuhkan energi yaitu
senyawa

glukosa

yang

didapat

dari

proses

metabolisme.

sel

Sel-sel otak dikelilingi oleh membran yang dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lain kecuali Clorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K di dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na rendah.
Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel tersebut maka terejadi beda potensial yang
disebut Potensial Membran Sel Neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran sel diperlukan energi dan enzim Na-K-ATP ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran sel dipengaruhi oleh :
1.

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

2. Rangsangan yang datangnya mendadak baik rangsangan mekanis, kimiawi,


atau aliran listrik disekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane karena penyakit atau factor keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membrane sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangga dengan
bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Pada anak balita, aliran darah ke
otak mencapai 65% dari aliran darah seluruh tubuh (pada orang dewasa hanya
15%). Sebab itu kenaikan suhu tubuh lebih mudah menimbulkan gangguan pada
metabolisme otak. Sehingga akan mengganggu keseimbangan sel otak yang
menimbulkan terjadinya pelepasan muatan listrik yang menyebar ke seluruh
jaringan otak. Akibatnya terjadi kekakuan otot yang menyebabkan kejang tadi.6,14

Pada anak dengan ambang kejang yang rendah kenaikan suhu sampai 38 C
sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu diatas 40 C. Terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada anak dengan ambang kejang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis laktat.
Hipotensi areterial disetai dengan arimia jantung dan kenaikan suhu tubuh
disebabkan meningkatnya aktivitas berakibat meningkatnya metabolisme otak.
Rangkaian kejadian diatas adalah factor panyebab kerusakan neuron otak pada
kejang yang lama. Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular
dan odem otak serta kerusakan sel neuron. 10
2.5 Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak-anak, sebagian bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
otitis media akuta, bronkhitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang
biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.

Gambar 2.1 Jenis kejang pada kejang demam


2.5.1 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik anak dengan kejang demam status neurologis dan
pertumbuhannya sama dengan anak sehat. Yang paling penting pada anak dengan
kejang demam tidak ditemukan tanda-tanda meningitis atau ensefalitis seperti
kaku kuduk dan perubahan status kesadaran yang persisten.1
2.5.2 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam, atau penyebab lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah.5
b. Pemeriksaan Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk

menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi


klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu fungsi lumbal dilakukan pada :5

Bayi (kurang dari 12 bulan) sangat dianjurkan dilakukan

Bayi 12-18 bulan dianjurkan

Anak umur > 18 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.

Berdasarkan penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang


abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang :12

Memiliki tanda peradangan selaput otak

Mengalami complex partial seizure

Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga


sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi

(EEG) tidak dapat memprediksi

berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada


pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya : kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6
tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CTscan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti :5

Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala

Kemungkinan adanya lesi structural di otak (mikrosefali, spastic)

Adanya tanda peningkatan tekanan intracranial (kesadaran menurun,


muntah berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI,
edema papil).

2.6 Diagnosis Banding

Meningitis

Ensefalitis

Abses otak

Epilepsi.10,11

2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan saat kejang
Saat terjadi kejang kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring ke salah satu sisi.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan
lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20
mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti. dapat
diulangi lagi cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah
2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.
8

Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai
12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kejang
demam kompleks dan faktor resikonya.
2.7.2 Pemberian obat pada saat demam
a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari,dapat digunakan pada anak usia lebih dari 6 bulan, tapi
jangan diberikan pada anak dengan demam yang disertai tanda-tanda kekurangan
cairan (dehidrasi) atau muntah.13
Meskipun jarang, asam asetilsalisilat (aspirin) dapat menyebabkan
sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan
asam asetilsalisilat tidak dianjurkan.
b. Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang 30%-60% kasus, begitu pula dengan
diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5 0C. Dosis tersebut
cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup berat pada
25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin dan fenitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.1
9

2.7.3 Pemberian Obat Rumat


Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri
sebagai berikut (salah satu) :1
Kejang lama > 15 menit
Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus
Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
Kejang berulang dua kali atau lebih dari 4 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun
Sebagian peneliti setuju bahwa kejang demam > 15 menit merupakan
indikasi

pengobatan

rumat.

Kelainan

neurologis

tidak

nyata

misalnya

keterlambatan perkembangan ringan bukan merupakan indikasi pengobatan


rumat.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2-3 dosis setiap hari efektif dalam menurunkan resiko berulangnya
kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40%-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam valproat
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 1540 mg/kg/hr
dalam 2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
2.8 Prognosis
10

2.8.1 Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis


Kelainan kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.2
2.8.2 Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.1
2.8.3 Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor resiko
berulangnya kejang demam adalah :1
Riwayat kejang demam dalam keluarga
Usia kurang dari 12 bulan
Temperatur yang rendah saat kejang
Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%. Sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya
kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling
besar pada tahun pertama.
2.8.4 Faktor resiko terjadinya epilepsi
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Faktor
resiko menjadi epilepsi adalah :
Kelainan neurologis atau kelainan perkembangan yang jelas sebelum
kejang demam pertama (Kejang demam simtomatik)
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

11

Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan terjadinya epilepsi


sampai 4%-6%, kemungkinan dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan mejadi epilepsi tidak
dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

12

BAB 3
KESIMPULAN
1. Kejang demam didefinisikan sebagai suatu kejadian saat masa anak-anak dan
bayi yang biasanya terjadi pada usia 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan
dengan demam, tetapi tidak ada bukti infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.
2. Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu : kejang demam
sederhana (Simple febrile seizure), kejang demam kompleks (complex febrile
seizure).
3. Terapi saat kejang terjadi dapat diberikan obat antikonvulsan. Pemberian
antipiretik saat panas dapat diberikan meskipun tidak mengurangi resiko
terjadinya kejang demam. Pemberian obat rumat tidak diberikan secara rutin,
hanya diberikan bila ada indikasi.
4. Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Kelainan
kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal. Kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Baumann, R. 2007. Febrile Seizure. Available at http://www.emedicine.com/


neuro/topic 134.htm
2. Lumbantobing, S.M. 2004. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
3. Nelson, W.E, et.all. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol 3.
Jakarta: EGC
4. Soetomomenggolo, T.S. dan Ismael, S. 1999. Buku Ajar Neurologi Anak.
Jakarta: IDAI
5. D. Pusponegoro, Hardiono, dkk. 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Edisi I. Jakarta : IDAI
6. Komite Medik RSUP Dr.Sardjito. 1999. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.
Sardjito. Buku 2. Yogyakarta : Medika FK UGM
7. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
8. Merenstein, Gerald. 1999. Buku Pegangan Pediatri. Jakarta : Widya Medika
9. Rendle Short, John. 1995. Ikhtisar Penyakit Anak Jilid II. Jakarta : Binarupa
Aksara

14

10. www.google.com./Tentang kedokteran dan linux/kejang demam pada


anak.htm
11. www.pediatrik.com./ kejang demam.htm
12. www.google.com./ Informasi tentang kesehatan anak dan ibu/ kejang
demam.htm
13. www.google.com./ WawasanDigital/demam pada anak.htm
14. www.indomedia.com. /intisari/2001/Mei/tetaplah tenang jika anak kejang
demam/griya maya faiq.htm

15

Anda mungkin juga menyukai