Anda di halaman 1dari 3

EKSPANSI KEARIFAN LOKAL SUKU DAYAK : SOLUSI CETHAR

MENANGGULANGI PERMASALAHAN LINGKUNGAN di INDONESIA


Arditya Galih Fathurrohmah
Universitas Gadjah Mada
Sekip Utara, Yogyakarta 55281
Email: ardityagafa@ymail.com
Kerusakan alam di Indonesia sudah masuk dalam kondisi cethar membahana badai

Cethar membahana badai adalah kalimat penyanyi Syahrini yang menyatakan sesuatu
luar biasa tiada tandingannya. Kalimat ini penulis sadur untuk menyatakan betapa parahnya
kerusakan lingkungan di negara ini. Untuk mengetahui betapa kronisnya kondisi lingkungan
di Indonesia, mari kita lihat rapot bangsa ini. Menurut Guinnes Book of World Record,
Indonesia dianggap sebagai negara dengan tingkat deforestasi tercepat di dunia, dengan
tingkat kehilangan lahan hutan setara dengan 300 kali lapangan sepak bola setiap jamnya,
dapat dikatakan mencapai 2% atau 1,8 juta hektar setiap tahunnya. Ditinjau dari kualitas
pengelolaan sampah, minimnya pengelolaan sampah menyebabkan total volume sampah
Indonesia mencapai 130.000 ton/hari. Penyumbang polusi udara terbesar ke-3 dunia juga
disabet oleh Indonesia. Berdasarkan hasil survey dari Yale University tahun 2012 mengenai
Environmental Performance Index (EPI), Indonesia menempati peringkat ke 78 dari 132
negara tersurvei.
Buruknya kondisi lingkungan sudah menjadi rahasia umum. Bukan tanpa upaya,
pemulihan kondisi lingkungan sudah dielu-elukan dari waktu ke waktu. Namun melihat
realita saat ini, timbul asumsi bahwa upaya pemulihan maupun perbaikan kondisi lingkungan
ibarat menegakkan benang basah. Banyak usaha yang dilakukan, akan tetapi hasilnya masih
tetap belum sesuai dengan harapan masyarakat.
Memang, predikat stadium empat dalam bidang kesehatan berarti harapan sembuh sedikit,
bahkan dalam beberapa kasus, kematian sudah dapat dijadwalkan. Namun, dari usaha total
dari tim dokter, tidak jarang pula keajaiban bisa terjadi. Oleh karena itu, mari kita optimis
bahwa masih ada keajaiban yang dapat memulihkan kondisi lingkungan di negara ini. Mari
dekatkan bangsa ini dengan keajaiban melalui usaha keras dan jeli mengambil langkah
solutif.
Menelusur Sisi Lain dari Suku Dayak
Merupakan masyarakat pribumi yang turun temurun bernaung di Pulau Kalimantan, suku
Dayak menjelma menjadi suku yang amat populer di Nusantara. Adanya kepercayaan yang
kental terhadap animisme-dinamisme merupakan stereotip yang kerap melekat pada pribadi
setiap anggota sukunya, yang akhirnya membuat suku ini terlihat berbahaya karena
memiliki kekuatan magis yang dapat menyebabkan hal yang tidak masuk akal menjadi
kenyataan.

Suku Dayak sendiri adalah nama yang diberikan oleh penduduk pesisir pulau Borneo
kepada penghuni pedalaman yang mendiami Pulau Kalimantan yang terdiri dari provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.
Di balik segala stereotip yang melekat pada suku ini, kearifan lokal suku Dayak yang
sangat berorientasi pada kelestarian alam dan lingkungan merupakan sebuah hal potensial
untuk dikaji. Keharusan untuk menjaga petuah leluhur dan ajaran turun temurun secara
langsung maupun tidak langsung memiliki korelasi terhadap penjagaan ekosistem dan
keberlangsungan kehidupan manusia dengan lingkungan.
Suku Dayak dasarnya tidak pernah berani merusak tanah dan hutan beserta isinya secara
intensional. Hutan, bumi, seluruh lingkungan, serta semua makhluk hidup diatasnya adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari hidup itu sendiri. Sebelum mengambil sesuatu dari alam,
suku Dayak selalu memberi terlebih dahulu kepada penunggu hutan. Sebagai contoh jika
ingin membuka lahan baru untuk ladang, terutama menggarap hutan perawan, harus dipenuhi
syarat-syarat tertentu. Yakni: (1) Memberitahukan maksudnya kepada kepala suku atau
kepala adat, (2) Seorang/beberapa orang ditugasi mencari hutan yang cocok dengan membaca
tanda-tanda alam. (3) Jika sudah ditemukan kawasan hutan yang cocok, diadakan upacara
adat pembukaan sebagai tanda pengakuan bahwa hutan atau bumi itulah yang memberi
mereka hidup, dan berharap agar hutan yang dibuka berkenan memberi hasil dan melindungi
mereka. (4) Untuk membuktikan bahwa mereka mengembalikan apa yang diambil ada
ketentuan atau kebiasaan bahwa hutan yang diolah itu hanya digunakan selama 2-3 kali masa
panen, kemudian hutan itu harus dibiarkan agar tumbuh lagi setelah 10-15 tahun.
Kebudayaan non material Dayak juga banyak berhubungan dengan hutan. Cerita rakyat
yang hidup di kalangan etnik Dayak bertutur tentang kehidupan di hutan atau sekitar hutan,
bahkan pohon-pohon besar, atau spesies tertentu dipandang sebagai perlambang kekuatan
mistik. Banyak jenis pohon yang tidak boleh ditebang karena diyakini tempat bersemayam
Tuhan mereka. Seni tari, nyanyi, ukir, pahat, dan lain-lain. semuanya berhubungan dengan
burung-burung dan makhluk kasar dan halus yang berdiam di hutan.
Hubungan antara orang Dayak dan hutan dengan segala isinya menurut teori ekologi modern
merupakan hubungan timbal balik. Di satu sisi alam memberikan kemungkinan-kemungkinan
bagi perkembangan budaya orang Dayak, di lain pihak orang senantiasa mengubah wajah
hutan itu sesuai dengan pola budaya yang dianutnya.
Ekspansi Sosiologi dan Ekologi Suku Dayak; Langkah Budaya Yang Dapat
Menjembatani Terciptanya Keadaan Lingkungan yang Lebih Baik
Disebutkan oleh Auguste Comte,
sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan antara manusia
dalam bermasyarakat. Sedangkan secara luas sosiologi merupakan ilmu pengetahuan tentang
masyarakat dimana sosiologi mempelajari masyarakat sebagai kompleks kekuatan, hubungan,
jaraingan interaksi, serta sebagai kompleks lembaga/penata, memiliki kedudukan baik kepada
masyarakat maupun kepada lingkungan tempat masyarakat itu tinggal.
Bisakah kita mengoptimalkan peran kearifan lokal suku Dayak dalam menanggulangi
permasalahan lingkungan di negeri ini?
Menurut masyarakat suku Dayak, alam merupakan titipan atau pinjaman dari Tuhan (Lewu
Injam Tingang) yang hanya bersifat sementara. Hal ini tercermin dari dalam perilaku suku
Dayak yang di dalam menjaga agar komponen di alam dapat dimanfaatkan secara

berkesinambungan. Hutan, misalnya merupakan komponen penting dalam kelangsungan


hidup mereka. Di dalam memanfaatkannya tidak dilakukan dengan sembarangan dan
membabi buta.
Kearifan tradisional suku Dayak dalam mengelola sumber daya, secara hakiki pada
dasarnya berpangkal dari sistem religi yang menuntun dan meneladani masyarakat Dayak
untuk senantiasa berperilaku serasi dengan dinamika alam semesta. Meskipun apa yang
dilakukan orang Dayak tersebut, ada yang tidak logis karena mereka masih percaya bahwa
alam semesta ini penuh dengan kekuatan gaib, sehingga dalam memulai suatu pekerjaan yang
berkaitan dengan pengelolaan hutan, mereka selalu terdapat unsur permisi atau minta izin
kepada penghuni hutan.
Namun secara sosiologis, tradisi atau adat istiadat yang dilakukan suku Dayak tersebut
adalah semata-mata merupakan upaya pelestarian dan pemeliharaan lingkungan, sehingga
harapan yang lebih jauh adalah tercipta keseimbangan hubungan antara manusia dan alam
lingkungannya. Kearifan tradisional yang dimiliki oleh suku Dayak tersebut, terutama dalam
bersikap dan memelihara lingkungan, memang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak
untuk ikut serta mengadaptasi dan melestarikan, karena hal tersebut merupakan nilai-nilai
tradisional yang berakar dari budaya bangsa.

Daftar Pustaka
Anonim. 15-09-2015. Sejarah Pulau Kalimantan, Indonesia http://www.kompasiana.com/id/
Anonim. 15-09-2015. Dayak WEHEA-Kisah Keharmonisan Alam dan Manusia
http://mongabay.co.id

Anonim. 15-09-2015. Kondisi Lingkungan di Indonesia .http://www.tempo.com

Anda mungkin juga menyukai