PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera medulla spinalis paling umum terjadi pada orang dewasa muda
berusia 16 sampai 30 tahun. Kebanyakan adalah pria 82% dan wanita 18%.
Hampir 50% CMS diakibatkan oleh kecelakaan motor. Jatuh dihitung kirakira 20,8% dari CMS, tindakan kekerasan 14,6% dan olahraga 14,4%.
Etiologi bervariasi dalam kelompok berbeda tergantung pada latar belakang
usia, jenis kelamin, dan ras atau etnik. Kecelakaan motor banyak terjadi pada
usia 15 sampai 30 tahun, tetapi pada usia lebih dari 60 lebih banyak
mengalami cedera karena jatuh.
Harus diingat dan diperhatikan bahwa setiap cedera atas klavikula curiga
terjadinya patah/fraktur servikal. Cedera pada daerah spinal hampir sebagian
besar mengalami cedera pada tulang lehernya. Maka dari itu setiap penolong
yang akan melakukan pertolongan harus mengetahui prinsip penanganan
dasar untuk korban dengan cedera spinal ini, karena jika tidak mengetahuinya
dapat mempengaruhi prognosis korban. Cara penanganan harus hati-hati dan
ingat bahwa manipulasi yang berlebihan serta immobilisasi yang tidak
adekuat akan menambah cedera tulang belakang dan kerusakan neurologik.
Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan pada masa kini
yang banyak memberikan tantangan karena pola trauma serta kemajuan
dibidang penatalaksanaannya, kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian seperti jatuh dari pohon kelapa, pada
masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti kecelakaan lalu lintas,
jatuh dari tempat ketinggian, dan kecelakaan olah raga.
Perawatan awal setelah terjadi cedera kepala medula spinalis ditujukan
pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi.
Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal,
tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk
terdiri
atas:
pengkajian,
diagnosa
keperawatan,
keperawatan.
BAB IV : Penutup yang terdiri atas: kesimpulan dan saran
perencanaan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis
vertebratalis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang.(Brunner & Suddarth, 2002)
Trauma medulla spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebra, dan lumbal akibat trauma seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2008)
fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi
disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan
oleh tekanan, memar, atau edema.
C. Mekanisme Cedera
Perawat perlu mengenal mekanisme trauma yang terjadi pada tulang
belakang yang memungkinkan gangguan pada medulla spinalis meliputi :
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi
pada vertebra. Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat
menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila
terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil
dan terjadi subluksasi.
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama
dengan rotasi. Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan
fraktur faset. Pada keadaan ini terjadi pergerakan kedepan/dislokasi
vertebra diatasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.
3. Kompresi veretikal (aksial)
Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang
akan
menyebabkan
kompresi
aksial.
Nukleus
pulposus
akan
secara
langsung
karena
tertutup
atau
peluru
yang
Tabrakan mobil
Kecelakaan penyelaman pada perairan dangkal
Tabrakan sepeda motor
Jatuh dan cidera lain
Penyebab utama cedera spinal pada anak-anak adalah :
1. Jatuh dari ketinggian (2-3 kali tinggi badan penderita)
2. Jatuh dari sepeda
3. Tertabrak kendaraan bermotor
Menurut Hudak & Gallo dalam buku keperawatan kritis, jenis-jenis
pembagian cedera medulla spinalis dapat dibagi sebagai berikut :
1. Lesi Komplet Vs Inkomplet
Tingkat cedera medulla spinalis didefinisikan dengan jumlah segmen
spinalis paling distal yang tidak terlibat. Kemampuan fungsional pada
tingkat yang tidak terlibat. Kemapuan fungsional pad atingkat yang
berbeda dari cedera medulla spinalis tidak tentukan sepenuhnya pada
aktivitas
terhambat
dari
deltoid,
bisep,
dan
otot
10
Fraktur, subluksasi, disloksasi, kompresi diskus, robeknya ligamentum, dan kompresi akar saraf
5. Cedera Sakral
a. Lesi S1-S6
Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat perubahan
posisi dari telapak kaki. Dari S3 sampai S5 tidak terdapat paralisis
dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan
glens penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha.
Kompresi korda
Risti injuri
Spasme otot
Nyeri
Spasme otot
Aktual/risiko:
Poladan
napas
tidak efektif. Curah jantung menurun
Tindakan
dekompresi
stabilisasi
Kompresi diskus dan komprei akar saraf di sisinya
F. Pathway
Hambatan mobilitas
11
Respons psikologis
Kecemasan
G. Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi pada cedera medulla spinalis antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Masalah pulmoner
Ulkus stres
Disrefleksia otonomik
Hiperkalsemia
Masalah tulang, sendi, dan otot
Sindrom nyeri kronis
Penyalahgunaan zat
Iskemia medulla spinalis
H. Pemeriksaan Penunjang
Tes diagnostik pada pasien dengan CMS meliputi pengkajian radiografi
dari fraktur bspinal dan kemungkinan kompresi medulla. MRI juga dapat
digunakan untuk mengkaji jumlah kompresi medulla dan jenis cedera dimana
medulla spinalis berlanjut (mis, hemoragi atau edema). CT-Scan akan
menggambarkan struktur spinal dan perispinal.
Tomografi atau politomografi dilakukan dengan CT-scan pada berbagai
area, tetapi masih digunakan untuk mengkaji cedera tulang secara luas.
Somatosensori menyebabkan potensial dapat dicatat untuk membuat
prognosis lebih jelas. Saraf perifer dibawah tingkat cedera dirangsang dan
respon neurologis (potensial penyebab) direkam dari korteks serebral melalui
elektroda kulit kepala.
Terdapat banyak pemeriksaan diagnostik yang penting dilakukan untuk
menentukan fungsi kandung kemih. Salah satunya adalah pielogram
intravena, yang merupakan seri radiografi yang menunjukan ukuran, lokasi
dan konfigurasi ginjal, ureter, dan menggambarkan kandung kemih.
Sistoskopi adalah pemeriksaan yang memungkinkan visualisasi langsung dari
kandung kemih dan uretra. Batu, infeksi, atau tumor pada kandung kemih
dapat didiagnosa. Pemeriksaan urodinamik sangat membantu pada pasien
dengan CMS. Pemeriksaan ini menentukan mekanis dari pengisian dan
pengosongan kandung kemih. Hasil dari pemeriksaan ini dapat menentukan
jenis terbaik progam kandung kemih yang akan diberikan kepada pasien.
12
I. Penetalaksaan Medis
1. Stabilisasi Hemodinamik
Selama periode awal pasca cedera, penatalaksaan medis sering
berfokus pada pengaturan tekanan darah dan frekuensi jantung. Perfusi
jaringan yang adekuat ke medulla spinalis serta ke organ vital lainnya
seperti ginjal perlu untuk dipenuhi. Penggantian cairan intravena secara
hati-hati akan memberikan hidrasi tanpa menyebabkan kelebihan cairan.
Vasopresor mungkin tidak diperlukan untuk mempertahankan tekanan
darah selama syok spinal, tetapi bila tekanan darah tidak cukup memadai
untuk mempertahankan perfusi jaringan pada organ vital tubuh maka
biasanya digunakan dopamin dengan dosis rendah. Bradikardi selama
syok spinal mungkin juga tidak membutuhkan tindakan, tetapi jika
diperlukan atropin dapat digunakan untuk mempercepat frekuensi
jantung.
2. Dekompresi dan Imobilisasi Medulla
Dekompresi medulla dengan mensejajarkan kembali kanal spinal
sering menjadi perhatian awal. Reduksi tertutup pada fraktur servikal
seringkali dilakukan dengan traksi angka. Reduksi bedah dapat
diindikasikan untuk fraktur spinal lain. Stabilisasi bedah dilakukan
dengan menempatkan batang Harrington, dengan lamektomi dan fusi,
atau dengan fusi anterior. Tulang untuk fusi biasanya diambil dari puncak
iliaka, tibia, atau iga.
3. Pernapasan
Penatalaksaan pernapasan meliputi trakeostomi, ventilasi mekanis,
atau pengobatan pernapasan sering dan batuk bantuan, tergantung pada
tingkat cedera.
4. Nutrisi
Nutrisi merupakan perhatian signifikan bahwa selama fase akut
cedera, harus tidak dilupakan sementara stabilisas hemodinamik
diperhatikan. Nutrisi optimal diperlukan untuk pencapaian stabilitas ini.
Bila pasien mengalami keseimbangan nitrogen aktif, ini menimbulkan
13
14
Trauma pada medulla spinalis tampak sebagai akibat proses otodestruktif yang secara progesif memperlabat aliran darah medulla spinalis.
Penelitian saat ini menunjukan bahwa metilprednisolon pada dosis besar
dimulai dalam 8 jam cedera, memperbaiki fungsi motorik dan sensorik
pada pasien dengan CMS akut. Mekanisme pasti dari kejadian tidak jelas,
meskipun diperkirakan menjadi tiga kali lipat: fasilitasi jalannya implus
medulla spinalis, pencapaian aliran darah medula spinalis, dan penurunan
peroksidasi lipid spinal.
Heparin dosis rendah dapat digunakan secara profilaksis terhadap
trombosis vena, meskipun masih merupakn kontroversi
terhadap keefektifannya.
Obat-obatan perlu dalam pembuatan progam kandung kemih. Sebagai
contoh, -bloker dapat diindikasikan untuk pasien dengan sfingter internal
spastik atau kaku, klolinergik untuk pasien dengan retensi urine, obat
antispatik untuk pasien dengan sfingter perkemihan eksternal spatik atau
kaku, atau relaksan detrusor untuk pasien dengan spame kandung kemih.
J. Penatalaksnaan Kolaboratif
1. Imobilisasi Spinal
Perawatan harus dilakukan ketika memindahkan pasien untuk
mencegah kerusakan vetebra dan medulla spinalis yang tidak stabil.
Pasien dapat ditahan dengan log-rolled di unit untuk mempertahankan
kesejajaran vertebra. Bila pasien dengan alat halo, perawatan harus
dilakukan untuk m,enggunakan perangkat keras dari rompi untuk
memindahkan pasien.
2. Kontrol Suhu
Cedera nedulla spinalis dialiran keluar torako-lumbal dari sistem
saraf simpatis memustuskan hubungan mekanisme termoregulasi talamik.
Sebagai akibatnya, pasien gagal untuk berkeringat melepaskan panas
tubuh dan tidak terjadi vasokontriksi, mengakibatkan ketidakmampuan
15
ekstermitas
bawah
digunakan.
Beberapa
pusat
CMS
darah
yang
meningkatkan
agregasi
trombosit
dan
16
17
K. Penatalaksanaan Kedaruratan
Penetalaksaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting,
karena penatalaksaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan dan
kehilangan neurologik. Korban kecelakaan kendaraan bermotor, cedera olah
raga, jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher harus
dipertimbangkan mengalami cedera medulla spinalis.
1. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher lam posisi netral untuk mencegah
cedera komplit.
2. Salah satu anggota tim harus mengontol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi, atau ekstensi kepala.
3. Tangan ditempatkan pada kedua
sisi
dekat
telinga
untuk
18
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA
MEDULLA SPINALIS
A. Pengkajian
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat
trauma pada servukal merupakan hal yang penting diwaspadai. Tingkat
kehati-hatian dari perawat yang tinggi dapat mencegah cedera spinal servikal
yang stabil dapat tidak menjadi cedera spinal yang tidak stabil karena pada
setiap fase awal kondisi trauma servikal, perawat adalah orang yang pertama
dan paling sering melakukan intervensi.
Manipulasi pada tulang belakang yang tidak rasional dapat merusak
kestabilan dari struktur servikal (tulang, diskus, ligamentum, dan medula
spinalis).
Implikasi dari hal di atas adalah kewaspadaan perawat untuk menjaga
kesejajaran dari tulang belakang untuk menghindari risiko tinggi injuri pada
korda, maka pada saat pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan
rasional agar pada fase pengkajian dan saat setiap intervensi yang diberikan
tidak merusak kestabilan dari tulang belakang.
Adanya riwayat trauma servikal harus dikaji sepenuhnya untuk mecari
ada tidaknya cedera spinal. Untuk melakukan hal tersebut, pakaiannya
mungkin terpaksa di potng dari badannya
setiap
20
Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma. Syok spina
terjadi bila trauma terjadi pada servikal atau setinggi torasik. Teknik
pemeriksaan colok dubur dengan menilai refleks bulbokavernosus untuk
merasakan adanya refleks jepitan pada sfinger ani pada jari akibat stimulus
nyeri yang kita berikan pada glans penis atau klitoris atau dengan menarik
kateter untuk menilai apakah klien mengalami syok spinal. Gejala awal syok,
klien akan mengalami paralisis, kehilangan refleks tendon dan abdominal,
refleks Babinski positif dan terjadinya retensi urin dan retensi alvi, dapat pula
diikuti syok. Apabila adanya kompresi korda penilaiaan fungsi respirasi di
mana kapasitas vital menurun. Dalam keadaan ini diperlukan intubasi dan
ventilasi mekanik. Kelumpuhan saraf perifer memerlukan evaluasi sampai
diputuskan untuk dilakukan operasi. Klien dengan cedera spinal stabil,
keadaan umum, TTV, defisit neurologis, dan status kesadaran biasanya tidak
mengalami perubahan.
C. Pada Pengkajian Fokus
Lihat adanya deformitas pada leher. Kaji adanya memar (pada fase awal
cedera) baik pada leher, muka, dan bagian belakang telinga. Tanda memar
pada wajah, mata, atau dagu merupakan salah satu tanda adanya cedera
hiperekstensi pada leher. Memar pada muka atau abrasi dangkal pada dahi
menunjukkan adanya kekuatan yang menyebabkan hiperekstensi. Leher
mungkin berposisi miring atau klien dapat menyangga kepala dengan
tangannya. Bila klien terlengtang, dada dan perut dapat diperiksa untuk
mencari ada tidaknya cedera yang menyertai. Kemudian tangkai dengan cepat
diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda defisit neurologis. Untuk
memeriksa punggung, klien diputar pada satu sisi dengan sangat berhati-hati
dengan menggunakan teknik log rolling.
Pada pemeriksaan primer pakaian klien tidak dilepas dan hanya diperiksa
dengan cara palpasi punggung. Pada pemeriksaan sekunder di rumah sakit,
pakaian perlu dibuka untuk menilai adanya kelainan punggung. Adanya
memar menunjukkan kemungkinan tingkat cedera. Prosesus spinosus
21
Fungsi fisiologis
Kondisi patologis
Segmen keluar pleksus Beban berat yang mendadak di atas kepala dapat
kardiak
dalam
C2
Segmen
keluar
paru.
pleksus Farktur C2 terutama pada kecelakaan mobil
kardiak
dalam
C3
Segmen
keluar
kardiak
dalam
22
edema
dan
hematomielia
dapat
Kontrol
akut.
mulut, Sublukasi
kepala,
menaikkan
bahu
dan
dislokasi
pada
segmen
ini
C5
posterior terbuka.
Segmen C5-C6 merupakan kurvatura yang paling
menonjol dari servikal sehingga mempunyai risiko
C6
Fleksi
tinggi cedera.
siku, rotasi dan Fraktur kompresi
pada
segmen
ini
sering
Ekstensi
stabil.
gerakkan Fraktur avulasi pada proseus spinosus C7 dapat
bahu, ekstensi ruas jari-jari terjadi oleh kontraksi otot yang hebat.
tangan.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat
setiap adanya kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan
diagnostik.
Pada pemeriksaan radiologi servikal didapatkan:
23
1.
2.
3.
4.
5.
6.
F. Dignosa Keperawatan
1. Aktual/risiko tinggi injuri (cedera) korda spinalis yang berhubungan
dengan kompresi korda sekunder dari cedera spinal servikal tidak stabil,
manipulasi berlebihan pada leher.
2. Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
kelemahan otot-otot pernapasan, kelumpuhan otot diagfragma.
3. Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan denyut jantung, dilatasi pembuluh darah, penurunan kontraksi
otot jantung sekunder dari hilangnya kontrol pengiriman dari refleks
baroreseptor akibat kompresi korda.
4. Nyeri yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikalis, spasme
otot servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil.
5. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan tidak adekuatnya
pengiriman pesan kontrol motorik sekunder dari kompresi akar saraf
servikal.
6. Kecemasan yang berhubungan dengan prognosis penyakit sekunder dari
respons psikologis kondisi penyakit.
G. Rencana Intervensi
Aktual/risiko tinggi injuri (cedera) korda spinalis yang berhubungan dengan
kompresi korda sekunder dari cedera spinal servikal tidak stabil, manipulasi
berlebihan pada leher.
Tujuan: dalam waktu 2x24 jam risiko injuri tidak terjadi.
Kriteria hasil: TTV dalam batas normal, klien sadar GCS (4,5,6), tidak ada tandatanda syok spinal.
Intervensi
Monitor TTV
Rasionalisasi
Penurunan denyut jantung dan tekanan
24
sensor
pengiriman
baroreseptor
dari
dampak
dari
kompresi korda.
Monitor tiap jam akan adanya syok Cedera pada vetebra servikal dapat
spinal pada fase awal cedera selama 48 mengakibatkan terjadinya syok spinal.
jam.
Gambaran
klasik
bradikardi,
berupa
paralisis,
tes
atau
menggunakan
long memindahkan
kolumna
prinsip
vertebralis
backboard pada setiap transportasi sebagai satu unit dengan kepala dan
klien.
kompresi korda.
Istirahatkan klien dan atur posisi Posisi fisiologis
akan
menurunkan
fisiologis.
kompresi saraf leher.
Imobilisasi leher terutama pada klien Pemasangan fiksasi kolar servikal dapat
yang mengalami cedera spinal tidak menjaga kestabilan dalam melakukan
stabil.
mobilitas leher.
Pada saat pemasangan collar cervival
25
netral
agar
jangan
terjadi
kompresi korda.
Usaha untuk meningkatkan kooperatif
klien terhadap intervensi yang diberikan
dan membantu menurunkan kecemasan
klien.
Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan
utama
dalam
menilai
Jaket
gips
diterapkan
gips badan.
Untuk dilakukan dekompresi dan Tindakan medis
stabilisasi
terutama
pada
dekompresi
untuk
dengan cedera spinal tidak stabil Dekompresi diikuti dengan plat yang
atau
mempunyai
risiko
26
pernapasan,
dispnea,
perubahan TTV.
secara
persial,
karena
otot
pengukuran
kapasitas
untuk
akan
tanpa gerak.
Lakukan
bantuan
servikalis
kelumpuhan diafragma.
vital, Menentukan fungsi otot-otot
mencegah
pernapasan.
keadaan
isufisiensi pernapasan.
Letakkan kantung resusitasi di samping Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat
tempat tidur dan manual ventilasi untuk berguna
27
untuk
mempertahankan
fungsi
dan
morbidity
dapat
dan
urine.
28
Berikan
istirahat
psikologi
dengan Stress
emosi
menghasilkan
Berikan
oksigen
tambahan
jantung.
dengan Meningkatkan sediaan oksigen untuk
efek hipoksia/iskemia.
Untuk menilai adanya kelainan irama
jantung
akibat
kehilangan
kontrol
nonfarmakologi
lainnya
telah
menurunkanstimulus
nyeri
eksternal
dan
berada di ruangan.
Distraksi (pengalihatn
perhatian)
menurunkan
internal
stimulus
dapat
dengan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
30
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan
beberapa saran sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan khususnya
spinalis yaitu:
1. Tenaga perawat diharapkan untuk dapat memahami konsep dan kerja
sama tim baik dari dari perawat maupun tim medis demi kelancaran
asuhan keperawatan pada klien
2. Diharapkan kepada perawat pelaksana melakukan pendokumentasian
semua tindakan yang telah dilakukan kedalam catatan keperawatan
sehingga memudahkan perawat berikutnya untuk melaksanakan
tindakan yang belum dilaksanakan dan untuk pemeriksaan
penunjang sangat diperlukan karena sangat penting untuk mengatasi
masalah- masalah yang dihadapi oleh klien.
31