Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
1.
(G1F013002)
2.
(G1F013004)
3.
Syifa Zakiyyah
(G1F013006)
4.
(G1F013008)
5.
(G1F013010)
6.
(G1F013012)
Asisten Praktikum
: Gandita Putri C. C
A. Kasus
Seorang anak bernama HF datang ke apotik dengan keluhan sudah mengalami BAB
4x cair tanpa mengalami keluhan sakit perut. Pada hari sebelumnya pasien mengalami deman
dan mual, dan diketahui pasien mengkonsumsi susu dan roti.
B. Dasar Teori
1. Patofisiologi
Gejala
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan
karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya
defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat
terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang
atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan
banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut
serta kulit tampak kering.]
bertambah).
c) Hipoglikemia
d) Gangguan sirkulasi darah
b) Renjatan hipovolemik
c) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram)
d) Hipoglikemia
e) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa dan defisiensi enzim lactase
f) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
g) Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).
(Pitono, 2008)
2. Guidline Terapi
Menurut algoritma terapi tersebut, pasien mengalami diare akut tanpa disertai muntah
dan sakit perut dan tidak mengalami stress atau depresi sebelum terkena diare, sehingga
mengikuti alur terapi yang dianjurkan, yaitu pemberian terapi yang sesuai (MIMS, 2013).
Guidline terapi yang digunakan mengacu pada guidline WHO yaitu pemberian oral
rehydration dan supplemen zink (WHO, 2011).
Pemberian oral rehydration merupakan terapi utama dari penangan diare akut. Tujuan
terapi yaitu memonitoring dan menjamin bahwa asupan cairan mencukupi dan dapat
menggantikan cairan dan eletrolit yang hilang saat diare. Pasien anak-anak sangat rentan
mengalami dehidrasi akibat diare sehingga sangat dianjurkan mengkonsumsi oral rehidrasi
(ORS). Formula yang disarankan oleh WHO mengandung glukosa, garam, kalium, klorida
dan bikarbonat (Walker dan Whittlesea, 2012).
Zink sangat penting untuk banyak fungsi sel seperti sintetsis protein, pertumbuhan
dan diferensiasi sel. Peran zink dalam menyembuhkan diare masih belum diketahui secara
pasti, namun studi menunjukkan bahwa zink memiliki peran berbeda dalam intestinal seperti
regulasi transport cairan intestinal dan integritas mukosa, serta meningkatkan produksi
sitokin. Dimana sitokin merupakan sel yang memiliki peran penting dalam sistem kekebalan
tubuh dan modulasi stress oksidatif. Penelitian meta analisis mengenai penggunaan suplemen
zink untuk diare pada anak menunjukkan bahwa zink secara signifikan menurunkan durasi
dari diare pada anak dan juga memiliki efek yang besar pada anak dengan kondisi malnutrisi
(Galvao dkk., 2013).
C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan
1. Subjective
Profil Pasien
Nama
: An HF
Umur
: 7 tahun
Berat badan
: 19 kg
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Keluhan
: mual dan demam (satu hari sebelumnya), BAB 4x cair tanpa disertai
sakit perut.
Riwayat Penyakit
: Tidak ada
Riwayat Alergi
: Tidak ada
Diagnosa
: Diare Akut
2. Objective
3. Assesment
Tgl Subjektif
17
Assesment
Paparan Problem
Makan
cair
sembarangan
tidak
Rekomendasi
makanan Farmakologi :
dan
menjaga
Oralit
Zink
Non-Farmakologi:
Minum air putih yang cukup.
Mengatur diet.
Menjaga kebersihan.
(MIMS, 2013)
4. Plan
a. Tujuan Terapi
- Mencegah dehidrasi
- Mengatasi diare
- Memberikan terapi non-farmakologi dan farmakologi
b. Terapi Non-Farmakologis
- Banyak minum air putih
-
Minum air putih sebaiknya diberikan dalam jumlah sedikit-sedikit namun sering
setiap setengah hingga 1 jam sekali
Cuci tangan setelah dari toilet dan mencuci tangan sebelum makan.
Penggunaan serat keledai juga dapat ditambahkan kedalam makanan karena serat
keledai dilaporkan dapat mengurangi keenceran feses dari pasien diare.
(MIMS, 2013; King dkk., 2003)
c. Terapi Farmakologi
1. Oralit
Pemberian oral rehydration merupakan terapi utama dari penangan diare akut. Tujuan
terapi yaitu memonitoring dan menjamin bahwa asupan cairan mencukupi dan dapat
menggantikan cairan dan eletrolit yang hilang saat diare. Pasien anak-anak sangat rentan
mengalami dehidrasi akibat diare sehingga sangat dianjurkan mengkonsumsi oral rehidrasi
(ORS). Formula yang disarankan oleh WHO mengandung glukosa, garam, kalium, klorida
dan bikarbonat (Walker dan Whittlesea, 2012). Walaupun pasien tersebut tidak menunjukkan
gejala-gejala dehidrasi yaitu sadar, minum biasa, tidak haus dan mata tidak cekung oral
rehidrasi tetap penting diberikan sebagai terapi pencegahan. Untuk pencegahan terjadinya
dehidrasi digunakan dosis 300 ml oralit setiap kali BAB (Sukandar, 2008). Karena pasien
merupakan anak-anak dan rasa dari oralit kurang begitu disukai sehingga disarankan
menggunakan oralit dengan rasa tertentu seperti sediaan pedialyte. Namun walaupun telah
mengkonsumsi cairan oralit, konsumsi kebutuhan air minum juga harus terpenuhi. Secara
kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah:
Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB
Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di
atas 10 kg
Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di
atas 20 kg
Anak tersebut diketahui memiliki berat 17 kg, sehingga membutuhkan konsumsi air
anak dan juga memiliki efek yang besar pada anak dengan kondisi malnutrisi (Galvao dkk.,
2013). Terdapat berbagai macam bentuk sediaan suplemen zink baik dalam bentuk tablet,
syrup dan lain-lain dengan rasa tertentu. Sediaan zinc dalam bentuk syrup di Indonesia,
mengandung 10 mg tiap 5 mlnya, dan diindikasi untuk pasien 5 tahun kebawah. Namun,
pasien ini berusia 7 tahun dan membutuhkan dosis 20 mg sehari dimana dosis tersebut hanya
terdapat dalam bentuk tablet. Sehingga penggunaan tablet lebih dipilih apabila pasien dapat
menelan obat, namun penggunaan syrup zinc 10 mg juga dapat dipilih apabila pasien sulit
menelan tablet dengan dosis yang diganti menjadi 2 sendok setiap 1 kali pemberian
(medicastore.com)
Penyebab awal mula terjadinya diare akut pada anak tersebut berdasarkan riwayatnya
adalah disebabkan ketidakbersihan. Baik ketidakbersihan makanan yang dikonsumsi anak
sebelumnya (roti dan susu) dan ketidakbersihan tangan anak saat mengkonsumsi makanan.
Diare yang disebabkan oleh makanan dan ketidakbersihan diri dapat disebabkan oleh 2 hal
yaitu bakteri ataupun virus. Bakteri penyebab diare umumnya terdapat pada daging yang
dimasak kurang matang, telur, kerang-kerangan, ataupun susu yang tidak disterilkan.
Sedangkan virus penyebab diare utamanya disebabkan oleh ketidakbersihan tempat dan alat
memasak makanan, kebersihan tangan dan lain-lain (Webmd, 2015).
Adapun kemungkinan diare tersebut disebabkan oleh kelainan mencerna susu (yang
dikonsumsi sehari sebelumnya) sangat diragukan terjadi pada pasien ini. Diare pada anakanak khususnya bayi memang dapat disebabkan oleh laktosa intolerance. Laktosa intolerance
sendiri adalah ketiadaan enzim lactase dalam tubuh sehingga tidak dapat mencerna laktosa
(gula yang terdapat pada susu dan dairy products) yang menyebabkan penderita mengalami
mual, kram, kembung dan diare. Sedangkan alergi susu adalah reaksi imun yang berlebihan
terhadap spesifik makanan berprotein yaitu susu dengan gejala berupa kemerahan, bengkak,
gatal dan panas, tidak termasuk diare. Oelh karena itu kemungkinan adanya alergi susu pada
pasien tidak terbukti (foodallergy.org). Untuk laktosa intolerance sendiri, walaupun memiliki
gejala yang sama kemungkinan terjadinya pada pasien tersebut sangatlah kecil. Karena
dikatakan sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat penyakit atau kelainan apapun. Pada
umumnya kelainan lactose intolerance pada seseorang selalu diketahui sedini mungkin saat
seseorang tersebut masih bayi atau balita karena makanan pertama mereka sendiri (ASI)
mengandung sejumlah laktosa yang sangat tinggi (Sinuhaji, 2006).
Kemungkinan Infeksi diare sangat tinggi terjadi pada pasien tersebut, namun pasien
tidak menunjukkan tanda-tanda keparahan infeksi seperti ditemukannya mucus atau darah
pada feses, sakit kepala, muntah dan lain-lain (Koda-Kimble, 2009). Sehingga pemberian
antibiotic sangat tidak disarankan pada diare akut walau ada kemungkinan disebabkan oleh
bakteri (Brandt dkk., 2015).
Obat lain yang mungkin dapat diberikan kepada pasien adalah obat diare jenis
adsorben karena sifatnya sebagai penyerap racun. Obat tersebut berkerja dengan mekanisme
non-spesifik yaitu dengan menyerap nutrisi, toxin, obat dan getah pencernaan. Obat ini dapat
diberikan tanpa resep dokter, dan tidak memiliki banyak efek samping, namun keefektifannya
sangat diragukan (Dipiro dkk, 2005). Guidline international sudah secara bulat menyatakan
bahwa penggunaan adsorbent tidak diindikasikan lagi dalam terapi diare akut (Brandt dkk.,
2015).
Obat lain, Bismuth subsalisilat memiliki efek antibakteri dan diindikasikan sebagai
obat diare (Dipiro dkk, 2005). Obat ini pula merupakan salah satu obat yang aman dan efektif
sebagai obat antidiare yang dapat diberikan tanpa resep dokter. Namun penggunaannya untuk
anak dibawah 12 tahun tidak diperkenankan. Karena kandungan salisilat dalam obat dapat
mengakibatkan beberapa efek samping yaitu reye syndrome, alergi salisilat dan kelebihan
dosis salisilat (FDA, 2004). Efek samping lain yang utama dari penggunaan bismuth
subsalisilat adalah penggelapan warna lidah dan melena (Goldman, 2013; Koda-kimble,
2010). Double blind, Placebo-controlled study dari Chille yang membandingkan terapi
bismuth subsalisilat dengan placebo pada anak-anak menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara bismuth subsalisilat dengan placebo dalam mempercepat
waktu penyembuhan diare akut (Brcher dkk., 1991).
Terapi lain yang dapat dibeikan untuk anak adalah probiotik. Probiotik dapat
mempercepat durasi diare (12 sampai 30 jam). Namun penggunaannya sebagai terapi diare
tidak cukup beralasan, karena manfaatnya secara keseluruhan sedikit serta harganya cukup
mahal sehingga pemberiannya tidak begitu direkomendasikan (UpToDate, 2015).
Sehingga karena efek samping, keefektifan dan keamanan dari masing-masing obat
tersebut, direkomendasikan kepada pasien untuk hanya menggunakan suplemen zink dan
oralit sebagai oral rehidration.
An. HF mengeluh BAB encer lebih dari 4x sehari, sebelumnya ia mengkonsumsi
jajanan susu dan roti-rotian.
mengeluhkan sakit perut atau muntah. demam tersebut sembuh dalam satu hari, kemudian
esoknya ia mengalami BAB encer 4x dalam sehari. Terapi yang disarankan untuk pasien
tersebut adalah:
Pedialyt bubble gum
Kandungan (/Liter): natrium 22,5 mEq, Kalium 10 mEq, Klorida 17,5 mEq, Sitrat 15
mEq, dan Dekstrosa 25 gram.
Indikasi: pencegahan dan pengobatan dehidrasi ringan sampai sedang akibat diare dan
muntah-muntah.
Dosis: memelihara kenormalan cairan tubuh dan keseimbangan elektrolit pada diare
ringan sampai sedang (Sutono, 1990).
Zink syrup
Indikasi: Terapi pelengkap diare pada anak-anak. Digunakan bersama garam rehidrasi
oral.
Dosis: (anak usia diatas 5 tahun) 20 mg/hari selama 10 hari berturut-turut walaupun diare
sudah berhenti (Medicastore.com).
b. KIE
a. Untuk orang tua pasien
-
Nama Obat
Jadwal minum
Jumlah
Manfaat
Hal
yang
harus
diperhatikan
Oralit
300
ml Untuk
(1,5 gelas)
mengganti
cairan tubuh
yang hilang
Zink
Untuk
14 hari
meningkatkan
imunitas
tubuh
Untuk pasien
-
Memberikan jadwal minum obat pada pasien seperti yang diberikan pada
keluarga
Mengingatkan untuk sering minum air putih dalam jumlah yang cukup
c. Monitoring
Obat
Keberhasilan mentoring
ESO
Target
Keberhasilan
Oralit
Mencegah
dehidrasi
Zink
Meningkatkan
imunitas tubuh
(Sukandar, 2008)
D. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Brandt KG., Antunes MMC., dan da Silva GAP., dkk., 2015, Acute diarrhea: evidence-based
management, J Pediatr, 295; 1-8.