Referat Jiwa
Referat Jiwa
PENDAHULUAN
Secara umum gangguan disosiatif (dissociative disorders) bisa didefinisikan
sebagai sekumpulan gejala kejiwaan yang ditandai adanya gangguan pada
kesadaran, identitas, memori, kebiasaan motorik atau kepekaan terhadap
lingkungan. Atau dapat juga diartikan adanya kehilangan (sebagian atau seluruh)
dari integrasi normal (dibawah kendali sadar) meliputi ingatan masa lalu,
kesadaran identitas dan penginderaan segera (awareness of identity and immediate
sensations) serta kontrol terhadap gerak tubuh1,2.
Dalam penegakan diagnosis gangguan disosiatif harus ada gangguan yang
menyebabkan kegagalan mengkordinasikan identitas, memori persepsi ataupun
kesadaran, dan menyebabkan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan dan memanfaatkan waktu senggang2.
Salah satu gangguan disosiatif adalah kesurupan (Dissociative Trance
Disorder /DTD). Kesurupan dalam tinjauan medis merupakan penyakit dan bukan
sesuatu yang berbau mistis seperti yang banyak dipercayai oleh masyarakat.
Dunia kedokteran, khususnya psikiatri, mengakui fenomena kesurupan sebagai
suatu kondisi yang ditandai oleh perubahan identitas pribadi. Banyak orang
mengatakan kesurupan disebabkan oleh suatu roh atau kekuatan, namun dalam
dunia medis hal-hal seperti itu tidaklah dikenal. Beberapa pakar psikiater
menyebutkan tekanan sosial dan mental yang masuk ke dalam alam bawah sadar
sebagai biang penyebab kesurupan. Banjir, tsunami, gizi buruk, ketidakadilan, gaji
kecil, kesenjangan yang sangat mencolok dan lainnya adalah beberapa contoh
tekanan tersebut3.
Kejadian trans tidak pernah dilaporkan secara lugas jelas di dunia, begitu
pula di Indonesia belum pernah dilaporkan angka kejadian yang pernah terjadi.
Namun, di India yang kultur dan budayanya mirip dengan Indonesia, kejadian
trans banyak ditemukan dimana lebih dari 1-4% dari populasi umum4.
Pada dasarnya, orang yang mengalami kesurupan masuk kedalam keadaan
trans dimana dirinya berada dalam level ketidaksadaran bukan pada kesadaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Trans dan Kesurupan.
2.1.1. Definisi Trans
Trans yang disebut juga twilight state adalah suatu keadaan yang ditandai
oleh perubahan kesadaran atau hilangnya rasa identitas pribadi yang biasanya
terjadi secara sementara dan jelas tanpa penggantian oleh identitas pengganti 5.
Trans adalah suatu keadaan kehidupan separuh sadar (half-light) antara realitas
yang nyata dan fantasi yang gelap6.
Trans merupakan suatu keadaan perubahan kejadian pada seseorang yang
disertai tanda-tanda yang tergolong dalam gangguan disosiatif, yang dapat
dikategorikan sebagai kepribadian ganda, atau gangguan disosiatif tidak khas.
Sering juga merupakan serangan akut dari gangguan psikotik yang digolongan
gangguan skizofreniform dengan perubahan gejala kejadian atau dream like state.7
Gangguan disosiatif atau trans tidak merupakan bagian normal dari praktek
kultural atau religius kolektif yang diterima secara luas8.
Keadaan trans adalah perubahan status kesadaran, dan pasien menunjukkan
penurunan responsivitas terhadap stimuli lingkungan. Keadaan pemilikan
(possession) dan trans adalah bentuk disosiatif yang aneh dan belum dimengerti
secara sempurna. Contoh umum dari keadaan trans adalah medium yang
memimpin pertemuan dengan roh. Biasanya, medium memasuki keadaan
disosiatif, selama orang dari dunia roh menguasai sebagian besar kesadaran
medium dan mempengaruhi pikiran dan pembicaraannya5.
2.1.2. Fenomena Trans yang Terjadi di Dunia
Trans sudah dikenal sejak zaman Yunani Kuno dan digunakan sebagai suatu
cara pengobatan penyakit fisik dan mental. Pada masyarakat Mesir Kuno terdapat
kuil lelap (temple sleep) tempat orang meminta kesembuhan dengan cara
memasuki keadaan trance yang dibimbing oleh para imam. Kuil ini juga terdapat
di Yunani yang terdapat di Delphi. Pada masyarakat modern identifikasikan
sebagai hipnosis pertama kali oleh Anton Mesmer (abad 18) dikenal dengan
sebutan magnetisme dan mesmerisme7.
Menurut kepercayaan masyarakat, fenomena trans terjadi bila roh orang lain
memasuki seseorang dan menguasainya. Orang itu menjadi lain dalam hal bicara,
perilaku, dan sifatnya. Perilakunya menjadi seperti kepribadian orang yang rohnya
memasukinya. Yang sebenarnya terjadi adalah disosiasi, suatu mekanisme yang
sudah lama dikenal dalam psikiatri dan yang dapat menimbulkan kepribadian
ganda7.
Di Cina, kondisi trans disebut sebagai sieh-ping yang disebut sebagai
penyakit rangkap (double sickness), dimana keadaan trans dengan individu yang
mengidentifikasi diri dengan orang-orang yang sudah mati terutama keluarga dan
teman. Sieh-ping berlangsung setengah sampai beberapa jam dengan gejala
tremor, disorientasi, kesadaran berkabut, delirium, halusinasi visual, halusinasi
auditorik dan glosolalia. Fenomena sieh-ping dianggap kurangnya sesajian yang
diberikan terhadap arwah keluarga atau teman tersebut. Biasanya timbul pada
wanita dengan kepribadian histrionik yang patuh pada agama dan sedang
mengalami konflik atau tekanan sosial. Sieh-ping biasanya dilakukan pengobatan
oleh seorang pendeta yang masuk pada keadaan hipnosis dan mengusir roh-roh
itu6.
Selain itu, beberapa gejala yang sama juga dialami dari berbagai negara
lainnya, di Indonesia sendiri ada yang dikenal sebagai Amok dan Babainan.
Babainan di Bali merupakan kondisi yang sering terjadi menjelang hari raya dan
dianggap merupakan peristiwa kemasukan roh. Fenomena ini ditandai dengan
gejala berupa perubahan kesadaran, tingkah laku agitatif yang terjadi mendadak,
disertai kebingungan, halusinasi, dan gejolak emosi. Episodik ini berlangsung
cepat, menghilang, dan disertai periode amnesia. Di Amerika Latin kondisi yang
sama dikenal sebagai Ataque de nervios6.
Fenomena ini tampaknya menjadi budaya manusia secara universal, dimana
ditemukan pada setiap benua setiap saat. Sebagai contoh, Bourguignon (1973,
1976) menemukan bahwa pada satu sampel dari 488 masyarakat, 437 orang atau
90% memiliki satu atau lebih yang dilembagakan sebagai budaya yang berpola
pada bentuk kesadaran yang berubah. Dalam masyarakat ditemukan 74% yang
memiliki keyakinan, dan trans kepemilikan sebesar 52% dari kelompok yang
sama9.
Terdapat dua macam keadaan yang dinamakan kesurupan oleh masyarakat,
yaitu:
a. Orang itu merasa bahwa di dalam dirinya ada kekuatan lain yang berdiri di
samping aku-nya dan yang dapat menguasainya. Jadi, stimultan terdapat
dua kekuatan yang bekerja sendiri-sendiri dan orang itu berganti-ganti
menjadi yang satu atau yang lain. Kesadarannya tidak menurun. Perasaan
ini berlangsung kontinu. Dalam hal ini, kita melihat suatu permulaan
perpecahan kepribadian yang merupakan gejala khas skizofrenia.
b. Orang itu telah menjadi lain, ia mengidentifikasikan dirinya dengan orang
lain, binatang atau benda. Jadi, pada suatu waktu tertentu tidak terdapat dua
atau lebih kekuatan di dalam dirinya, tetapi terjadi suatu metamorfosis yang
lengkap. Ia telah menjadi orang lain, binatang atau barang, dan ia juga
bertingkah laku seperti orang, binatang, atau barang itu. Sesudahnya
terdapat amnesia total atau sebagian7.
Kejadian yang kedua ini adalah disosiasi. Bila disosiasi ini terjadi karena
konflik dan stres psikologis, maka keadaan itu dinamakan reaksi disosiasi (suatu
sub-jenis dalam neurosis psikotik). Bila disosiasi itu terjadi karena pengaruh
kepercayaan dan kebudayaan, maka dinamakan kesurupan atau trans menurut
kedokteran7.
Biasanya trans didahului episodik oleh periode (meditasi) sebagai upacara
sesuai dengan kepercayaan dan kebudayaan setempat dan atas kehendak orang itu
sendiri, yaitu pada reaksi disosiasi, karena neurosis tidak demikian8.
Orang dengan trans jarang sekali di bawa ke dokter. Biasanya trans berhenti
dengan sendirinya, sering dengan upacara kepercayaan oleh dukun atau orang
lain7.
Fenomena kesurupan massal sebenarnya merupakan fenomena trans
individual kemudian menjadi masal, dimana orang lain yang melihatnya menjadi
tersugesti. Tidak jarang menimbulkan kepanikan bagi lingkungan. Istilah dalam
masyarakat yang mengatakan tertular tidak menyatakan bahwa ada sesuatu yang
pindah dari satu orang ke orang lainnya, tetapi meniru perilaku orang kesurupan
lainnya. Fenomena ini merupakan fenomena psikologis sebagai cara mendapatkan
keuntungan untuk lepas dari tekanan mental yang tidak disadari6.
2.1.3. Etiologi Trans
Penyebab gangguan identitas disosiatif atau trans tidak diketahui, walaupun
riwayat pasien hampir selalu (mendekati 100 persen) melibatkan suatu peristiwa
traumatik, paling sering pada masa anak-anak. Pada umumnya, empat tipe faktor
yang dikenali: (1) peristiwa keadaan traumatik, (2) kecenderungan bagi gangguan
untuk berkembang, (3) faktor lingkungan formulatif, (4) tidak adanya dukungan
eksternal5.
Peristiwa traumatik biasanya berupa penyiksaan fisik dan seksual pada masa
anak-anak, yang sering terjadi adalah incest. Peristiwa traumatik lainnya berupa
kematian sanak saudara dekat atau teman dekat selama masa anak-anak dan
menyaksikan suatu trauma atau kematian5.
Kecenderungan bagi gangguan untuk berkembang mungkin didasarkan
secara biologis atau psikologis. Berbagai kemampuan seseorang untuk dihipnosis
mungkin merupakan suatu contoh faktor risiko untuk perkembangan gangguan
identitas disosiatif5.
Faktor lingkungan formulatif yang terlibat dalam patogenesis gangguan
identitas disosiatif tidak spesifik dan kemungkinan melibatkan faktor tertentu
seperti model peran dan adanya mekanisme lain yang digunakan untuk
menghadapi stres5.
Pada banyak kasus, gangguan identitas disosiatif atau trans suatu faktor
dalam perkembangan gangguan tampaknya tidak ada dukungan dari orang lain
yang penting. Sebagai contoh, orang tua, saudara kandung, sanak saudara, dan
orang yang tidak berhubungan contohnya guru5.
riwayat
penyakit
tambahan,
mengidentifikasi
kepribadian
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Basu S., Subhash C., Gupta, Akthar S. 2002. Trance and Possession Like
Symptoms in A Case of CNS Lesion: A Case Report. Indian Journal of
Psychiatry, Vol. 44 (2): 65-67.
5.
Kaplan HI., Sadock BJ., Grebb JA.; Kusuma W (alih bahasa). 2010.
Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Binarupa Aksara Publisher, Tangerang, Indonesia,
125-132, 135-137.
6.
7.
Maramis WF., Maramis AA. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. II.
Airlangga University Press, Surabaya, Indonesia, 412-414.
8.
9.
10.
10