Anda di halaman 1dari 9

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK


KAMBING LOKAL INDONESIA
ARON BATUBARA1, M. DOLOKSARIBU1 dan BESS TIESNAMURTI2
1
Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585
Balai Penelitian Ternak Ciawi, Jl. Veteran III PO Box 221, Bogor 16002

ABSTRAK
Potensi keragaman sumberdaya genetik kambing lokal di Indonesia belum begitu banyak dieksplorasi.
Sampai saat ini secara umum orang hanya mengetahui kambing lokal Indonesia hanyalah kambing Kacang
dan Peranakan Ettawah (PE). Sementara setelah masuknya kambing dari luar ke Indonesia dalam jangka
waktu yang sudah lama sehingga dapat berinteraksi dengan kondisi agro-ekosistem spesifik lokasi dan
tatalaksana pemeliharaan yang begitu beragam di daerah-daerah membuat keragaman sumberdaya genetik
kambing menjadi sangat kaya dan beragam. Dari keseluruhan potensi keragaman sumberdaya genetik yang
ada, sampai saat ini baru 7 bangsa kambing lokal yang sudah di karakterisasi antara lain: kambing Marica,
Muara, Samosir, Kosta, Gembrong, Peranakan Ettawah (PE) dan kambing Kacang. Beberapa plasma nutfah
kambing dilaporkan hampir punah (Gembrong, Marica dan Muara) sementara belum banyak dieksplorasi
potensi genetiknya, sehingga perlu dipikirkan upaya pelestarian secara in-situ maupun ex-situ serta penelitian
tentang pemanfaatan potensi genetiknya untuk pengembangan bibit kambing unggul. Selain itu juga perlu
dilakukan penelitian dan eksplorasi untuk mengkarakterisasi potensi sumberdaya genetik kambing lokal
Indonesia lainnya.
Kata kunci: Potensi, sumberdaya genetik, kambing lokal, Indonesia

PENDAHULUAN
Sebagai Negara yang kaya akan
keanekaragaman hayati, Indonesia masih
miskin dalam hal koleksi plasma nutfah.
Sistem pengelolaan plasma nutfah dan
kebijakan yang mendukungnya sangat minim
(KPN, 2006).
Plasma nutfah merupakan sumberdaya
genetik tak ternilai yang berpotensi besar untuk
dimanfaatkan menjadi bibit unggul. Hal
tersebut sesuai dengan yang tercantum dalam
Undang-undang nomor 12 Tahun 1992, plasma
nutfah merupakan substansi yang terdapat
dalam kelompok makhluk hidup dan
merupakan sumber sifat keturunan yang dapat
diman-faatkan dan dikembangkan atau dirakit
untuk menciptakan jenis unggul atau kultivar
baru.
Untuk memanfaatkan sumberdaya alam tak
ternilai tersebut, langkah awal yang harus
dilakukan adalah identifikasi plasma nutfah
yang dimiliki. Setelah itu mengkoordinasikan
pengelolaan database plasma nutfah, dan
membangun komunitas jaringan kerja data
base.
Salah satu komoditas kekayaan plasma
nutfah adalah ternak kambing. Meskipun

206

kambing telah mengabdi kepada manusia sejak


dahulu kala dan terdapat dalam jumlah besar,
tersebar luas di berbagai daerah tropis,
kambing sedikit sekali mendapat perhatian
ilmiah. Kambing bertahan hidup dan berbiak
silang dalam isolasi genetik, dan produktivitas
potensial dari banyak jenis kambing masih
perlu digali.
Dibandingkan dengan hewan ternak
lainnya, kambing sering kali menjadi
prasangka buruk dan ketidak pedulian, tetapi
walaupun demikian kambing telah memenuhi
sebagian besar tugasnya dalam memproduksi
susu, daging, bulu, kulit dan produk lainnya
bagi sebagian populasi manusia (DEVENDRA
dan BURNS, 1984).
Pada mulanya penjinakan kambing terjadi
di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 80007000 SM. Kambing yang dipelihara (Capra
aegagrus hircus) berasal dari 3 kelompok
kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu
Bezoar goat atau kambing liar Eropa (Capra
aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus
blithy), dan Makhor goat atau kambing
Makhor di pegunungan Himalaya (Capra
falconeri). Sebagian besar kambing yang
diternakkan di Asia berasal dari keturunan
Bezoar.

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Ternak kambing sebagai salah satu


kekayaan sumberdaya genetik di Indonesia
belum banyak diketahui. Menurut SUBANDRYO
(2004) ada dua rumpun kambing yang dominan
di Indonesia yakni kambing Kacang dan
kambing Etawah. Kambing Kacang berukuran
kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900an dan kambing Etawah tubuhnya lebih besar.
Kemudian ada juga beberapa jenis kambing
yang didatangkan ke Indonesia pada masa
jaman pemerintahan Hindia Belanda dalam
jumlah kecil sehingga menambah keragaman
genetik kambing di Indonesia. Sejalan dengan
bertambahnya bangsa kambing maka lama
kelamaan terjadilah proses adaptasi terhadap
agroekosistem yang spesifik sesuai dengan
lingkungan dan manajemen peme-liharaan
yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian
terjadi evolusi yang membuka kemungkinan
munculnya jenis kambing yang baru.
Untuk tujuan pelestarian kekayaan plasma
nutfah dan pengembangan potensi bibit unggul
sangat perlu dilakukan kegiatan eksplorasi,
karakterisasi, koleksi dan evaluasi keragaman
sumber daya genetik kambing di Indonesia.
KERAGAMAN SUMBERDAYA
GENETIK KAMBING INDONESIA
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan sudah melakukan penelitian
karakterisasi
beberapa
kambing
lokal
Indonesia, berikut ini 6 bangsa kambing yang
sudah dikarakterisasi karakteristik penotipenya,
dan akan dilanjutkan untuk penelitian di

beberapa daerah lagi. Diharapkan penelitian ini


dapat berkembang dan peneliti dari universitas
maupun lembaga penelitian lain juga turut
berpartisipasi untuk mengeksplorasi plasma
nutfah kambing yang tersebar di berbagai
daerah di Indonesia.
Kambing Marica
Kambing Marica merupakan salah satu
genotipe kambing asli Indonesia yang menurut
laporan FAO sudah termasuk kategori langka
(endargement). Berdasarkan hasil pengamatan
di lapangan, keragaman karakteristik morfologik kambing Marica ini hampir mirip dengan
kambing Kacang, namun ada perbedaan yaitu
penampilan tubuh lebih kecil dibandingkan
kambing kacang, telinga berdiri menghadap
samping arah ke depan, tanduk relatif kecil dan
pendek.
Kambing Marica mampu beradaptasi baik
di daerah agro-ekosistem lahan kering, dimana
curah hujan sepanjang tahun sangat rendah.
Kambing Marica dapat bertahan hidup pada
musim kemarau walau hanya memakan
rumput-rumput kering di daerah tanah berbatubatu. Daerah sebaran kambing Marica dapat
dijumpai di Kabupaten Maros, Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Sopheng dan daerah
Makassar di sekitar Propinsi Sulawesi Selatan.
Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh
bagian luar kambing Marica dari hasil
pengamatan di lapangan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh tubuh kambing Marica


Uraian
n
Bobot (kg)
Panjang badan
Tinggi pundak
Tinggi pinggul
Lingkar dada
Lebar dada
Dalam dada
Panjang Tanduk
Panjang Telinga
Lebar telinga
Tipe telinga
Panjang Ekor
Lebar ekor

4
12,5
48,3
46,2
49,1
9,8
48,4
18,3
2,2
7,8
4,8
tegak
9,3
3,3

6
16,3
53,5
53,3
54,2
10,7
52,7
21,2
4,3
8,4
5,1
tegak
10,2
3,6

Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi)


1 psg
2 psg
>3 psg
Induk
5
21,5
62,3
62,8
56,3
14,3
63,2
26,1
5,5
9,1
5,5
tegak
11,1
3,8

4
27,8
64,6
67,6
62,8
15,7
68,4
27,6
7,5
9,6
5,9
tegak
11,4
3,9

6
28,5
67,6
66,9
62,7
17,3
70,2
29,4
9,3
11,7
6,5
tegak
11,8
4,2

11
26,2
66,4
65,7
60,6
15,9
64,4
27,6
7,4
10,3
6,1
tegak
11,6
3,9

Pejantan
4
24,8
58,6
57,6
59,7
15,6
61,7
23,2
12,1
11,6
5,9
tegak
11,3
3,6

Sumber: BATUBARA et al. (2005)

207

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Dari hasil pengamatan pada kambing


Marica yang dijumpai di lapangan bobot badan
induk dewasa dan pejantan dewasa rata-rata
antara 26,2 kg dan 24 kg, diduga kambing
jantan dewasa bisa lebih tinggi lagi mencapai
28 kg jika dipelihara lebih lama. Dengan lebih
kecilnya bobot badan kambing Marica ini
petani lokal di Kabupaten Maros, Jeneponto
dan Kota Makassar sudah mulai menggantinya
dengan kambing PE atau kambing Burawa
(persilangan kambing Boer dan kambing PE),
sehingga diduga jumlah populasi kambing ini
secara perlahan-lahan mengalami pengurangan
dan sudah mulai susah dijumpai. Namun pada
daerah topografi tanah perbukitan dan berbatubatu disekitar pantai, ternak ini nampaknya
dapat beradaptasi sangat baik dengan kondisi
rumput yang minim dan kering pada musim
kemarau.
Ciri yang paling khas pada kambing ini
adalah telinganya tegak, realtif kecil dan
pendek dibandingkan telinga kambing Kacang.
Tanduk pendek dan kecil serta kelihatan lincah
dan agresif.

Kambing Samosir
Berdasarkan sejarahnya kambing ini
dipelihara penduduk setempat secara turun
temurun di Pulau Samosir, di tengah Danau
Toba, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi
Sumatera Utara. Kambing Samosir pada
mulanya digunakan untuk bahan upacara
persembahan pada acara keagamaan salah satu
aliran kepercayaan (Parmalim) penduduk
setempat. Kambing yang dipersembahkan
harus yang berwarna putih, maka secara alami
penduduk setempat sudah selektif untuk
memelihara kambing mereka mengutamakan
yang berwarna putih. Dalam selang waktu
yang lama dan beradaptasi dengan kondisi
alam yang cenderung kering berbatu-batu serta
topografi berbukit, ternak kambing diduga
mengalami evolusi dan beradaptasi dengan
lingkungan Pulau Samosir sehingga membentuk kambing spesifik lokasi yang disebut
kambing Samosir atau kambing Batak oleh
penduduk setempat. Data dan performans
karakteristik morfologis tubuh kambing
Samosir di Kabupaten Toba Samosir, Propinsi
Sumatera Utara, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik morfologis rataan ukuran tubuh kambing Samosir


Uraian
n
Bobot (kg)
Panjang badan
Tinggi pundak
Tinggi pinggul
Lingkar dada
Lebar dada
Dalam dada
Panjang tanduk
Panjang telinga
Lebar telinga
Type telinga
Panjang ekor
Lebar ekor

6
6
14,4
54,3
49,2
54,3
50,2
12,3
21,1
3,1
6,8
5,8
tegak
8,7
3,2

9
7
18,2
56,6
54,5
57,8
58,4
13,6
24,2
3,8
8,7
6,9
tegak
9,6
3,4

Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi).


1 psg
2 psg
>3 psg
Induk
7
6
6
14
22,1
27,75
29,7
26,2
61,3
67,6
68,7
65,6
58,6
61,4
62,3
60,6
62,1
63,6
64,2
63,2
63,2
64,4
65,6
64,3
15,8
16,2
18,4
16,7
26,4
27,8
29,3
27,6
6,8
7,4
8,6
7,6
8,8
9,2
10,4
9,4
7,2
7,3
7,6
7,4
tegak
tegak
tegak
tegak
10,1
10,3
10,3
10,2
3,5
3,8
4,1
3,7

Pejantan
5
24,3
65,4
58,3
58,6
58,6
14,3
21,4
12,1
12,3
6,4
tegak
10,3
4,3

Sumber: BATUBARA (2005); DOLOKSARIBU et al. (2006)

Bobot badan kambing Samosir lebih besar


dari pada kambing Marica, atau hampir sama
besarnya dengan kambing Kacang, tetapi ciri
khas yang paling menonjol adalah warna bulu
putihnya sangat dominan. Warna tanduk dan

208

kukunya juga agak keputihan. Kambing


Samosir bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi ekosistem lahan kering dan berbatubatu, walaupun pada musim kemarau biasanya
rumput sangat sulit dijumpai dan kering.

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Ternyata kambing ini dapat beradaptasi dan


berkembang biak dengan baik, pada kondisi
Pulau Samosir yang topografinya berbukit.
Kambing Muara
Dari segi penampilan kambing ini nampak
gagah, tubuhnya kompak dan sebaran warna
bulu bervariasi antara warna bulu coklat
kemerahan, putih dan beberapa punya warna
bulu hitam. Bobot kambing Muara lebih besar
daripada kambing Kacang dan kelihatan
prolifik.
Dari hasil wawancara dengan petani
setempat, kambing Muara dahulu didatangkan
oleh pemerintah setempat, tetapi pada saat
pertama didatangkan banyak kambing yang
mati akibat manajemen pemeliharaan kambing

yang masih sangat tradisional dan dilepaskan


sepanjang hari di lingkungan pedesaan. Namun
ada seorang peternak yang bertempat tinggal di
pulau kecil di daerah Kecamatan Muara
memelihara kambing ini dengan baik dan terus
berkembang, lama kelamaan penduduk
setempat membeli kambing tersebut dan
mengembangkannya lagi. Secara perlahanlahan kambing tersebut beradaptasi dengan
kondisi topografi Kecamatan Muara yang
bergunung-gunung dengan kemiringan lereng
bukit antara 15-50 derajat dan tanah berbatuan
vulkanik, tetapi rumput dan ilalang serta
tumbuhan semak banyak terdapat di sekitar
desa dan pegunungan sekitarnya. Performans
karakteristik morfologis tubuh kambing Muara
di Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik morfologis tubuh kambing Muara


Uraian
n
Bobot (kg)
Panjang badan
Tinggi pundak
Tinggi pinggul
Lingkar dada
Lebar dada
Dalam dada
Panjang tanduk
Panjang telinga
Lebar telinga
Type telinga
Panjang ekor
Lebar ekor

6
6
16,6
53,2
52,3
58,6
53,6
12,1
27,4
6,6
14,3
6,8
jatuh
8,7
3,8

9
5
20,8
61,2
59,7
64,7
65,6
13,3
33,7
9,1
17,7
7,9
jatuh
9,3
4,1

Umur (bulan)/Gigi seri tetap( pasang gigi)


1 psg
2 psg
>3 psg
4
5
9
36,5
48,3
58,8
68,1
77,8
79,7
65,3
67,8
74,3
71,1
71,6
73,5
75,3
84,7
90,4
15,8
18,5
20,5
37,7
38,9
39,3
10,3
12,5
16,2
18,1
18,2
18,6
8,0
8,2
8,7
jatuh
jatuh
jatuh
10,1
10,6
10,8
4,3
4,6
4,9

Induk
15
49,4
75,8
69,7
72,2
84,5
18,6
38,7
13,4
18,3
8,3
jatuh
10,5
4,6

Pejantan
3
68,3
96,3
87,6
89,2
98,7
38,5
50,7
27,2
19,4
8,8
jatuh
9,7
5,2

Sumber: BATUBARA et al. (2005)

Kambing Muara sering juga beranak duaempat sekelahiran (prolifik). Walaupun


anaknya empat ternyata dapat hidup sampai
besar walaupun tanpa campur tangan manusia
dengan penampilan anak yang cukup sehat,
tidak terlalu jauh berbeda dengan penampilan
anak tunggal saat dilahirkan. Hal ini diduga
disebabkan oleh produksi susu kambing relatif
cukup untuk kebutuhan anak kambing 4 ekor.
Rata-rata bobot badan dewasa atau induk
adalah sekitar 49,4 kg dan pejantan dewasa
sekitar 68,3 kg. Dari penampilannya kambing

ini termasuk tipe pedaging tetapi kemungkinan


diduga bisa juga dikembangkan sebagai
kambing tipe perah. Hal ini didasarkan
penampilan kambing susu juga relatif lebih
besar sehingga dapat memproduksi susu lebih
banyak.
Dibandingkan dengan kambing Kacang dan
PE, kambing Muara nampaknya lebih baik dari
segi produksi daging. Lebar dan dalam dada
kambing
Muara
lebih
panjang
jika
dibandingkan dengan kambing PE, bentuk
badannya bulat, cenderung mengarah mirip

209

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

dengan tubuh kambing Boer. Bentuk telinga


kambing Samosir panjang dan jatuh tetapi
hidung tidak melengkung seperti kambing
Boer. Tanduk sedang serta panjang badan lebih
panjang dibandingkan dengan kambing
Kacang.
Kambing Kosta
Lokasi penyebaran kambing Kosta
dilaporkan ISA (1953) dalam SETIADI et al.
(1997) ada di sekitar Jakarta dan Propinsi
Banten. Kambing ini dilaporkan mempunyai
bentuk tubuh sedang, hidung rata dan kadangkadang ada yang melengkung, tanduk pendek,
bulu pendek. Kambing ini diduga terbentuk
berasal dari persilangan kambing Kacang dan
kambing Khasmir (kambing impor).
Kambing Kosta betina dewasa mempunyai
panjang badan 61cm dan jantan dewasa 74 cm.
Meningkatnya umur ternak akan diikuti dengan
bertambahnya panjang badan. Panjang badan
kambing Kosta jantan dewasa lebih panjang
dari pada betina dewasa. Tinggi pundak pada
kambing betina dan jantan dewasa berturutturut adalah 56,9cm dan 73,5 cm. Ukuran lebar
dada ini akan bertambah sejalan dengan
meningkatnya umur, pada betina dewasa 13,9
cm dan jantan dewasa 21 cm. Rataan ukuran

panjang badan, tinggi pundak, tinggi pinggul,


lebar dada, lingkar dada, panjang telinga,
panjang tanduk, panjang ekor dan lebar ekor
serta bobot badan kambing Kosta dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tinggi pinggul kambing Kosta betina
dewasa adalah 60,5 cm dan pada jantan dewasa
75 cm. Pada betina dewasa lingkar dada
sebesar 68,2 cm dan pada jantan dewasa 83
cm. Rataan panjang telinga pada kambing
betina dewasa adalah 13,8 cm dan jantan
dewasa 19 cm. Dari hasil pengukuran yang
didapat ternyata ukuran panjang badan, tinggi
pundak, lingkar dada dan tinggi pinggul
kambing Kosta lebih tinggi dari ukuran
kambing Kacang. Panjang tanduk pada
kambing Kosta betina dewasa dan jantan
dewasa berturut turut adalah 9,4 cm dan 19,5
cm. Pada kedua jenis kelamin mempunyai
tanduk. Tanduk ini akan bertambah panjang
sejalan dengan bertambahnya umur. Pada umur
yang sama panjang tanduk jantan lebih panjang
dari pada betina. Panjang ekor kambing Kosta
betina dewasa adalah 10,3 cm dan jantan
dewasa 15,5 cm. Ukuran ini lebih pendek dari
kambing Jawa randu (17,3 cm dan 17,5 cm)
dan PE (25 cm dan 19 cm) SETIADI et al.
(2000). Sedangkan lebar ekor pada betina
dewasa 3,7 cm dan pada jantan 5 cm.

Tabel 4. Rataan dan simpangan baku ukuran permukaan tubuh kambing Kosta
Parameter
Berat badan
Panjang badan
Tinggi pundak
Tinggi pinggul
Lebar dada
Lingkar dada
Panjang tanduk
Panjang telinga
Panjang ekor
Lebar ekor

3
4,5
33,3
35,3
36
8
35,3
0,3
12,5
7,3
2,3

6
7,1
42
43,7
47
11
47,3
1,8
15
8,5
3,3

9
10,5
46
35,7
11
49,7
48,7
3
9,3
3,5
15

12
11,1
46,8
45
49
11,6
53,4
3,1
14,9
10,1
3,6

Umur (bulan)
18
Betina dewasa
15,6
24,4
49,1
61
49
56,9
12,8
60,5
58.3
13,9
52,5
68,2
4,3
9,4
11,1
13,8
3,9
10,3
16,2
3,7

Jantan dewasa
46,5
74
73,5
75
21
83
19,5
19
15,5
5

Sumber: MAHMILIA et al. (2004); SETIADI et al. (1997)

Hasil pengamatan, ternyata sebaran warna


dari kambing Kosta ini adalah coklat tua
sampai hitam. Dengan persentase terbanyak
hitam (61%), coklat tua (20%), coklat muda
(10,2%), coklat merah (5,8%), dan abu-abu

210

(3,4%). Pola warna tubuh umumnya terdiri dari


2 warna, dan bagian yang belang didominasi
oleh warna putih. Persentase sebaran warna;
satu warna 38%, dua warna 56%, dan 3 warna
6%. Rataan litter size adalah 1,73, ini

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

menunjukkan kambing Kosta cukup prolifik.


Rataan bobot lahir untuk kelahiran tunggal
1,9kg dan kelahiran kembar 1,49kg. Tingkat
kematian pra-sapih cukup tinggi umumnya
pada minggu pertama setelah kelahiran.
Kambing Gembrong
Kambing Gembrong terdapat di daerah
kawasan Timur Pulau Bali terutama di
Kabupaten Karangasem. Ciri khas dari

kambing ini adalah berbulu panjang. Panjang


bulu berkisar 15-25 cm, bahkan rambut pada
bagian kepala sampai menutupi muka dan
telinga. Rambut panjang terdapat pada
kambing
jantan,
sedangkan
kambing
Gembrong betina berbulu pendek berkisar 2-3
cm. Rataan ukuran panjang badan, tinggi
pundak, tinggi pinggul, lebar dada, lingkar
dada, panjang telinga, panjang tanduk, panjang
ekor dan lebar ekor serta bobot badan dapat
dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh kambing Gembrong


Parameter
Berat badan
Panjang badan
Tinggi pundak
Tinggi pinggul
Lebar dada
Lingkar dada
Panjang tanduk
Panjang telinga
Panjang ekor
Lebar ekor

3
9
42
47
49
10
47
2
10,5
8
3,5

6
12,4
48,5
49
54,5
12,5
52
3,2
13
11
3,5

9
14,1
50
49,3
53,3
13,5
56,5
5,5
16
11,8
3,8

12
16
51
49,3
52,8
12,5
51
4,6
17,3
11,3
4,4

Umur (bulan)
18
Betina dewasa
16,9
27,6
54
62,6
52,7
64,2
57,7
66,6
14
14,1
58,8
70,9
7,3
10,1
18
17,1
12,2
12,1
4,5
4,1

Jantan dewasa
42
71,5
66
69
17
76,5
18,5
18,5
14,5
5

Sumber: MAHMILIA et al. (2004); SETIADI et al. (2002)

Rataan panjang badan betina dewasa 62,6 +


1,14 cm dan jantan dewasa 71,5 + 0,71 cm.
Angka ini jauh lebih lebih tinggi dari yang
dilaporkan SETIADI et al. (2000), dimana
panjang badan betina dewasa 50,02 + 6,34 cm
dan jantan dewasa 64,56 + 9,12 cm. Semakin
bertambahnya umur kambing, panjang badan
juga meningkat. Panjang badan kambing
Gembrong ini lebih panjang dari pada kambing
Kacang (47-55 cm), namun lebih pendek dari
pada PE (81-90 cm), seperti yang dilaporkan
SETIADI et al. (1997). Rataan tinggi pundak
kambing Gembrong betina dewasa adalah 64,2
+ 4,55 cm dan jantan dewasa 66 + 7,07 cm.
Namun kambing Gembrong lebih rendah dari
PE (76-84 cm) (SUBANDRIYO et al., 1995).
Tinggi pinggul kambing Gembrong betina
dewasa 66,6 + 4,56 cm dan jantan dewasa 69 +
5,66 cm dan jantan dewasa 69 + 5,66 cm.
Rataan ini lebih rendah dibandingkan kambing
PE (80,14 + 4,26 cm dan 96,75 + 0,25 cm),
Namun lebih tinggi dari pada kambing Kacang
(58,40 + 1,61 cm dan 54,73 + 1,67 cm).
Kambing
Gembrong
betina
dewasa

mempunyai lingkar dada 70,9 + 3,47 cm dan


jantan dewasa 76,5 + 0,71 cm. Hasil ini lebih
tinggi dari pada kambing Kacang betina
dewasa 62,1 cm dan jantan dewasa 67,6 cm.
Namun lebih rendah dari kambing PE 80,1 cm
dan 99,5 cm (SETIADI et al., 1997).
SUBANDRIYO et al. (1995) melaporkan bahwa
lingkar dada kambing PE di sumber bibit
berkisar 80-90 cm.
Untuk ukuran lebar pada kambing betina
dan jantan dewasa didapatkan 14,1 cm dan 17
cm. Ukuran ini relatif sama dengan kambing
Kosta betina, namun untuk jantan lebih rendah
dari pada kambing Kosta jantan.
Dari berbagai ukuran yang didapat
(panjang tubuh, tinggi pundak, lingkar dada
dan tinggi pinggul) ternyata kambing
Gembrong lebih kecil dari pada kambing PE
namun lebih besar dari pada kambing Kacang.
Secara umum ukuran tubuh kambing ini lebih
besar dari yang didapatkan SETIADI et al.
(2000). Hal ini mungkin karena jumlah materi
yang diamati terlalu sedikit. Kambing
Gembrong jantan dan betina umumnya

211

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

bertanduk, namun tanduk pada jantan dewasa


(18 cm) lebih panjang dari pada betina (10,12
cm). Panjang ekor dan lebar ekor kambing
Gembrong betina dewasa dan jantan dewasa
berturut-turut adalah 12,1; 14,5 dan 4,1; 5 cm.
Panjang ekor kambing Gembrong lebih pendek
dari pada kambing PE (19 dan 25 cm) dan
kambing Jawarandu (17,3 dan 17,5 cm),
namun sedikit lebih panjang dari kambing
Kacang (12 dan 11,9 cm) (SETIADI et al.,
1997).
Semakin besar ukuran permukaan tubuh,
semakin berat bobot badannya. Dari
pengamatan ini didapatkan berat badan betina
dewasa adalah 27,6 kg. Bobot badan kambing
Gembrong lebih rendah dari pada kambing PE
betina dewasa (40,2 kg) dan kambing Jawa
randu betina dewasa (28,7 kg), namun sedikit
lebih tinggi dari kambing Kacang (23,8 kg)
(SETIADI et al., 1997).
Warna tubuh dominan kambing Gembrong
pada umumnya putih (61,5%) sebagian
berwarna coklat muda (23,08%) dan coklat
(15,38%). Pola warna tubuh umumnya adalah
satu warna sebanyak 69,23% dan sisanya
terdiri dari dua warna 15,38% dan tiga warna
15,38%. Rataan litter size kambing Gembrong
adalah 1,25. Rataan bobot lahir tunggal 2 kg

dan kembar dua 1,5 kg. Tingkat kematian


prasapih 20%.
Kambing Peranakan Ettawah (Ettawa)
Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil
persilangan antara kambing Ettawa (asal India)
dengan kambing Kacang, yang penampilannya
mirip Ettawa tetapi lebih kecil. Kambing PE
tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging
dan susu (perah). Peranakan yang penampilannya mirip Kacang disebut Bligon atau Jawa
Randu, yang merupakan tipe pedaging.
Ciri khas kambing PE antara lain; bentuk
muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah leher yang
tumbuh berawal dari sudut janggut, telinga
panjang, lembek menggantung dan ujungnya
agak berlipat, ujung tanduk agak melengkung,
tubuh tinggi, pipih, bentuk garis punggung
mengombak ke belakang, bulu tumbuh panjang
di bagian leher, pundak, punggung dan paha,
bulu paha panjang dan tebal. Warna bulu ada
yang tunggal; putih, hitam dan coklat, tetapi
jarang ditemukan. Kebanyakan terdiri dari dua
atau tiga pola warna, yaitu belang hitam,
belang coklat, dan putih bertotol hitam.
Karakteristik rataan permukaan ukuran tubuh
(fenotipe) kambing PE dapat dilihat pada Tabel
6.

Tabel 6. Rataan permukaan ukuran tubuh kambing Peranakan Ettawa (PE)


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Parameter
Berat badan (kg)
Panjang badan (cm)
Tinggi pundak (cm)
Tinggi pinggul (cm)
Lebar dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Panjang tanduk (cm)
Panjang telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)

Betina dewasa
40,2
81
76
80,1
12,4
80,1
6,5
12
19
2,5

Jantan dewasa
60
81
84
96,8
15,7
99,5
15
15
25
3,6

Sumber: SUBANDRYO et al. (1995)

Kambing Kacang
Kambing Kacang merupakan kambing asli
Indonesia, juga didapati di Malaysia dan
Philipina. Kambing Kacang sangat cepat
berkembang biak, pada umur 15-18 bulan
sudah bisa menghasilkan keturunan.

212

Kambing ini cocok sebagai penghasil


daging dan kulit dan bersifat prolifik, sifatnya
lincah, tahan terhadap berbagai kondisi dan
mampu beradaptasi dengan baik diberbagai
lingkungan yang berbeda termasuk dalam
kondisi pemeliharaan yang sangat sederhana.
Karakteristik fenotipe kambing Kacang dapat
dilihat pada Tabel 7.

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

Tabel 7. Rataan ukuran permukaan ukuran tubuh kambing Kacang


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Parameter
Berat badan (kg)
Panjang badan (cm)
Tinggi pundak (cm)
Tinggi pinggul (cm)
Lebar dada (cm)
Lingkar dada (cm)
Panjang tanduk (cm)
Panjang telinga (cm)
Panjang ekor (cm)
Lebar ekor (cm)

Betina dewasa
20
47
55,3
54,7

Jantan dewasa
25
55
55,7
58,4

62,1
7
4
12
2

67,6
7,8
4,5
12
2,5

Sumber: SETIADI et al., (1997)

Ciri-ciri kambing kacang antara lain: bulu


pendek dan berwarna tunggal (putih, hitam dan
coklat). Adapula warna bulunya berasal dari
campuran ketiga warna tersebut. Kambing
jantan maupun betina memiliki tanduk yang
berbentuk pedang , melengkung ke atas sampai
ke
belakang.
Telinga
pendek
dan
menggantung. Janggut selalu terdapat pada
jantan, sementara pada betina jarang
ditemukan. Leher pendek dan punggung
melengkung. Kambing jantan berbulu surai
panjang dan kasar sepanjang garis leher,
pundak, punggung, sampai ekor. Tingkat
kesuburan tinggi, kemampuan hidup dari lahir
sampai sapih 79,4%, sifat prolifik dengan anak
kembar dua 52,2%, kembar tiga 2,6% dan anak
tunggal 44,9%. Kambing Kacang dewasa
kelamin rata-rata umur 307,72 hari, persentase
karkas 44-51%. Rata-rata bobot anak lahir
3,28kg dan bobot sapih (umur 90 hari) sekitar
10,12 kg.
KESIMPULAN
Dari tujuh bangsa ternak kambing lokal
Indonesia yang telah dikarakterisasi yang
termasuk kategori besar adalah kambing
Peranakan Ettawa (PE) dan kambing Muara,
kambing kategori sedang adalah kambing
Kosta, Gembrong dan kategori kecil adalah
kambing Kacang, kambing Samosir dan
kambing Marica.
Perlu dilanjutkan upaya pelestarian dan
penelitian potensi genetik kambing lokal
Indonesia, serta melanjutkan upaya eksplorasi/
karakterisasi bangsa kambing lain yang mash

tersebar di
Indonesia.

daerah-daerah

yang

ada

di

DAFTAR PUSTAKA
BATUBARA, A. dan M. DOLOKSARIBU. 2005. Koleksi
ex-situ dan Karakterisasi Plasma Nutfah
Kambing Potong. Laporan Hasil Penelitian
tahun anggaran 2005. Loka Penelitian
Kambing Potong, Sei Putih, Sumatera Utara.
DEVENDRA, C. dan M. BURNS. 1994. Produksi
Kambing di Daerah Tropis. Terjemahan IDK
HARYA PUTRA. ITB. Bandung.
DOLOKSARIBU, M., A. BATUBARA dan S. ELIESER.
2006. Karakteristik Morfologi Kambing
Spesifik Lokal di Kabupaten Samosir,
Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor,
4-5 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor. (in-press).
MAHMILIA, F., S.P. GINTING, A. BATUBARA, M.
DOLOKSARIBU dan A. TARIGAN. 2004.
Karakteristik Morfologi dan Performans
Kambing Gembrong dan Kosta. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan.
Bogor.
SETIADI, B., D. PRIYANTO, M. MARTAWIDJAJA,
SORTA D. SITORUS dan S. MAWI. 1995.
Penelitian Karakterisasi Kambing Kosta di
Pedesaan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian
APBN tahun anggaran 1994/1995. Ternak
Ruminansi Kecil. Balai Penelitian Ternak,
Ciawi-Bogor.

213

Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional

SETIADI, B., D. PRIYANTO dan M. MARTAWIDJAJA.


1997. Komparatif Morpologik Kambing.
Laporan Hasil Penelitian APBN 1996/1997.
Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.
SETIADI, B., SUBANDRIYO, K. DWIYANTO, T.
SARTIKA, B. TIESNAMURTI, D. YULISTIANI dan
M. MARTAWIDJAJA. 2000. Karakterisasi
Sumber Daya Genetik Kambing Lokal sebagai
Upaya Pelestarian secara ex-situ. Balai
Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.

214

SUBANDRIYO, B. SETIADI, D. PRIYANTO, M.


RANGKUTI, W.K. SEJATI, D. ANGRAINI, R.S.G.
SIANTURI, HASTONO, dan O. BUTAR-BUTAR.
1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan
Ettawah dan Sumber Daya di Daerah Sumber
Bibit Pedesaan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Bogor.
SUTAMA, I. KETUT. 1997. Kambing Peranakan
Ettawah, Kambing Perah Indonesia, Balai
Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor.

Anda mungkin juga menyukai