Anda di halaman 1dari 47

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI


1.1 STATUS PENDERITA
A. IDENTIFIKASI
Nama

: Ny. E

Umur

: 60 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Slamet Riadi lrg Ketapean no. 410, 11 ilir

Agama

: Islam

MRS Tanggal

: 3 Desember 2015

B. ANAMNESA (Autoanamnesa dan Alloanamnesa)


Penderita dirawat dibagian saraf RSUD Palembang BARI karena penurunan
kesadaran sejak 30 jam SMRS.
Sejak 2 hari SMRS, saat penderita setelah pulang berjualan gado-gado tibatiba mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kanan yang kemudian disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan terjadi penderita mengalami sakit kepala, tidak
ada mual dan muntah, tidak ada kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah. Saat
serangan penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar dan disertai sesak nafas.
Kelemahan pada tungkai dan lengan kanan dirasakan sama berat. Sehari-hari
penderita menggunakan tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara mulut
penderita sedikit mengot dan ada pelo.
Riwayat darah tinggi ada sejak 15 tahun yang lalu namun tidak kontrol teratur.
Riwayat kencing manis disangkal, penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma
disangkal. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat stroke 15 tahun yang lalu ada.

Penderita mengalami penyakit ini, untuk yang kedua kalinya, serangan pertama 15
tahun yang lalu, serangan kedua adalah yang sekarang.

C. PEMERIKSAAN (Tanggal 06 Desember 2015)


A. Status Praesens

Status Internus

Kesadaran

: E1M1V1

Jantung

: Bj 1 dan Bj 2 normal

Gizi

: cukup

Paru

: Vesikuler,normal

Suhu Badan

: 38,0 derajat celcius

Hepar

: tidak teraba

Nadi

: 90x/menit

Lien

: tidak teraba

Pernapasan

: 22x/menit

Anggota Gerak : terbatas

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

Genetalia

: tidak diperiksa

Berat Badan

: 45 kg

Tinggi Badan

: 150 cm

Status Psikiatrikus
Sikap

: tidak ada

Ekspresi Muka

: tidak ada

Perhatian

: tidak ada

Kontak Psikis

: tidak ada

B. Status Neurologis
1. Kepala
Bentuk : brachiochepali
Ukuran : normal
Simetris : simetris
2. Leher
Sikap

: lurus

Deformitas

: tidak ada

Torticollis

: negatif

Tumor

: tidak ada

Pembuluh darah

: tidak ada

Kaku kuduk : negative

C. Syaraf-syaraf Otak
1. N. Olfaktorius

Kanan

Kiri

Penciuman : tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Anosmia

: tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Hyposmia : tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Parosmia

: tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

tidak dinilai

2. N. Optikus
Visus

tidak dinilai

Campus Visi

Anopsia

tidak dinilai

tidak dinilai

Hemianopsia

tidak dinilai

tidak dinilai

Fundus Oculi
-

Papil edema

tidak diperiksa

tidak diperiksa

Papil atrofi

tidak diperiksa

tidak diperiksa

Perdarahan retina

tidak diperiksa

tidak diperiksa

3. N. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan

Kiri

Diplopia

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Celah mata

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Ptosis

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Sikap bola mata


-

Strabismus

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Exophtalmus

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Enophtalmus

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Deviation conjugae

Gerakan bola mata

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Pupil
-

Bentuknya

bulat

bulat

Besarnya

3 mm

3 mm

Isokori/anisokor

Midriasis/miosis

Refleks cahaya

isokor
tidak ada

tidak ada

- Langsung

ada

ada

- Konsensuil

ada

ada

- Akomodasi

ada

ada

Argyl Robertson

tidak ada

tidak ada

Kanan

Kiri

4. N.Trigeminus
Motorik
-

Menggigit

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Trismus

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Refleks kornea

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Sensorik
-

Dahi

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Pipi

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Dagu

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Kanan

Kiri

5. N.Facialis
Motorik
Mengerutkan dahi

Menutup mata

: positif

Menunjukkan gigi

tidak dapat dinilai


tidak dapat dinilai

Lipatan nasolabialis : lipat nasolabialis tertinggal mengot ke kanan

Bentuk Muka
- Istirahat

Simetris kanan kiri

- Berbicara/bersiul :

tidak dapat dinilai

Sensorik
2/3 depan lidah

tidak dilakukan pemeriksaan

Otonom
- Salivasi

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Lakrimasi

Tidak dilakukan pemeriksaan

- Chvosteks sign

Tidak dilakukan pemeriksaan

6. N. Cochlearis

Kanan

Kiri

Suara bisikan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Detik arloji

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Tes Weber

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tes Rinne

Tidak dilakukan pemeriksaan

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus

Kanan

Kiri
Arcus pharingeus

tidak dapat dinilai

Uvula

tidak dapat dinilai

Gangguan menelan

tidak dapat dinilai

Suara serak/sengau

tidak dapat dinilai

Denyut jantung

normal

Refleks
-

Muntah

tidak dilakukan pemeriksaan

Batuk

tidak dilakukan pemeriksaan

Okulokardiak :

tidak dilakukan pemeriksaan

Sinus karotikus:

tidak dilakukan pemeriksaan

Sensorik
-

1/3 belakang lidah:

8. N. Accessorius

tidak dilakukan pemeriksaaan


Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

tidak dapat dinilai

Memutar kepala

tidak dapat dinilai

9. Hypoglossus

tidak dapat dinilai

Kanan

Kiri

Menjulurkan lidah

tidak dapat dinilai

Fasikulasi

tidak dapat dinilai

Atrofi papil

tidak ada

Disartria

tidak dapat dinilai

D. COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis

: tidak ada

Lordosis

: tidak ada

Gibbus

: tidak ada

Deformitas

: tidak ada

Tumor

: tidak ada

Meningocele

: tidak ada

Hematoma

: tidak ada

Nyeri ketok

: tidak ada

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
LENGAN

Kanan

Kiri

Gerakan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Kekuatan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Tonus

kenyal

normal

meningkat

normal

Refleks fisiologis
-

Biceps

Triceps

meningkat

normal

Periost radius

meningkat

normal

Periost ulna

meningkat

normal

Refleks patologis
-

Hoffman Ttromner

negatif

Trofik

eutrofik

TUNGKAI

Kanan

Kiri

Gerakan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Kekuatan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Tonus

meningkat

normal

Klonus
-

Paha

negatif

negatif

Kaki

negatif

negatif

Refleks fisiologis
-

KPR

meningkat

normal

APR

meningkat

normal

Refleks patologis
-

Babinsky

Chaddock

Oppenheim

Gordon

Schaeffer

Rossolimo

Mendel Bechterew

Refleks kulit perut


-

Atas

tidak ada kelainan

Tengah

tidak ada kelainan

Bawah

tidak ada kelainan

SENSORIS

Tidak ada kelainan pada dermatom


GAMBAR

Lipat nasolabialis
tertinggal mengot ke
kanan

Gerakan : tidak
ada
Kekuatan : 0
Tonus :
meningkat pada
lengan kanan

Gerakan : tidak
ada
Kekuatan : 0
Tonus :
meningkat pada
lengan kanan

Gerakan : tidak ada


Kekuatan : 0
Tonus : meningkat
R. patologis :
babinsky (+),
chaddock: (+)
Keterangan: Hemiparese dextra tipe spastik

F. GEJALA RANGSANG MENINGEAL

Gerakan : tidak ada


Kekuatan : 0
Tonus : meningkat
pada tungkai kiri
R. patologis :
babinsky (+),
chaddok: (+)

Kanan

Kiri

Kaku kuduk

negatif (-)

Kernig

negatif (-)

Lasseque

negatif (-)

Brudzinsky
-

Neck

negatif (-)

Cheek

negatif (-)

Symphisis

negatif (-)

Leg I

negatif (-)

Leg II

negatif (-)

G. GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait

Keseimbangan dan Koordinasi

Ataxia

: tidak diperiksa

Romberg

: tidak diperiksa

Hemiplegic

: tidak diperiksa

Dysmetri

Scissor

: tidak diperiksa

- jari-jari

: tidak ada

Propulsion

: tidak diperiksa

- jari hidung : tidak ada

Histeric

: tidak diperiksa

- tumit-tumit : tidak diperiksa

Limping

: tidak diperiksa

Steppage

: tidak diperiksa

Trunk Ataxia : tidak diperiksa

Astasia-Abasia: tidak diperiksa

Limb Ataxia : tidak diperiksa

H. GERAKAN ABNORMAL
Tremor

: tidak ada

Chorea

: tidak ada

Athetosis

: tidak ada

Ballismus

: tidak ada

Dystoni

: tidak ada

Myocloni

: tidak ada

I. FUNGSI VEGETATIF

10

Miksi
Defekasi
Ereksi

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak diperiksa

J. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik

: tidak dapat dinilai

Afasia sensorik

: tidak dapat dinilai

Apraksia

: tidak dapat dinilai

Agrafia

: tidak dapat dinilai

Alexia

: tidak dapat dinilai

Afasia nominal

: tidak dapat dinilai

LABORATORIUM (4/12/2015)
DARAH
PEMERIKSAAN
Hb
Leukosit
Trombosit
Ht
GDS
Trigliserid
Kolesterol total
HDL
LDL
Ureum
Creatinine
Uric Acid

HASIL
12,8
14.000
342.000
41
80
118
157
44
86
62
1,35
2,88

SATUAN
g/dl
/uL
/uL
%
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl

NILAI NORMAL
P=12-14 g/dl
5.000-10.000 /uL
150.000-400.000/uL
37-43%
<180
<200
<200
>50
<130
20-40
0.6-1.1
3,4-7

URINE

: tidak diperiksa

FAECES

: tidak diperiksa

LIQUOR CEREBROSPINALIS

: tidak diperiksa

PEMERIKSAAN KHUSUS

11

Rontgen foto cranium

: tidak diperiksa

Rontgen foto thoraks

: tidak diperiksa

Rontgen foto columna vertebralis

: tidak diperiksa

Electro Encephalo Graphy

: tidak diperiksa

Arteriography

: tidak diperiksa

Electrocardiography

: tidak diperiksa

Pneumography

: tidak diperiksa

Lain-lain (CT-Scan)

: infark pada kapsula interna sinistra + atrofi


cerebri

(9 Desember 2015)
1.2. RINGKASAN
ANAMNESA
Penderita dirawat dibagian saraf RSUD Palembang BARI karena penurunan
kesadaran sejak 30 jam SMRS.
Sejak 2 hari SMRS, saat penderita setelah pulang berjualan gado-gado tibatiba mengalami kelemahan pada tungkai dan lengan kanan yang kemudian disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan terjadi penderita tidak mengalami sakit kepala,
tidak ada mual dan muntah, tidak ada kejang dan gangguan rasa pada sisi yang
lemah. Saat serangan penderita tidak mengalami jantung berdebar-debar dan disertai
sesak nafas. Kelemahan pada tungkai dan lengan kanan dirasakan sama berat. Seharihari penderita menggunakan tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi
pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat bicara mulut
penderita sedikit mengot dan ada pelo.
Riwayat darah tinggi ada sejak 15 tahun yang lalu namun tidak kontrol teratur.
Riwayat kencing manis disangkal, penyakit jantung disangkal. Riwayat trauma
disangkal. Riwayat merokok tidak ada. Riwayat stroke 15 tahun yang lalu ada.

12

Penderita mengalami penyakit ini, untuk yang kedua kalinya, serangan pertama 15
tahun yang lalu, serangan kedua adalah yang sekarang.
PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran

: E1M1V1

Suhu Badan

: 38,0C

Nadi

: 90 x/m

Pernapasan

: 22 x/m

TD

: 140/80 mmHg

Pemeriksaan motorik
LENGAN

Kanan

Kiri

Gerakan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Kekuatan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Tonus

kenyal

normal

Refleks fisiologis
-

Biceps

meningkat

normal

Triceps

meningkat

normal

Periost radius

meningkat

normal

Periost ulna

meningkat

normal

Refleks patologis
-

Hoffman Ttromner

negatif

Trofik

eutrofi

TUNGKAI

Kanan

Kiri

Gerakan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

13

Kekuatan

tidak dapat dinilai

tidak dapat dinilai

Tonus

kenyal

normal

Klonus
-

Paha

Kaki

Refleks fisiologis
-

KPR

meningkat

normal

APR

meningkat

normal

Refleks patologis
-

Babinsky

Chaddock

Oppenheim

Gordon

Schaeffer

Rossolimo

Mendel Bechterew

DIAGNOSA
DIAGNOSA KLINIK

: Hemiparese dextra + parese nervus VII tipe sentral

DIAGNOSA TOPIK

: Capsula interna hemisferium cerebri sinistra

DIAGNOSA ETIOLOGI : Hemorragic cerebri

PENGOBATAN
Perawatan

Bed rest

Diet cairan 1700 kkal

14

Medikamentosa
IVFD Nacl gtt 20 x/mnt (500cc/12jam)
O2 nasal 3L
Citikoline 2 x 500 mg iv
Ranitidin 2 x 1 amp iv
Paracetamol 3x500 mg
Aspilet 2 x 80 mg
Neurodex 1 x 1 tab
Cateterisasi urin
Pasang NGT
PROGNOSA
Quo ad Vitam

: ad malam

Quo ad Functionam

: ad malam

FOLLOW UP
Tanggal / Pkl
6 Desember
2015
06.00 WIB

Perjalanan Penyakit
Instruksi / Rencana Therapy
S: penurunan kesadaran (+), demam (+) -IVFD Nacl gtt xx/mnt (500 cc/12
O: GCS: E1M1V1
jam)
TD: 150/100mmHg, N: 90x/mnt,

15

RR:32x/m, T:39,0

- O2 nasal 3L
- Diet cairan 1700 kkal

Pemeriksaan motorik:

- Citikoline 2 x 500 mg iv
Gerakan: belum dapat dinilai
Kekuatan: belum dapat dinilai
Tonus: lengan dan tungkai
meningkat

- Ranitidin 2 x 1 amp iv
kanan - Paracetamol 3x500 mg
- Aspilet 2 x 80 mg

Refleks fisiologis:
Biceps: pada lengan kanan meningkat

- Neurodex 1 x 1 tab
- Cateterisasi urin

Triceps: pada lengan kanan meningkat

- Pasang NGT

p.radii: pada lengan kanan meningkat

p.ulna: pada lengan kanan meningkat

observasi

tanda

vital

dan

kesadaran

KPR: pada tungkai kanan meningkat

- R/ CT Scan kepala ditunda

APR: pada tungkai kanan meningkat


Refleks Patologis:
Babinsky: positif
Chaddok: positif
A: DIAGNOSA KLINIK

Hemiparese dextra + parese nervus VII


tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK

:Capsula

interna hemisferium cerebri sinistra


DIAGNOSA ETIOLOGI : Hemorragic
cerebri

Tanggal /
Pkl
7 Desember
2015
06.00 WIB

Perjalanan Penyakit

Instruksi / Rencana Therapy

S: penurunan kesadaran (+), demam (+)


- IVFD Manitol3x 125 cc
O: GCS: E1M1V1
-IVFD Nacl gtt xx/mnt (500
TD: 160/100mmHg, N: 85x/mnt, RR:30x/m,
T:34,0
cc/12 jam)

16

- O2 nasal 3L
Pemeriksaan motorik:

- Diet cairan 1700 kkal

Gerakan: belum dapat dinilai


Kekuatan: belum dapat dinilai
Tonus: lengan dan tungkai kanan meningkat

- Citikoline 2 x 500 mg iv
- Ranitidin 2 x 1 amp iv
- Paracetamol 3x500 mg

Refleks fisiologis:
Biceps: pada lengan kanan meningkat
Triceps: pada lengan kanan meningkat
p.radii: pada lengan kanan meningkat
p.ulna: pada lengan kanan meningkat
KPR: pada tungkai kanan meningkat
APR: pada tungkai kanan meningkat

- Aspilet 2 x 80 mg
- Neurodex 1 x 1 tab
- Cateterisasi urin
- Pasang NGT
- observasi tanda vital dan
kesadaran

Refleks Patologis:
Babinsky: positif
Chaddok: positif
A: DIAGNOSA KLINIK

: Hemiparese

dextra + parese nervus VII tipe sentral


DIAGNOSA TOPIK

: Capsula interna

hemisferium cerebri sinistra


DIAGNOSA ETIOLOGI

: Hemorragic

cerebri

Tanggal / Pkl

Perjalanan Penyakit

8 Desember S: penurunan kesadaran (+), demam (+)


2015
O: GCS: E1M1V1
06.00 WIB
TD: 160/100mmHg, N: 80x/mnt, RR:30x/m, T:40,0

Instruksi / Rencana
Therapy
- IVFD Manitol 3x
125 cc

17

-IVFD
Pemeriksaan motorik:

Nacl

gtt

xx/mnt (500 cc/12

Gerakan: belum dapat dinilai


Kekuatan: belum dapat dinilai
Tonus: lengan dan tungkai kanan meningkat

jam)
- O2 nasal 3L
- Diet cairan 1700

Refleks fisiologis:
Biceps: pada lengan kanan meningkat
Triceps: pada lengan kanan meningkat
p.radii: pada lengan kanan meningkat
p.ulna: pada lengan kanan meningkat
KPR: pada tungkai kanan meningkat
APR: pada tungkai kanan meningkat

kkal
- Citikoline 2 x 500
mg iv
- Ranitidin 2 x 1 amp
iv
- Paracetamol 3x500
mg

Refleks Patologis:

- Aspilet 2 x 80 mg

Babinsky: positif

- Neurodex 1 x 1 tab

Chaddok: positif

- Cateterisasi urin
- Pasang NGT

A: DIAGNOSA KLINIK

: Hemiparese dextra +

parese nervus VII tipe sentral


DIAGNOSA TOPIK

observasi

tanda

vital dan kesadaran


: Capsula interna

hemisferium cerebri sinistra


DIAGNOSA ETIOLOGI : Hemorragic cerebri

Tanggal / Pkl

Perjalanan Penyakit

9 Desember S: penurunan kesadaran (+), demam (+)


2015
O: GCS: E1M1V1
06.00 WIB
TD: 150/100mmHg, N: 90x/mnt, RR:22x/m, T:39,0

Instruksi / Rencana
Therapy
-IVFD Nacl

xx/mnt (500 cc/12


jam)

Pemeriksaan motorik:

gtt

18

Gerakan: belum dapat dinilai


Kekuatan: belum dapat dinilai
Tonus: lengan dan tungkai kanan meningkat

IVFD

Manitol

3x125 cc
- O2 nasal 3L
- Diet cairan 1700

Refleks fisiologis:
Biceps: pada lengan kanan meningkat

kkal

Triceps: pada lengan kanan meningkat

- Citikoline 2 x 500

p.radii: pada lengan kanan meningkat

mg iv

p.ulna: pada lengan kanan meningkat

- Ranitidin 2 x 1 amp

KPR: pada tungkai kanan meningkat

iv

APR: pada tungkai kanan meningkat

- Paracetamol 3x500
mg

Refleks Patologis:

- Aspilet 2 x 80 mg
- Neurodex 1 x 1 tab

Babinsky: positif
Chaddok: positif
A: DIAGNOSA KLINIK

- Cateterisasi urin
: Hemiparese dextra +

parese nervus VII tipe sentral


DIAGNOSA TOPIK

- Pasang NGT

: Capsula interna

observasi

vital dan kesadaran

hemisferium cerebri sinistra


DIAGNOSA ETIOLOGI : Hemorragic cerebri
10.25 WIB

tanda

Pasien Plus

1.3 DISKUSI
A. Diagnosis Banding Klinis
Hemiparese Dextra tipe Spastik
LMN (Perifer)

UMN (Central)

Pada penderita ditemukan

Flaksid
Hipotonus

Spastik
Hipertonus

gejala
Hipertonus

19

Hiporeflexi
Hiperreflexi
Hiperrefleksi
Refleks patologis (-)
Refleks patologis (+)
Refleks patologis (+)
Atrofi otot (+)
Atrofi otot (-)
Atrofi otot (-)
Jadi tipe kelemahan yang di alami penderita adalah tipe spastic
Gejala parese N. VII sentral
Pada penderita ditemukan gejala
Otot dahi tidak lumpuh
Tidak ada
Otot orbicularis oculi bagian atas tidak lumpuh
Tidak ada
Otot orbicularis oculi bagian bawah lumpuh
Tidak ada
Otot mimik di daerah pipi dan dagu lumpuh
Ada
Jadi, penderita mengalami parese N. VII dextra sentral

2. DIAGNOSA TOPIK
Diagnosa banding topik
1. Lesi di capsula interna hemisferium cerebri sinistra
2. Lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra
3. Lesi di korteks hemisferium cerebri sinistra

1. Lesi di capsula interna hemisferium cerebri sinistra


Gejala
Hemiparese/ hemiplegic tipikal
Parese N.VII dextra sentral
Parese N.XII dextra sentral
Kelemahan di lengan dan tungkai sama

Pada pasien ditemukan


Hemiparese dextra tipe spastic
Terjadi parese N.VII dextra sentral
Belum dapat dinilai
Terjadi kelemahan di lengan dan

berat
tungkai sama berat
Jadi, pada pasien ini lesi di capsula interna hemisferium cerebri sinistra
2. Lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra
Gejala
Defisit motorik
Afasia motorik murni pada

Pada pasien ditemukan


Hemiparese dextra tipe spastik
Tidak ada afasia

hemisferium dominan
Jadi, lesi di subkorteks hemisferium cerebri sinistra dapat disingkirkan

20

3. Lesi di korteks hemisferium cerebri sinistra


Gejala
Defisit motorik
Gejala iritatif
yang lumpuh
Gejala fokal

kejang pada sisi

Pada Pasien ditemukan


Hemiparese dextra tipe spastik
Tidak ada kejang pada lengan dan

kelemahan pada sisi

tungkai kanan
Kelemahan pada lengan dan tungkai

yang lumpuh tidak sama berat


Defisit sensorik pada sisi yang lumpuh

kanan sama berat


Tidak ada kelainan

Afasia motorik
Tidak ada Afasia motorik
Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium cerebri sinistra dapat
disingkirkan
Kesimpulan diagnosa Topik : Lesi di capsula interna hemisferium cerebri sinistra
3. DIAGNOSA ETIOLOGI
Diagnosa banding etiologi :
1. Emboli cerebri
2. Thrombosis cerebri
3. Haemorrhagic cerebri
1. Emboli cerebri
Gejalanya
Pada pasien ditemukan
Kehilangan kesadaran < 30 menit
Tidak ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat aktivitas
Terjadi setelah berjualan gado-gado
Ada atrial fibrilasi
Tidak ada atrial fibrilasi
Jadi, kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan
2. Trombosis cerebri
Gejalanya
Pada pasien ditemukan
Tidak ada kehilangan kesadaran
Ada kehilangan kesadaran
Terjadi saat istirahat
Terjadi setelah berjualan gado-gado
Jadi, kemungkinan etiologi thrombosis cerebri dapat disingkirkan

3. Haemorrhagic cerebri
Gejalanya

Pada pasien ditemukan

21

Kehilangan kesadaran > 30 menit


Terjadi saat aktivitas
Didahului sakit kepala, mual, muntah
Riwayat hipertensi

Ada kehilangan kesadaran > 30 mnt


Terjadi setelah berjualan gado-gado
Ada sakit kepala
Riwayat hipertensi 15 tahun yang

lalu
Jadi, kemungkinan etiologi haemorrhagic cerebri belum dapat disingkirkan
Kesimpulan diagnose etiologi : Haemorrhagic cerebri

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anatomi

Gambar 2. Anatomi otak

22

Otak merupakan pusat kendali fungsi tubuh yang rumit dengan sekitar
100 millar sel saraf , walaupun berat total otak hanya sekitar 2,5 % dari berat
tubuh, 70 % oksigen dan nutrisi yang diperlukan tubuh ternyata digunakan oleh
otak. Berbeda dengan otak dan jaringan lainya. Otak tidak mampu menyimpan
nutrisi agar bisa berfungsi, otak tergantung dari pasokan aliran darah, yang secara
kontinyu membawa oksigen dan nutrisi. Pada dasarnya otak terdiri dari tiga
bagian besar dengan fungsi tertentu yaitu:1
a. Otak besar
Otak besar yaitu bagian utama otak yang berkaitan dengan fungsi
intelektual yang lebih tinggi, yaitu fungsi bicara, integritas informasi sensori
( rasa ) dan kontrol gerakan yang halus. Pada otak besar ditemukan beberapa
lobus yaitu, lobus frontalis, lobus parientalis, lobus temporalis, dan lobus
oksipitalis.
b. Otak kecil
Terletak dibawah otak besar berfungsi untuk koordinasi gerakan dan
keseimbangan.
c. Batang otak
Berhubungan dengan tulang belakang, mengendalikan berbagai fungsi
tubuh termasuk koordinasi gerakan mata, menjaga keseimbangan, serta mengatur
pernafasan dan tekanan darah. Batang otak terdiri dari, otak tengah, pons dan
medula oblongata (Lanny sustrani, syamsir alam, iwan hadi, 2003 ).
Saraf cranial dibagi dua belas yaitu:
a. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
c. Nervus okulomotoris

23

Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola mata),


menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris
dan otot iris.
d. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot- otot orbital. Saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang, fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak
besar.sarafnya yaitu:

Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan


kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.

Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

Nervus mandibula: sifatnya majemuk ( sensori dan motoris ) mensarafi otototot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinyasebagai saraf
penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini
terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala
fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
h. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

24

i. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus
Sifatnya majemuk ( sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan para simpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. fungsinya
sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini
terdapat di dalam sumsum penyambung.
Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri
karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna, setelah
memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem
ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus
temporalis.1
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri
basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat
mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri

25

posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus
temporalis.1
Tiga pasang arteri serebri ini bercabang-cabang menelusuri permukaan
otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang yang lebih kecil
menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan dengan cabangcabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada
sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral,
yaitu:

Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri
serebri

media

kanan

dan

kiri,

arteri

komunikans

anterior

(yang

menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media


posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri
media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.

Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna.

Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh


darah ekstrakranial).1

2.2. Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3
faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah
dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah
otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan
koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh
darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan

26

berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol
otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal
bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2yang naik, PO2 yang turun, serta
suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya
bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka
terjadi vasokonstriksi.1
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan
koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah
lambat, akibat ADO menurun.1
2.3. Stroke
A. Definisi Stroke
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai suatu istilah gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menyebabkan kematian tanpa ditemukannya penyebab lain daripada gangguan
pembuluh darah (vaskuler).2
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih
dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena
trauma maupun infeksi.3
Stroke adalah istilah klinis untuk hilangnya perfusi diotak secara akut
sesuai dengan teritorial vaskuler. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
stroke :4
1. Menimbulkan kelainan saraf yang sifatnya mendadak.
2. Kelainan saraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana dari
otak yang terganggu. Dengan manifestasi timbulnya gejala seperti defisit
motorik, defisit sensorik dan kesukaran dalam berbahasa.
B. Etiologi

27

1. Infark otak (80-85%)


Infark otak dibedakan menjadi dua yaitu emboli, dan aterotrombotik.
Emboli terbagi lagi menjadi emboli kardiogenik, emboli paradoksal (foramen
ovale paten), dan emboli arkus aorta. Emboli kardiogenik dibedakan menjadi
empat, yaitu fibrilasi atrium atau aritmia lain, trombus mural ventrikel kiri,
penyakit katup mitral dan katup aorta, endokarditis (infeksi dan non infeksi).
Infark otak aterotrombotik dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit ekstraekranial
dan penyakit intrakranial. Penyakit ekstrakranial dibedakan berdasarkan
pembuluh darah yang mengalami gangguan yakni arteri karotis eksterna dan
arteri vertebralis. Sedangkan penyakit intrakranial pembuluh darah yang
mengalami gangguan yaitu arteri karotis interna, arteri cerebri media, arteri
basilaris dan lakuner (oklusi arteri perforans kecil).
2. Perdarahan Intraserebral (15-20%)
Perdarahan intraserebral terbagi menjadi tiga yaitu hipertensi, malformasi
arteri-vena, dan angiopati amiloid.
3. Perdarahan subarachnoid (5%)
4. Penyebab lain
Penyebab lain yang menyebabkan infark dan perdarahan misalnya diseksi
arteri

karotis

atau

vertebralis,

vaskulitis

sistem

saraf

pusat,

kondisi

hiperkoagulasi, dan penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).


C. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara
industri setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi
kulit putih berkisar antara 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan di
Selandia baru 793 per 100.000 penduduk, di Perancis 1445 per 100.000
penduduk. Rentang pada negara sedang berkembang juga bervariasi. Di China,
prevalensi stroke 620 per 100.000 penduduk, dan Thailand 690 per 100.000
penduduk.2

28

Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit


dan penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit
jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami
stroke dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/
100.000.5
Penelitian prospektif tahun 1996/1997 mendapatkan 2.065 pasien stroke
dari 28 rumah sakit di Indonesia. Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh
kematian). Prevalensi stroke rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe
Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di Papua.3
Pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian
tercatat sebesar 28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%,
lebih banyak pada laki-laki. Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito
Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah penyakit jantung koroner dan
kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke iskemik, dan
1,05% akibat perdarahan subaraknoid.3
Data WHO menyebutkan penderita stroke yang meninggal 2005
berjumlah 5,7 juta orang. Sementara di Indonesia sendiri belum ada data
epidemiologis stroke yang lengkap, tetapi proporsi penderita stroke dari tahun ke
tahun cenderung meningkat. Di perkirakan ada 500.000 penduduk terkena stroke
dan menyebabkan kematian sebesar 15,4 %.6
Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya
mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya
mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus
menerus

dikasur.

Bahkan

diprediksikan

tahun

2020,

jika

tidak

ada

penanggulangan stroke yang lebih baik, maka jumlah penderita stroke pada tahun
2020 diprediksikan akan meningkat dua kali lipat.7

29

D. Klasifikasi

Gambar 3. Stroke hemoragik dan non hemoragik


a. Berdasarkan kelainan patologik pada otak8
1. Stroke Hemoragik :
Perdarahan intraserebral
Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan), yang
dibagi atas subtipe :
Trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
b. Berdasarkan penilaian terhadap waktu kejadiannya8
1. Transient Iskemik Attack (TIA) atau serangan stroke sementara, gejala
defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
2. Reversible Ischemic Neurolagical Deficits (RIND), kelainannya atau
gejala neurologis menghilang lebih dari 24 jam sampai 2 minggu.
3. Stroke progresif atau Stroke in Evolution (SIE) yaitu stroke yang gejala
klinisnya secara bertahap berkembang dari yang ringan sampai semakin
berat.

30

4. Stoke komplit atau completed stroke, yaitu stroke dengan defisit neurologis
yang menetap dan sudah tidak berkembang lagi.
c. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler8,9
1. Sistem karotis
Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
Sensorik : hemihipestesia kontralateral, parestesia
Gangguan visual : hemianopsia homonym kontralateral, amourosis
fugax
Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2. Sistem vertebrobasiler
Motorik : hemiparese alternan, disartria
Sensorik : hemihipestesia alternan, parestesia
Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
E. Faktor Risiko
Faktor risiko stroke secara umum terdiri dari fakor yang bisa
dikendalikan dan tidak bisa dikendalikan.3
Tabel 1. Faktor Risiko Stroke

F. Patofisiologi Stroke
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15
sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa
oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang

31

diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat


sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Proses patologik mendasari
mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di pembuluh darah yang
memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa :
1.

2.

3.

4.

Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri seperti pada arterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan.
Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium
Ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.4
Dengan adanya aterotrombosisi atau emboli artinya memutuskan aliran

darah ke otak (cerebral blood flow/CBF). Dalam keadaan fisiologis jumlah darah
yang mengalir ke otak (Cerebral Blood Flow) ialah 50-60 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira
beratnya antara 1200-1400 gram, adalah 700-840 ml per menit.8
Tekanan perfusi
CBF =
Resistensi intrakranial

Nilai normal dari Cerebral Blood Flow adalah 50-60 ml/100 gram
jaringan otak/menit. Jika nilai CBF < 30 ml/100mg/menit iskemia, sedangkan
jika nilai dari CBF <10 ml/100mg/ menit akan kekurangan oksigen proses
fosfolirasi oksidatif terhambat produksi ATP akan menurun pompa Na K
ase tidak akan berfungsi depolarisasi membrane se saraf pembukaan kanal
ion Ca kenaikan influx Ca secara cepat gangguan homeostasis ca
merupakan signaling yang mengaktivasi berbagai enzim memicu proses
biokimia yang beesifat eksitotoksik kematian sel saraf (nekrosis maupun

32

apoptosis gejala timbul tergantung saraf mana yang mengalami kerusakan.


Patofisiologi stroke berdasarkan etiologinya :
1. Stroke Hemoragik atau Stroke Perdarahan

Gambar 4. Stroke Hemoragik


Stroke hemoragik disebabkan karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal, akibatnya darah merembes ke dalam
suatu daerah diotak dan merusaknya. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi. Hipertensi menyebabkan tekanan yang lebih
besar pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan rentan pecah. Stroke hemoragik dibagi lagi menjadi:
a. Perdarahan Intraserebral
Pada kasus ini terjadi perdarahan pada parenkim hingga ventrikel otak
yang terjadi pada arteri kecil maupun arteriol yang bisa menyebabkan
terbentuknya hematoma dan menimbulkan edema serebri yang jika tidak
ditangani dengan cepat dapat menyebabkan terjadinya herniasi batang otak dan
menyebabkan penurunan kesadaran secara cepat dan bahkan menjadi koma dan
tak jarang berakhir dengan kematian. Perdarahan intraserebral terutama
mengenai lobus serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak dan serebelum
sedangkan mesensefalon dan medulla spinalis jarang sekali terkena. Faktor risiko
utama terjadinya perdarahan intraserebral adalah hipertensi (70-90%) dimana
terjadi perubahan degeneratif pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
robeknya pembuluh darah (mikroneurisma charcot- bouchard). Stroke jenis ini

33

dapat juga disebabkan oleh trauma, malformasi vaskuler, penggunaan obatobatan seperti amfetamin dan kokain. Biasanya mengenai usia antara 50-80
tahun. Serangan seringkali terjadi mendadak dan pada siang hari saat beraktivitas
dan ketika dalam keadaan emosi atau marah. Tingkat mortalitas mencapai 44%
setelah 30 hari terjadinya serangan bahkan dapat meningkat menjadi 100% jika
pasien dalam keadaan koma.

Perdarahan intraserebral merupakan penyebab

kematian tertinggi pada penderita stroke.6


b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid biasanya menyerang usia 20-70 tahun yang
disebabkan karena vena maupun kapiler dan tersering dikarenakan pecahnya
aneurisma pada sirkulus Willisi ruptur satu atau lebih pembuluh darah, baik di
arteri, vena, maupun kapiler dan tersering akibat peningkatan tekanan darah atau
tekanan intrakranial sehingga menimbulkan gangguan aliran darah serebral yang
bisa menyebabkan hilangnya kesadaran. Oleh karena itu, sangat penting
menentukan lokalisasi terjadinya aneurisma pada arteri oftalmika dan kompresi
pada nervus optikus maka dapat menyebabkan defisit visual monokular.10
Namun, jika aneurisma terjadi pada arteri karotis interna, arteri basilaris dan
arteri

oftalmika

maka

dapat

menyebabkan

gangguan

pada

otot-otot

ekstraokuler.11 Perdarahan subarachnoid lebih sering mengenai wanita dan


meningkat risikonya setelah wanita tersebut post menopause, terkadang
dihubungkan dengan adanya riwayat migrain ataupun kejang. Manifestasi awal
dapat berupa ptekie ataupun purpura pada kulit. Pada keadaan yang lebih berat,
dapat menimbulkan edema papil dan iritasi batang otak serta defisit neurologi
permanen pada 20-50% kasus.6 Bahkan bila tidak segera ditangani dapat
menimbulkan infark dikarenakan vasospasme arteri di sekitar aneurisma
sehingga menimbulkan keadaan koma yang lama. Penyebab perdarahan
subarachnoid lainnya yaitu pecahnya malformasi arteri vena (AVM).
2. Stroke Non Hemoragik atau Stroke Iskemik
Pada stroke terjadi penurunan suplai darah dan oksigenasi ke otak yang
mengakibatkan terjadinya hipoksia dan nekrosis jaringan otak pada darah
tersebut. Proses yang mendasarinya dapat disebabkan oleh trombosis (akibat

34

obstruksi pembuluh darah karena adanya bekuan darah), emboli, tekanan perfusi
sistemik yang menurun misalnya keadaan syok, dan terjadinya trombosis
pembuluh darah vena, terutama mengenai arteri karotis kranial meliputi cabang
terminal dan arteri karotis interna, arteri basilaris dan arteri serebri media, dan
arteri serebri posterior. Selain itu, iskemia serebral juga akan diikuti oleh respon
inflamasi yang hebat yang melibatkan infiltrasi granulosit, limfosit T dan
makrofag pada area iskemik dan sekitarnya. Pada kasus stroke jenis ini terdapat
hubungan yang bermakna antara peningkatan neutrofil dengan luas infark,
sehingga dapat disimpulkan neutrofil sebagai indikator yang memperburuk
keadaan. Stroke non hemoragik dibagi lagi menjadi :6
a. Stroke Trombosis

Gambar 5. Stroke Trombosis


Terjadinya stroke trombosis disebabkan karena adanya trombus yang
terdiri dari trombosit, fibrin, eritrosit, dan sel leukosit sehingga menyebabkan
penyempitan lumen dimana gejalanya muncul perlahan akibat proses
arterosklerosis dan biasanya mengenai usia 50-70 tahun. Dapat mengenai
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil dan terjadi pada arteri
serebral yang sudah ada trombus. Trombosis adalah terbentuknya masa dari
unsur darah didalam pembuluh darah vena atau arteri pada makluk hidup.
Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk sumbatan pembuluh
darah, baik arteri maupun vena.12
Ada 3 hal yang berpengaruh dalam pembentukan/timbulnya trombus ini
(trias Virchow) :12
1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel).
2. Aliran darah yang melambat/ statis.

35

3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan


koagulabilitas.
b. Stroke Emboli

Gambar 6. Stroke
Stroke

Emboli
emboli

adalah

suatu

gangguan neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah, dimana
terjadi secara mendadak atau cepat timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal di otak yang dapat menjadi lebih berat akibat suatu emboli dan
sering mengenai usia muda dengan tingkat mortalitas 7-10 %. 6 Stroke emboli
diklasifikasikan berdasarkan arteri yang terlibat (misalnya stroke arteria
vertebralis) atau asal embolus. Asal stroke emboli dapat suatu arteri distal atau
jantung (stroke kardioembolik).4 Pada stroke jenis ini, embolus dapat berasal dari
tempat lain didalam tubuh, dimana 90% emboli berasal dari jantung. Hal tersebut
dikarenakan aliran darah ke otak berasal dari arkus aorta sehingga emboli yang
lepas dari ventrikel kiri akan disebarkan melalui aliran darah ke arteri karotis
komunis kiri dan arteri brakhiosefalika. Selain itu, jaringan otak sangat sensitif
terhadap obstruksi aliran darah, sehingga emboli yang berukuran 1 mm sudah
dapat menimbulkan gangguan neurologis yang berat.6 Stroke emboli juga bisa
disebabkan trombus yang terlepas dari arteri yang arterosklerosis dan beluserasi,
gumpalan trombosit karena fibrilasi atrium, timbunan lemak, sel kanker ataupun
infeksi bakteri. Dengan adanya aterosklerosis yang merupakan kombinasi dari
perubahan tunika intima dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun
deposit kalsium maka perubahan-perubahan hemodinamik sistemik (aritmia
jantung, hipotensi, hipertensi) dan kimia darah (polisitemia, hiperviskositas)
dapat menimbulkan iskemik dan infark serebri regional. 8 Pada saat aliran darah

36

lambat (saat tidur), maka dapat terjadi penyumbatan. Untuk pembuluh darah
kecil dan arteriol, terjadi penumpukan lipohialinosis yang mengakibatkan
mikroinfark.
G. Gejala dan Tanda
Jenis patologi (hemoragik atau nonhemoragik)

secara umum tidak

menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis


hemoragik sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi saat
bekerja.
a. Pada Stroke Non-Haemoragis

Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat

Ada Riwayat TIA

Tidak nyeri kepala, kejang,

Tidak muntah,

biasanya kesadaran normal

tidak ada gejala meningeal

Membedakan Trombosis dan Emboli

Trombosis : - Sering terjadi pada bangun pagi.


- Sering terjadi pada usia lanjut

Emboli

: - Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap


- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering Pada Usia Muda

b. Pada Stroke Haemoragis /Stroke Perdarahan

Serangan pada saat aktif

Nyeri Kepala yang hebat

Muntah

Kaku duduk

37

Gangguan Kesadaran

Perdarahan retina

Kejang-kejang

Gangguan gerakan Bola Mata

Funduskopi: Papil oedema


Beberapa perbedaan yang terdapat pada stroke hemisfer kiri dan kanan

dapat dilihat dari tanda-tanda yang didapatkan dan dengan pemeriksaan


neurologis sederhana dapat diketahui kira-kira letak lesi seperti yang terlihat di
bawah ini.13
a. Lesi di korteks

Gejala terlokalisasi dan mengenai daerah kontralateral dari letak lesi.

Hilangnya sensasi kortikal (diskriminasi dua titik) ambang sensorik yang


bervasiasi.

Kurang perhatian terhadap rangsang sensorik.

Bicara dan penglihatan mungkin terkena.

b. Lesi di kapsula

Lebih luas dan mengenai daerah kontra lateral dari letak lesi.

Sensasi primer menghilang.

Bicara dan penglihatan mungkin terganggu.

c. Lesi di batang otak

Luas dan bertentangan dengan letak lesi

Mengenai saraf kepala sesisi dengan letak lesi (III-IV otak tengah),
(V,VI,VII, di pons), (IX, X, XI, XII di medula)

d. Lesi di medula spinalis

Neuron motorik bawah di daerah lesi, sesisi

Neuron motorik atas di bawah lesi, berlawan dengan letak lesi

Gangguan sensorik

38

H. Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis melalui
pemeriksaan fisik-neurologi. Sedangkan untuk membedakan jenis stroke dapat
dilakukan dengan sistem skor dan CT-scan.6
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat memberikan informasi untuk menentukan
gambaran stroke yang dinamakan transcient ischemic attack, completed
stroke dan sebagainya. Hal yang perlu diketahui melalui anamnesis adalah
peristilahan orang awam dalam mengemukakan keluhan yang merupakan
manifestasi stroke antara lain hemiparesis, hemiparestesi, afasia, disatria, dan
hemianopsia.
2. Pemeriksaan fisik neurologi
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik-neurologi seperti
tingkat kesadaran, ketangkasan gerakan, kekuatan otot, tonus otot, refleks
tendon, refleks patologis, dan fungsi saraf kranial.
3. Diagnosis Klinis
Diagnosis klinis dapat mencakup segi-segi etiologi, lokalisasi, dan
pathogenesis. Gejala-gejala neurologis serta tanda-tanda fisik diagnosis
merupakan manifestasi suatu jenis vaskular yang bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Oleh karena itu, setiap
jenis lesi vaskular menimbulkan suatu sindrom. Maka diagnosis klinis dapat
dibuat berdasarkan pengenalan sindrom-sindrom dan riwayat perkembangan
stroke.
Siriraj Stroke Score (SSS)
Rumus = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri
kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) (3 x petanda ateroma) 12
Der
derajat kesadaran

0 = Kompos mentis / GCS 15-14


1 = Somnolen / GCS 13-8
2 = Sopor / koma GCS 7-3

Vomitus

0 = Tidak ada

39

1= Ada
Nyeri kepala

0 = Tidak ada
1= Ada

Tekanan diastolik

mmHg

Ateroma

0 = Tidak ada
1 = Salah satu atau lebih : diabetes, angina,
penyakit pembuluh darah

Skor > 1

: Stroke hemoragik

Skor < -1

: Stroke non hemoragik

Skor -1 s.d 1 : Borderline, perlu CT-scan


4. Pemeriksaan Penunjang10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien stroke adalah
sebagai berikut :
a. CT-scan Kepala
CT-scan merupakan baku emas untuk membedakan infark dan
perdarahan.
Stroke iskemik, bila tampak gambaran hipodensitas pada hasil CT

scan otak pasien stroke.


Stroke hemoragik, bila tampak gambaran hiperdensitas pada hasil CTscan otak pasien stroke.

b.

Pemeriksaan Lumbal Pungsi


Pemekrisaan lumbal pungsi adalah pemeriksaan diagnostik kimia
sitologi, mikrobiologi dan virologi. Disamping itu juga, dilihat tekanan,
kejernihan, warna, dan kecepatan tetesan cairan cerebrospinal saat keluar
karena menggambarkan proses yang terjadi di intraspinal. Pada stroke
non hemoragik akan ditemukan tekanan normal dari cairan cerebrospinal
jernih. Pemeriksaan pungsi cisternal dilakukan bila tidak mungkin
dilakukan pungsi lumbal. Prosedur ini dilakukan dengan pengawasan

c.

neurolog yang telah berpengalaman.


Elektrokardiografi (EKG)

40

Untuk mengetahui fungsi jantung yang berperan dalam suplai darah


d.

ke otak.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah,
kekentalan darah, jumlah sel darah, penggumpalan trombosit yang

e.

abnormal, dan masa pembekuan darah.


Angiografi cerebral
Pemeriksaan cerebral angiografi membantu mengetahui penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri serta

f.

memperlihatkan secara tepat letak oklusi atau ruptur.


Magnetic Resonansi Imaging (MRI)
Dapat mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak karena
lebih sensitif dan canggih daripada CT-scan. Selain itu, dapat
menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi
anterior vena.

I.

Penatalaksanaan Stroke
Penatalaksanaan stroke menurut PERDOSSI, 2007 yaitu sebagai berikut.1
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan
jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan
cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam
H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks,
darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,

protrombin time/INR, APTT,

glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis
gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan
mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap
tenang.

41

b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Stroke iskemik
Terapi umum
Letakkan kepala pasien 30

dan dada pada satu bidang, ubah posisi

tidur setiap 2 jam , mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya bebaskan jalan nafas beri oksigen 1-2 liter/ menit sampi
didapatkan hasil gas analisis darah. Jika perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 15002000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa
atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus
dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan

tekanan

darah

maksimal

adalah

20%,

dan

obat

yang

42

direkomendasikan: natrium nitro- prusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat


ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70
mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4
jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi.
Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg,
dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110
mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320
mmol); sebagai alter-natif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin
dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant
tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu
sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis
cenderung memburuk.
Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 1520% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130

43

mmHg, dan volume hema- toma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2
menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril
iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat
penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung
diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi-bitor pompa proton;
komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan
antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien
yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3
cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum,
dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma
knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
C. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, di-butuhkan penatalaksanaan khusus intensif

pasca

stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami


dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:

44

Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

Penatalaksanaan komplikasi,

Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi


wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

J.

Prevensi sekunder

Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Pencegahan
Sebenarnya stroke dapat dicegah. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengendalikan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (modifiable). Namun, jika
anda memiliki faktor risiko stroke yang dapat diubah, sebaiknya anda seharusnya
memeriksa (control) kesehatan ke pusat-pusat kesehatan atau menjalani beberapa
skrining untuk mendiagnosis dini. Pencegahan yang lain dengan menggunakan
obat-obatan terutama untuk mencegah stroke non hemoragik. Obat-obatan yang
dapat digunakan adalah aspirin. Bahkan di USA, penggunaan aspirin
direkomendasikan untuk mencegah terjadinya trombus yang bisa mempermudah
terjadinya stroke embolik. Namun, penggunaan aspirin harus hati-hati agar tidak
terjadi perdarahan serebral. Dosis yang dianjurkan adalah 80-160 mg/ hari.14

K. Komplikasi Stroke

Fase Akut9
- Neurologis: stroke susulan, edema otak, infrk berdarah, hidrosefalus
- Non Neurologis: hipertensi/ hiperglikemia reaktif, edema paru,
gangguan jantung, infeksi, gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit
Fase Lanjut9
- Neurologis: gangguan fungsi luhur
- Non Neurologis: kontraktur, dekubitus, infeksi, depresi

L. Prognosis
Tergantung pada jumlah faktor risiko yang ada pada tiap penderita. Berat
ringannya outcome stroke dapat dihitung dengan menggunakan NIHSS score.

45

NIHSS merupakan pemeriksaan tingkat kesadaran, kemampuan menjawab


pertanyaan, kemampuan mengikuti perintah, gerakan bola mata konjugat
horizontal, lapangan pandang, facial palsy, motorik ringan, motorik tungkai,
ataxia, sensori, bahasa, disatria, neglect. Sebagian stroke bersifat fatal, sementara
yang lain menyebabkan cacat tetap atau sementara. Sekitar 2 dari 10 orang yang
mengalami stroke akut akan meninggal dalam satu bulan pertama, 3 dari 10
orang meninggal dalam 1 tahun, 5 dari 10 orang meninggal dalam 5 tahun, dan 7
dari 10 orang meninggal dalam 10 tahun.14

DAFTAR PUSTAKA
1.

Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. 2007. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan
keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. Hal: 81-115.

2.

WHO. 1989. Recommendation on Stroke Prevention, diagnosis and therapy in


Stroke. Hal 20: 1407-31.

3.

Setyopranoto, I. 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia


Kedokteran 185. 38 (4), hal. 247-250.

4.

Price, Sylvia A, dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Penyakit


Serebrovaskular (edisi ke-6) Volume 2. Terjemahan oleh : Pendit, Brahm U.
dkk. EGC. Jakarta, Indonesia. Hal 1105-1129.

5.

Misbach, J dan Wendra Ali. 2001. Stroke in Indonesia:A first large prospective
hospital-based study of acute stroke in 28 hospitals in Indonesia.Journal of
clinical Neuroscience 5(3):245-249, (Http://www.sciencedirect.com, Diakses
tanggal 6 Desember 2014 ).

6.

Elida, Septika Lena. 2010. Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi Dan
Jenisnya Dengan Jenis Stroke Di RSUP Mohammad Hoesin Palembang Periode

46

1 Januari - 30 November 2009. Skripsi. Jurusan Pendidikan Dokter Umum


UNSRI (tidak dipublikasikan). Hal 8-22.
7.

Yayasan Stroke Indonesia. 2009. Tahun 2020 Penderita Stroke Meningkat 2 Kali,
(Http://www.yastroki.com, Diakses tanggal 6 Desember 2014).

8.

Sidharta, P. dan Mardjono, M. 2004. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat:


Surabaya, hal. 269-293.

9.

Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi). 2006. Standar


Pelayanan Medis dan Standar Prosedur Operasional Neurologi: Stroke.
Perdossi: Jakarta, hal. 19-24.

10. Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis Dasar: Gangguan Peredaran Darah
Otak. GMUP. Yogyakarta, Indonesia. Hal 59-60.
11. Wiebers, David O, dkk. 2006. Handbook of Stroke Second Edition .Hal 305-308.
12. Dahlan M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I : Trombosis Arterial
Tungkai Akut. Dalam. (edisi ke-4). IPD FK UI. Jakarta, Indonesia.
13. Corwin, E. J. 2000. Stroke dalam buku saku patofisiologi. Endah P (editor).
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta, hal. 181-182.
14. Fernando, Leo. 2010. Faktor-Faktor Risiko, Angka Kejadian Dan Gambaran
Klinis Stroke Pada Pasien Rawat Inap Bagian Saraf Rumah Sakit Mohammad
Hoesin Palembang Periode 1 Januari 2009 - 30 Juni 2009. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Dokter Umum UNSRI

47

Anda mungkin juga menyukai