Anda di halaman 1dari 85

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL

DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND


CARE PADA PASIEN POST OP DI RUANG MAWAR
RSUD DR.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI

SKRIPSI
untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :
Ratih Swarihadiyanti
NIM. S10036

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK INSTRUMENTAL


DAN MUSIK KLASIK TERHADAP NYERI SAAT WOUND
CARE PADA PASIEN POST OP DI RUANG MAWAR
RSUD DR.SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI

SKRIPSI
untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh :
Ratih Swarihadiyanti
NIM. S10036

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014

ii

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, yang selalu
melindungi dan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pengaruh Pemberian Terapi Musik
Instrumental Dengan Musik Klasik Terhadap Nyeri Saat Wound Care Pada
Pasien Post Op.
Dalam pembuatan skripsi ini, penulis banyak menghadapi kesulitan dan
hambatan, namun berkat bantuan berbagai pihak, maka penulis dapat
menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, atas selesainya skripsi ini tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya pada yang terhormat:
1.

Dra Agnes Sriharti M.Si selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta

2.

Wahyu Rima Agustin, S.Kep.,Ns.,M.Kep

selaku Ketua Prodi S-1

Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta


3.

Sunardi, S.KM.,M.Kes selaku pembimbing pertama yang telah memberikan


bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.

4.

Anita Istiningtyas, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing kedua yang telah


memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini
hingga selesai.

5.

Segenap dosen Prodi S-1 dan Staf pengajar STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan pada penulis.

iv

6.

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soediran Mangun Sumarso


Wonogiri yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan
penelitian.

7. Adi, S.Kep selaku kepala ruang rawat inap mawar

RSUD dr.Soediran

Mangun Sumarso Wonogiri yang telah membantu dan mengarahkan peneliti


dalam proses penelitian.
8. Responden yang telah membantu peneliti sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar.
9. Kedua Orang Tua yang telah memberikan semangat, dorongan, dan doa
dalam penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman prodi S-1 yang telah memberikan dorongan baik material dan
spiritual dalam pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dengan ini penulis mengharapkan saran dan
kritik yang sifatnya membangun untuk perbaikkan dikemudian hari.

Surakarta , Juni 2014

Peneliti

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................

iii

KATA PENGANTAR .....................................................................................

iv

DAFTAR ISI ....................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

DAFTAR SINGKATAN .................................................................................

xii

ABSTRAK ......................................................................................................

xiii

ABSTRACT ....................................................................................................

xiv

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang .....................................................................

1.2.

Rumusan Masalah................................................................

1.3.

Tujuan Penelitian .................................................................

1.4.

Manfaat Penelitian ...............................................................

1.5.

Keaslian Penelitian ..............................................................

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Konsep Teori .......................................................................

10

2.1.1. Definisi Nyeri ..........................................................

10

2.1.2. Definisi Luka ..........................................................

29

2.1.3. Definisi Perawatan Luka (Wound Care) .................

33

2.2.

Kerangka Teori ....................................................................

38

2.3.

Kerangka Konsep ................................................................

38

2.4.

Hipotesis ..............................................................................

39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1.

Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................

40

3.2.

Populasi dan Sampel Penelitian ..........................................

41

3.3.

Tempat dan Waktu Penelitian..............................................

42

vi

3.4.

Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran ......

43

3.5.

Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data.......................

43

1.5.1. Alat Penelitian .........................................................

43

1.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................

45

1.5.3. Cara Pengumpulan Data ..........................................

46

Teknik Pengolahan dan Analisa Data ..................................

48

3.6.1. Tehnik Pengolahan Data ..........................................

48

3.6.2. Analisa Data.............................................................

49

Etika Penelitian ....................................................................

51

3.6.

3.7.

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1.

BAB V

Hasil

52

4.1.1. Karakteristik Responden

52

4.1.2. Analisa Univariat

54

4.1.3. Analisa Bivariat .......................................................

57

PEMBAHASAN PENELITIAN
5.1.

Nyeri Post Op Terapi Musik Instrumental ..........................

58

5.2.

Nyeri Post Op Terapi Musik Klasik ....................................

60

5.3.

Pengaruh Musik Instrumental Dan Musik Klasik ...............

61

5.4.

Keterbatasan Penelitian

63

BAB VI PENUTUP
6.1.

Simpulan

64

6.2.

Saran

65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

No

Judul Tabel

Halaman

Tabel
Tabel 1.1

Keaslian Penelitian

Tabel 3.1

Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan


Skala Pengukuran

Tabel 4.1

42

Distribusi jumlah responden kelompok


instrumental berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2

Distribusi jumlah responden Kelompok Klasik


berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.3.

53

Distribusi jumlah responden kelompok


instrumental

Tabel 4.6.

52

Distribusi jumlah responden kelompok klasik


berdasarkan umur

Tabel 4.5.

52

Distribusi jumlah responden kelompok


instrumental berdasarkan umur

Tabel 4.4.

51

berdasarkan pendidikan

53

Distribusi jumlah responden kelompok klasik


berdasarkan pendidikan

54

Tabel 4.7

skala nyeri dengan terapi musik instrumental

55

Tabel 4.8

skala nyeri dengan terapi musik klasik

55

Tabel 4.9.

Distribusi

Tabel 4.10

skala nyeri dengan terapi musik

instrumental dan musik klasik

56

Uji Normalitas Data

57

viii

DAFTAR GAMBAR

No
Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1.

Gambar skala nyeri Word Grapic Rating Scale

11

2.2.

Gambar skala nyeri Face Pain Rating scale

12

2.3.

Gambar skala nyeri Bourbanis

12

2.4.

Gambar skala nyeri numerik

13

2.5.

Gambar skala nyeri Visual Analog Scale (VAS)

13

2.6.

Gambar derajat luka

30

2.7.

Kerangka Teori

37

2.8.

Kerangka Konsep.

38

3.1.

Rancangan Penelitian

39

3.2.

Skala NRS

44

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

:Jadwal Penelitian

Lampiran 2

: F-01 Usulan Topik Penelitian

Lampiran 3

: F-02 Pengajuan Persetujuan Judul

Lampiran 4

: F-04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 5

: Surat Izin Studi Pendahuluan

Lampiran 6

: Surat Izin Pendahuluan Rekomdensasi Kesbangpol Wonogiri

Lampiran 7

: Surat Izin Pendahuluan

Pengantar Dari RSUD Dr.Soediran

Mangun Sumarso
Lampiran 8

:F-05 Lembar Oponent Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 9

:F-06 Lembar Audience Ujian Sidang Proposal Skripsi

Lampiran 10 :F-07 Pengajuan Surat Izin Penelitiaan


Lampiran 11 :Surat Izin Penelitian
Lampiran 12 :Surat Izin Penelitian Rekomendasi Kesbangpol Wonogiri
Lampiran 13 :Surat Izin Penelitian RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri
Lampiran 14 :Surat Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 15 :Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 16 :Instrument Penelitian
Lampiran 17 :Sop Pelaksanaan Terapi Musik
Lampiran 18 :Surat Pernyataan Selesai Penelitian Dari RSUD Dr. Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri

Lampiran 19 :Data Responden Penelitian


Lampiran 20 :Analisa Data Frekuensi Karakteristik Responden
Lampiran 21 :Analisa Data Bivariat
Lampiran 22 :Lembar Konsultasi
Lampiran 23 :Dokumentasi

xi

DAFTAR SINGKATAN

TENS

:Transcutan Electric Nervous Stimulating

ACTH

:Adrenal Corticotropin Hormon

VAS

:Visual Analog Scale

NRS

:Numeric Rating Scale

NSAID

:Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs

FPS-R

:Face Pain Scale Revised

xii

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2014

Ratih Swarihadiyanti
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Instrumental Dan Musik Klasik
Terhadap Nyeri Saat Wound Care Pada Pasien Post Op Di Ruang Mawar
RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
Abstrak

Terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan musik yang bertujuan
untuk berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif dan kebutuhan
sosial, sedangkan nyeri merupakan masalah psikologis. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri
saat wound care pada pasien post op .
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksprimen dengan
menggunakan post only without control design group. Besar sampel 40
responden, menggunakan analisa data u mann whitney. Berdasarkan hasil
penelitian kelompok terapi musik instrumental sebagian besar responden
mengalami nyeri ringan 75% sedangkan kelompok terapi musik klasik mengalami
nyeri sedang 60%. Hasil dari uji bivariat menunjukkan nilai p 0.017 sehingga ada
pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri
saat wound care pada pasien post op.
Kesimpulan penelitian ini adalah terapi musik instrumental lebih
berpengaruh terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op di ruang Mawar
RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Peneliti menyarankan untuk
menerapkan terapi musik instrumental ini sebagai tindakan mandiri perawat di
lingkungan RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Kata Kunci : Terapi Musik Instrumental, Terapi Musik Klasik, Wound Care,
Nyeri Post Op
Daftar Pustaka :60 (2001-2014)

xiii

BACHELOR DEGREE PROGRAM IN NURSING SCIENCE


KUSUMA HUSADA SCHOOL OF HEALTH OF SURAKARTA
2014

Ratih Swarihadiyanti
THE EFFECT OF INSTRUMENTAL MUSIC AND CLASSICAL MUSIC
EXTENSIONS ON PAIN DURING WOUND CARE ON THE POST
OPERATIVE CLIENTS AT MAWAR WARD OF DR.SOEDIRAN MANGUN
SUMARSO LOCAL GENERAL HOSPITAL OF WONOGIRI
Abstract

Musical therapy is a therapy that uses music to cope with various


problems in the physical psychological and cognitive aspects and social needs.
The objective of this research is to investigate the effect of instrumental music and
classical music on the pain during wound care of the post operative clients.
This research used the quasi experimental research method with the post
only without control group design. The samples of the research consisted of 40
respondents. The data of the research were analyzed by using the U mann whitney
test.
The result of the research shows that the 75% of the respondents exposed
to the instrumental music therapy suffer from mild pain, and 60% of the
respondents exposed to the classical music therapy suffer from moderate pain.
The be-variate test shows that the value of p is 0.017 meaning that the
instrumental music therapy has more effects on the pain during wound care of the
post-operative clients at Mawar ward of Dr. Soediran Mangun Sumarso Local
General Hospital of Wonogiri. Thus, the instrumental music therapy is
recommended to be used as autonomous intervention by nurses within the
environment of Dr. Soediran Mangun Sumarso Local General Hospital of
Wonogiri.

Keywords: Instrumental music therapy, pain, wound care, and post operative
clients
References: 60 (2001-2014)

xiv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat
proses yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu
(Potter & Perry 2006). Menurut para ahli berpendapat bahwa penyembuhan
luka akan sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa
infeksi bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka
terserap oleh pembalutnya. Banyak orang yang menganggap perawatan luka
itu menyakitkan. Luka akut dan kronis beresiko terkena infeksi. Luka akut
memiliki serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi. Luka
akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma dan luka lecet. Angka
infeksi untuk luka bedah di Indonesia mencapai 2,30 sampai dengan 18,30 %
(Depkes RI 2001). Jenis luka kronis yang paling banyak adalah luka
dekubitus,

luka

diabetik,

dan

luka

kanker.

Luka

kronis,

waktu

penyembuhannya tidak dapat diprediksi dan dikatakan sembuh jika fungsi


dan struktur kulit telah utuh dan melakukan wound care secara rutin.
Wound care merupakan tindakan untuk mencegah infeksi

dan

mempercepat penyembuhan luka, tetapi dalam pelaksanaannya dapat


meningkatkan intensitas nyeri. Nyeri tersebut timbul dari luka insisi dan
tindakan operasi bedah. Rasa nyeri pada saat wound care bedah dapat

disebabkan oleh karena prosedur pelepasan balutan atau verban, rangsangan


mekanik akibat pembersihan luka, dan larutan pencuci luka atau agen yang
digunakan untuk antiseptik luka, selain itu nyeri dapat juga disebabkan
karena luka masih dalam fase inflamasi.
Badan Pelaksana Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit Umum (BPKM
RSU) Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar wound care bedah pertama
kali dilaksanakan mulai dari hari ke-5 pasca bedah, dimana waktu ini luka
masih dalam fase inflamasi, dengan menggunakan agen pencuci luka berupa
NaCl 0,9% dan antiseptik berupa povidone-iodine. Variasi intensitas nyeri
yang dirasakan pasien dapat terjadi, hal ini dimungkinkan karena kemamuan
setiap individu berbeda dalam merespon dan mempersepsikan nyeri yang
dialami, keadaan ini dapat dihubungkan dengan karakteristik yang dimiliki
oleh pasien. Mekanisme terjadinya nyeri akibat adanya stimulasi nyeri pada
area luka bedah menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan
menstimulasi transmisi impuls disepanjang serabut saraf aferen nosiseptor ke
substansi dan diinterpretasikan sebagai nyeri ( Abu 2007 ).
The International Association for the Study of Pain mendefinisikan
nyeri

merupakan

pengalaman

sensoris

dan

emosional

yang

tidak

menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan


aktual. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu (Potter & Perry 2005). Rasa
nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan
dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang

menimbulkan respon fisik dan psikis (Mander 2003). Respon fisik meliputi
perubahan keadaan umum, wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap
badan, dan apabila nafas makin berat dapat menyebabkan kolaps
kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat
merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem imun dalam
peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan
mengarah pada ancaman merusak diri sendiri. Nyeri pasca operasi muncul
disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh
menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare 2002).
Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun
menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter & Perry 2006).
Manajemen untuk mengatasi nyeri secara garis besar ada 2 yaitu:
farmakologi meliputi tindakan kolaborasi antara perawat dengan dokter, yang
menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri,
sedangkan non farmalogis meliputi tindakan mandiri perawat untuk
menghilangkan nyeri dengan menggunakan manajemen nyeri, misalnya
dengan teknik biofeedback, Transcutan Electric Nervous Stimulating
(TENS), guided imagery, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure,
aplikasi panas/dingin, massage, hipnosis dan relaksasi. Manajemen nyeri
dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan eksternal yang
mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri
dengan tindakan distraksi mencakup latihan pernafasan diafgrama, teknik
relaksasi progresif, quided imagery, terapi musik dan meditasi (Greer 2003).

Penggunaan musik sebagai terapi sebenarnya telah digunakan manusia


sejak jaman Yunani kuno dan mulai diterapkan pada masa Perang Dunia I
dan II. Terapi musik dalam bidang kedokteran dapat digunakan untuk
meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik mental,
emosional atau spritual dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu
(Samuel 2007). Terapi musik

mempunyai tujuan untuk membantu

mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh


positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatkan memori, serta
menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun
kedekatan emosional. Terapi musik juga diharapkan dapat membantu
mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan
2006). Terapi musik juga sangat efektif untuk penurunan intensitas nyeri
pada Pasien Post Operasi (Purwanto 2012).
Terapi musik bermanfaat terhadap intensitas nyeri akibat perawatan luka
bedah abdomen (Shocker 2007). Terapi musik juga dapat menurunkan tingkat
kecemasan pasien pra operasi (Faradisi 2012). Terapi musik merupakan
intervensi alami non invasif yang dapat diterapkan secara sederhana tidak
selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi, harga terjangkau dan tidak
menimbulkan efek samping (Samuel 2007).
Banyak jenis musik yang dapat digunakan untuk terapi, diantaranya
musik klasik, instrumental, jazz, dangdut, pop rock, dan keroncong. Salah
satu diantaranya adalah musik instrumental yang bermanfaat menjadikan
badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Semakin banyak hasil riset

mengenai efek musik instrumental terhadap kesehatan dan kesegaran fisik.


Musik instrumental dan terapi relaksasi telah banyak digunakan secara
bersamaan guna menurunkan detak jantung dan menormalkan tekanan darah
terhadap seseorang yang menderita serangan jantung. Penderita migrain (sakit
kepala sebelah) juga telah banyak yang dilatih dengan menggunakan musik,
pemberian bantuan visual dan teknik-teknik relaksasi untuk membantu
menurunkan frekuensi, intensitas dan durasi penderitaan sakit kepala mereka
(Aditia 2012).
Musik klasik adalah komposisi musik yang lahir dari budaya Eropa
sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang
menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa
gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan
melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress (Musbikin 2009). Hal
tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal Corticotropin Hormon
(ACTH) yang merupakan hormon stress (Djohan 2006).
Studi pendahuluan pada tanggal 30 November 2013 di ruang Mawar
RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri, terdapat 52 wound care
pasien post-op dari bulan Oktober sampai November, dari 2 pasien wound
care post-op yang diwawancarai oleh peneliti mengatakan nyerinya
meningkat selama wound care dengan peningkatan 2-3 skala nyeri, dan
pasien mengatakan tidak pernah melakukan distraksi saat dilakukan wound
care. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan terapi musik klasik

terhadap skala nyeri saat wound care pada pasien post op di RSUD
dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa pasien masih mengeluhkan nyeri pada saat wound care. Nyeri
yang tidak teratasi dapat memperburuk keadaan pasien karena dapat
menimbulkan respon fisik dan psikis yang hebat (Smeltzer & Bare 2002).
Berdasarkan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah adakah pengaruh terapi musik instrumental dan klasik terhadap nyeri
saat Wound Care pada pasien post op di RSUD dr.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menjelaskan pengaruh penggunaan terapi musik instrumental dan
musik klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.

Menjelaskan

gambaran

nyeri

sesudah

pemberian

musik

instrumental saat wound care pada pasien post op.


2.

Menjelaskan gambaran nyeri sesudah pemberian musik klasik


saat wound care pada pasien post op.

3.

Menjelaskan perbedaan penggunaan terapi musik klasik dan


instrumental terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat bagi bangsal mawar
Sebagai asuhan keperawatan dalam pemberian terapi musik saat wound
care terhadap tingkat nyeri.
1.4.2. Manfaat bagi rumah sakit
Sebagai pembuatan SOP di rumah sakit khususnya dalam melakukan
wound care terhadap intensitas nyeri.
1.4.3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Untuk menambah wawasan dan referensi dalam pemberian terapi musik
instrumental dan klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care.
1.4.4. Manfaat bagi peneliti lain
Sebagai hasil pra eksperiment tentang

pengaruh penggunaan terapi

musik instrumental dan klasik terhadap intensitas nyeri saat wound care
yang dapat dikembangkan untuk perbandingan selain untuk wound care.
1.4.5. Manfaat bagi peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan dapat diaplikasikan saat melakukan
wound care dengan terapi musik instrumental dan klasik.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Penelitian
Medical Shocker

Edi Purwanto

Firman Faradisi

Judul

Metode

Hasil

Pengaruh
Terapi
Musik
Terhadap
Intensitas
Nyeri
Akibat Perawatan
Luka
Bedah
Abdomen Di Badan
Pelayanan
Kesehatan
Masyarakat Rumah
Sakit Umum Ngudi
Waluyo
Wlingi
Kabupaten Blitar
Efek
Musik
Terhadap Perubahan
Intensitas
Nyeri
Pada Pasien Post
Operasi Di Ruang
Bedah RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta

Pre eksperimental
after only design
dengan
metode
static
group
comparism

menunjukkan hasil
signifikan dengan
nilai
p=0,039,
bahwa ada pengaruh
terapi
musik
terhadap intensitas
nyeri
akibat
perawatan
luka
bedah abdomen

Pre
eksperimen
desain
dengan
menggunakan pretest and post-test
group
design.
Teknik pengambilan
sample
menggunakan quota
sampling
dengan
jumlah sample 30
responden.
Uji
statistik
dengan
menggunakan
metode
analisis
paired.

Efektivitas
terapi
murotal dan terapi
musik
klasik
terhadap penurunan
tingkat kecemasan
pasien pra operasi di
pekalongan

Quasi eksperiment
tipe pre test and
post test tehnik
pengambilan sampel
purposive sampling
dan analisa data
menggunakan uji tidependent (paired
sample t test)

didapat
rata-rata
skala nyeri pada saat
pre-test
adalah
6,5667
dengan
standar
deviasi
sebesar
1,1651.
Sedangkan rata-rata
skala nyeri pada saat
post-test
adalah
4,3000
dengan
standar
deviasi
sebesar
2,1679.
berarti efek musik
dapat menurunkan
intensitas nyeri pada
pasien post-operasi
di ruang Bedah
RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta.
Sebelum diberikan
terapi
sebagian
besar
pasien
mengalami cemas
sedang. Uji beda
tingkat kecemasan
dengan terapi musik
diperoleh nilai thitung
sebesar 8,887

Penelitian

Judul

Metode

Hasil
(p=0,000<0,05). Uji
beda
tingkat
kecemasan pasien
dengan
terapi
murotal diperoleh
nilai thitung sebesar
10,920
(p=
0,000<0,05),
Uji
beda
tingkat
kecemasan dengan
terapi musik dan
murotal diperoleh
nilai thitung sebesar
2,946
(p=0,000<0,05)
artinya pemberian
terapi murotal lebih
efektif menurunkan
tingkat kecemasan
pasien dibandingkan
dengan terapi musik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Teori
2.1.1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah suatu fenomena kompleks yang berpengaruh hanya
pada jaringan yang mengalami cedera atau penyakit. Persepsi klien
terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor

sosial, budaya, faktor

kepribadiaan, dan status psikologis (Waugh 1990; Maryunani 2013).


Nyeri merupakan suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan (Maryunani 2013).
1.

Smeltzer (2002) Kategori dasar nyeri yang secara umum:


a. Nyeri Akut adalah nyeri secara tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa
kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan, nyeri ini umumnya
terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang dari satu
bulan. Cedera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat
sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan.
b. Nyeri Kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan tidak dapat dikaitkan

10

11

dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis sebagai nyeri


yang berlangsung selama enam bulan atau lebih. Nyeri kronis
dapat terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini biasanya
mempunyai penyebab yang dapat di identifikasi .
2.

Maryunani (2013) Macam- macam nyeri berkaitan dengan berbagai


macam luka:
a. Nyeri pada trauma pembedahan, dimana hanya terjadi dalam
durasi yang terbatas, waktu yang diperlukan luka untuk
perbaikan alamiah terhadap jaringan-jaringan yang rusak lebih
singkat.
b. Nyeri pada ulkus kronik, seperti luka kanker, durasinya tidak
ada batasnya.

3.

Skala Nyeri
a. Word Grapic Rating Scale
Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas
nyeri,

Gambar 2.1

12

b. Face Pain Rating scale


Menurut wong dan baker (1998) pengukuran skala nyeri
menggunakan Face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah
yang tersenyum untuk tidak ada nyeri hingga wajah yang
menangis untuk nyeri berat (Maryunani 2013).

Gambar 2.2
c. Skala nyeri menurut bourbanis

Gambar 2.3
Perawat menanyakan kepada klien tentang nilai nyerinya dengan
menggunakan skala 0 sampai 10 yang membantu menerangkan
bagaimana intensitas nyerinya.
d.

Skala intensitas nyeri Numerical Ranting Scale (NRS)

NRS digunakan untuk menilai intensitas atau keparahan nyeri dan


memberi

kebebasan

penuh

klien

keparahan nyeri (Potter & Perry 2006).

untuk

mengidentifikasi

13

Gambar 2.4
Skala penilaian NRS (Numerical Ranting Scale) lebih digunakan
sebagai pengganti alat pendeskripsi kata (Maryunani 2013).
Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri
ringan pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada skala 4
sampai 6, intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 10 (Potter &
Perry 2006).
e. Skala Visual Analog Scale (VAS)
VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus. Skala ini memberikan
kebebasan penuh pada klien untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri. VAS merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih
sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada
rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata (Potter & Perry
2006).
Mengkaji intensitas nyeri sangat penting walaupun bersifat
subyektif dan banyak dipengaruhi berbagai keadaan seperti
tingkat kesadaran, konsentrasi dan harapan keluarga, intensitas
nyeri dapat dijabarkan di dalam sebuah skala nyeri dengan

14

deskriptif: tidak nyeri, ringan, sedang, sangat nyeri tetapi masih


dapat terkontrol dan sangat nyeri tetapi tidak dapat dikontrol
oleh pasien berdasarkan VAS. Penjelasan tentang intensitas
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.5
Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas
nyeri ringan pada skala 1 sampai 3, intensitas nyeri sedang pada
skala 4 sampai 6, intensitas nyeri berat pada skala 7 sampai 9
intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak terkontrol.
Intensitas nyeri pada skala 0 tidak terjadi nyeri, intensitas nyeri
pada skala 1 sampai 3, rasa nyeri seperti gatal atau tersetrum
atau nyut-nyutan atau melilit atau terpukul atau perih. Intensitas
nyeri pada skala 4 sampai 6, seperti kram atau kaku atau
tertekan atau sulit bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk.
Sangat nyeri pada skala 7 sampai 9 tetapi masih dapat dikontrol
oleh klien. Intensitas nyeri sangat berat pada skala 10 nyeri tidak
terkontrol.
4.

Mengkaji Persepsi Nyeri


Alat-alat pengkajian nyeri dapat digunakan untuk mengkaji
persepsi nyeri seseorang. Agar alat-alat pengkajian nyeri dapat

10

15

bermanfaat, alat tersebut harus memenuhi kriteria berikut: mudah


dimengerti dan digunakan, memerlukan sedikit upaya pada pihak
pasien, mudah di nilai dan sensitif terhadap perubahan kecil
dalam intensitas nyeri. Alat-alat pengkajian nyeri dapat di
gunakan untuk mendokumentasikan kebutuhan intervensi, untuk
mengevaluasi efektivitas intervensi dan untuk mengidentifikasi
kebutuhan akan intervensi alternatif atau tambahan jika intervensi
sebelumnya tidak efektif dalam meredakan nyeri.
Deskripsi verbal tentang nyeri, individu merupakan penilai
terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta
untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya. Informasi yang
diperlukan harus mengambarkan nyeri individual dalam beberapa
cara yang berikut:
a. Intensitas nyeri. Individu dapat di minta untuk membuat
tingkatan nyeri pada skala verbal ( misalnya: tidak nyeri,
sedikit nyeri, nyeri hebat atau sangat hebat atau 0 : tidak ada
nyeri; 10 : nyeri sangat hebat).
b. Karakteristik nyeri, termasuk letak, durasi, irama (misal:
terus menerus, hilang timbul, periode bertambah dan
berkurangnya intensitas atau keberadaan dari nyeri) dan
kualitas (misal: nyeri seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit,
nyeri seperti di gencet).

16

c. Faktor-faktor yang meredakan nyeri misalnya: gerakan,


kurang bergerak, pengerahan tenaga,

istirahat, obat-obat

bebas dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu


mengatasi nyerinya.
d. Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, misalnya
: tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain,
gerakan fisik, bekerja dan aktivitas-aktivitas santai. Nyeri
akut sering berkaitan dengan ansietas dan nyeri kronis
dengan depresi.
e. Kekhawatiran individu tentang nyeri, dapat meliputi berbagai
masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis,
pengaruh terhadap peran dan perubahan citra tubuh.
5.

Mengkaji Respon Fisiologi dan Perilaku Terhadap Nyeri


Banyak pemberi perawat kesehatan lebih mengenal nyeri
akut dibandingkan nyeri. Akibatnya, pemberi perawatan
kesehatan yang tidak mengenal respon fisiologi dan perilaku
nyeri.
Indikator fisiologi nyeri, perubahan fisiologis involunter
dianggap sebagai indikator nyeri yang lebih yang akurat
dibanding laporan verbal pasien. Respon involunter ini seperti
meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat, dan
berkeringat adalah indikator rangsangan sistem saraf. Pasien
yang mengalami nyeri akut hebat mungkin tidak menunjukkan

17

frekuensi pernafasan yang meningkat tetapi akan menahan


nafasnya. Respon fisiologis terhadap nyeri akut yang pasien
tunjukan dapat berlangsung hanya beberapa menit, bahkan bila
nyeri berlanjut. Respon fisiologi harus digunakan sebagai
pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak
sadar dan jangan digunakan untuk mencoba menvalidasi laporan
verbal dari nyeri individu.
Karena reaksi fisiologi yang dalam terhadap nyeri tidak
dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bahkan
beberapa jam, pasien biasanya berespon secara berbeda terhadap
nyeri akut dan nyeri kronis. Pasien dengan nyeri kronis yang
sangat dalam dapat menunjukkan perubahan fisiologi, meskipun
perubahan fisiologi yang berkaitan dengan respon stress dapat
terjadi pada beberapa orang dengan nyeri akut, perubahan
seperti itu tidak selalu terjadi, perubahan tersebut terjadi pada
nyeri kronis.
Respon perilaku terhadap nyeri, dapat mencakup seperti
verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak
fisik dengan orang lain, atau perubahan respon terhadap
lingkungan. Individu yang mengalami nyeri akut dapat
menangis, merintih, merengut, tidak menggerakkan bagian
tubuh, mengepal, atau menarik diri. Individu yang mengalami
nyeri dengan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap

18

nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi


kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat
individu terlalu letih untuk merintih atau menangis merupakan
respon normal terhadap nyeri.
6.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri.


Nyeri yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, terhadap pengalaman masa lalu dengan nyeri, ansietas,
usia, dan pengharapan tentang penghilang nyeri (efek plasebo).
Faktor-faktor ini dapat meningkatkan atau menurunkan persepsi
nyeri pasien, meningkat dan menurunnya toleransi terhadap
nyeri dan pengaruh sikap respon terhadap nyeri.

7.

Strategi Pelaksanaan Nyeri.


a. Strategi penatalaksanaan nyeri dengan pendekatan farmakologi
meliputi obat analgesik. Pendekatan ini diseleksi berdasarkan
pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Pendekatan
farmakologis dapat mencakup pemberian obat analgesik sesuai
yang diresepkan. Obat analgesik ialah istilah yang digunakan
untuk mewakili sekelompok obat yang digunakan sebagai
penahan sakit. Obat analgesik termasuk oban antiradang nonsteroid (NSAID). NSAID seperti aspirin, naproksen, dan
ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat ini juga bisa
mengurangi demam dan kepanasan. Analgesik bersifat narkotik

19

seperti opoid dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan
mengubah persepsi terhadap kesakitan (noisepsi) (Ishak 2010).
b. Pendekatan non farmakologis mencakup terapi es dan panas,
teknik relaksasi, teknik distraksi. Tehnik distraksi meliputi
penggunaan terapi musik.
Musik adalah suatu komponen yang dinamis yang bisa
mempengaruhi baik psikologis maupun fisiologis bagi
pendengarnya (Wilgram 2002; Novita 2012). Musik adalah
paduan rangsang suara yang membentuk getaran yang dapat
memberikan rangsang pada pengindraan, organ tubuh dan
juga emosi. Ini berarti, individu yang mendengarkan musik
akan memberi respon, baik secara fisik maupun psikis, yang
akan menggugah sistem tubuh, termasuk aktivitas kelenjarkelenjar di dalamnya (Yuanitasari 2008). Musik memang
sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Apalagi musik
memiliki tiga komponen penting yaitu beat, ritme, dan
harmoni. Beat atau ketukan mempengaruhi tubuh, ritme
mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi roh
(Yuanitasari 2008). Musik merupakan suatu bentuk seni yang
menyangkut organisasi atau kombinasi dari suara atau bunyi
dan keadaan diam yang dapat menggambarkan keindahan
dan ekspresi dari emosi dalam alur waktu dan ruang tertentu.
Musik dapat menyebabkan terjadinya kepuasan estetis

20

melalui indera pendengaran dan memiliki hubungan waktu


untuk menghasilkan komposisi yang memiliki kesatuan dan
kesinambungan (Campbell 2001). Musik didefinisikan
sebagai suara dan diam yang terorganisir melalui waktu yang
mengalir (dalam ruang), beberapa kesimpulan sementara dan
pertanyaaan yang muncul adalah musik berasal dari suara,
suara berasal dari vibrasi dan vibrasi adalah esensi dari segala
sesuatu (Amsila 2011). Musik adalah bunyi atau nada yang
menyenangkan untuk didengar. Musik dapat keras, ribut, dan
lembut yang membuat orang senang mendengarnya. Orang
cenderung untuk mengatakan indah terhadap musik yang
disukainya. Musik ialah bunyi yang diterima oleh individu
dan berbeda bergantung kepada sejarah, lokasi, budaya dan
selera seseorang (Farida 2010). Melalui musik juga seseorang
dapat berusaha untuk menemukan harmoni interna (inner
harmony).

Jadi, musik adalah alat yang bermanfaat bagi

seseorang untuk menemukan harmoni di dalam dirinya. Hal


ini dirasakan perlu, karena dengan adanya harmoni di dalam
diri seseorang, ia akan lebih mudah mengatasi stress,
ketegangan, rasa sakit, dan berbagai gangguan atau gejolak
emosi negatif yang dialaminya. Selain itu musik melalui
suaranya dapat mengubah frekuensi yang tidak harmonis
tersebut kembali ke vibrasi yang normal, sehat, dan dengan

21

demikian memulihkan keadaan yang normal (Merrit 2003).


Musik merupakan media untuk mengekspresikan diri dan
membangkitkan semangat dalam bentuk suara. Musik juga
sangat efektif untuk menenangkan diri dan mendatangkan
inspirasi bagi banyak orang (Yuanitasari 2008). Mengingat
banyaknya manfaat dari musik, kini musik mulai digunakan
juga untuk terapi. Berbagai penelitian memperlihatkan buktibukti pemanfaatan musik untuk menangani berbagai masalah:
kecemasan, kanker, tekanan darah tinggi, nyeri kronis,
disleksia, bahkan penyakit mental (Yuanitasari 2008). Musik
sangat bisa merangsang dan menghanyutkan jiwa, musik juga
bisa mempengaruhi fisik maupun mental. Sehingga musik
mampu berperan bagi kehidupan manusia.
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu Terapi dan
Musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya
yang dirancang untuk membantu atau menolong orang.
Terapi musik adalah sebuah pekerjaan yang menggunakan
musik dan aktivitas musik untuk mengatasi kekurangan
dalam aspek fisik, emosi, kognitif dan sosial pada anak-anak
serta orang dewasa yang mengalami gangguan atau penyakit
tertentu. Definisi terapi musik adalah suatu profesi di bidang
kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik
untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik,

22

psikologis, kognitif dan kebutuhan sosial individu yang


mengalami cacat fisik (AMTA 1997;Djohan 2006). Definisi
terapi musik adalah penggunaan musik dalam lingkup klinis,
pendidikan dan sosial bagi klien atau pasien yang
membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi pada
aspek sosial dan psikologis (Wigram 2000; Djohan 2006).
Terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen
musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang
terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap
terapi klien atau kelompok dalam proses membangun
komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,
meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata
diri atau untuk mencapai berbagai tujuan

terapi lainnya

(Djohan 2006). Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan


menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk
meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,
kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia
(Suhartini 2008). Terapi musik adalah materi yang mampu
mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental.
Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi
otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara,
serta analisi intelek dan fungsi kesadaran (Satiadarma 2004).
Terapi musik adalah penggunaan bunyi dan musik dalam

23

memunculkan hubungan antara individu dan terapis untuk


mendukung dan menguatkan secara fisik, mental, sosial, dan
emosi (Yuanitasari 2008 ).
8.

Manfaat Terapi Musik:


a. Mampu

menutupi

bunyi

dan

perasaan

yang

tidak

menyenangkan.
b. Mampu memperlambat dan menyeimbangkan gelombang
dalam otak.
c. Mempengaruhi pernafasan.
d. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah
manusia.
e. Bisa mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan
koordinasi tubuh.
f. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia.
g. Bisa meningkatkan endorphin.
h. Bisa mengatur hormon (hubungannya dengan stres).
i. Mengubah persepsi tentang ruang dan waktu.
j. Bisa memperkuat memori dan kemampuan akademik.
k. Bisa merangsang pencernaan.
l. Bisa meningkatkan daya tahan tubuh manusia.
m. Bisa meningkatkan penerimaaan secara tak sadar terhadap
simbolisme.
n. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera.

24

o. Bisa mengurangi rasa sakit.


Penggunaan terapi musik telah terbukti bermanfaat bagi
perkembangan kognisi, perilaku serta kesehatan. Bahkan terapi
musik juga telah digunakan untuk menolong para korban dalam
perang dunia I dan II. Dengan penggunaan terapi musik maka
para korban dilaporkan lebih cepat sembuh dan memiliki kondisi
lebih baik. Terapi musik juga mempunyai dampak lebih
berkepanjangan (long-last), berpengaruh terhadap keseluruhan
kemampuan (multiple), dan banyak laporan kemajuan kesehatan
akibat intervensi terapi musik. Terapi musik juga pernah di uji
cobakan pada bayi. Bayi-bayi yang baru lahir diletakkan dalam
sebuah tempat tidur besar dan dikepala mereka diletakkan
headphone untuk mendengarkan musik, bila diperhatikan jari-jari
mereka akan bergerak seiring dengan ritme lagu yang mereka
dengar. Terapi musik

dapat menyembuhkan warga Frankfurt

yang menderita penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai


saat ini belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga
mengganggu organ dalam lainnya, termasuk jantung. Sudah tiga
kali mengalami serangan jantung ringan, pada mulanya musik
dari headphone selama 15 menit untuk membebaskan dari
keadaan stress, berdasarkan pantauan terhadap aktivitas ototnya.
Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuma 5 menit
mendengarkan musik sudah bisa tenang.

25

Organ pendengaran pada manusia lebih baik daripada organ


penglihatan. Salah satu kemampuan dasar indera pendengaran
adalah mendengar irama.
9.

Cara Kerja Terapi Musik


Musik bersifat terapeutik artinya dapat menyembuhkan, salah
satu alasanya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang
kemudian di tangkap melalui organ pendengaran dan diolah di
dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya
mereorganisasi interpretasi bunyi ke dalam ritme internal
pendengarannya. Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme
tubuh manusia sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik.
Dengan metabolisme yang lebih baik, tubuh akan mampu
membangun sistem kekebalan yang lebih baik, dan dengan sistem
kekebalan yang lebih baik menjadi lebih tangguh terhadap
kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002).
Sebagian besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat
aktivitas dua sistem neuroendokrin yang dikendalikan oleh
hipotalamus yaitu sistem

simpatis dan sistem korteks adrenal

(Prabowo & Regina 2007).


Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi
gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan
cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan
impuls

saraf

ke

nukleus-nukleus

di

batang

otak

yang

26

mengendalikan fungsi sistem saraf otonom. Cabang simpatis saraf


otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang
menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan
denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis
juga menstimulasi medulla adrenal untuk melepaskan hormon
epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah,
sehingga berdampak meningkatkan denyut jantung dan tekanan
darah, dan norepinefrin secara tidak langsung melalui aksinya pada
kelenjar hipofisis melepaskan gula dari hati. Adrenal Corticotropin
Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal
(korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan hormon (salah satu
yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan
mineral tertentu (Primadita 2011).
Salah satu manfaat musik sebagai terapi adalah self-mastery
yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri. Musik mengandung
vibrasi energi, vibrasi ini juga mengaktifkan sel-sel di dalam diri
seseorang, sehingga dengan aktifnya sel-sel tersebut sistem
kekebalan tubuh seseorang lebih berpeluang untuk aktif dan
meningkat fungsinya. Selain itu, musik dapat meningkatkan
serotonin dan pertumbuhan hormon yang sama baiknya dengan
menurunkan hormon ACTH (Setiadarama 2002).

27

10. Tata Cara Pemberian Terapi Musik


Belum ada rekomendasi mengenai durasi yang optimal
dalam pemberian terapi musik. Seringkali durasi yang diberikan
dalam pemberian terapi musik adalah selama 20-35 menit, tetapi
untuk masalah kesehatan yang lebih spesifik terapi musik
diberikan dengan durasi 30 menit sampai 45 menit. Ketika
mendengarkan terapi musik klien berbaring dengan posisi yang
nyaman, sedangkan tempo harus sedikit lebih lambat, 50-70
ketukan/menit, menggunakan irama yang tenang (Schou 2007).
11. Definisi Musik Instrumental
Musik

Instrumental

adalah

merupakan

musik

yang

melantun tanpa vocal, dan hanya instrument/alat musik dan atau


backing vocal saja yang melantun. Manfaat musik instrumental
adalah musik instrumental menjadikan badan, pikiran, dan mental
menjadi lebih sehat. Semakin banyak hasil riset mengenai efek
musik instrumental terhadap kesehatan dan kesegaran fisik. Musik
instrumental dan terapi relaksasi telah banyak digunakan secara
bersamaan guna menurunkan detak jantung dan menormalkan
tekanan darah terhadap seseorang yang menderita serangan
jantung. Penderita migrain (sakit kepala sebelah) juga telah banyak
yang dilatih dengan menggunakan musik, pemberian bantuan
visual dan teknik-teknik relaksasi untuk membantu menurunkan
frekuensi, intensitas dan durasi penderitaan sakit kepala mereka

28

(Aditia 2012). Macam musik instrumental seperti kitaro koi, musik


instrumental kitaro koi adalah aransemen instrumental karangan
musik jepang. Harmoninya mengalun indah seakan menyentuh hati
para pendengarnya. Dibawakan dengan penuh penghayatan seakan
menghipnotis orang yang mendengarnya, nada-nadanya yang
menginspirasikan kehidupan.
12. Definisi Musik Klasik
Musik Klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan
ditampilkan oleh orang yang terlatih secara professional melalui
pendidikan musik. Musik klasik juga merupakan suatu tradisi
dalam menulis musik, yaitu ditulis dalam bentuk notasi musik dan
dimainkan sesuai dengan notasi yang ditulis. Musik klasik adalah
musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan
melalui periodisasi tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2008).
Macam dari musik klasik salah satunya adalah canon in d major
Pachelbel, musik klasik ini membuat suatu nuansa yang antara
penuh dengan semangat, sukacita, cinta kasih, harapan dan
kepastian sehingga menyegarkan jiwa
Sebuah penampilan musik klasik memiliki atmosfir yang
serius. Penonton diharapkan untuk diam dan tidak banyak bergerak
agar tiap nada dalam komposisi yang dimainkan dapat terdengar
dengan jelas. Penampil musik klasik diharuskan untuk berbusana
formal dan terlibat secara langsung dengan penonton. Pada musik

29

klasik,

improvisasi

dilakukan

dalam

bentuk

interpretasi.

Improvisasi sering dilakukan pada periode baraque, terutama oleh


J.S Bach. Pemain dapat mengimprovisasi chord maupun melodi
(Kamien 2004). Pemberian terapi musik klasik membuat seseorang
menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan
rasa gembira dan sedih, melepaskan rasa sakit dan menurunkan
tingkat stres (Musbikin 2009).
Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal
Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stres
(Djohan 2006). Semua intervensi akan sangat berhasil bila
dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan
terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi diterapkan secara
simultan.
2.1.2. Definisi Luka
Definisi Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh
karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina

2009; Maryunani

2013). Definisi Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu
proses selular normal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan
pada kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan
kehilangan substansi jaringan (InETNa 2008;Maryunani 2013). Luka
adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera
atau pembedahan (majid dan prayogi 2013).

30

1.

Klasifikasi Luka
Luka berdasarkan kedalaman dan luasnya tersebut,juga dapat
dinyatakan menurut stadium luka, berikut ini:
a. Stadium I: Luka superfisial, yaitu luka yang terjadi pada
lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II: Luka partial Thickness yaitu hilangnya lapisan
kulit pada epidermis dan bagian atas dari dermis.
c. Stadium III: Luka Full Thiknessyaitu

hilangnya kulit

keseluruhan sampai jaringan subkutan yang dapat meluas


tetapi tidak mengenai otot.
d. Stadium IV: Luka Full Thickness telah mencapai lapisan
otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan
yang luas (Maryunani 2013).

Gambar 2.6
2.

Terminologi luka yang dihubungkan dengan waktu penyembuhan/


waktu kejadiannya, luka dapat dibagi menjadi luka akut dan luka
kronik:

31

a. Luka Akut
1) Luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai waktu
yang diperkirakan.Luka dengan masa penyembuhannya
sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah di
sepakati.
2) Luka akut merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penanganan dan dapat sembuh dengan baik bila
tidak terjadi komplikasi.
3) Luka operasi dapat dianggap luka akut yang dibuat oleh
ahli bedah.
4) Dapat disimpulkan bahwa luka akut adalah luka yang
mengalami proses penyembuhan, yang terjadi akibat
proses perbaikan integritas fungsi dan anatomi secar terus
menerus, sesuai dengan tahap dan waktu yang normal.
b. Luka kronis
1) Luka

yang

mengalami

kegagalan

dalam

proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen atau endogen.


2) Luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak
berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali.
3) Luka yang berlangsung lama atau sering rekuren dimana
terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya
disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita.

32

4) Dapat disimpulkan bahwa luka kronik adalah luka yang


gagal melewati proses perbaikan untuk mengembalikan
integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan
waktu yang normal.
3.

Klasifikasi

berdasarkan

ada

tidaknya

hubungan

dengan

luar/integritas luka:
a.

Luka Tertutup (vulnus occlusum):


1) Luka tidak melampaui tebal kulit
2) Luka tanpa robekan pada kulit
Contoh: bagian tubuh yang terpukul oleh benda-benda
tumpul, terpelincir, keseleo, daya deselerasi kearah tubuh
(fraktur tulang, robekan pada organ dalam), luka abrasi,
kontusio atau memar.

b.

Luka Terbuka (vulnus apertum):


1) Luka melampaui tebal kulit.
2) Terlihat robekan pada kulit atau membrane mukosa.
Contoh: trauma oleh benda tajam atau tumpul (insisi bedah,
pungsi vena, luka tembak).
Robekan kulit memudahkan masuknya mikroorganisme,
terjadi kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka, fungsi
bagian tubuh menurun (Smeltzer 2002).

33

4.

Berdasarkan tingkat kontaminasi luka terbagi menjadi:


1) Luka bersih (clean wound) yang dimaksud dengan luka bersih
adalah luka bedah tak terinfeksi yang mana luka tersebut tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan juga infeksi pada
sistem pernafasan, pencernaan, genital, dan urinary tidak
terjadi. Luka bersih ini biasanya menghasilkan luka yang
tertuup,

jika

diperlukan

dimasukkan

drainase

tertutup.kemungkinan terjadi infeksi luka pada luka jenis ini


berkisar 1%-5%
2) Luka kotor atau infeksi (Dirty or infected wounds) jadi yang
dimaksud

dengan

luka

jenis

ini

adalah

terdapatnya

mikroorganisme padaluka.terjadinya infeksi pada luka jenis ini


akan semakin besar dengan adanya mikroorganisme tersebut
(Smeltzer 2002).
2.1.3 Definisi Perawatan Luka (Wound Care)
Perawatan luka merupakan tindakan keperawatan yaitu berupa
mengganti balutan dan membersihkan luka baik pada luka yang bersih
maupun luka yang kotor. Merawat luka adalah untuk mencegah trauma
pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh
adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit
(Diska 2013).

34

1.

Penatalaksanaan atau Wound Care


Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan
luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antiboitik dan pengangkatan jahitan.
a.

Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik


(lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mencuci hamakan kulit.


Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya
digunakan cairan atau larutan antiseptik.
2.

Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta
menghindari terjadinya infeksi.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan
luka yaitu :
a. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
b.

Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.

c.

Berikan antiseptik.

d.

Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan


pemberian anastesi lokal.

e.

Bila perlu lakukan penutupan luka.

35

3.

Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh.

4.

Penutupan Luka
Penutupan luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang
baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.

5.

Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi
sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan
lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan,
sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.

6.

Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik.

7.

Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu
pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti,

36

lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita


dan adanya infeksi (Diska 2013).
8.

Komplikasi Wound care


a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,
selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari
infeksi sering muncul dalam 2 7 hari setelah pembedahan.
Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan
drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
b.

Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan,
sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari
pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia
mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di
bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam
pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi
pembedahan mungkin diperlukan.

c. Dehiscence dan Eviscerasi


Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang
paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial

37

atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah


irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi,
multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan,
muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami
dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 45 hari setelah
operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Dehiscence dan
eviscerasi ketika terjadi luka harus segera ditutup dengan
balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien
disiapkan untuk segera dilakukan perbaikan pada daerah luka
(Maryunani 2013).

38

b.

Kerangka Teori
Luka

Luka Bersih

luka kotor

Post operasi

Wound care
Komplikasi

nyeri

Perdarahan

infeksi

Dehiscence
dan eviscerasi

Penatalaksanaan

Farmakologis

Obat analgesik

Non farmakologis

relaksasi

mass
age

accupresure

hypnosis

Terapi Musik

Keronco
Keronco
ng
ng

dang
dut

jazz

pop
rock

musik instrumental

Distraksi

imajinasi

musik klasik

Gambar 2.7
(Maryunani 2013; Djohan 2006; Diska 2013; Smeltzer 2002; Greer 2003)

39

c.

Kerangka Konsep
Variabel Bebas

Variabel Terikat

Musik Instrumental
Nyeri
Musik Klasik

Gambar 2.8
d.

Hipotesis
H0: tidak ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik
klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.
Ha: Ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik
terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.

BAB III
METODOLOGI

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian


3. Jenis Penelitian
Penelitian

ini

menggunakan

Quasi

eksperimen

merupakan

pengembangan dari true eksperimen yang sulit dilaksanakan. Desain ini


mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya
untuk

mengontrol

variabel-variabel

luar

yang

mempengaruhi

pelaksanaan eksperimen (Sugiyono 2013).


4. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode post only
without control design group untuk mengetahui pengaruh

sesudah

diberikan perlakuan tanpa kontrol (Arikunto 2010). Penelitian ini


dilakukan perlakuan terhadap sampel berupa pemberian terapi musik
klasik dan instrumental pada pasien post op di RSUD Wonogiri.
R

X1

O1

X2

O2

Gambar 3.1. post only without control design group

40

41

Keterangan :
R: Responden penelitian semua mendapat perlakuan/ intervensi
X1: Kelompok yang diberi perlakuan musik instrumental
X2: Kelompok yang diberi perlakuan musik klasik
O1: post test setelah perlakuan terapi musik instrumental
O2: post test setelah perlakuan terapi musik klasik
3.2.Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan
dalam suatu penelitian (Saryono 2011). Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono 2007). Populasi
pada penelitian ini adalah seluruh pasien post op yang dirawat di ruang
mawar RSUD Wonogiri.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili populasi
tersebut (Saryono 2011). Sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiono 2007).
Pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu metode
pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai.

42

Besar sampel pada kelompok terapi musik instrumental sebanyak 20


orang dan kelompok dengan terapi musik klasik 20 orang.`
1.

Kriteria Inklusi
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel yang
ditemui saat dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
sebagai berikut:
a. Pasien dengan luka post op
b. Belum pernah dilakukan terapi musik instrumental atau musik
klasik
c. Bersedia menjadi subjek penelitian
d. Responden berada di RSUD Wonogiri

2.

Kriteria Eklusi
Kriteria dimana subjek penelitian tidak layak dijadikan sampel
karena tidak memenuhi syarat sampel penelitian yaitu:
a. Pasien terpengaruh obat analgesik
b. Responden berada diluar RSUD W onogiri

3.3.Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang Mawar RSUD dr.Soediran Mangun
Sumarso Wonogiri.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan November 2013 sampai April 2014.

43

3.4.Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran


Tabel 3.1. Definisi Operasional, Variabel, Dan Skala Pengukuran
Variabel

Definisi Operasional

Skala Pengukuran

Variabel

musik yang melantunkan tanpa

independen

vocal, dan hanya instrument/alat

Terapi Musik musik yang melantunkan. Musik


Instrumental

yang digunakan Kitaro Koi.

Terapi Musik musik yang komposisinya lahir


Klasik

dari budaya eropa. Musik yang


digunakan Canon In D Major
Pachelbe.

Variabel

Tingkat nyeri berkurang saat Skala ordinal

Dependent

Wound Care.

Penurunan
Nyeri

3.5.Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data


3.5.1. Alat Penelitian
1.

SOP Musik Instrumental dan Musik Klasik


a. Musik Instrumental
Musik yang melantunkan tanpa vocal, dan hanya
instrument/alat

musik

yang

melantunkan

sehingga

terdengar merdu setiap yang mendengarnya. Judul dari


musik instrumental yang dipakai adalah Kitaro Koi.

44

b. Musik Klasik
Musik yang komposisinya lahir dari budaya eropa. Musik
yang jika didengarkan akan merasa nyaman dan terdengar
lembut. Judul dari musik klasik yang dipakai adalah Canon
in d Major Pachelbel.
Prosedur terapi musik adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan handphone dan memasang headset serta
menyesuaikan volume suara musik
2) Membuka balutan dan membersihkan luka post op
3) Menutup kembali balutan luka
4) Merapikan pasien dan melepas headset
5) Membereskan alat
2.

Kuesioner A.
Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner skala
nyeri Numerical Rating Scale (NRS). Alat ukur ini suatu garis
lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
sehingga mempermudah pemahaman bagi pasien post op.
Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa pertanyaan yang akan diajukan kepada
responden. Pertanyaan tersebut mengenai tingkat nyeri wound
care yang dirasakan oleh responden. Peneliti mengisikan
kuesioner sesuai skala intensitas nyeri yang dirasakan
responden dengan rentang skala nyeri 0-10 berikut :

45

Gambar 3.2. Skala NRS


Intensitas skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:
0

= Tidak ada nyeri

1-3 = Nyeri ringan, seperti gatal atau tersetrum atau nyutnyutan atau melilit atau terpukul atau perih atau
mules
4-6 = Nyeri sedang, seperti kram atau kaku atau tertekan
atau sulit bergerak atau terbakar atau ditusuk-tusuk
7-10 = Nyeri berat tetapi masih dapat dikontrol oleh klien,
seperti tidak mampu melakukan aktifitas sehari-hari
3.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Apabila instrumen data sudah ada yang standar, maka bisa
digunakan oleh peneliti (Saryono 2011). Pada penelitian ini, peneliti
tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas karena peneliti
menggunakan alat ukur NRS yang telah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas sebelumnya.
1. Uji Validitas
Uji validitas berguna untuk mengetahui keadaaan yang
menggambarkan tingkat instrument bersangkutan yang mampu

46

mengukur apa yang akan diukur ( Arikunto 2010). Berdasarkan


penelitian yang dilakukan Li, Liu, & Herr (2007), penelitian ini
membandingkan empat skala nyeri yaitu NRS, Face Pain Scale
Revised (FPS-R), VRS, dan VAS pada klien pasca bedah
menunjukkan bahwa keempat skala nyeri menunjukkan validitas
dan reliabilitas yang baik. Pada uji validitasnya skala nyeri NRS
menunjukkan r= 0,90.
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh
mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan
(Sugiyono 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Li,
Liu, & Herr (2007) bahwa skala nyeri NRS menunjukkan
reliabilitas lebih dari 0,95.
3.5.3. Cara Pengumpulan Data
1.

Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer adalah data atau kesimpulan fakta yang
dikumpulkan secara langsung pada saat berlangsungnya
penelitian. Data primer dalam penelitian ini adalah data yang
diambil dari subyek peneliti yang diukur sesudah terapi
musik instrumental dan musik klasik.

47

b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang ada di Rumah sakit,
literatur yang relevan dan sumber lain yang mendukung
penelitian ini.
2.

Langkah-Langkah Pengumpulan Data


a. Setelah mendapat ijin dari Direktur Rumah Sakit, peneliti
bersama pelaksana perawatan lain bekerjasama untuk
pelaksanaan

penelitian

dan

pengumpulan

data

yang

sebelumnya sudah diketahui pelaksanaannya berdasarkan


tanggal dan bulan yang sudah disepakati.
b. Pasien dan keluarga telah menyetujui dilakukan terapi musik
sesuai prosedur dengan diberikan informed consent terlebih
dahulu.
c. Hasil pengukuran skala nyeri sesudah diberikan terapi musik
instrumental dan musik klasik yang di rawat di ruang dicatat.
3.5.3. Prosedur pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan pemberian terapi musik pada klien
yang di rawat di ruang adalah sebagai berikut:
1. Membina kontak klien dan keluarga.
2. Menjelaskan tujuan tindakan pada klien, keluarga.
3. Mempersiapkan klien, tempat dan peralatan pemberian musik.
4. Memberikan posisi senyaman mungkin bagi klien.

48

5. Observasi tanda-tanda nyeri setelah melakukan tindakan terapi


musik instrumental.
6. Menyiapkan salah satu musik instrumental atau klasik dimeja
pasien untuk didengarkan selama wound care.
7. Membuka balutan dan membersihkan luka.
8. Menutup kembali luka.
9. Membereskan alat dan melepas headset.
10. Observasi tanda-tanda nyeri setelah dilakukan tindakan terapi
musik klasik.
11. Lakukan observasi pada klien.
12. Lakukan dokumentasi.
3.6.

Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data


3.6.1. Tehnik Pengolahan Data
Pengolahan data meliputi:
1. Editing atau mengedit data, dimasukkan untuk mengevaluasi
kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian kriteria data yang
diperlukan untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan
penelitian.
2. Coding atau mengkode data, merupakan suatu metode untuk
mengobservasi data yang di kumpulkan selama penelitian
kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis terhadap
hasil observasi yang dilakukan.

49

Penelitian ini coding dilakukan dengan menggunakan


tingkat nyeri Wound Care:
a. Tidak nyeri

:1

b. Nyeri ringan

:2

c. Nyeri sedang

:3

d. Nyeri berat

:4

3. Entri Data merupakan proses memasukkan data kedalam


komputer.
4. Analisa (Analiting)
Data yang telah dikumpul pada saat penelitian kemudian
dilakukan analisis univariat dan bivariat.
5. Cleaning
Cleaning merupakan pengecekan kembali data yang sudah
dientri apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut
kemungkinan terjadi pada saat kita mengentri data ke komputer.
3.6.2. Analisa Data
1. Univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap
variabel dari hasil penelitian, di sajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi. Analisis univariat dalam penelitian ini
adalah data pasien yang dilakukan wound care meliputi
penurunan nyeri sesudah terapi musik klasik dan sesudah
pemberian musik instrumental, pada kelompok terapi musik
instrumental dan kelompok terapi musik klasik dalam

50

bentuk distribusi frekuensi dan prosentase dengan bantuan


SPSS.
2.

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk


mengetahui keterkaitan dua variabel. Analisa ini digunakan
untuk menguji pengaruh terapi musik instrumental dan
terapi musik klasik dalam mengurangi intensitas nyeri pada
saat wound care. Analisis data secara bivariat dilakukan uji
normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov yang
bertujuan mengetahui distribusi data dalam variabel yang
akan digunakan dalam penelitian, dan didapatkan distribusi
data tidak normal maka dilakukan uji non parametrik, yang
merupakan

alternatif

uji

parametriknya.

Uji

non

parametriknya yaitu uji u mann whitney.


Menghitung rata-rata penurunan setelah mendapat teknik
dengan

terapi musik instrumental,

dihitung rata-rata

setelah mendapat teknik dengan terapi musik klasik,


dihitung perbandingan mean antara dua data tersebut.
Peneliti menggunakan taraf signifikan ( = 0,05). Kaidah
keputusannya yaitu jika nilai sig maka Ha diterima dan
H0 di tolak, dan sebaliknya jika sig maka Ha ditolak dan
H0 diterima, atau t hitung t tabel maka H0 ditolak dan
sebaliknya jika t hitung t tabel maka H0 diterima.

51

3.7.

Etika Penelitian
Etika penelitian meliputi:
1. Informed consent
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan calon
responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti menjelaskan
tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden bersedia
menjadi

responden

maka

dipersilahkan

menandatangani

lembar

persetujuan.
2. Anonimity (Kerahasiaan identitas)
Anonimity

merupakan

etika

penelitian

dimana

peneliti

tidak

mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur,
tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang
digunakan berupa nama responden.
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau
masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil
4.1.1

Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang yang diberi
perlakuan pemberian terapi musik instrumental dan terapi musik klasik.
Kelompok musik instrumental berjumlah 20 orang sedangkan kelompok
klasik berjumlah 20 orang, dengan karakteristik pasien dengan luka post
op, belum pernah dilakukan terapi musik instrumental atau musik klasik,
bersedia menjadi subjek penelitian, responden berada di RSUD Wonogiri
dan jenis kelamin.

4.1.1.1 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 4.1. Distribusi jumlah responden kelompok instrumental berdasarkan jenis
kelamin di RSUD Wonogiri tahun 2014.
No
1
2

Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Jumlah
12
8
20

Persentase (%)
60%
40%
100%

Tabel 4.2. Distribusi jumlah responden Kelompok Klasik berdasarkan jenis


kelamin di RSUD Wonogiri tahun 2014.
No
1
2

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Jumlah
11
9
20

52

Persentase
55%
45%
100%

53

Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak pada kedua kelompok adalah berjenis kelamin laki-laki dengan rincian
pada kelompok terapi musik instrumental sebanyak 12 orang sedangkan
dikelompok terapi musik klasik sebanyak 11 orang dengan jumlah presentase
keseluruhan sebanyak 57%. Jenis kelamin perempuan pada kelompok terapi
musik instrumental sebanyak 8 orang sedangkan dikelompok terapi musik klasik
sebanyak 9 orang dengan jumlah presentase keseluruhan sebanyak 43%.
4.1.1.2 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan umur
Tabel 4.3. Distribusi jumlah responden kelompok instrumental berdasarkan umur
di RSUD Wonogiri tahun 2014
No
1
2
3
4

Kategori Umur
12 - 31 tahun
32 51 tahun
52 71 tahun
72 95 tahun
Jumlah

Jumlah
2
3
9
6
20

Persentase
10%
15%
45%
30%
100%

Tabel 4.4. Distribusi jumlah responden kelompok klasik berdasarkan umur di


RSUD Wonogiri tahun 2014.
No
1
2
3
4

Kategori Umur
12 31 tahun
32 51 tahun
52 -71 tahun
72 95 tahun
Jumlah

Jumlah
4
8
6
2
20

Persentase
20%
40%
30%
10%
100%

Berdasarkan tabel 4.3 dan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden dari
kedua kelompok rata-rata

kategori umur 52 -71 tahun dengan rincian pada

kelompok terapi musik instrumental sebanyak 9 orang sedangkan dikelompok


terapi musik klasik sebanyak 6 orang dengan jumlah persentase keseluruhan
sebanyak 28% (15 orang). Untuk keseluruhan kategori umur 12 - 31 tahun

54

sebanyak 15 % (6 orang), kategori umur 32 - 51 tahun sebanyak 27% (11 orang),


dan kategori umur 72 - 95 tahun sebanyak 20% (8 orang).
4.1.1.3 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.5. Distribusi jumlah responden kelompok instrumental berdasarkan
pendidikan di RSUD Wonogiri tahun 2014.
No
1
2
3
4

Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA/SMK
Jumlah

Jumlah
1 orang
11 orang
4 orang
4 orang
20

Persentase
5%
55%
20%
20%
100%

Tabel 4.6. Distribusi jumlah responden kelompok klasik berdasarkan pendidikan


di RSUD Wonogiri tahun 2014.
No
1
2
3
4

Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA/SMK
Jumlah

Jumlah
0 orang
9 orang
5 orang
6 orang
20

Persentase
0%
45%
25%
30%
100%

Berdasarkan tabel 4.5 dan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa responden yang
terbanyak pada kedua kelompok adalah berpendidikan SD dengan rincian pada
kelompok terapi musik instrumental sebanyak 11 orang sedangkan dikelompok
terapi musik klasik sebanyak 9 orang dengan jumlah presentase keseluruhan
sebanyak 50%. Pendidikan tidak sekolah hanya

terdapat 1 orang (2%) di

kelompok instrumental. Responden dengan pendidikan SMP dari kedua kelompok


berjumlah 9 orang (23%) dan responden dengan pendidikan SMA/SMK jumlah
keseluuhan 10 orang (25%).

55

4.1.2

Analisa Univariat
Pengaruh nyeri saat Wound Care dengan pemberian terapi musik.
Responden dalam penelitian ini mengalami penurunan nyeri
yang berbeda-beda setelah diberikan terapi musik instrumental dan
terapi musik klasik akibat Wound care pada pasien post op diruang
Mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri.

Tabel 4.7 skala nyeri dengan terapi musik instrumental diruang Mawar RSUD
Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tahun 2014
Klasifikasi
nyeri

Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
Jumlah

Jenis kelamin

0
10
2
0
12

0
5
3
0
8

Jumlah

0
15
5
0
20

0%
75%
25%
0%
100%

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak


mengalami nyeri ringan sebanyak 15 orang (75%) dan nyeri sedang sebanyak 5
orang (25%), sedangkan tidak ada yang mengalami nyeri berat
Tabel 4.8 skala nyeri dengan terapi musik klasik diruang Mawar RSUD Dr.Soediran
Mangun Sumarso Wonogiri tahun 2014
Klasifikasi
nyeri

Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
Jumlah

Jenis kelamin

0
5
6
0
11

0
1
6
2
9

Jumlah

0
6
12
2
20

0%
30%
60%
10%
100%

56

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa responden yang terbanyak


mengalami nyeri sedang sebanyak 12 orang (60%) dan nyeri ringan sebanyak 6
orang (30%), sedangkan yang mengalami nyeri berat sebanyak 2 orang (10%).
Tabel 4.9. Distribusi skala nyeri dengan terapi musik instrumental dan musik klasik
diruang Mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri tahun 2014
Klasifikasi
Nyeri
Tidak nyeri
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
Jumlah

Musik
Instrumental
Jumlah
%
0
0%
15
75%
5
25%
0
0%
20
100%

Klasik
Jumlah
0
6
12
2
20

%
0%
30%
60%
10%
100%

Berdasarkan tabel 4.9 diperoleh bahwa penurunan nyeri akibat Wound


Care pada pasien post op diruang Mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri setelah diberikan terapi musik dibagi dalam beberapa kategori tingkat
nyeri, pada hasil penelitian ini tingkat nyeri responden lebih banyak terdapat pada
kategori tingkat nyeri ringan, hal itu dapat terlihat dari presentase yang diperoleh
yaitu 52%, untuk nyeri sedang dapat diperoleh 43% dan untuk berat yaitu 5%.
Kelompok perlakuan terapi musik instrumental yang mengalami nyeri saat
wound care hanya terdapat nyeri ringan dan nyeri sedang. Nyeri ringan sebanyak
15 orang (75%) dan untuk nyeri sedang yaitu 5 orang (25%).
Kelompok perlakuan terapi musik Klasik yang mengalami nyeri saat
Wound Care terbagi dalam beberapa kategori yaituu nyeri ringan, nyeri sedang
dan nyeri berat. Nyeri ringan sebanyak 6 orang (30%), yang merasakan nyeri

57

sedang saat dilakukan terapi musik klasik lebih banyak yaitu 12 orang (60%) dan
untuk nyeri berat terdapat 2 orang (10%).
4.1.3

Analisa Bivariat

1. Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov Test


Tabel 4.10 Uji Normalitas Data

nyeri_instrumen
Asymp. Sig. (2tailed)

nyeri_klasik

016

.727

Berdasarkan hasil uji Kolmogorov hasil nilai p dari nyeri


instrumental 0,016 di mana < 0,05 yang artinya data berdistribusi tidak
normal, sedangkan dari nyeri klasik 0,727 dimana >0,05 yang artinya
data berdistribusi normal. Hal ini menunjukan bahwa Ha ditolak yang
artinya data berdistribusi tidak normal. Sehingga

uji bivariat yang

dilakukan dengan uji u mann whitney


2.

Hasil Test Statistik pada Uji U Mann-Whitney


Setelah dilakukan test Uji U Mann-Whitney berdasarkan dari
tabel hasil Statistik pada nilai p 0,017, yang berarti < 0,05 maka terdapat
perbedaan bermakna antara dua kelompok atau yang berarti Ha diterima
yang artinya ada pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik
klasik terhadap penurunan nyeri saat wound care pada pasien post op.

BAB V
PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Nyeri Post Op Terapi Musik Instrumental


Penelitian dari kelompok terapi musik instrumental sebanyak 20
responden yang mengalami nyeri ringan ada 15 orang (75%) dan yang
mengalami nyeri sedang terdapat 5 orang (25%). Mekanisme perbedaan
intensitas nyeri akibat wound care pada pasien post op dipengaruhi dari
vibrasi dan harmonisasi irama musik yang dihasilkan. Efektifitas dari terapi
musik instrumental dipengaruhi oleh musik yang berirama lembut, teratur,
harmonisasi, dan menggunakan suara alam seperti suara air. Vibrasi dan
harmonisasi irama yang dihasilkan musik akan mempengaruhi seseorang
secara fisik yang menyebabkan seseorang menjadi rileks atau santai,
sedangkan irama yang teratur mempengaruhi seseorang secara psikis yang
membuatnya menjadi nyaman dan tenang.
Hal ini didukung dengan pernyataan bahwa musik yang berirama
lembut dan teratur mempengaruhi keadaan fisik dan mental seseorang. Jika
vibrasi dan harmonisasi musik yang digunakan sesuai maka pendengar akan
merasa nyaman, kenyamanan akan membuat seseorang menjadi tenang
karena vibrasi musik menghasilkan getaran atau hantaran udara pada organ
pendengarasn, maka organ vestibula (alat keseimbangan) juga memperoleh
dampak dari musik, sehingga seseorang menjadi lebih rileks. Selain dari

58

59

vibrasi dan harmonisasi musik instrumental juga dipengaruhi oleh rangsangan


ritmis yang kemudian di tangkap melalui organ pendengaran dan diolah di
dalam sistem saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya mereorganisasi
interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarannya (Satiadarma
2004).
Ritme internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia
sehingga prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme
yang lebih baik, tubuh akan mampu membangun sistem kekebalan yang lebih
baik, dan dengan sistem kekebalan yang lebih baik menjadi lebih tangguh
terhadap kemungkinan serangan penyakit (Satiadarma 2002). Hal tersebut
sesuai dengan manfaat musik instrumental yang menjadikan badan, pikiran,
dan mental terhadap kesehatan dan kesegaran fisik (Aditia 2012). Sebagian
besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem
neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan
sistem korteks adrenal (Prabowo & Regina 2007).
Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi gandanya
dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan cabang simpatis
dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan impuls saraf ke nukleusnukleus di batang otak yang mengendalikan fungsi sistem saraf otonom.
Cabang simpatis saraf otonom bereaksi langsung pada otot polos dan organ
internal yang menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan
denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Sistem simpatis juga
menstimulasi

medulla

adrenal

untuk melepaskan hormon epinefrin

60

(adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah, sehingga berdampak


meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, dan norepinefrin secara
tidak langsung melalui aksinya pada kelenjar hipofisis melepaskan gula dari
hati. Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) menstimulasi lapisan luar
kelenjar adrenal (korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan hormon
(salah satu yang utama adalah kortisol) yang meregulasi kadar glukosa dan
mineral tertentu (Primadita 2011).
Hasil penelitian ini ada pengaruh terapi musik instrumental dalam
mengatasi nyeri saat wound care pada pasien post op dan didukung dengan
hasil penelitian lain yang menyatakan terapi musik instrumental yang
diperdengarkan dapat merangsang pengeluaran endorphin yang berdampak
menurunkan nyeri dan menimbulkan rasa nyaman pada pasien (Shocker
2007). Mekanisme musik menurunkan nyeri sebagaimana dijelaskan dalam
teori Gate Control, dimana impuls musik yang berkompetisi mencapai
korteks serebri bersamaan dengan impuls nyeri akan berefek pada distraksi
kognitif dalam inhibisi persepsi nyeri (Dunn 2004; Huss 2007).
Hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa terapi musik
instrumental berpengaruh dalam menurunkan intensitas nyeri akibat
perawatan luka bedah abdomen (Shocker 2007). Menurunkan tingkat
kecemasan pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi (Pratiwi
2013).

61

5.2 Nyeri Post Op Terapi Musik Klasik


Penelitian dari kelompok terapi musik klasik sebanyak 20 responden
yang mendapatkan terapi musik klasik yang mengalami nyeri ringan terdapat
6 orang (30%), untuk nyeri sedang terdapat 12 orang (60%) dan nyeri berat
yaitu 2 orang (10%). Perbedaan nyeri disini disebabkan dengan perbedaan
luas luka dan seseorang dalam merasakan nyeri sehingga walaupun dilakukan
perlakuan yang sama tetap nyeri yang dirasakan akan berbeda. Musik klasik
mempunyai dinamika dari keras menjadi lembut dan nada peralihan tempo
yang cepat ke tempo yang lambat sehingga membuat yang mendengarnya
berkonsentrasi tetapi juga membuat orang yang mendengarnya terkejut
menyebabkan seseorang kembali merasakan nyeri.
Hasil penelitian pengaruh terapi musik klasik dalam mengatasi nyeri
saat wound care pada pasien post op kurang efektif dan didukung oleh hasil
penelitian yang menyatakan musik klasik memiliki suara yang indah tetapi
secara

psikologis tidak dapat memotivasi dan memberikan dorongan

semangat dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapi (Faradisi 2012).


5.3 Perbedaan Terapi Musik Instrumental Dan Terapi Musik Klasik
Rentang nyeri sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak nyaman,
dimana nyeri dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan
perilaku, emosional dan perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya
gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk melawan nyeri. Salah
satu contoh respon untuk melawan nyeri adalah ekspresi melawan nyeri
tersebut dapat terlihat dari wajah dan sering teriak kesakitan.

62

Hasil statistik setelah dilakukan penelitian menunjukkan bahwa ada


pengaruh pemberian terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap
nyeri saat wound care pada pasien post op dimana hasil dari uji u mann
whitney menunjukkan nilai p 0,04 < 0,05, yang artinya dari kedua kelompok
terapi musik tersebut yang lebih berpengaruh dalam nyeri saat wound care
adalah terapi musik instrumental karena dalam uji statistik nilai mean pada
terapi musik instrumental yaitu 15,75 sedangkan untuk nilai mean terapi
musik klasik yaitu 25,25. Sehingga dapat disimpulkan terapi musik
instrumental lebih berpengaruh terhadap nyeri saat wound care pada pasien
post op. Hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh
terapi musik instrumental dalam perbedaan intensitas nyeri (Husna 2010).
Teori yang sebelumnya menyatakan musik instrumental disebut juga
musik penyembuh karena mempunyai kelebihan memudahkan seseorang
untuk

berimajinasi

dengan

bebas

hingga

mencapai

tempat

yang

menyembuhkan. Membayangkan diri dalam lingkungan yang indah, sehat,


serta bebas dari sakit. Langkah ini untuk menciptakan kesembuhan dan
kesehatan karena musik ini dapat mengurangi sakit, meningkatkan
kemampuan bergerak, dan mengurangi kebutuhan obat-obatan ( Kate &
Richard 2002). Musik instrumental

juga sering digunakan oleh ahli

hypnoterapi, sehingga dapat disimpulkan bahwa segi positif yang dimiliki


musik instrumental yang tidak ada pada musik klasik yaitu dapat digunakan
sebagai relaksasi yang banyak digunakan oleh para ahli hypnoterapi karena

63

musiknya yang menenangkan dan membuat orang yang mendengarnya dapat


berimajinasi.
5.4 Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti menyadari masih banyak yang harus digali dari penelitian ini,
tentang pengaruh terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap
nyeri saat wound care pada pasien post op di ruang Mawar karena
terdapat sebagian responden menolak diberikan terapi musik dengan
alasan tidak percaya dengan adanya terapi musik.
2. Adanya faktor yang tidak dikendalikan pada penelitian ini yaitu: luas luka
post op yang diderita oleh responden.

BAB VI
PENUTUP

6.1 Simpulan
Dari hasil penelitian tentang pengaruh pemberian terapi musik
instrumental dan musik klasik terhadap nyeri saat wound care pada pasien
post op di ruang Mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso Wonogiri
dapat disimpulkan bahwa:
4.

Nyeri sesudah pemberian musik instrumental saat wound care pada


pasien post op menunjukkan dalam kategori nyeri ringan 75%
Nyeri sesudah pemberian musik klasik saat wound care pada pasien

5.

post op menunjukkan masih terdapat pasien pada nyeri berat 10%


Pengaruh penggunaan terapi musik instrumental

6.

dan terapi musik

klasik, terbukti lebih efektif menggunakan terapi musik instrumental


terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh pemberian
terapi musik instrumental dan musik klasik terhadap nyeri saat wound care
pada pasien post op di ruang Mawar RSUD Dr.Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri, peneliti menyampaikan saran sebagai berikut:

64

65

1. Saran bagi rumah sakit


Bagi

rumah

sakit

diharapkan

dapat

mempertimbangkan

untuk

diterapkannya sebagai asuhan keperawatan dengan pemberian terapi


instrumental terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.
2.

Saran bagi Institusi


Bagi institusi diharapkan dapat menjadi referensi dalam pemberian terapi
musik instrumental terhadap nyeri saat wound care pada pasien post op.

3. Saran bagi Profesi Keperawatan


Bagi profesi keperawatan diharapkan dapat menerapkan sebagai tindakan
mandiri perawat terhadap nyeri saat wound care sehingga penggunaan
obat analgesik dapat diminimalkan.
4. Saran bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai
pengaruh terapi musik instrumental terhadap

nyeri saat wound care

dengan luka bersih maupun luka kotor dan dapat dikembangkan untuk
perbandingan selain untuk wound care.

DAFTAR PUSTAKA

Abu,ahmadi, 2007, Psikologi sosial, Jakarta:Rineka Cipta


Aditia,rahargian 2012, Manfaat Musik Instrumental.Dibuat 16 April 2012,
Diakses 03 Desember 2013 , <http://aditiarahargian.com/?p=52>
Agustina, Tri, 2009, Gambaran Sikap Pasien Diabetes Militus Di Poli Penyakit
Dalam RSUD Dr. Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang
Konsultasi Gizi, Surakarta: karya Tulis Ilmiah
American Music Therapy Association (AMTA), 1997- Brochure
Amsila,N 2011, Pengaruh Terapi Musik Klasik Dan Pop Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Spasial Ditin njau Dari Dimensi Kepribadian
Ekstrovert Dan Introver.Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Arikunto, Suharsimi 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi 2010) hal 173, Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin, 2012, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Campbell,D 2001, Efek Mozart,Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk
Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas, Dan Menyehatkan
Tubuh, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Depkes R, 2001, Pedoman Pelayanan Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit,
Depatemen Kesehatan RI.
Diska,Emma 2013, Perawatan Luka. <http://emmadiska.com/2013/05/perawatanluka.html>
Djohan 2006, Terapi Musik Teori dan Aplikasi, Yogyakarta:Galang Press.
Dunn, K, 2004, Music and the reduction of Postoperative Pain, Nursing Standard
18(36), 33-39
Faradisi,Firman 2012, Efektivitas Terapi Murotal Dan Terapi Musik Klasik
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Di

Pekalongan.
Vol
V
no.2.
diakses
20
september
2013,
<http://www.journal.stikesmuhpkj.ac.id/journal/index.php/jik/article/downl
oad/7/6>.
Farida,A 2010, E fektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Nyeri Post Operasi
Pada Anak Usia Sekolah Di RSUP Haji Adam Malik Medan.
Faucet Jgordon N dan Levine J, 1994, differences in postoperative pain severity
among four ethnic groups. Journal of pain and symptom managemen
9(6)383-389
Greer,

Sarah
2007,
The
Effect
of
Music
on
Perception.http/www.hubel.sfasu.Diakses 20 November 2013.

Pain

Hidayat, A, Alimul, 2007, Metode Penelitian Keperawatan Dan Tehnik Analisa


Data, Surabaya:Salemba.
Hus, A, 2007, The relationship between music therapy and post operative pain
management. Music is an analgesic: health and psychology home page
(http://healthpsych.psy.vanderbilt.edu/web2007/musicpain.htm, diperoleh
pada tanggal 02 juni 2014
Husna , ulya, 2008, Pengaruh Terapi Musik Instrumental Terhadap Perbedaan
Nyeri Persalinan Fase Aktif Kala Ipada Primigravida Diwilayah Kerja
Puskesmas Dangung Tahun 2010. Skripsi Universitas Andalas Padang.
Indonesia Departemen pendidikan Nasional,Pusat Bahasa (Indonesia), 2008,
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama.
Ishak,

2010,
Jenis-Jenis
Obat
<http://ishak.unpad.ac.id/?p=886>

Analgesik

Pereda

Nyeri,

Kamien,R 2004, Music: an appreciation (4th ed), New York:Mcgraw-Hill.


Kate & Richard Mucci, 2002, The Healing Sound of Music Manfaat Musik untuk
Kesembuhan, kesehatan, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Li, Liu & Herr, (2007), Post Operatif Pain Intensity Assessment: A Comparison
Of Four Scale In Chinese adult. Diunduh tanggal 26 desember 2014 dari
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

Maharani,Anjar 2013, Durasi Pemberian Terapi Musik Klasik Mozart Terhadap


Tingkat Kecemasan Pada Anak. Skripsi, Universitas Jenderal Soedirman.
Mander, Rosemary, 2003, Nyeri Persalinan, Jakarta:EGC
Maryunani, Anik 2013, Perawatan Luka Modern (Modern Woundcare) Sebagai
Bentuk Tindakan Keperawatan Mandiri, In Media.
Merrit,S 2003, Simfoni Otak, Bandung:Kaifa.
Morison, Moya J 2003, Manajemen luka, Florinda, et al. (eds), tyasmono, A F.
(Penerjemah), 2004, Jakarta:EGC
Musbikin,I 2009, Kehebatan Musik Untuk Mengasah Kecerdasan Anak,
Yogyakarta:Power Books (IHDINA)
Notoatmodjo, Soekidjo 2005, Metode Penelitian Kesehatan, hal.188, Rineka
Cipta :Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo 2007, Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku, Rineka
Cipta :Jakarta.
Novita, Dian 2012, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Nyeri Post Operasi Open
Reduction And Internal Fixation (ORIF) Di RSUD Dr.H. Abdul Moeloek
Provinsi Lampung.
Potter Patricia A dan Perry Anne G, 2005, Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses dan Praktik, Yasmin Asih, dkk (penterjemah), 2005, Edisi 4, Vol. 1,
Jakarta: EGC
Potter and Perry 2006, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses
dan Praktek,Volume 2, Jakarta:EGC.
Prabowo, H & Regina ,H.S 2007, Tritmen meta musik untuk menurunkan stress,
http://repository.gunadarma.ac.id
Pratiwi, Ni Made, 2013, Pengaruh Terapi Musik Instrumental Terhadap Tingkat
Kecemasan Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi Di

Ruang Angsoka III RSUP Sanglah Denpasar, Skripsi, Stikes Wika PPNI
Bali
Primadita,A 2011, Efektivitas Intervensi Terapi Musik Klasik Terhadap Stres,
skripsi, Universitas Diponegoro.
Purwanto,edi 2012, Efek Musik Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Di Ruang Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta,
Diakses
17
November
2013,
<
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1039/1109>
Samuel,2007,http://www.fortunecity.com/skyscraper/proxy/596/imdonesia/depres
i/terapi_tanpa_obat.htm
Saryono,
2011,
Metodelogi
Penelitian
UPT.Percetakan dan penerbitan UNSOED

Keperawatan,

Purwokerto:

Satiadarma Monty P, 2004, Terapi alternatif, Jakarta: Yayasan Spiritia


Satiadarma,M 2002, Terapi Musik, Cetakan Pertama, Jakarta:Milenia Populer.
Schou,K 2008, Music Therapy For Post Operative Cardiac Patients, A
Randomized Controlled Trial Evaluating Guided Relaxation With Music
And Music Listening On Anxiety, Pain, And Mood.Dissertation Thesis.
Department Of Communication: Aalborg University <http://www.mtphd.aau.dk/digitalAssets/6/6848_karin_schou_thesis.pdf.
Shocker,Medical 2007, Pengaruh Terapi Musik Terhadap Intensitas Nyeri Akibat
Perawatan Luka Bedah Abdomen Di Badan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit Umum Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar.
Sjahrir, H. 2003. Mekanisme terjadinya Nyeri Kepala Primer dan Prospek
Pengobatannya. Skripsi. Poltekes Denpasar
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G 2002, Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner& Suddarth (Edisi 8), Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G 2004, Buku Ajar Keperawatan MedikalBedah Brunner& Suddarth (Edisi 8), Jakarta: EGC.

Sub

Bidang Rekam Medik dan Pelaporan 2007, Laporan Tahunan


Penyelenggaraan Rumah Sakit, BPKM RSU Ngudi Waluyo Wlingi
Kabupaten Blitar, tidak dipublikasikan.

Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif, Bandung:Alfabeta.


Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung :
Alfabeta.
Suhartini, A, 2008, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V,
Jakarta:Rieka Cipta
Widyanto, F.C, 2012, Perbedaan Injeksi IM Gluteal Pada Posisi Lateral Dan
Tengkurap Terhadap Tingkat Nyeri Akseptor KB Suntik Di Bidan Praktik
Swasta Nastiti Wilayah Kerja Puskesmas Kebasen Banyumas, Skripsi
Universitas Andalas Soedirman
Wigram,A.,L, 2002, The Effects Of Vibroacoustic Therapy On Clinical And NonClinical Population, St. Georges Hospital Medical School London
University.
Wijanarko,Nugroho N 2007, Efektifitas Terapi Musik terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Klien Di ruang ICU-ICCU Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus, Skripsi, Universitas Diponegoro Semarang.
Yuanitasari,Lena 2008, Terapi Musik untuk Anak Balita Panduan untuk
Mengoptimalkan Kecerdasan Anak Melalui musik, Yogyakarta :Cemerlang
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai