Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, salah
satunya sebagai negara penghasil minyak bumi. Kekayaan alam yang melimpah terutama
hasil tambang berupa minyak bumi telah mengikutsertakan Indonesia sebagai salah satu
anggota dari OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). OPEC merupakan
organisasi yang terdiri dari negara-negara penghasil minyak bumi. Menurut Pamungkas dan
Hidayat, OPEC bertujuan untuk mempertahankan harga minyak atau menentukan harga
sehingga menguntungkan negara produsen, dan mengatur hubungan dengan perusahanperusahaan minyak asing atau pemerintah negara-negara konsumen1. Dengan kekayaan yang
dimiliki, akan tetapi lumbung minyak di tanah air ini banyak dikelola oleh perusahaan asing.
Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara yang seharusnya bertugas untuk mengelola
minyak bumi ternyata tidak melakukan apa-apa. Pemerintah lebih berniat memberikan izin
pengelolaan kepada perusahaan asing. Fakta di lapangan menunjukkan, Pertamina hanya
menguasai ladang minyak untuk eksplorasi sebanyak 20% dari seluruh ladang minyak di
Indonesia sedangkan 80% dikuasai oleh asing. Sehingga Indonesia harus mengimpor minyak
dengan harga yang mengikuti harga BBM internasional. Kondisi ini jelas bertentangan
dengan konsep welfarestate (negara kesejahteraan).
Pada awal 1980-an Indonesia pernah mendapatkan rezeki minyak (oil boom) akibat
harga minyak melesat menjadi US$ 30/barrel, dari harga sebelumnya dikisaran US$
10/barrel. Bonanza minyak itu diperoleh karena Indonesia menjadi eksportir minyak,
sehingga tiap kenaikan harga minyak internasional merupakan berita gembira karena
penerimaan negara meningkat. Tapi, sejak 2003 Indonesia terjadi kenaikan harga minyak
internasional dan menimbulkan petaka yang panjang. Harga minyak masih terus mengalami
lonjakan pada Februari 2012 seiring dengan penghentian pengiriman minyak dari Iran ke
Inggris dan Perancis, juga rencana penghentian pengiriman minyak ke negara Uni Eropa
lainnya seperti Spanyol, Belanda, Yunani, Jerman, Italia dan Portugal. Hal tersebut
memberikan kekhawatiran terhadap Eropa mengingat Iran merupakan negara pemasok
minyak terbesar ke empat di dunia yaitu mencapai 18% kebutuhan minyak dunia. Akibatnya,
harga minyak dunia jenis Brent dan WTI terus mengalami peningkatan. Pada 24 Februari
1 Pamungkas dan Syamsul Hidayat. 1998. Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap. Surabaya : Apollo.
hal 162.

2012 harga minyak jenis Brent dan WTI masing-masing sebesar US$ 126 per barel dan
US$109 per barel. Namun, pada tahun 2013 Lifting minyak Indonesia adalah 840.000
barrel/hari (Kementrian ESDM, 13/5/2013), sedangkan kebutuhan dalam negeri Indonesia
diperkirakan 1.400.000 barrel/hari. Kondisi ini yang membuat APBN bisa jebol karena
subsidi BBM yang masih disubsidi.
Di samping naiknya harga minyak dunia, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi merupakan langkah awal dalam mendukung pembatasan konsumsi BBM
bersubsidi. Kenaikan harga BBM selalu menimbulkan pro-kontra dikalangan masyarakat,
banyak opini serta pendapat muncul tanpa diikuti oleh data-data yang akurat sehingga
pemahaman yang komprehensif mengenai permasalahan BBM dilihat dari sisi produksi,
alokasi pemanfaatan BBM, serta dampak kenaikan BBM sangat diperlukan.
BAB 2
DESAIN KEBIJAKAN
2.1 UKURAN DAN TUJUAN KEBIJAKAN
Tujuan yang dilakukan pemerintah menaikkan BBM adalah :
1. Harga minyak dunia melebihi angka USD100, asumsi harga minyak di APBN 2011
pada angka USD80 per barel, sehingga dibutuhkan tambahan subsidi sebesar Rp 62
triliun.
2. Harga domestik yang terlalu rendah mendorong pertumbuhan pertumbuhan tingkat
konsumsi yang sangat tinggi. Sementara produksi minyak mentah Indonesia terus
mengalami penurunan. Selain itu perbedaan harga domestik dan international yang
cukup tinggi mendorong terjadinya penyelundupan.
3. Alasan lain yang menjadi dasar adalah menyangkut masalah keadilan. Subsidi BBM
lebih banyak dinikmati oleh 40% kelompok teratas termasuk untuk minyak tanah
sekalipun.
4. Penyesuaian harga BBM ini memungkinkan pemerintah dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengalokasikan lebih banyak untuk program
penanggulangan kemiskinan dan pembangunan pedesaan baik yang bersifat investasi
jangka panjang (pendidikan dan kesehatan) maupun pengurangan biaya transaksi
(infrastruktur pedesaan) dan pengurangan beban keluarga miskin dalam jangka
pendek.

BAB 3
POLICY IMPLEMENTOR
3.3 CIRI-CIRI ATAU SIFAT BADAN / INSTANSI PELAKSANA
Kepemimpinan yang efektif terletak pada kredibilitas individu yang terdiri atas
kejujuran, kompetensi dan kemampuan menginspirasi2. Seorang pemimpin yang kredibel
akan membuat anggotanya merasa bangga menjadi bagian dari organisasi, menjadi
bersemangat, memiliki komitmen serta loyalitas dan rasa saling memiliki terhadap organisasi.
Sebaliknya, pemimpin yang memiliki kredibilitas rendah membuat anggotanya bekerja hanya
pada saat diawasi, termotivasi hanya oleh uang dan materi semata, serta merasa tidak betah
berlama-lama menjadi anggota organisasi tersebut.
Kouzes dan Posner merumuskannya dalam 6 poin disiplin. Disebut sebagai disiplin
karena kredibilitas adalah sesuatu yang diraih dengan kerja keras dan komitmen tinggi. Yaitu:
- Disiplin pertama adalah discover yourself. Seorang pemimpin harus mampu memahami
dirinya lebih dulu sebelum memahami orang lain. Artinya, pemimpin harus memiliki sikap
dan nilai-nilai yang selalu ia pegang teguh dalam mengambil keputusan. Di sini pemimpin
juga dituntut memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan fungsi dan tanggung
-

jawabnya.
Disiplin kedua, menghargai bawahan. Proses ini berupa menyelaraskan nilai yang dianut
pemimpin dengan nilai yang dipegang teguh bawahannya. Dalam proses ini, pemimpin
dituntut lebih banyak mendengarkan, membangun dialog dan menghargai perbedaan
pendapat dalam organisasi Di era media sosial saat ini, salah satu cara efektifnya adalah

berpartisipasi aktif dalam blog korporasi.


Disiplin ketiga, menegaskan nilai-nilai bersama. Nilai-nilai bersama adalah dasar dalam
membangun hubungan kerja yang produktif dan tulus. Ketika organisasi mulai menjadi
besar, bahkan melintasi batas antarnegara, nilai-nilai bersama ini diperlukan untuk
menegaskan identitas dan budaya organisasi. Salah satu caranya dengan selalu
menanamkan nilai-nilai bersama ke dalam proses organisasi, mulai dari proses rekrutmen

anggota baru, pelatihan hingga proses promosi.


Disiplin keempat, membangun kapasitas bawahan. Lima kapasitas yang harus dibangun
adalah kompetensi, kebebasan memilih, rasa percaya diri, iklim organisasi, dan
komunikasi. Yang menarik, dalam upaya membangun kompetensi, peran pemimpin
hanyalah educate, educate, and educate. Survei yang dilakukan McKinsey pada 2010

2 James Kouzes dan Barry Posner (1993)

mengungkap, 58% eksekutif berpendapat bahwa membangun kompetensi ada dalam tiga
besar prioritas organisasi, sementara 90% eksekutif menganggap hal tersebut ada dalam 10
besar prioritas organisasi mereka. Dalam survei yang sama disebutkan bahwa fungsi utama
-

kepemimpinan adalah membangun kompetensi bawahan.


Disiplin kelima, melayani. Kepemimpinan pada dasarnya memberikan pelayanan ke
seluruh organisasi. Konsep ini telah banyak dibahas dalam topik-topik mengenai servant
leadership. Salah satu cara termudah mengukur keseriusan seorang pemimpin adalah
dengan mengamati berapa banyak waktu yang dicurahkan oleh pemimpin untuk bawahan
dan organisasinya. Bagi seorang pemimpin, time is the only true resource. Selain itu,
pemimpin yang kredibel termasuk yang pertama kali mengetahui adanya masalah dalam

organisasi, dan yang pertama kali pula bertindak menyelesaikan masalah itu.
Disiplin yang terakhir adalah senantiasa menjaga harapan dan semangat bawahan.
Pemimpin adalah orang yang senantiasa menyebarkan antusiasme dan rasa percaya yang
tulus, mendorong kemauan bawahan, menyediakan sumber daya yang dibutuhkan, serta
menyiratkan optimisme untuk masa depan yang lebih baik. Seburuk apa pun kondisi yang
tengah dihadapi, pemimpin adalah figur yang selalu tampil penuh percaya diri, berpikir
positif, dan memiliki can-do attitude.
Sebagai seorang manusia, pemimpin bisa jadi melakukan kesalahan yang

mengakibatkan hilangnya kredibilitas. Untuk mendapatkan kembali kredibiltas, ada 6


langkah yang harus dilakukan. Kouzes dan Posner menyebutnya sebagai Six As of
Leadership Accountability, yang terdiri dari Accept, Admit, Apologize, Act, Amend, and
Attend. Langkah pertama untuk mendapatkan kembali kredibilitas adalah menerima (accept)
konsekuensi yang diakibatkan kesalahan tersebut. Kemudian secara terbuka mengakui
(admit) kesalahan, dan meminta maaf (apologize) kepada pihak yang dirugikan atas
kesalahan yang telah dibuat. Tahap berikutnya, bertindak langsung (act) untuk memperbaiki
(amend) kesalahan yang telah terjadi. Terakhir, hadir (attend) secara langsung dalam setiap
langkah perbaikan, bersedia menerima kritik dan saran atas aksi perbaikan yang dilakuan.
Kesuksesan sebuah organisasi dalam menyikapi perubahan lingkungan sangat
bergantung pada bagaimana kredibilitas sang pemimpin. Namun tentu saja pemimpin tidak
dapat melakukannya sendirian. Setiap orang patut berbagi tanggung jawab dan membangun
rasa saling percaya untuk sebuah kerja besar yang hendak dicapai. Dengan demikian, pada
akhirnya kredibilitas adalah milik setiap individu.
3.4 SIKAP PARA PELAKSANA

BBM merupakan salah satu hasil dari kekayaan alam berupa minyak dan gas (migas).
Kekayaan alam inilah yang seharusnya menjadi aset negara untuk memenuhi kebutuhan
rakyatnya. Sebagaimana yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal
33 ayat 3, yang berbunyi: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya,
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal tersebut menunjukkan bahwa seluruh kekayaan alam di negeri ini, termasuk
BBM, seharusnya menjadi hak setiap rakyat. Jika aturan ini benar-benar dilaksanakan, maka
jumlah rakyat miskin pasti bisa dikurangi. Namun, kenyataannya ternyata tidak demikian.
Karena sebenarnya pasal-pasal yang tertulis dalam UUD 1945 tersebut hanyalah kumpulan
teori ideal yang dijadikan formalitas belaka, dan tidak pernah ada realisasinya.
Buktinya, angka kemiskinan di negeri ini masih tergolong cukup tinggi. Pada tahun
2013 diprediksi angka kemiskinan di Indonesia mencapai 26,250 juta jiwa atau sekitar 10,5
persen dari jumlah rakyat secara keseluruhan. (kompas.com, 27/5). Pemerintah sendiri
bahkan mengakui salah urus dalam mengelola potensi kekayaan alam negara. Hal ini diakui
oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswo Utomo, bahwa
kesuksesan ekspor kekayaan alam Indonesia belum mampu menyejahterakan rakyat.
(merdeka.com, 25/6).
Apalagi dengan kenaikan harga BBM, menurut Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional (PPN) Armida Alisjahbana, diperkirakan jumlah orang miskin tahun ini akan naik
1,6 persen menjadi 12,1 persen atau sekitar 30,250 juta jiwa. Sehingga jumlah orang miskin
baru akibat kenaikan harga BBM mencapai 4 juta jiwa. (kompas.com, 27/5).
Kondisi ini tentunya tidak akan terjadi jika pemerintah benar-benar mengalokasikan
hasil dari pengolahan sumber daya alam tersebut untuk kepentingan rakyat. Karena selama
ini, ternyata migas Indonesia justru dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing, seperti
British Petroleum (BP), Chevron, Freeport McMoran, Newmont, ConocoPhilips,
ExxonMobil, PT Heng Fung Mining Indonesia, Petro China, Total E&P Indonesie, Eramet,
Canadian International Development Agency (CIDA), Sheritt International, Vale, dan lainlain.
Keberpihakan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan asing ini, bukanlah semata
akibat keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh negeri ini. Karena pada faktanya
banyak ilmuwan yang ditelurkan dari berbagai perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia.
Sehingga, sejatinya campur tangan asing dalam mengelola sumber daya alam Indonesia ini
lebih disebabkan oleh sistem Kapitalisme yang memang memberikan peluang sebesarbesarnya bagi pemilik modal untuk berkuasa. Hal ini diperkuat dengan diterapkannya sistem
Demokrasi yang di dalamnya menjamin empat kebebasan, di mana salah satunya adalah

kebebasan berkepemilikan. Kebebasan ini menjadi celah bagi perusahaan asing yang
memang memiliki modal lebih besar, untuk menguasai sumber daya alam di Indonesia.
Apalagi dengan disahkannya Undang-Undnag Penanaman Modal Asing (UU PMA), maka
semakin memperkokoh cengkraman asing di negeri yang berdaulat ini.
Tak heran, jika Imperialisme AS beserta Imperialisme lainnya di kawasan Eropa, terus
mempromosikan Indonesia, sekaligus SBY sebagai contoh negara dan pemerintah yang
berhasil mempertahankan pertumbuhan palsu ekonomi ditengah badai krisis yang terus
menghantam jantung pertahanan Imperialisme dan dunia secara global, juga digadang-gadang
sebagai pemerintah yang berhasil menerapkan Demokrasi palsu ditengah populasi dengan
beragam suku-bangsa dan ras yang majemuk. Pujian usang dan promosi palsu tersebut tiada
lain karena memang terbukti bahwa selama berkuasa, budak imperialis ini (SBY) telah
menunjukkan konsistensinya sebagai pemerintah boneka dalam melayani dan menyelamatkan
perekonomian negeri imperialis dari badai krisis yang mereka derita akibat kerakusannya
sendiri. Namun sebaliknya, dibalik jutaan puji tersebut, SBY bertindak sebagai musuh nomer
1 bagi rakyat Indonesia melalui seluruh tindakan politiknya yang semakin menjauhkan rakyat
dan negeri dari kemandirian dan kedaulatannya.
Fakta tersebut, salah satunya dapat dilihat dari rencana kebijakan penaikan harga
BBM yang telah dipastikan akan ditetapkan pada bulan ini (Juni 2013). Setelah mendapatkan
tentangan yang disertai dengan berbagai kecaman hingga akhirnya gagal menaikkan harga
BBM tahun lalu, kini pemerintah kembali memaksakan kehendaknya untuk merealisasikan
kebijakan tersebut dengan alasan yang sama. Namun, alasan-alasan yang paling utama
digunakan oleh pemerintah yakni:
a. Untuk penyelematan anggaran (APBN) dari pembengkakan akibat kebutuhan subsidi
yang tnggi
Dari pengalaman kenaikan harga BBM sebelum-sebelumnya, seakan sudah
menjadi kebiasaan dalam menjalankan niat bulusnya, pemerintah selalu berusaha
membodohi rakyat dengan permainan angka-angka untuk menutupi fakta di balik
rencana kenaikan harga BBM dan TDL. Selama ini SBY dan aparatusnya beralasan soal
tingginya subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah untuk sektor energi, terutama
BBM. Subsidi energi untuk tahun 2013 sebesar Rp 274,7 triliun, dengan perincian
subsidi BBM sebesar Rp 193,8 triliun dengan volume 46 Juta kiloliter setara Rp 80,9
triliun. Sedangkan kuota atau pemakaian BBM tahun 2013 diperkirakan akan mencapai
48-53 juta kiloliter.

Secara khusus, naiknya jumlah subsidi yang dibutuhkan tahun ini, menurut
pemerintah ialah karena meningkatnya konsumsi BBM mencapai 10%, atau 50 jt kl dari
realisasi tahun sebelumnya 45 juta kl. Sementara itu, produksi minyak nasional hanya
mencapai 850 ribu barrel perhari. Dari total produksi tersebut, jatah untuk pemerintah
sebesar 540 ribu barrel3. Sedangkan total konsumsi minyak nasional mencapai 1,4 juta
barrel perhari. Artinya, defisit cadangan minyak nasional sebesar 860 ribu barrel perhari.
Dengan demikian, maka volume import-pun harus dinaikkan minimal 10% (990 ribu
barel) dari tahun sebelumnya (900 ribu barel) perhari.
Naiknya

konsumsi

minyak

menurut

pemerintah

disebabkann

karena

meningkatnya pembelian kendaraan bermotor yang mencapai 1,2 juta unit, sehingga
kebutuhan bakar-pun meningkat hingga 3 juta kl. Penjualan sepeda motor tahun ini akan
mencapai 7,1 juta unit, bertambah 1 juta unit dari tahun sebelumnya (Th. 2012, 7,06 juta
unit). Sedangkan penjualan mobil tahun lalu naik 24,83 persen. Produksi mobil tahun ini
mencapai 1,29 juta unit, kemudian Akan diekspor 90.000 unit. Jadi di dalam negeri akan
ada 1,2 juta unit, bertambah dari perkiraan awal 1,1 juta unit. Karena itu, pemerintah
(Melalui Menteri ESDM, Jero Wacik) memastikan bahwa kuota BBM bersubsidi 46,01
juta kiloliter dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 tidak akan
mencukupi.
Tabel I: Penjualan Mobil dan Motor (2008-2011)

Sumber: Kompas, 12 Maret 2012


b. Karena naiknya harga minyak dunia.
Karena rencana penaikan harga BBM tahun 2013 ini adalah sebagai realisasi
penaikan yang gagal pada tahun 2013, maka pemerintah juga masih menggunakan alasan
sebelumnya terkait dengan naiknya harga minyak dunia tahun 2012 yang mencapai US$.
120-122/barrel. Namun harga minyak dunia tahun ini justeru mengalami penurunan.
Artinya bahwa, Jika hari ini, pemerintah masih menggunakan alasan tersebut, tentunya
3 Rudi Rubiandini (Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral)

sudah sangat tidak relevan dengan kenyataan sekarang, dimana harga minyak dunia turun
menjadi US$. 90-100 perbarel. Kendati demikian, pemerintah tetap menghitung ICP
(Indonesian Crued Price) sebesar US$. 100-115 per barrel.
c. Karena subsidi yang tidak tepat sasaran dan pengalihan subsidi untuk sektor lain yang
lebih berguna.
Pemerintah terus mengungkapkan seolah menjadi keresahan-nya bahwa subsidi
BBM yang dialokasikan dalam pembelian setiap liter minyak tidak dapat dinikmati
secara lansung oleh Rakyat. Pemerintah SBY juga senantiasa menyebutkan bahwa
subsidi BBM tidak tepat sasaran, sebab masyarakat kurang mampu bukan konsumen
premium maupun solar yang terbesar, sementara itu, 77% konsumsi BBM bersubsidi
digunakan oleh kelas menengah ke atas atau yang memiliki mobil pribadi. Sehingga
asumsi yang dibangun pemerintah atas kenaikan BBM agar subsidi BBM lebih tepat
sasaran. Pemerintah kemudian menegaskan bahwa, masyarakat yang kurang mampu
akan menikmati manfaat lebih besar jika harga premium dan solar lebih tinggi.
Sedangkan subsidi BBM harus diterima oleh masyarakat melalui kompensasi dengan
pengalihan subsidi kedalam bentuk lain yang lebih berguna dan dapat dinikmati secara
lansung.
Dengan dasar pikir demikian, Pemerintah secara terang telah membodohi rakyat
dengan menegasikan kesaling hubungan antara sektor yang satu dengan lainnya. Secara
khusus, kaitannya dengan sektor transportasi, Pemerintah menutupi kenyataan bahwa dalam
menjalankan produksinya, rakyat tidak akan pernah terlepas dari transportasi, khususnya
dalam proses distribusi bahan mentah maupun barang jadi. Artinya bahwa dengan tingginya
biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM tentu saja akan mengakibatkan naiknya
biaya/ongkos produksi.
Sama pula halnya dengan produksi pabrikasi yang menjadi salah satu konsumen
bahan bakar dan energi terbesar kedua setelah transportasi. Pemerintah menegasikan bahwa
hampir sebagaian besar barang komoditas kebutuhan rakyat diproduksi melalui proses
pabrikasi. Dengan demikian, beban produksi yang meningkat akibat kenaikan harga bahan
bakar pastinya akan menyebabkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok dan komoditas
lainnya yang akan semakin mencekik rakyat. Kenyataannya bahkan dari kenaikan-kenaikan
harga selama ini Cenderung melebihi angka kenaikan BBM.
3.5 KEWENANGAN
Pengaturan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi tidak hanya menjadi kewenangan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas
Bumi (BPH Migas). Menurut Undang-Undang APBN, kenaikan BBM juga menjadi

kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) karena kebutuhan BBM di setiap wilayah berbeda.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Migas, Ibrahim
Hasyim mengatakan pengaturan BBM bersubsidi juga tidak hanya merupakan kewenangan
ESDM dan BPH Migas. Tetapi juga merupakan kewenangan Pemda di setiap daerah.
Kewenangan ESDM yaitu dalam pembatasan penggunaan subsidi dan BPH Migas dalam
mengatur pada operasional dan pengawasan. Selain itu, Pemerintah Daerah (Pemda)
mempunyai kewenangan yang berperan dalam pengaturan dan pengawasan. Sebab, persoalan
kebutuhan BBM pada setiap daerah berbeda. Hal itu juga melibatkan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang harus diterapkan Pemda.
BAB 4
SUMBER DAYA ANGGARAN DAN FASILITAS
Subsidi energi untuk tahun 2013 sebesar Rp 274,7 triliun, dengan perincian subsidi
BBM sebesar Rp 193,8 triliun dengan volume 46 Juta kiloliter setara Rp 80,9 triliun.
Sedangkan kuota atau pemakaian BBM tahun 2013 diperkirakan akan mencapai 48-53 juta
kiloliter. Secara khusus, naiknya jumlah subsidi yang dibutuhkan tahun ini, menurut
pemerintah ialah karena meningkatnya konsumsi BBM mencapai 10%, atau 50 jt kl dari
realisasi tahun sebelumnya 45 juta kl. Sementara itu, produksi minyak nasional hanya
mencapai 850 ribu barrel perhari. Dari total produksi tersebut,

jatah untuk pemerintah

sebesar 540 ribu barrel4. Sedangkan total konsumsi minyak nasional mencapai 1,4 juta barrel
perhari. Artinya, defisit cadangan minyak nasional sebesar 860 ribu barrel perhari. Dengan
demikian, maka volume import-pun harus dinaikkan minimal 10% (990 ribu barel) dari tahun
sebelumnya (900 ribu barel) perhari.
Naiknya konsumsi minyak menurut pemerintah disebabkan karena meningkatnya
pembelian kendaraan bermotor yang mencapai 1,2 juta unit, sehingga kebutuhan bakar-pun
meningkat hingga 3 juta kl. Penjualan sepeda motor tahun ini akan mencapai 7,1 juta unit,
bertambah 1 juta unit dari tahun sebelumnya (Th. 2012, 7,06 juta unit). Sedangkan penjualan
mobil tahun lalu naik 24,83 persen. Produksi mobil tahun ini mencapai 1,29 juta unit,
kemudian Akan diekspor 90.000 unit. Jadi di dalam negeri akan ada 1,2 juta unit, bertambah
dari perkiraan awal 1,1 juta unit.
Karena itu, pemerintah melakukan program kebijakan BBM. Yang isi kebijakan
tersebut adalah :
4 Rudi Rubiandini (Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral)

1. Mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi melalui pengaturan, pengawasan, dan


manajemen distribusi, antara lain melalui pembatasan pemakaian BBM bersubsidi bagi
kendaraan dinas Pemerintah dan pribadi
2. Meningkatkan program konversi BBM bersubsidi ke bahan bakar gas (BBG) terutama
untuk angkutan umum kota-kota besar
3. Melanjutkan program konversi minyak tanah ke LPG tabung 3kg
4. Melanjutkan pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN) untuk biodesel sekitar 7,5%
Melalui Menteri ESDM, Jero Wacik) memastikan bahwa kuota BBM bersubsidi 46,01
juta kiloliter dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 tidak akan mencukupi.
Alokasi Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2013 untuk subsidi BBM sebesar
46, 01 Jt kl. tersebut ditetapkan berdasarkan data realisasi konsumsi BBM selama tiga tahun
terakhir, yakni: 2012 mencapa 75, 07 jt kl dan konsumsi untuk BBM bersubsidi sebesar 3,02
juta kl, Tahun 2011 sebesar 3,5 juta kl dan, tahun 2010 sebesar 38,26 juta kl. Lebih dari itu,
Pemerintah bahkan mengusulkan kuota bahan bakar minyak bersubsidi dalam RAPBN 2014
berkisar antara 51,04 juta hingga 52,41 juta kiloliter.
BAB 5
PROSEDUR PELAKSANAAN
Pemerintah memiliki cara unik untuk menyosialisasikan kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi yang akan diberlakukan pertengahan Juni ini. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono telah memerintahkan Wakil Presiden Boediono bersama sejumlah
menteri, Panglima TNI, sejumlah kepala badan, para gubernur, dan para bupati atau wali kota
untuk melakukan sosialisasi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka
mendukung kelancaran pelaksanaan kebijakan penyesuaian subsidi BBM.
Perintah ini tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Sosialisasi Kebijakan Penyesuaian Subsidi BBM, yang ditandatangani oleh Presiden SBY
pada 8 Mei lalu."Agar informasi sampai ke masyarakat luas, tim sosialisasi antara lain
menerbitkan buku sosialisasi penyesuaian subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan judul
Bersama-sama Selamatkan Uang Rakyat, Mencegah Menggelembungnya Subsidi BBM
Yang Tidak Adil dan Salah Sasaran," demikian seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet
di Jakarta, Jumat (7/6/2013). Dalam buku itu dijelaskan mengapa pemerintah menaikkan
harga premium dan solar. Disebutkan harga jual premium dan solar saat ini Rp 4.500 per liter,
jauh lebih rendah daripada harga pokoknya. Penambal kekurangan itu adalah uang rakyat.

Uang pajak dari rakyat masuk ke anggaran negara, keluar sebagai pengganjal harga premium
dan solar yang jauh lebih rendah dari harga pokoknya tadi. Di dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), pos ini masuk sebagai subsidi. Harga minyak dunia yang stabil
tinggi, di atas 100 dollar AS per barrel, dan konsumsi BBM di dalam negeri yang semakin
melonjak tinggi belakangan ini membuat subsidi untuk premium dan solar menjadi semakin
besar.
Dalam menghitung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013,
pemerintah dan DPR menyepakati harga minyak mentah Indonesia sebesar 100 dollar AS per
barrel sebagai patokan. Kenyataannya, selama kuartal I-2013 rata-rata harga minyak mentah
Indonesia saat ini sudah 111,12 dollar AS per barrel, sedangkan konsumsi premium dan solar
juga meningkat dari 41,8 miliar liter pada 2011 menjadi 45,0 miliar liter pada 2012 lalu.
Tahun ini, konsumsi BBM bersubsidi di dalam negeri diperkirakan akan naik lagi
menjadi hampir 50 miliar liter. Akibatnya, subsidi untuk solar dan premium sepanjang 2013
akan melonjak dari Rp 193,8 triliun menjadi Rp 251,6 triliun. Jika harga minyak dunia tetap
tinggi dan konsumsi terus naik seperti ini, subsidi akan menggelembung di luar kemampuan
anggaran negara untuk memikulnya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/06/07/08163047/Ini.Cara.Presiden.Sosi
alisasi.Kenaikan.Harga.BBM
BAB 6
WAKTU PELAKSANAAN
Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak
bersubsidi

akan diumumkan pada Jumat malam, 21 Juni 2013. Setelah itu, kebijakan

kenaikan BBM akan berlaku mulai Sabtu, 22 Juni 2013.


BAB 7
KOMUNIKASI ANTAR ORGANISASI TERKAIT DENGAN KEGIATAN
PELAKSANAAN
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera mengumumkan kenaikan harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat. Untuk mempersiapkan kebijakan
tersebut, pada 8 Mei lalu, SBY telah mengeluarkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2013

tentang sosialisasi kebijakan penyesuaian subsidi BBM. Seperti dikutip dari situs Setkab,
Jumat (10/5), dalam instruksi tersebut, SBY memerintahkan Wakil Presiden Boediono,
bersama sejumlah menteri, Panglima TNI, Kapolri, dan para gubernur dan bupati/walikota
untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka mendukung kelancaran
pelaksanaan kebijakan penyesuaian harga BBM.
Dalam

instruksi

ini,

Presiden

meminta

Boediono

dan

jajarannya,

untuk

menyebarluaskan informasi kepada khalayak umum, kalangan akademisi, pers, dan pengguna
BBM akan rencana dan implementasi kebijakan kenaikan harga BBM. Hal penting yang
harus dijelaskan adalah bahwa kenaikan harga bbm bersubsidi dilakukan secara terbatas dan
terukur. Selain itu, masyarakat juga harus tahu bahwa pemberian subsidi dilakukan secara
lebih adil dan transparan. Sementara pemerintah juga menggelontorkan bantuan kepada
masyarakat miskin yang paling merasaan dampak ini melalui pemberian kompensasi. Dana
dari kompensasi itu berasal dari ABPN dan APBN-P berdasarkan ketentuan perundangundangan.
SBY mengingatkan bahwa pelaksanaan sosialisasi itu harus berpedoman pada arahan
Presiden mengenai subsidi BBM dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional
Tahun 2013 pada 30 April lalu. Sementara itu, untuk mensinergikan pelaksanaan sosialisasi
penyesuaian subsidi BBM, Presiden SBY juga membentuk Tim Sosialisasi Penyesuian
Subsidi BBM atau disebut Tim Sosialisasi. Tim Sosialisasi Nasional itu diketuai oleh Wakil
Presiden, Wakil Ketua Menko Perekonomian, Sekretaris Menkominfo, dengan anggota para
pejabat yang disebutkan dalam Inpres ini ditambah dengan Dirut PT Pertamina (Persero).
Menurut Inpres Nomor 5 Tahun 2013 ini, dalam melaksanakan tugasnya Tim
Nasional dibantu oleh Kelompok Kerja yang keanggotaannya ditetapkan oleh Ketua
Pelaksana Harian. "Tim Nasional dapat melakukan kerjasama dengan konsultan, tenaga ahli,
akademisi, atau pihak-pihak yang dianggap perlu," bunyi Diktum Keempat poin ketiga Inpres
tersebut. Selain kepada wapres, instruksi presiden itu juga disampaikan kepada Menko
Perekonomian, Menko Kesra, Menko Polhukam, Menteri ESDM, Mendagri, Menteri
Keuangan, Menteri Pertahanan, Menteri Perhubungan, Menteri Perindustrian, Mendikbud,
Menakertrans, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, Menkominfo, Menteri BUMN, Kapolri, Panglima TNI, Kepala
BKPM, Kepala Badan Pengatur Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan

Kegiatan Usaha Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa; para Gubernur; dan para
Bupati/Walikota.
http://nasional.kontan.co.id/news/wapres-pimpin-tim-kenaikan-harga-bbm
PT Pertamina (Persero) telah mempersiapkan kemungkinan pemberlakuan kebijakan
subsidi dua harga bahan bakar minyak bersubsidi oleh pemerintah. Langkah-langkah
persiapan yang telah dilakukan Pertamina hingga saat ini meliputi pengelompokan SPBU,
penyiapan identitas SPBU, sosialisasi, koordinasi dengan stakeholder terkait, dan
pembentukan Posko Satuan Tugas.
Kegiatan pengelompokan SPBU telah tuntas dengan 4 kombinasi, yaitu SPBU BBM
Subsidi Premium dan Solar seharga Rp 4.500, SPBU BBM Subsidi Premium Rp 4.500 dan
Solar harga baru, SPBU BBM Subsidi Premium harga baru dan Solar Rp 4.500, serta SPBU
BBM Subsidi Premium dan Solar dengan harga baru.
"Pengelompokan SPBU tersebut mempertimbangkan kondisi wilayah dan perbandingan
permintaan per sektor pengguna BBM bersubsidi," kata Hanung. Pertamina telah melakukan
sosialisasi kepada pengusaha SPBU (Hiswana Migas) dan juga kepada operator SPBU
dengan penekanan pada pemahaman operator SPBU terhadap siapa konsumen yang dapat
dilayani untuk tiap-tiap kategori harga sesuai ketentuan pemerintah.
Kesiapan hingga di tingkat operator sangat menentukan keberhasilan pencapaian
obyektif dari rencana kebijakan dua harga BBM bersubsidi oleh pemerintah. Selain itu,
koordinasi dengan pemerintah daerah, Kepolisian, dan Instansi terkait lainnya sangat
diperlukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat implementasi
kebijakan dua harga tersebut.
Untuk memastikan kelancaran pasokan BBM bersubsidi kepada masyarakat,
Pertamina telah membentuk Pusat Komando Pengendalian (Puskodal) Implementasi
Kebijakan BBM PSO di Kantor Pusat, masing-masing region, serta masing-masing lokasi
Kantor Cabang dan Depo Pertamina.
BAB 8
FAKTOR PENDUKUNG KESUKSESAN DAN KEGAGALAN IMPLEMENTASI

8.1 FAKTOR PENDUKUNG KESUKSESAN IMPLEMENTASI


Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai
faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan
faktor tersebut bisa kita tarik benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut adalah:
1. Isi atau content kebijakan tersebut. Kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori
yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya
baik manusia maupun finansial yang baik.
2. Implementator dan kelompok target. Pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung
pada badan pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups).
Implementator harus mempunyai kapabilitas, kompetensi, komitmen dan konsistensi
untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan
(policy makers), selain itu, kelompok target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih
mudah menerima sebuah kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan
heterogen. Lebih lanjut, kelompok target yang merupakan bagian besar dari populasi
juga akan lebih mempersulit keberhasilan implementasi kebijakan.
3. Lingkungan. Keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi
tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan
kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik
yang stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan
budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi
sebuah kebijakan.
4. Dukungan dari beberapa kelompok yang konstituen yang terorganisasi serta didukung
oleh campur tangan legislative.
8.2 FAKTOR KEGAGALAN DALAM IMPLEMENTASI
Sangat jelas, kenaikan harga BBM tidak memberikan keuntungan sedikit pun bagi
rakyat kecuali klas-klas penghisap. Krisis yang berwatak kronis di negeri bergantung seperti
Indonesia akan semakin parah dan berdampak semakin terhisapnya rakyat, peningkatan
tindasan politik dan fasisme, serta meningkatnya kemiskinan. Beban krisis yang ditanggung
rakyat hakekatnya berlipat ganda dibandingkan rakyat di negeri-negeri imperialis karena
harus menanggung beban penyelesaian krisis yang melanda negeri-negeri imperialis. Beban
itu dapat dilihat dari dampak rencana kenaikan harga BBM terhadap penghidupan rakyat
secara umum dan sektor-sektor penting dalam ekonomi.

Pertama, Ekonomi. Dampak kenaikan ini telah mendongkrak kenaikan harga


kebutuhan pokok rakyat (sembako), ongkos transportasi, memukul usaha kecil-menengah,
menurunkan daya beli masyarakat, meningkatkan pengangguran dan kemiskinan.
Kenaikan harga BBM menjadikan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok
masyarakat seperti beras, minyak goreng, telur, sayur-sayuran, cabai, daging, dan lain-lain.
Meskipun rencana penetapan kenaikan tersebut akan dilakukan pada pertengahan Bulan ini
(17 Juni 2013), faktanya sejak awal tahun (bulan Januari) rakyat terus diguyur dengan
kenaikan harga kebutuhan pokok secara beruntun setiap bulan. Mulai dari kenaikan tarif
dasar listrik pada bulan januari dan April yang masing-masing sebesar 4,3%, kemudian
disusul dengan kenaikan harga daging, cabe, bawang, telur dan Tomat serta kebutuhan pokok
lainnya. Fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok (Inflasi) yang terjadi setiap bulan
tersebut hanya terjadi di Indonesia. Dari kenyataan tersebut, dapat digambarkan bagaimana
kenyataan yang harus dihadapi rakyat paska penaikan BBM bulan ini, terlebih pada awal
bulan selanjutnya sudah akan memasuki bulan puasa (Ramadhan), kemudian Lebaran,
selanjutnya Natal dan tahun baru.
Beberapa komponen sembako masih bertahan di harga semula, tetapi perubahan
dapat terjadi setiap hari dan cenderung untuk naik meski pelaksanaan tarif BBM baru belum
berlaku. Dampak kenaikan tersebut sangat memberatkan bagi masyarakat di pedesaan atau
pedalaman yang mengalami kesulitan akses transportasi dan infrastruktur. Harga barangbarang di daerah itu sudah mahal sebelumnya yang dipengaruhi biaya transportasi yang besar.
Di Papua, harga eceran bensin mencapai antara Rp 10.000 sampai Rp 50.000 per liter sudah
sangat memberatkan rakyat, apalagi ditambah kenaikan per 1 April nanti pasti akan melesat
naik.
Di sektor transportasi, pemerintah mengakui dampak kenaikan harga BBM adalah
peningkatan biaya transportasi sebesar 19,6 persen dari 77 persen total konsumsi minyak
nasional. Peningkatan biaya transportasi akan memaksa rakyat menambah pengeluaran
hariannya yang sudah cekak sebelumnya.
Dalam rencana kenaikan BBM tahun 2012, Pemerintah berencana akan memberikan
subsidi suku cadang dan pajak kendaraan bagi usaha transportasi, tetapi hal itu hanya
ditujukan bagi pengusaha transportasi. Padahal, instrumen utama penggerak angkutan adalah
sopir yang harus menanggung pengeluaran untuk BBM. Ini membebani para sopir angkutan
karena akan menambah beban setoran yang baru dan mengurangi pendapatan mereka.
Contoh, sopir taksi di Jakarta harus mengejar target minimal Rp 500 ribu per hari yang
dialokasikan untuk setoran ke pemilik armada (perusahaan taksi) sebesar Rp 300 ribu per hari
dan bensin sebesar Rp 200 ribu per hari. Upah sopir didapatkan dari selisih jumlah

pemasukan selama operasi per hari dikurangi target minimal tersebut. Jadi, sopir tidak
mendapatkan upah yang pasti dan selalu kecil yang berkisar rata-rata Rp 50 ribu per hari. Jika
harga BBM naik, maka akan semakin mengurangi pendapatan mereka. Dilain sisi, Sopir
(Sopir taksi sebagai Contoh awal) juga dihadapkan dengan tekanan psychology yang tinggi,
dimana ketika tidak mampu memberikan setoran sesuai target, yakni Rp. 300.000/hari, maka
Ia terancam Skors (Tidak dipekerjakan samapi target setoran dapat dipenuhi).
Di sektor industri, khususnya Industri kecil dan menengah, banyak pengusaha akan
mengalami kebangkrutan akibat meningkatnya harga bahan baku, listrik, transportasi
pengangkutan, dan lain-lain. Mereka memiliki keterbatasan akses pasar di level nasional
akibat dominasi imperialis dan ditekan oleh borjuasi komprador. Karena itu, kenaikan harga
BBM mempengaruhi produksi dan distribusi mereka yang tidak mendapatkan perlindungan
(regulasi, insentif, pasar) sehingga akan mengalami kebangkrutan.
Kenaikan harga tentu akan merampas upah buruh karena terpotongnya nilai riil
pendapatan yang didapatkan. Kenaikan nominal upah mereka tidak berarti apa-apa dan tidak
berhubungan dengan kenaikan nilai riil upah yang diterima. Kenaikan nominal upah buruh
sekitar tujuh sampai sepuluh persen di tahun 2013 tidak sebanding dengan kenaikan hargaharga barang dan kebutuhan penting lainnya yang naik oleh kenaikan harga BBM. Selain itu,
kenaikan harga berdampak pada meningkatnya angka PHK akibat kebijakan efesiensi tenaga
kerja oleh perusahaan yang harus menanggung kenaikan biaya produksi. Cara-cara lain
perampasan upah yang dilakukan akibat tersebut adalah peningkatan jam kerja lembur buruh
dan penundaan pembayaran upah. Untuk itu semua, pengusaha dan pemerintaha akan
semakin mengekang kebebasan berserikat dan pemogokan buruh.
Struktur industri Indonesia yang didominasi oleh imperialis yang bekerjasama
dengan kaki tangannya yakni borjuasi komprador dan tuan tanah menjadikan tidak adanya
industri nasional yang mandiri. Keadaan ini telah menjadikan Indonesia menjadi lautan
pengangguran yang mencapai lebih dari 40 juta dan semakin bertambah akibat dampak
kenaikan harga BBM. Pengangguran itu merupakan tumpukan orang yang tidak terserap di
industri ditambah dengan korban PHK oleh perusahaan yang melakukan efesiensi.
Sementara itu, kaum tani menjadi klas mayoritas rakyat yang menderita akibat
kenaikan harga BBM. Akibat penghisapan feodalisme dan dominasi imperialisme, mereka
menanggung beban kerja berlipat akibat semakin tingginya biaya sewa tanah yang
ditanggung, pemotongan upah, dan terjerat hutang lintah darat. Kenaikan harga menjadikan
biaya produksi yang harus ditanggung petani miskin dan buruh tani untuk input pertanian
yakni benih, pupuk, obat-obatan dan alat kerja.

Contoh, di desa Sukamulya Rumpin (Jawa Barat) harga pupuk kandang pasca
kenaikan harga BBM tahun 2008 meningkat menjadi Rp 4.000 per karung (20 kg) dari harga
sebelumnya Rp 2.700 per karung. Kenaikan ini akibat biaya transportasi dan harga karung. Di
Cirebon, pasca kenaikan harga BBM tahun 2008 juga telah meningkatkan harga sewa tanah
naik 100 persen menjadi Rp 10 juta/hektar per tahun.
Kaum nelayan juga sangat menderita oleh kenaikan harga BBM di tengah
penggunaan solar yang merupakan komponen terbesar biaya produksi yang mencapai 60
persen lebih. Mayoritas nelayan di Indonesia dari 2,6 juta adalah nelayan pengguna kapal
kecil yang bobotnya di bawah 30 GT (gross ton). Para nelayan kecil, biasaya, membeli solar
eceran yang harganya dapat mencapai dua kali lipat per liter. Tentunya, para nelayan semakin
membatasi aktivitasnya atau terjerat oleh tengkulak dan lintah darat sebagai sumber
pembiayaan aktivitasnya.
Jelas, tarif baru BBM akan menjadikan penurunan daya beli masyarakat. Inflasi saja
sudah menjadikan harga-harga barang meningkat apalagi ditambah kenaikan tarif baru nanti.
Keadaan itu akan menambah inflasi yang diperkirakan mencapai 7,2 persen (naik dari asumsi
inflasi APBN 2013 yang berada di kisaran 4,9 persen) sehingga nilai uang serta upah diterima
pasti terpangkas lagi. Penghidupan kaum borjuasi kecil (Intelektuil: Guru, Dosen,
Profesional, Pegawai rendahan, dan Pedagang Kecil, dll) akan semakin menurun seiring
terpotongnya upah kerja dan berkurangnya pemasukan usaha produksi dan dagang mereka.
Kenaikan harga-harga barang dan jasa sudah pasti menjadikan angka kemiskinan
meningkat. Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi memperkirakan kenaikan
harga BBM sebesar 30 persen berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar
8,55 persen atau sekitar 15,68 juta jiwa dan pengangguran diprediksikan meningkat 16,92
persen dari angka pengangguran resmi yang dilansir BPS sebesar 10,11 juta. Hal tersebut
juga senada dengan

yang diungkapkan oleh Menteri Keuangan (Chatib Basri) bahwa,

kenaikan harga BBM bersubsidi 2013 akan menciptakan sekitar 4 juta orang miskin baru.
Pemerintah selalu membanggakan keberhasilan palsunya dalam menurunkan angka
kemiskinan sebesar satu juta orang atau menjadi 30,5 juta orang pada tahun 2011. Akan
tetapi, ia tidak bisa menjelaskan peningkatan sasaran bantuan langsung tunai (BLT) setiap
kenaikan harga BBM melebihi angka rakyat miskin hasil rekayasa Badan Pusat Statistik
(BPS). Mereka hanya bermain dengan kategori-kategori palsu tentang kemiskinan seperti
tingkatan kemiskinan dan ukuran minimum rakyat miskin yakni hidup kurang dari Rp 7.000
per hari.
Kedua, Politik. Demi menjaga skema imperialis dalam mengatasi krisisnya yang
berujung berlipatgandanya penghisapan terhadap rakyat, maka rezim boneka SBY akan

meningkatkan politik fasisme. Penghidupan rakyat yang semakin merosot pasti akan
memercikan api perlawanan dan semakin meluas sehingga rezim merasa terancam dan
bertindak fasis untuk menjaga stabilitas dan jaminan bagi tuannya, imperialis AS. Rezim
reaksi sekarang ini, sejak tahun 2012 lalu telah memberi ancaman bagi gerakan rakyat yang
menolak kenaikan harga BBM dengan menyebarkan isu makar dan cap anti kemajuan
negara. Bahkan pemerintah, oleh Presiden SBY secara lansung menyatakan Akan Menindak
Tegas setiap demonstrasi atau gerakan-gerakan lain yang menolak rencana kebijakan
tersebut.
Disisi yang lain pula, pengalihan subsidi menjadi kompensasi dalam berbagai
bentuk tidak terlepas dari kepentingan politik menuju pemilu 2014 yang sudah semakin
dekat. Pemberian Kompensasi melalui program percepatan dan perluasan perlindungan social
senilai Rp. 12,5 Trilliun dan Bantuan lansung sementara (BLSM) senilai Rp. 30,1 Triliun tak
ubahnya sebagai politik pencitraan semata. Demikian pula dengan kebutuhan anggaran untuk
biaya kampanye menuju Pemilu 2014, baik untuk legislative maupun Eksekutif. Sangat wajar
Jika kita kita juga memberikan dugaan bahwa kelebihan anggaran yang tidak
dipublikasikan dari perhitungan jumlah pembelian (Import) minyak dan anggaran subsidi
BBM (Lihat bagian sebelumnya tentang bantahan Alasan pemerintah yang pertama:
Pembengkakan Subsidi sebagai alasan penaikan BBM hanyalah permainan Angka semata
bagi Pemerintahan SBY) akan digunakan sebagai modal atau tambahan biaya kampanye oleh
partai penguasa saat ini beserta koalisi dan sekutunya.
Ketiga, Kebudayaan. Sudah pasti, kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya
pendidikan. Pemerintah selalu bersembunyi di balik topeng pengalihan biaya subsidi harga
BBM yakni penambahan subsidi bagi pendidikan bagi keluarga miskin. Faktanya, harga
biaya pendidikan semakin mahal sehingga meningkatkan angka putus sekolah.
Sebagai contoh, dari kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan tahun 2008, subsidi
pendidikan akibat kenaikan harga BBM diwujudkan dalam bentuk kompensasi yang dikenal
dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa SD dan SMP. Sementara itu,
dalam Implementasinya tidak pernah menyentuh angka 50-40% dari total jumlah peserta
didik dari keluarga Miskin. Dilain sisi, penyaluran atas kompensasi tesebut-pun masih
melalui Beasiswa dengan sistem subsidi silang yang sarat dengan diskriminasi dan
manipulasi.
Dampak lain dari itu, justeru mengurangi tanggungan wajib pemerintah (20%
Anggaran pendidikan dari APBN), dimana anggaran BOS kemudian dimasukkan menjadi
bagian dari Anggaran 20% tersebut yang juga tidak pernah terealisasi secara utuh, meskipun
pemerintah telah dengan bangga mengumumkan bahwa angaran tersebut sudah terpenuhi,

bahkan lebih dari 20%, yaitu 20,02%. Kenyataannya, setelah dibagi dengan berbagai
kementerian dan terlebih lagi anggaran tersebut didalamnya termasuk dana BOS dan gaji
guru, sehingga secara nominal pastilah tampak menjadi lebih besar, padahal sesungguhnya,
realisasi anggaran tersebut masih tidak lebih dari hanya 11%.
Dilihat dari sisi lainpun, tentu dampak kenaikan harga BBM disektor Pendidikan,
tidak hanya pada meningkatnya biaya yang akan dibayarkan lansung oleh peserta didik dan
keluarganya, namun peserta didik juga harus menyiapkan anggaran sendiri yang lebih tinggi
untuk sarana prasana pendidikan dan untuk memenuhi kebutuhan belajar mengajar lainnya,
seperti untuk pembelian seragam sekolah, buku, bolpoin, bahan praktikum, biaya potocopy,
transportasi, akses internet, dll.
Begitu juga dengan keadaan kesehatan masyarakat yang makin memburuk akibat
mahalnya biaya kesehatan dan pelayanan yang buruk. Sejak Januari 2012, harga obat telah
naik hingga 10 persen, bahkan obat yang mengandung parasetamol mencapai 43 persen.
Kenaikan itu semakin memberatkan karena pemerintah tidak menanggung semua obat dalam
program jaminan kesehatan yang diberikan bagi keluarga miskin. Keadaan gizi masyarakat
akan menurun akibat mahalnya harga makanan dan nutrisi yang semakin menjadi-jadi akibat
kenaikan harga BBM.
BAB 9
HAMBATAN IMPLEMETASI
a. Kendala dalam hal Sumber Daya yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan. Sumberdaya
yang dimaksud, meliputi:
1. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai
(street-level bureaucrats). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi
kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai,
mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf
danimplementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi kebijakan,
tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang
diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan.
2. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu:
pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua,
informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
3. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi

para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika
wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata publik tidak
dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. Tetapi
dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersedia, maka sering terjadi
kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas
kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi di sisi lain, efektivitas
akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi
kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
4. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan.
Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel dan kompeten,
tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi
kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
b. Kendala yang berkaitan dengan Disposisi. Faktor-faktor yang menjadi perhatian menurut
Edward III dalam Agustinus (2006:159-160) mengenai disposisi dalam implementasi
kebijakan terdiri dari:
1. Pengangkatan birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan
hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang
ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih
atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah
orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih
khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.
2. Inisiatif. Inisiatif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada
dasarnya

orang

bergerak

berdasarkan

kepentingan

dirinya

sendiri,

maka

memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para


pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu
mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan
perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan
pribadi atau organisasi.
c. Kendala dalam hal Komunikasi yang berkaitan dengan isi dan tujuan yang akan dicapai
oleh suatu kebijakan. Komunikasi merupakan salah-satu variabel penting yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang
efektif akan terlaksana, jika para pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang
akan mereka kerjakan. Informasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa

didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan
dalam mengkur keberhasilan variabel komunikasi. Edward III dalam Agustino
(2006:157-158) mengemukakan tiga variabel tersebut yaitu:
1. Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran
komunikasi yaitu adanya salah pengertian (miskomunikasi) yang disebabkan
banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga
apa yang diharapkan terdirtorsi di tengah jalan.
2. Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan (street-levelbureaucrats) harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua.
3. Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus
konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika perintah yang diberikan
sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan.

Anda mungkin juga menyukai