Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Vaginosis bakterialis bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh suatu
organisme, tetapi timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari
bakteri yang berkolonisasi di vagina. Awalnya infeksi pada vagina hanya disebut
dengan istilah vaginitis, di dalamnya termasuk vaginitis akibat Trichomonas vaginalis
dan akibat bakteri anaerob lain berupa Streptococcus dan Bacteroides sehingga
disebut vaginitis nonspesifik. Setelah Gardner menemukan adanya spesies baru yang
akhirnya disebut Gardnerella vaginalis, istilah vaginitis nonspesifik pun mulai
ditinggalkan. Berbagai penelitian dilakukan dan hasilnya disimpulkan bahwa
Gardnerella melakukan simbiosis dengan berbagai bakteri anaerob, sehingga
menyebabkan manifestasi klinis vaginitis, diantaranya termasuk dari golongan
Mobilincus, Bacteriodes, Fusobacterium, Veilonella, dan golongan Eubacterium,
misalnya Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan Streptococcus viridans
(Kasper M, 2010).
Aktivitas seksual diduga mempunyai peranan dalam hal timbulnya bakterial
vaginosis, bagaimanapun melakukan hubungan seksual bebas dan berganti-ganti
pasangan akan meningkatkan resiko wanita itu mendapat bakterial vaginosis.
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap wanita dengan bakteriologis vagina normal dan
wanita dengan bakterial vaginosis, ditemukan bakteri aerob dan bakteri anaerob pada
semua perempuan. Lactobacillus adalah organisme dominan pada wanita dengan
sekret vagina normal dan tanpa vaginitis. Lactobacillus biasanya ditemukan 80-95 %
pada wanita dengan sekret vagina normal. Sebaliknya, Lactobacillus ditemukan 25-65
% pada bakterial vaginosis (Kasper M, 2010).
Jika dibiarkan berlarut-larut infeksi vaginitis bakterialis tersebut bisa membahayakan
kehamilannya. Tak hanya dapat menyebabkan persalinan prematur (prematuritas),
vaginitis bakterialis pada kehamilan juga dapat menyebabkan ketuban pecah sebelum
waktunya serta kelahiran bayi dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Itu
sebabnya, sangat diajurkan pada ibu hamil agar segera melakukan pemeriksaan
kehamilan tatkala mendapatkan dirinya mengalami keputihan. Apalagi jika keputihan
tersebut mulai timbul gejala gatal yang sangat hingga cairan berbau (Kasper M,
2010).
Dikarenakan masih banyak yang dapat terinfeksi penyakit vaginosis bakterialis
yang masih sering ditemukan pada wanita maka kami membuat referat ini selain
untuk memenuhi tugas referat pada blok reproduksi tujuan lainnya adalah
mengetahui lebih dalam bagaimana perjalanan pernyakit dari vaginosis bakterialis,
penegakan diagnosis, tanda dan gejala penyakit hingga penatalaksanaan penyakit ini.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari penyakit Vaginosis Bakterialis.
2. Untuk mengetahui penegakan penyakit Vaginosis Bakterialis.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada penyakit Vaginosis Bakterialis.
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada penyakit Vaginosis
Bakterialis.
5. Untuk mengetahaui prognosis pada penyakit Vaginosis Bakterialis.
36% pada wanita dengan bakterial vaginosis. Pada wanita normal kedua tipe
anaerob ini lebih jarang ditemukan. Penemuan spesies anaerob dihubungkan
dengan penurunan laktat dan peningkatan suksinat dan asetat pada cairan vagina.
Setelah terapi dengan metronidazole, Bacteriodes dan Peptostreptococcus tidak
ditemukan lagi dan laktat kembali menjadi asam organik yang predominan dalam
cairan vagina. Spiegel menyimpulkan bahwa bakteri anaerob berinteraksi dengan
G.vaginalis untuk menimbulkan vaginosis. Peneliti lain memperkuat hubungan
antara bakteri anaerob dengan vaginosis bakterial. Mikroorganisme anaerob lain
yaitu Mobiluncus Spp, merupakan batang anaerob lengkung yang juga ditemukan
pada vagina bersama-sama dengan organisme lain yang dihubungkan dengan
bakterial vaginosis. Mobiluncus Spp hampir tidak pernah ditemukan pada wanita
normal, 85% wanita dengan bakterial vaginosis mengandung organisme ini.
3. Mycoplasma hominis
Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa Mycoplasma hominis juga harus
dipertimbangkan sebagai agen etiologik untuk vaginosis bakterial, bersama-sama
dengan G.vaginalis dan bakteri anaerob lainnya. Prevalensi tiap mikroorganisme
ini meningkat pada wanita dengan bakterial vaginosis. Organisme ini terdapat
dengan konsentrasi 100-1000 kali lebih besar pada wanita dibandingkan dengan
bakterial vaginosis pada wanita normal.
Pertumbuhan Mycoplasma hominis mungkin distimulasi oleh putrescine, satu dari
amin yang konsentrasinya meningkat pada bakterial vaginosis. Konsentrasi normal
bakteri dalam vagina biasanya 105 organisme/ml cairan vagina dan meningkat menjadi
108-9 organisme/ml pada bakterial vaginosis. Terjadi peningkatan konsentrasi
Gardnerella vaginalis dan bakteri anaerob termasuk Bacteroides, Leptostreptococcus,
dan Mobilincus Spp sebesar 100-1000 kali lipat
C. Epidemiologi
Infeksi vaginosus bakterialis adalah penyebab paling umum dari gejala-gejala
yang terjadi pada vagina wanita, namun sampai saat ini belum jelas bagaimana peran
aktivitas diperkembangan infeksi vaginosus bakterialis. Prevalensi di Amerika Serikat
diperkirakan 21,2 juta (29,2%) diantara wanita usia 14-49 tahun, didasarkan pada
sampel perwakilan nasional dari wanita yang berpartisipasi dalam NHANES 20014
menjalani
evaluasi
untuk
infeksi
vaginosus
bakterialis
dengan
sebagai kriteria Amsel yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat gejala, yaitu :
1. Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih, melekat pada dinding vagina dan
abnormal
2. pH vagina > 4,5
3. Tes amin yang positif, yangmana sekret vagina yang berbau amis sebelum atau
setelah penambahan KOH 10% (Whiff test).
4. Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20 dari seluruh epitel)
Gejala diatas sudah cukup untuk menegakkan diagnosis (Phillip Hay, 2011).
1. Anamnesis
Gejala yang khas adalah cairan vagina yang abnormal (terutama setelah
melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau
amis/bau ikan (fishy odor).Pasien sering mengeluh rasa gatal, iritasi, dan rasa
terbakar. Biasanya kemerahan dan edema pada vulva.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering
berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang
berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan
tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret
vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang
memberikan gambaran bergerombol.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Whiff test
Pemeriksaan bau, bau yang hamis seperti bau ikan memberikan hasil positif.
b. Pemeriksaan Gram-staining
Pemerisaan ini adalah mudah untuk menkorfirmasi vaginosus bakterialis. Pada
vagina yang normal jumlah lactobacilli banyak dan bentuknya adalah rod,
Gram-positif dan ujungnya yang tumpul. Gardnerella bersifat Gram-negatif,
dan berbentuk kokus. Pada BV didapatkan banyak bakteri Gram-negatif dan
rod-rod kecil.
c. Pemeriksaan kultur
Jarang dilakukan pemeriksaan ini karena kurang sensitivitas dan spesifitas.
d. BV Blue dan FemExam
pertumbuhan
bakteri
H. Patofisiologis
Sekelompok kuman harus bekerja secara sinergistik untuk menimbulkan
kejadian vaginosis. Flora campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan
sebagai akibat adanya peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi
flora normal laktobasili yang menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita
normal dijumpai kolonisasi strain Laktobasili yang mampu memproduksi H 2O2,
sedangkan pada penderita vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi laktobasili
secara menyeluruh, sementara populasi yang tersisa tidak mampu menghasilkan
H2O2. Diketahui bahwa H2O2 dapat menghambat pertumbuhan kuman-kuman yang
terlibat dalam vaginosis, yaitu oleh terbentuknya H 2O-halida karena pengaruh
peroksidase alamiah yang berasal dari serviks. Dengan meningkatnya pertumbuhan
kuman, produksi senyawa amin oleh kuman anaerob juga bertambah, yaitu berkat
adanya dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin yang terdapat pada cairan vagina
yaitu putresin, kadaverin, metilamin, isobutilamin, fenetilamin, histamin, dan tiramin
(Rahim,2006).
Bakteri anaerob dan enzim yang bukan diproduksi oleh Gardnerella dalam
suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau
amis, bau serupa juga dapat tercium jika pada sekret vagina yang diteteskan KOH
10%. Senyawa amin aromatik yang berkaitan yang berkaitan dengan timbulnya bau
amis tersebut adalah trimetilamin, suatu senyawa amin abnormal yang dominan pada
BV. Bakteri anaerob akan memproduksi aminopeptida yang akan memecah protein
menjadi asam amino dan selanjutnya menjadi proses dekarboksilasi yang akan
mengubah asam amino dan senyawa lain menjadi amin, yaitu dekarboksilasi ornitin
(metabolit arginin) akan menghasilkan putresin, dekarboksilasi lisin akan
menghasilkan kadaverin dan dekarboksilasi betain (metabolit kolin) akan
menghasilkan trimetilamin. Poliamin asal bakteri ini bersamaan dengan asam organik
yang terdapat dalam vagina penderita infeksi vaginosis bakterialis, yaitu asam asetat
dan suksinat, bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vagina. Hasil
eksfoliasi yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH yang alkalis
Gardnerella vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk
clue cells. Secara mikroskopik clue cellsnampak sebagai sel epitel yang sarat dengan
kuman, terlihat granular dengan pinggiran sel yang hampir tidak tampak
(Rahim,2006).
I. Gambaran Histopatologis
J. Penatalaksanaan
1. Terapi lama
2. Terapi baru
Terapi pilihan yang masih direkomendasikan sampai saat ini adalah menggunakan
antibiotik metronidazol untuk mengobati gejala. Selain mengobati gejala juga
penting dalam pemantuan partner seks sebagai follow up (CDC,2015).
Tabel 2.2 Perencanaan terapi baru
Sumber : (CDC,2015)
K. Komplikasi
Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan komplikasi
setelah pengobatan. Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang
berat. 11 Bakterial vaginosis sering dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic
9
10
IV. KESIMPULAN
1.
Vaginosis
bakterialis
merupakan
sindrom
klinik
akibat
pergantian
11
DAFTAR PUSTAKA
Jubianto J, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam. Penerbit
FKUI: Jakarta
Kasper M., Braunwald E., Fauci AS., Hansen SL.,et al. Harrison's Principle of
Internal Medicine, 20th Ed.,2010. McGraw Hill, USA. Pg.766-767
Phillip Hay, FRCP. Gynaecology: Bacterial Vaginosis. Journal of
Obstetrics and Gynaecology. 2011. Pg.36-39.
Paediatrics,
12