Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A

BLOK 11

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4


Merta Aulia

04121001013

Dita Devita

04121001025

Meirisa Rahma Pratiwi

04121001041

Niken Widyahadi

04121001044

Laksmita Chandra Dewi

04121001047

Eva Fitria Zumna

04121001048

Liana Alviah Saputri

04121001049

Imanuel

04121001054

Albert Leonard Kosasih

04121001108

Maulana Aqil Mubarrak

04121001121

Fauzan Ditiaharman

04121001128

Ahamad Reza Kurniawan

04121001131

M. Adam Mudzakir

04111001134
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, laporan
tugas tutorial skenario A Blok 11 ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pemelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan laporan tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan
sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun lakukan.

Palembang, Oktober 2013

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar...

Daftar Isi.

I.

Skenario .......................................................................................................

II.

Klarifikasi Istilah..............................................................................................

III.

Identifikasi Masalah.........................................................................................

IV.

Analisis Masalah..............................................................................................

V.

Keterkaitan Antarmasalah................................................................................

VI.

Learning Objectives..........................................................................................

VII.

Kerangka Konsep.............................................................................................

5
5
23
23
24
25

VIII. Sintesis ...........................................................................................................


77

Daftar Pustaka................................................................................................................

I.SKENARIO BLOK 11
Tn.S, 17 tahun, beralamat dikelurahan Tangga Buntung, datang ke IRD RSMH dengan
keluhan utama demam sejak 1 minggu yang lalu.
Sejak 1 minggu yang lalu, penderita mengeluh demam tinggi dan meningkat perlahanlahan pada sore hingga malam hari, disertai sakit kepala, mual dan muntah, serta tidak napsu
makan. Penderita juga mengeluh nyeri perut kanan bawah disertai sulit buang air besar sejak 4
hari yang lalu. Tiga hari yang lalu penderita mengaku makan siang di warung pinggir jalan yang
dekat dengan tempat pengumpulan sampah sementara.
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis
TD: 110/70 mmHg, N:80x/menit, frekuensi napas:24x/menit, suhu:400C
Kepala: konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-), lidah: tampak selaput, kotor di tengah, hiperemis
di pinggir dan ujung serta tremor.
Abdomen: defans muscular (-) hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien teraba Schuffner 1
Leher : dalam batas normal
Pemeriksaan Penunjang
Hb:10 gr%, WBC:3.000mm3, trombosit:184.000mm3, LED:40 mm/jam, DC:0/0/2/76/16/6,
Widal titer O:1/640 H: 1/320

II.KLARIFIKASI ISTILAH
1.
2.
3.
4.
5.

IRD : Instalasi Rawat Darurat


Sensorium compos mentis : keadaan individu dalam keadaan sadar penuh.
Hiperemis : pembengkakan atau excess darah pada bagian tubuh tertentu.
Tremor : gemetar atau menggigil yang involunter.
Defans muscular : nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen yang menunjukan

adanya rangsangan peritonium parietal


6. WBC : white blood cell
7. Widal titer : jumlah substansi yang dibutuhkan untuk menmbulkan reaksi dengan atau
untuk berhubungan dengan sejumlah substansi lain, bertujuan untuk mendeteksi
demam undulasi atau atau demam enterik

8. LED : Laju Endap Darah indicator penyakit infeksi dan tingkat inflamasi yang tidak
spesifik; kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang belum membeku, dengan
satuan mm/jam.
9. Hitung jenis : leukosit atau differential diff count, merupaka bagian dari pemeriksaan
darah lengkap (full blood count), terdiri dari 5 macam leukosit : neutrofil, limfosit
monosit, eosinofil, dan basofil.
III.IDENTIFIKASI MASALAH
1. Tn.S, 17 tahun, datang ke IRD RSMH dengan keluhan utama demam sejak 1 minggu
yang lalu. Selain itu, penderita mengeluh demam tinggi dan meningkat perlahan-lahan
pada sore hingga malam hari, disertai sakit kepala, mual dan muntah, serta tidak napsu
makan. (chief complaint)
2. Tn.S juga mengeluh nyeri perut kanan bawah disertai sulit buang air besar sejak 4 hari
yang lalu.
3. Tiga hari yang lalu Tn.S mengaku makan siang di warung pinggir jalan yang dekat
dengan tempat pengumpulan sampah sementara.
4. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis TD: 110/70
mmHg, N:80x/menit, frekuensi napas:24x/menit, suhu:40 0C Kepala: konjungtiva pucat
(-), sclera ikterik (-), lidah: tampak selaput, kotor di tengah, hiperemis di pinggir dan
ujung serta tremor. Abdomen: defans muscular (-) hepar teraba 1 jari di bawah arcus
costae, lien teraba Schuffner 1 Leher : dalam batas normal
5. Pemeriksaan penunjang : Hb:10 gr%, WBC:3.000mm3, trombosit:184.000mm3, LED:40
mm/jam, DC:0/0/2/76/16/6, Widal titer O:1/640 H: 1/320

IV.ANALISIS MASALAH
1. Tn.S, 17 tahun, datang ke IRD RSMH dengan keluhan utama demam sejak 1 minggu
yang lalu. Selain itu, penderita mengeluh demam tinggi dan meningkat perlahan-lahan
pada sore hingga malam hari, disertai sakit kepala, mual dan muntah, serta tidak napsu
makan.
a. Mengapa demam meningkat dari sore hingga malam hari ?
Demam atau panas adalah gejala utama typhoid, yang biasanya berlangsung 3
minggu. Pada awal sakit demam kebanyakan samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh
sering turun naik. Pagi hari lebih rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi
5

(demam remitten). Dari hari ke hari intensitas demam makin anokresia, mual dan
muntah. Pada minggu kedua intensitas demam makin tinggi dan kadang terusmenerus(demam kontinyu). Bila pasien membaik pada minggu ketiga suhu badan
kembali turun dan dapat normal pada akhir minggu ketiga. Perlu diperhatikan bahwa
laporan demam khas pada typhoid tidak selalu ada. Tipe demam menjadi tidak
beraturan. Hal ini kemungkinan terjadi karena intervensi pengobatan atau komplikasi
yang hadir lebih awal. Pada anak, khususnya balita, demam dapat menyebabkan
kejang.
b. Apa jenis-jenis demam, dan demam jenis apa yag dialmi Tn.S ?
Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain:
Jenis demam
Demam septik

Penjelasan
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggisekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari

Demam hektik

Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkatyang


tinggisekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang
normal pada pagi hari

Demam remiten

Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidakpernah mencapai suhu normal

Demam intermiten

Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal


selamabeberapa jam dalam satu hari

Demam Kontinyu

Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang tidak
berbeda lebih dari satu derajat.

Demam Siklik

Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari


yangdiikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.

(Sumber: Nelwan, Demam: Tipe dan Pendekatan, 2009)


c. Bagaimana mekanisme dari keluhan yang dialami ?
1. Mual, muntah, tidak nafsu makan
6

Tn. S, 17 tahun menderita demam tifoid akibat infeksi Salmonella thypii.


Salmonella thypii menginfeksi host lewat makanan dan minuman yang kotor.
Salmonella thypii masuk ke gaster sehingga merangsang sekresi HCl karena HCl
merupakan salah satu sekret gaster yang dapat membasmi Salmonella thypii. HCl
yang disekresikan terlalu banyak akan membuat Tn. S merasa mual dan tidak
nafsu makan. Selain itu penderita demam tifoid mengalami hepatomegali dan
splenomegali. Hepar dan limpa yang membesar dapat menekan gaster sehingga
merasa mual bahkan muntah.
2. Konstipasi
Infeksi Salmonella thypii akan mengakibatkan terjadinya infiltrasi monocytic
pada patch Peyer akan mempersempit lumen usus sehingga menyebabkan
sembelit. Selain factor tersebut konstipasi juga dapat disebabkan akibat
kekurangan cairan tubuh. Tn. S mengeluh mual dan muntah mengakibatkan intake
3.

cairan juga ikut berkurang.


Demam
Demam pada tifoid disebabkan karena Salmonella typhiii dan endotoksinnya
merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan
yang meradang. Saat makrofag teraktivasi memfagositosis bakteri Salmonella,
maka terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi berupa sitokin, diantaranya
pirogen endogen interleukin-1 (IL-1), IL-1, 6, 8, dan 11, interferon 2 dan ,
Tumor nekrosis factor TNF (kahektin) dan TNF (limfotoksin), macrophage
inflammatory protein MIP1. Sitokin ini diduga mencapai organ sirkumventrikular
otak yang tidak memiliki sawar darah otak. Sehingga terjadi demam melalui
pembentukan prostaglandin PGE, yang selanjutnya akan menimbulkan
perubahan set point di hipotalamus. Hal ini yang menyebabkan timbulnya gejala

4.

demam.
Sakit Kepala
Sakit kepala pada Tn.S merupakan gejala tambahan disamping demam. Infeksi
Salmonella thypii membuat respon imun akan meningkat, pelepasan mediator
inflamasi dan akan merangsang pada serabut otak.

d. Bagaimana hubungan antar keluhan yang dialami ?


Setelah terjadi serangan oleh bakteri S. typhi, bakteri akan diserap oleh mukosa
usus lamina propria difagosit oleh sel makrofag dibawa ke plak Payeri ilium
7

distal ke kelenjar getah bening mesenterika masuk ke pembuluh darah dan pada
akhirnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hari dan limpa.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi
setelah menembus dinding. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofak
telah teraktifasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella

terjadi

pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala


reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malainase, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.

2. Tn.S juga mengeluh nyeri perut kanan bawah disertai sulit buang air besar sejak 4 hari
yang lalu.
a. Kenapa sulit buang air besar muncul sejak 4 hari yang lalu ?
Konstipasi merupakan salah satu gejala dari penyakit tifus abdominalis
(tifoid) yang sering ditemukan. Gejala ini muncul sesuai dengan masa inkubasi dari
Salmonella typhi yaitu mulai 3 hari. Jika kita hitung dari Tn. S makan siang, maka
kita dapat memastikan bahwa konstipasi berada di hari ke-6 setelah dia mengalami
infeksi. Konstipasi ini dapat terjadi karena lapisan diniding usus halus mulai menipis
yang menyebabkan makanan tidak dapat dicerna dengan baik.
b. Apa saja organ viscera yang berada pada region kanan bawah ?

Anatomic Location of Organs by Quadrant

RIGHT UPPER QUADRANT (RUQ )

LEFT UPPER QUADRANT (LUQ)

Liver

Stomach

Gallbladder

Spleen

Duodenum

Left lobe of liver

Head of pancreas

Body of pancreas

Right kidney and adrenal

Left kidney and adrenal

Hepatic flexure of colon

Splenic flexure of colon

Part of ascending and transverse colon

Part of transverse and descending colon

RIGHT LOWER QUADRANT (RLQ)

LEFT LOWER QUADRANT (LLQ)

Cecum

Part of descending colon

Appendix

Sigmoid colon

Right ovary and tube

Left ovary and tube

Right ureter

Left ureter

Right spermatic cord

Left spermatic cord

MIDLINE
Aorta
Uterus (if enlarged)
Bladder (if distended)
c. Bagaimana mekanisme nyeri perut kanan bawah ?
Nyeri perut kanan bawah yang dialami Tn.S karena terjadinya perforasi pada
usus halus akibat dari Salmonella thypii yang sebagian masuk ke usus halus di ileum
terminalis membentuk limfoid plaque payeri dan menetap. Nyeri ini juga dapat
diakibatkan oleh pembesaran hati.

10

3. Tiga hari yang lalu Tn.S mengaku makan siang di warung pinggir jalan yang dekat dengan
tempat pengumpulan sampah sementara.

3. Tiga hari yang lalu Tn.S mengaku makan siang di warung pinggir jalan yang dekat
dengan tempat pengumpulan sampah sementara.
a. Apa kemungkinan organism yang mungkin menginfeksi Tn.S ?
Jadi , organisme yang terkait dengan kasus adalah Salmonella thypi
b. Bagaimana masa inkubasi mikroorganism yang menyebabkan keluhan pada
Tn.S ?
Berdasarkan keluhan yang dialami oleh Tn. S, ada kemungkinan mikroorganisme
yang menginfeksi adalah Salmonella typhi yang menyebabkan penyakit demam tifoid.
Masa inkubasi Salmonella tyhpi umunya 1-2 minggu, dapat lebih singkat yaitu 3 hari
atau lebih panjang selama 2 bulan. Hal inilah yang menyebabkan keluhan-keluhan
yang dialami Tn. S baru muncul setelah 3 hari ia makan siang di dekat tempat
pembuangan sampah sementara.
c. Bagaimana cara penularan mikroorganisme tersebut ?
1. Transmisi oral melalui makanan dan minuman yang ditularkan oleh penderita
melalui alat yang terkontaminasi bakteri, urine
2. Transmisi dari tangan ke mulut setelah menggunakan toilet terkontaminasi dan
kebersihan tangan yang kurang
3. Transmisi oral melalui air yang terkontaminasi

11

4. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum sakit sedang, sensorium kompos mentis TD: 110/70
mmHg, N:80x/menit, frekuensi napas:24x/menit, suhu:400C Kepala: konjungtiva pucat (-),
sclera ikterik (-), lidah: tampak selaput, kotor di tengah, hiperemis di pinggir dan ujung
serta tremor. Abdomen: defans muscular (-) hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien
teraba Schuffner 1 Leher : dalam batas normal.
a. bagaimana cara anamnesis untuk demam thypoid ?
Anamnesis yang perlu dievaluasi untuk mengarahkan kecurigaan terhadap demam tifoid:
1. Demam, onset (hitung lama demam dari awal sakit sampai dibawa ke
pusat pengobatan), tipe demam (demam terutama pada malam hari dan turun menjelang
pagi hari), menggigil atau tidak, keringat dingin, sejak kapan mulai demam tinggi terus tanpa suhu
turun, disertai kejang atau tidak.
2. Gejala gastrointestinal,

Diare

(sejak

kapan,

frekuensi,

ampas

+/-,

konsistensi,volume tiap diare, warna, darah, lender), konstipasi (sejak kapan mulai
tidak BAB), mual atau muntah, anoreksia, malaise, perut kembung.
3. Gejala SSP, apakah anak sempat mengalami tidak sadar? Atau ha nya sebatas
ngelindur atau mengigau saja waktu tidur.
4. Riwayat Penyakit dahulu ditanyakan untuk mencari tahu apakah pernah
sakit s e p e r t i i n i , k a r e n a d e m a m t i f o i d a d a l a h i n f e k s i ya n g s a n g a t
m u n g k i n m e n j a d i k a n p e n d e r i t a n ya s e b a g a i c a r i e r a t a u p e m b a w a
m e s k i p u n t i d a k menunjukkan gejala.
5. Riwayat Terapi, bila sudah mendapatkan terapi baik hanya antipiretik dan atau antibiotika klinis
penyakit kemungkinan sangat mungkin sudah mengalami perubahan
6. Riwayat kehidupan sosial adalah yang tidak boleh dilupakan mengingat salah satu faktor
resiko terjadinya penyakit adalah lingkungan yang padat dan sanitasi perorangan
yang kurang baik.
7. Riwayat makanan penderita perlu dicari kebiasaan makan atau minum atau di tempat
yang kurang sehat dan mudah dihinggapi lalat dan vektor penyakit yang lain. Riwayat pemberian
ASI juga perlu diketahui karena pentingnya ASI dalam pembentukan IgA yang berperan
dalam imunologil o k a l d a l a m s a l u r a n c e r n a . An a k ya n g m i n u m s u s u
formula sejak kecil

tentunya memiliki saluran cerna yang kurang

diproteksi dengan baik oleh Imunoglobulin.


8. Riwayat Imunisasi. Selain imunisasi wajib pemerintah juga telah ditemukan vaksin
untuk penyakit ini. Bila setelah diimunisasi pasien tetap terinfeksi. Tifoid
12

sangat mungkin titer antibodi yang dibentuk oleh vaksinasi sebelumnya tidak cukup kuat
untuk mengantisipasi infeksi berikutnya. Atau terdapat kegagalan dalam vaksinasi
yang dipengaruhi banyak faktor.

b. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik ?


konjungtiva pucat (-) normal, tidak ditemukan anemia
sclera ikhteric (-) normal, kadar bilirubin normal
lidah tampak selaput, kotor ditengah, hiperemis dipinggir dan ujung serta tremor
thypoid (+)

c. bagimana penyebab abnormalitas dari pemeriksaan fisik ?


1. Tekanan Darah rendah
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid adalah komplikasi intestinal berupa
perdarahan sampai perforasi usus. Perforasi terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan usus
yang berat ditemukan pada 1-10% anak dengan demam tifoid. Komplikasi ini biasanya
terjadi pada minggu ke-3 sakit. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Tanda perforasi
lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok septik. Perforasi
biasanya ditandai dengan peningkatan nyeri abdomen, kaku abdomen, muntah-muntah,
nyeri pada perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar dan tandatanda peritonitis yang lain.
2. Temperatur: 40oC Hiperpireksia
Proses perubahan suhu pada dasarnya adalah akibat dari terdapatnya zat toksin
dalam tubuh. Dalam kasus Tn. S ini, zat toksin tersebut dihasilkan dari mikroorganisme
yaitu bakteri Salmonella typhii. Pola demam sangat khas pada umumnya yaitu demam
yang naik turun.
Kuman masuk melalui saluran pencernaan lewat makanan yang terkontaminasi.
Sebagian dimusnahkan dalam lambung namun ada yang lolos sampai usus kemudian
berkembang biak. Bila respon imunitas mukosa (IgA) kurang baik, kuman dapat

13

menembus sel epitel (terutama sel-M), selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kemudian berkembang biak dan difagosit oleh makrofag. Kuman dapat hidup dimakrofag
kemudian dibawa ke plaques peyeri kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Kemudian kuman masuk ke sirkulasi darah (menyebabkan bakterimia pertama yang
asimptomatik), kemudian menyebar keseluruh organ retikulo endotelial terutama hati dan
limpa. Diorgan ini kuman menyebarkan dan melepaskan endotoksinnya. S. typhi dan
endoktoksinnya meransang sintesis dan pelepasan zat pirogen eksogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Demam umumnya terjadi akibat adanya rangsangan untuk meningkatkan suhu
tubuh atau adanya gangguan pada pusat pengatur suhu,yaitu hipothalamus. Pada pasien,
demam terjadi akibat adanya rangsangan terhadap metabolisme asam arachidonat oleh
pirogen endogen (TNF, IL-1, interferon) yang dirangsang oleh pirogen eksogen yang ada
pada toksin bakteri atau agen infeksius lainnya dlam skenario ini oleh bakteri S. typhi.
Pada skenario demam terjadi terutama disore dan malam hari karena pada waktu tersebut
metabolisme tubuh telah menurun sehingga suhu tubuh ikut menurun. Akibatnya, tubuh
mengkompensasi set point palsu yang diset oleh bakteri dengan mekanisme demam.

Lidah : tampak selaput kotor di tengah hiperemis di pinggir dan ujung serta tremor
Lidah kotor yang khas untuk pasien typoid yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung
dan tepi kemerahan,disertai tremor. Diakibatkan efek endotoksin dari Salmonella typhi
yang mengandung H2S yang mengakibatkan papilla tengah pada lidah menjadi
berselaput, sehingga fungsi papilla tengah menjadi tidak efektif dan fungsinya menjadi
dominan yaitu menjadi pahit. Oleh karena itu penderita typhoid terkadang mulutnya
terasa pahit. Selaput lidah normalnya ada selaput tipis agak keputihan, karena dalam
kasus selaput lidahnya coklat kotor dapat dicurigai adanya patogen dilambungnya karena
selaput lidah menunjukan keadaan organ tubuh terjadi terutama lambung.

Abdomen : defans muscular (-), hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, lien
teraba Schuffner 1

14

Berdasarkan pernyataan skenario hepar teraba 1 jari dibawah arcus costa menunjukan
adanya hepatomegali dan lien teraba pada garis schuffner 1 menunjukan adanya
spleenomegaly hal tersebut merupakan keadaan abnormal. Penyebab adanya hepatomegali
dan spleenomegaly ialah Kuman Salmonella typhiii masuk tubuh manusia melalui
konsumsi makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnakan oleh asam
lambung. Sebagian lagi masuk ke usus halus. Apabila IgA yang disekresikan pada
permukaan usus tidak memadai untuk melawan kuman, maka kuman akan menginvasi
lamina propria. Di sini, kuman akan masuk ke dalam sel makrofag dan terbawa hingga
mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis, selanjutnya masuk aliran
limfe dan mencapai kelenjar limfe mesenterial. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe
ini, Salmonella typhiii masuk ke aliran darah melalui duktus thoracicus. Kuman di dalam
sel makrofag yang mencapai organ dengan retikuloendotelial (terutama hati dan limpa)
akan keluar dari makrofag dan berkembang biak di dalam ruang sinusoid. Kuman
Salmonella typhiii lain mencapai hati melalui sirkulasi portal. Perkembangbiakan di ruang
sinusoid hati akan menyebabkan hepatomegali sedangkan jika di spleen menyebabkan
spleenomegaly.

d. apa saja yang diperiksa pada pemeriksaan vital sign ?


Vital sign biasanya melibatkan penilaian keadaan umum pasien, mengukur tingkat
kesadaran pasien, mengukur suhu tubuh pasien, mengukur tekanan darah pasien,
menghitung dan mengukur nadi pasien, serta menghitung frekuensi pernapasan pasien.
e. bagaimana cara pemeriksaan kepala ?
Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi.
Tujuan inspeksi untuk:
-

Konfigurasi dan simetris


Penonjolan tulang
Ciri-ciri rambut dan kulit
Kontak mata dan ekspresi muka
Tujuan palpasi untuk:
15

Tekstur rambut dan turgor kulit


Semua kelainan ya g terlihat
Bila ada indikasi, arteri temporalis, kelenjar parotis dan submandibularis, sinus-sinus
Pada pasien demam thypoid didapatkan :
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia,
mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, fungsi pendengaran normal, leher
simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

f. bagaimana cara pemeriksaan abdomen?


Pemeriksaan fisik abdomen dilakukan dengan 4 (empat) tehnik/cara yaitu
1.

Inspeksi

2.

Palpasi

3.

Perkusi
4.

Auskultasi
( penjelasan pada sintesis )
Pada pasien demam thypoid didapatkan : Saat palpasi didapatkan limpa dan hati
membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat

g. bagaimana cara pemeriksaan leher ?


Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
a. Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus ditemukan pada orang dengan gizi
jelek, atau TBC, sedangkan endomorf ditemukan pada klen obesitas, adakah
peradangan ,jaringan parut, perubahan warna, dan massa
b. Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan meraba pada suprasternal pada saat
klien menelan, normalnya tidak teraba kecuali pada aorang kurus
c. Vena jugularis, ada pembesaran atau tidak, dengan cara lakukan pembendungan pada
supraclavikula kemudian tekan pada ujung proximal vena jugularis sambil
melepaskan bendungan pada supraclavikula, ukurlah jarak vertical permukaan atas
16

kolom darah terhadap bidang horizontal, katakanlah jaraknya a Cm di atas atau di


bawah bidang horisontal. Maka nilai tekanan vena jugularisnya adalah : JVP = 5 a
Cm,( bila di bawah bidang horizontal ) JVP = 5 a CmHg ( bila di atas bidang
horizontal), normalnya JVP = 5 2 CmHg
Pengukuran langsung tekanan vena melalui pemasangan CVP dengan memasukan
cateter pada vena ,tekanan normal CVP = 5 15 CmHg
Palpasi pada leher untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
posisi trakea
Pembesarn kelenjar limfe leher (Adenopati limfe)menandakan adanya peradangan
pada daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau syphilis.
Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi yodium
Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak simetris dapat terjadi karena proses
desak ruang atau fibrosis pada paru atau mediastinum

5. Pemeriksaan penunjang : Hb:10 gr%, WBC:3.000mm 3, trombosit:184.000mm3, LED:40


mm/jam, DC:0/0/2/76/16/6, Widal titer O:1/640 H: 1/320
a. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan penunjang?
Data Tn. S
Hemoglobin

10 gr%

Normal

Interpretasi

12,1 15,3 gr%

Defisiensi
Menunjukkan adanya suatu masalah
pada pembentukan eritrosit atau
hemoglobin,

dalam

kasus

ini

kemungkinan telah terjadi infeksi di


limpa

sehingga

eritrosit terganggu
Leukosit

(1)3.000/mm3

3.800-11000/mm3
17

Leukositosis

pembentukan

Menunjukkan

proses

inflamasi

akibat infeksi mikroorganisme


Trombosit

184.000/mm3

150.000

Normal

-450.000/mm3
LED

40 mm/jam

1-10mm/jam

Di atas normal
Menunjukkan

inflamasi

bersifat

lokal maupun sistemik (Peningkatan


kadar globulin dan fibrinogen).
Diff. Count :

Basofil

0-1

Normal

Eosinofil

0-3

Normal

Neutrofil

2-6

Normal

76

50-70

batang

Neutrofil

Peningkatan

Neutrofil

segmen

menunjukkan adanya infeksi akut

segmen

akibat bakteri.

Limfosit

16

20-40

Monosit

2-6

Widal Titer

O: 1/640
H:1/320

Normal rendah
Normal

Titer widal biasanya (+)


angka kelipatan : 1/32
, 1/64 , 1/160 , 1/320 ,
1/640.
- Peningkatan titer uji
Widal 4 x (selama 2-3
minggu) : dinyatakan
(+).
- Titer 1/160 : masih
dilihat dulu dalam 1
18

Terdapat infeksi aktif oleh bakteri


Salmonella typhii

minggu

kedepan,

apakah ada kenaikan


titer. Jika ada, maka
dinyatakan

(+).

- Jika 1 x pemeriksaan
langsung 1/320 atau
1/640,

langsung

dinyatakan (+) pada


pasien dengan gejala
klinis khas.

b. bagaimana cara pemeriksaan penunjang ?


1. Widal Titer Test
Uji widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin digunkan sejak tahun 1986. Uji
widal adalah prosedur uji serologi untuk nmendeteksi bakteri Salmonella sp enteric yang
mengakibatkan typoid.
Tekhnik pemeriksaan uji widal dapat dilakukan dengan dua metode yaitu uji hapusan/
peluncuran (slide test) dan uji tabung (tube test). Perbedaannya, uji tabung membutuhkan
waktu inkubasi semalam karena membutuhkan teknik yang lebih rumit dan uji widal
peluncuran hanya membutuhkan waktu inkubasi 1 menit saja yang biasanya digunakan
dalam prosedur penapisan. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji widal
peluncuran. Sensitivitas dan spesifitas tes ini amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang
digunakan.
Uji ini didasarkan pada reaksi aglutinasi antara antigen dalam reagen terhadap antibody
pada serum penderita demam typoid. Reaksi aglutinasi ini didasarkan pada kenaikan titer,
dimana titer awal atau yang biasa disebut aglutinasi awal yaitu 1/80 yaitu 40ul reagen +
20ul serum penderita. Apabila terjadi aglutinasi (+) maka dapat dianjutkan dengan
pemeriksaan titer berikutnya yaitu 1/160 yaitu 40ul reagen + 10ul serum penderita, apabila
diperoleh hasil positif, dilanjutkan lagi pada titer berikutnya yaitu 1/320 yatu 40ul reagen
19

+5ul serum penderita, ini adalah titer tertinggi. Apabila telah mencapai titer 1/320 maka
dapat di fonis menderita demam tifoid. Namun apabila baru mencapai titer 1/80, untuk
pasien yang pernah menderita demam typoid maka ini merupakan titer normal, tetapi
untuk pasien yang belum pernah mengalami

demam typoid maka perlu dilakukan

pemerikasaan berikutnya pada 5-7 hari, untuk melihat apakah ada peningkatan titer atau
tidak. Untuk titer 1/160, untuk pasien yang pernah mengalami demam tifoid maka perlu
dilakukan pemeriksaan dalam jangka waktu 5-7 hari untuk meluhat kenaikan titernya,
namun untuk pasien yang belum pernah mengalami demam typoid maka sudah dapat
dikatakan (+) typoid. Lalu berlanjut pada titer 1/320.
Untuk pemeriksan uji widal metode slide, pemeriksaan tidak boleh dilakukan apabila telah
melewati 1 menit setelah pencampuran reagen dan serum karena dapat menghasilkan nilai
postif palsu yang dikarenakan apabila lebih dari 1 menit, antibody yang seharusnya tidak
berikatan akan berikatan sehingga terbentuk aglutinasi.
Menurut beberapa peneliti uji widal yang menggunakan antigen yang dibuat dari jenis
strain kuman asal daerah endemis (local) memberikan sensitivitas dan spesifitas yang
lebih tinggi daripada bila dipakai antigen yang berasal dari strain kuman asal luar daerah
enddemis (import).
Dari hasil pemriksaan diperoleh hasil negative (-) atau tidak terjadi aglutinasi pada
pemeriksaan yang menunjukan bahwa pasien tidak mengalami demam typoid atau sama
sekali belum penah mengalami demam typoid.
1. LED (Laju endap darah)
Ada tiga tahap pada proses pengendapan darah: tahap pembentukan rouleaux,
pengendapan, dan pemadatan. Untuk memeriksa laju endap darah, peneliti menggunakan
cara Wintrobe dan Weetergren. Kedua cara ini sama-sama mendasarkan perbedaan laju
endap darah berdasarkan jenis kelamin namun dalam skala yang berbeda. Pada cara
Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0-20 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam,
sedangkan pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0-15 mm/jam dan untuk pria
0-10 mm/jam. Laju endap darah tinggi atau rendah tentu disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor eritrosit, plasma, dan teknik dapat mempengaruhi laju endap darah.
Laju endap darah dapat digunakan sebagai indikator adanya suatu penyakit. Pemeriksaan
laju endap darah harus dilakukan secermat mungkin. Selama pemeriksaan, tabung atau
pipet harus tegak lurus dan dalam keadaan tidak bergoncang, karena ini akan
20

mempercepat pengendapan. Pemeriksaan laju endap darah juga harus dikerjakan dalam
waktu 2 jam setelah pengambilan darah, karena dapat mempengaruhi keakuratan
pemeriksaan.
c.Bagaimana penyebab abnormalitas hasil dari pemeriksaan penunjang pasien ?
Hb 10 gr% (normal: 13-17,5 gr%) = anemia
-

Pengaruh sitokin dan mediator berpengaruh terhadap depresi sumsum

tulang (juga leukopeni dan trombositopeni).


Penghentian tahap pematangan eritrosit.
Kerusakan langsung pada eritrosit (hemolisis ringan).
Pendarahan pada usus halus.

Wbc: 3.000 mm3 (normal: 4000-11000 mm3) = leukositosis


Trombosit 184.000 mm3 (normal: 150.000 400.000 mm3) = normal
LED 40 mm/jam (normal: 1-10 mm/jam) = tinggi
Akibat lipopolisakarida bakteri mengaktifkan makrofag dan sel lain
melepaskan IL-1 merangsang hati menyintesis CRP meningkatkan
viskositas plasma LED meningkat
Hitung jenis (DC): 0/0/2/76/16/6
Basofil 0 % (normal: 0-1 %) = normal
Eosinofil 0% (normal: 1-3 %) = rendah
N. Batang 2 % (normal: 2-6 %) = normal
N. Segmen 76 % (normal: 50-70 %) = tinggi
Limfosit 16 % (normal: 20-40 %) = rendah
Monosit 6 % (normal: 2-6 %) = normal
Widal titer O: 1/640, H: 1/320 (hasil pemeriksaan menunjukkan 1/32, 1/64, 1/160, 1/320,
1/640) = + demam thypoid
Jika hasil pemeriksaan pertama 1/32 atau 1/64, maka tidak ada atau elum
dinyatakan menderita demam tifoid, tetapi jika dalam 1 minggu terjadi
peningkatan sampai 4x lipat maka positif demam tifoid. Jika hasil pemeriksaan
pertama 1/160, dilihat dulu 1 minggu dan jika terjadi peningkatan bisa posititf
demam typhoid, jika hasil pemeriksaan pertama langsung 1/320 atau 1/640,
maka positif dinyatakan demam thypoid.

21

Akibat aktivasi replikasi kuman di dalam makrofag yang berada dalam


hati dan limpa atau bisa juga pada hati kerja sel makrofagnya (sel Kuppfer)
bekerja lebih berat karena semua antigen infeksius dari saluran gastrointestinal
pasti melewati vena porta hepatika sehingga hati harus menghadapi kuman
tersebut di garis terdepan setelah masuk sirkulasi. Sedangkan limpa sebagai
limfonodus, seperti pada banyak kasus infeksi lain membesar akibat peningkatan
kerja organ untuk membentuk lebih banyak limfosit juga sebagai filter pertahanan
terakhir setelah agen infeksius masuk dalam sirkulasi.
d. Dari gejala dan pemeriksaan yang dialami, penyakit apa yang dialami?
Gejala-gejala yang dialami oleh Tn.S yaitu demam remitten, sakit kepala,
mual, muntah, tidak nafsu makan, dan konstipasi menunjukkan bahwa tuan ini
mengalami demam tifoid akibat infeksi bakteri Salmonella typhii

V.KETERKAITAN ANTAR MASALAH


Makanan tidak higienis

Terinfeksi Mikroorganisme

Demam, mual,
muntah,
22 sakit
kepala, nyeri
abdomen kanan
bawah

Pemeriksaan
fisik

Pemeriksaan
penunjang

VI.Learning Issue
a. Demam thypoid
- Mekanisme
- Demam tipe apa
- Etiologi
- Epidemiolgi
- Pencegahan
- Pengobatan
b. Anamnesis ( prosedur untuk penyakit infeksi)
c. Pemeriksaan fisik
- keadaan umum
- Vital sign
- Abdomen
- Leher
- Kepala
d. Pemeriksaan penunjang

VII. HIPOTESIS
Berdasarkan keluhan yang dialami, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, Tn.S
mengalami demam thypoid.
VIII. Keterkaitan Antar Masalah
Tn.S 17
tahun
Infeksi S.
thypii
Kompensasi
dilambung

Leukosit,
neutrofil

Hcl naik
Mediator
inflamasi
Temperature
naik

Sakit
kepala

Mual, muntah,
tidak nafsu makan
23

Widal titer

Endotoksin
lepas
H2S
Lidah
kotor

Masuk usus
halus
Limfoid
plaque payeri
menetap

Tembus
lamina
propria

Sempit
lumen
usus

Intake caiaran
kurang

demam

Masuk
kelenjar
limfe

pendaraha
n

konstipa
si
Nyeri
perut

Palpasi
(+)

Tekanan
darah turun

Hepato
megali

Masuk aliran
darah
Masuk dan
menetap di
hati
splenomegal
i
Hb turun

VIII.SINTESIS
DEMAM TIFOID
A. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi
dan Salmonella paratyphi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia.
Penyakit ini termasuk penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang orang banyak
sehingga dapat terjadi wabah.
B. Epidemiologi.
Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan global bagi
masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di
seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun. Insidens demam
tifoid tinggi (>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan,
Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100 kasus per
100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan Oceania (kecuali
24

Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10 kasus per 100.000 populasi
per tahun) di bagian dunia lainnya.
Indonesia merupakan salah satu wilayah endemis demam tifoid dengan mayoritas angka
kejadian terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun (91% kasus). Surveilans Departemen
Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2
dan pada tahun 1994 naik menjadi 15,4 per 10.000 penduduk.
Insiden demam tifoid di bervariasi di tiap daerah di Indonesia dan biasanya terkait
dengan sanitasi lingkungan; daerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 10.000 penduduk,
sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di
perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta
sanitasi lingkungan dengan pembuatan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan
lingkungan.
Case fatality rate (CFR) demam

tifoid di tahun 1996 sebesar 1,08% dari seluruh

kematian di Indonesia. Namun demikian berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
Departemen RI (SKRT Depkes RI) tahun 1995 demam tifoid tidak termasuk dalam 10
penyakit dengan mortalitas tinggi.
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara
insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30
tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.
C. Etiologi
Demam tifoid dapat terjadi karena masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella
paratyphi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi kuman. Yang paling sering
menginfeksi adalah S. Typhi. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk
spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini
dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan
debu.

25

Bakteri dari Genus Salmonella ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif aerob, pada
suhu 15-41 oC, dan pH optimumnya adalah 6-8. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan
(suhu 600C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam struktur antigen, yaitu :
1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian
ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini
tahan terhadap panas 100 oC, alkohol, dan asam tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
Antibodi yang dibentuk terutama IgM.
2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.
Ditemukan dalam dua fase, yaitu fase spesifik dan nonspesifik. Antigen ini mempunyai
struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap
pemanasan 60 oC, alkohol, dan asam. Antigen yang terbentuk bersifat IgG.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis. Merupakan polimer dari polisakarida yang bersifat asam.
Kuman yang mempunyai antigen Vi lebih virulen.

D. Patogenesis

26

Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui beberapa
tahapan. Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia
kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman
dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque
Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus, kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi
darah. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan
kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasiini terjadi
selama 7-14 hari
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi
dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang. Di
organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar
27

sel atau ruang sinusoid. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah
periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan
menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi.
Bakteremia sekunder menimbulkan gejala penyakit infeksi sistemik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu dieksresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus
dinding. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofak telah teraktifasi dan
hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator
inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti
demam, malainase, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental
dan koagulasi.
Di dalam plak Payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.
typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensifitas tipe lambat, hiperplasia jaringan,
dan nekrosis organ). Pendarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluhdarah
sekitar plaque Payeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi selsel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang
hingga ke lapisan otot, seros usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan
organ lainnya.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ sistem
retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya Salmonella
dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.
E. Gejala Klinis
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang
bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk
kering sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap
harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan lainnya. Gejala yang
biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, seperti
anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri
tekan perut, dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua28

duanya1,2 Pada anak, diare sering dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian
dilanjutkan dengan konstipasi. Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang
dewasa.1 Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat demam tinggi dapat
dijadikan indikator demam tifoid.1,2 Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau
makulopapular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit
putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta menetap
selama 2-3 hari.
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang sudah sakit
selama lebih dari 2 minggu.1,7 Komplikasi yang sering dijumpai adalah reaktif hepatitis,
perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa, serta gangguan pada sistem
tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah secara hematogen.7 Bila tidak terdapat
komplikasi, gejala klinis akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)
a. Faktor Host
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan Salmonella
thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang berasal dari
penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine. Dapat juga terjadi
trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakterimia kepada bayinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan desain case control , mengatakan
bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena penyakit demam tifoid pada anak 3,6
kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang
mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan beresiko terkena penyakit demam
tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan

29

minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka
semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis terutama di
daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang
rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam tifoid adalah urbanisasi,
kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Lubis, R. di RSUD. Dr. Soetomo (2000) dengan desain case control
, mengatakan bahwa higiene perorangan yang kurang, mempunyai resiko terkena penyakit
demam tifoid 20,8 kali lebih besar dibandingkan dengan yang higiene perorangan yang baik
(OR=20,8) dan kualitas air minum yang tercemar berat coliform beresiko 6,4 kali lebih besar
terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan yang kualitas air minumnya tidak tercemar
berat coliform (OR=6,4) .
F. Penegakan Diagnostik
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin,
trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia, leukopenia, leukosit normal,
hingga leukositosis.
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan kultur
darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi. Pemeriksaan kultur darah biasanya akan
memberikan hasil positif pada minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan
pada 80% pasien yang tidak diobati antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah
uji serologi Widal dan deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum.
Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen O yang berasal
dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella Salmonella typhi. Diagnosis demam
tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai 1/200
atau terdapat kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil
negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis demam tifoid

30

G. Penatalaksanaan
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala,
mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak kalah penting adalah
eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan carrier.1
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi setempat.1
Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak antibiotik (kelompok
MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan. Terdapat 2 kategori
resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin,
dan trimethoprimsulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten terhadap antibiotik fl
uoroquinolone.11 Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST) merupakan petanda
berkurangnya sensitivitas terhadap fl uoroquinolone.11 Terapi antibiotik yang diberikan
untuk demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel
berikut

Antibiotik golongan fl uoroquinolone (ciprofl oxacin, ofl oxacin, dan pefl oxacin)
merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten
terhadap fl uoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan
demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%.

31

Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat membunuh S.


typhi intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar yang tinggi dalam
kandung empedu dibandingkan antibiotik lain. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesis
DNA dari bakteri. Salah satu fl uoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki
efektivitas yang baik adalah levofl oxacin. Levofl oxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 1
kali sehari masing-masing selama 7 hari.
Sebuah meta-analisis yang dipublikasikan pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa pada
demam enterik dewasa, fl uoroquinolone lebih baik dibandingkan chloramphenicol untuk
mencegah kekambuhan. Namun, fl uoroquinolone tidak diberikan pada anak-anak karena
dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi.
Chloramphenicol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi standar pada demam
tifoid namun kekurangan dari chloramphenicol adalah angka kekambuhan yang tinggi (57%), angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis pada sumsum tulang (menyebabkan
aplastic anemia). Obat ini bekerja dengan menghambat sistesis protein dengan cara
menghambat pembentukan ikatan peptda.
Obat-obat lain yang dapat mengobati demam tifoid :

Amoksisilin (Trimox, Amoxil, Biomox) Mengganggu sintesis dinding sel mucopeptides


selama multiplikasi aktif, sehingga aktivitas bakterisidal terhadap bakteri rentan.
Setidaknya seefektif kloramfenikol dalam percepatan penurunan suhu badan sampai yg
normal dan tingkat kambuh. Kereta pemulihan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
agen lain ketika organisme sepenuhnya rentan. Biasanya diberikan PO dengan dosis
harian 75-100 mg / kg tid selama 14 d.

Trimetoprim dan sulfametoksazol (Bactrim DS, Septra) Menghambat pertumbuhan


bakteri dengan menghambat sintesis asam dihydrofolic. Aktivitas antibakteri TMP-SMZ
termasuk patogen saluran kemih biasa, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Sama
efektifnya dengan kloramfenikol dalam penurunan suhu badan sampai yg normal dan
tingkat kambuh. Trimetoprim sendiri telah efektif dalam kelompok kecil pasien.

Ciprofloxacin (Cipro) Fluorokuinolon dengan aktivitas terhadap pseudomonad,


streptokokus, MRSA, Staphylococcus epidermidis, dan sebagian gram negatif organisme
namun tidak ada aktivitas terhadap anaerob. Menghambat sintesis DNA bakteri dan,
akibatnya, pertumbuhan. Teruskan pengobatan untuk minimal 2 d (7-14 d khas) setelah
32

tanda dan gejala hilang. Terbukti sangat efektif untuk tifoid dan demam paratifoid.
Penurunan suhu badan sampai yg normal terjadi pada 3-5 d, dan kereta sembuh dan
kambuh jarang terjadi. Kuinolon lain (misalnya, ofloksasin, norfloksasin, pefloxacin)
biasanya efektif. Jika muntah atau diare hadir, harus diberikan IV. Fluoroquinolones
sangat efektif terhadap strain multiresisten dan memiliki aktivitas antibakteri intraseluler.
Tidak direkomendasikan untuk digunakan pada anak-anak dan wanita hamil karena
potensi diamati untuk menyebabkan kerusakan tulang rawan pada hewan berkembang.
Namun, arthropathy belum dilaporkan pada anak-anak setelah penggunaan asam
nalidiksat (sebuah kuinolon sebelumnya dikenal untuk menghasilkan kerusakan sendi
yang sama pada hewan muda) atau pada anak dengan fibrosis kistik, meskipun dosis
tinggi pengobatan.

Sefotaksim (Claforan) Penangkapan dinding sel bakteri sintesis, yang menghambat


pertumbuhan bakteri. Generasi ketiga sefalosporin dengan spektrum gram negatif. Lebih
rendah efikasi terhadap organisme gram positif. Sangat baik dalam kegiatan vitro
terhadap S typhi dan salmonella lain dan memiliki khasiat yang dapat diterima pada
demam tifoid. Hanya IV formulasi yang tersedia. Baru-baru munculnya negeri diperoleh
ceftriaxone tahan infeksi Salmonella telah dijelaskan.

H. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan vaksin yang dibuat dari strain
Salmonella typhi yang dilemahkan. Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :
a. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang diminum
selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan. Vaksin ini kontraindikasi pada
wanita hamil, ibu menyusui, demam, sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi
5 tahun.
b. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin yakni, K vaccine
(Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in activated-Phenol preserved). Dosis untuk
dewasa 0,5 ml, anak 6 12 tahun 0,25 ml dan anak 1 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2
dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala, lesu,
bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat
demam pada pemberian pertama.
33

c. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin diberikan secara


intramuscular dan booster setiap 3 tahun. Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil,
menyusui, sedang demam dan anak umur 2 tahun.
Selain itu, pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan pola
hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat mulai dibiasakan
sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti
membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum,
mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan
makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan
yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta
mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang sistematis, yaitu dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh butir mutiara
anamnesis (The Sacred Seven).
Yang dimaksud dengan empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara
mencari data :
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus ditanyakan adalah
identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan utama adalah keluhan
yang membuat seseorang datang ke tempat pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan,
misalnya : demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini sebaiknya tidak lebih
34

dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis
dengan menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
6. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama.
Dalam anamnesis alur pikir yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan sistematis, sehingga perlu diingat : Fundamental Four & Sacred Seven.
2. Mulai berfikir organ mana yang terkena dan jangan berpikir penyakit apa, sehingga
pengetahuan anatomi dan fisiologi harus dikuasai dengan baik.
3. Anamnesis menggunakan keterampilan interpersonal sehingga dibutuhkan pengetahuan
sosiologi, psikologi dan antropologi.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya, bila dan kapan terjadinya
dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan
keadaan sekarang dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan lama, rawat
inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat menstruasi (untuk wanita).
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak
keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor, dll) atau riwayat penyakit yang menular.
4. Riwayat sosial dan ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan kepercayaan).
A. TAHAP TAHAP ANAMNESIS :
1. Initial exploration : Berisi keluhan utama pasien.
2. Further exploration : Untuk menggali lebih dalam mengenai keluhan pasien, baik dari
sisi penyakit maupun perspektif pasien.
3. Essential background information.
35

B. ISI (content) yang terdiri atas :


1. Disease framework
2. Illness framework
Baik disease framework maupun illness framework termasuk dalam tahap further
exploration. Dari dua bagan di atas dapat kita lihat pula bahwa tujuh butir mutiara anamnesis
(The Sacred Seven) merupakan bagian dalam disease framework, dan berguna untuk mencari
kemungkinan penyakit apa yang diderita pasien.
Untuk empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dapat kita jabarkan sebagai berikut :
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) bagian dari initial exploration; Riwayat Penyakit
Dahulu (RPD), Riwayat Kesehatan Keluarga serta Riwayat Sosial dan Ekonomi merupakan
bagian dari essential background information.
Pemeriksaan fisik : Keadaan Umum dan Vital Sign
Vital sign adalah ukuran dari berbagai statistik fisiologis tubuh, sering diambil oleh
tanaga profesional kesehatan, yang bertujuan untuk menilai fungsi tubuh yang paling
dasar.Tanda-tanda vital merupakan bagian penting dari presentasi kasus.Tindakan mengambil
tanda-tanda vital ini biasanya melibatkan penilaian keadaan umum pasien, mengukur tingkat
kesadaran pasien, mengukur suhu tubuh pasien, mengukur tekanan darah pasien, menghitung dan
mengukur nadi pasien, serta menghitung frekuensi pernapasan pasien.
1. Keadaan Umum
Dari keadaan umum pasien, dapat dinilai apakah pasien dalam keadaan darurat medik
atau tidak.Dari keadaan sakit juga dapat diketahui pasien itu tidak tampak sakit, sakit ringan,sakit
sedang, atau sakit berat.
a. Bentuk Badan
Bentuk badan yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada :
Akromegali : bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar pituitari
anterior setelah tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih besar dari
biasanya, hidung, dagu, serta rahang bawah membesar dan menonjol
sedemikian rupa, sehingga gigi-gigi rahang atas dan bawah tidak dapat
saling bertemu.
36

Berbagai keadaan salah bentuk (malformation) misalnya bibir sumbing dan


paralisis muka.
Kelainan bentuk tulang belakang, yaitu berupa :
Kifosis : lengkung tulang belakang ke arah belakang yang abnormal; pada tuberkulosis,
penyakit Paget
Lordosis : lengkung tulang belakang ke arah depan yang abnormal; pada tuberkulosis
tulang pinggul
Skoliosis : lengkung tulang belakang ke arah lateral yang abnormal; pada poliomielitis

b. Umur menurut Dugaan Pemeriksa


Taksiran pemeriksa akan umur pasien kadang-kadang tidak sesuai dengan
kenyataan, misalnya pada orang normal dengan raut muka, sikap badan, dan
warna rambut, atau pada pasien dwarfism dan kusta.
c. Habitus
Atletikus BB dan bentuk badan ideal
Astenikus pasien yang kurus
Piknikus pasien yang gemuk
d. Cara Berbaring dan Mobilitas
Pasien yang masih bias memiringkan badannya tanpa kesulitan, dikatakan sikap
berbaringnya aktif, sebaliknya yang lemah, sikap berbaring yang pasif.Mobilitas
pasien yang tidak diharuskan tirah baring, kadang ada yang gelisah contohnya
pada pasien hipertiroidisme.
e. Cara Berjalan
Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan dapat memberi
petunjuk-petunjuk yang berharga, misalnya pasien hemiplegia biasanya
mengangkat kaki yang lumpuh dalam gerakansetengah lingkaran sewaktu ia
berjalan. Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit fleksi
bila dibandingkan dengan yang sehat.
f. Keadaan Gizi

37

Hasilnya kurang, cukup atau berlebih.Berat badan dan tinggi badan harus diukur
sebelum pemeriksaan fisis dilanjutkan.Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) =
BB (kg) / TB2 (m3)
Berdasarkan Kementerian Kesehatan RI

Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai pada penyakitpenyakit lama dan berat, misalnya tuberkulosis, keganasan.
g. Kulit
Yang perlu diperhatikan adalah warna kulit dan ada/tidaknya lesi pada kulit.
Warna
Anemia : pucat, karena kurang kadar hemoglobin dalam sel darah
merah. Pucat dapat terlihat pada selaput lendir faring, mulut, bibir,
serta konjungtiva dan kuku lebih bermakna untuk menyatakan keadaan

anemia, dibandingkan warna pucat pada kulit.


Ikterus : kuning, kadang bervariasi dari kuning muda sampai
kehijauan, disebabkan bartambahnya pigmen empedu. Lebih mudah
terlihat pada sklera atau pada selaput mukosa bibir yang ditekan

dengan gelas.
Hiperpigmentasi : kehitaman, karena bertambahnya pigmen kulit

(melanin)
Hipopigmentasi (vitiligo) : bercak keputihan dikelilingi daerah warna

kulit normal atau hiperpigmentasi.


Sianosis : kebiruan, karena kurangnya kemampuan darah untuk

mengangkut oksigen.
Lesi Primer
38

Ada atau tidaknya makula (perubahan warna yang jelas batasnya), papula
(tonjolan kecil yang jelas batasnya), vesikula (papula dengan cairan serosa
di dalamnya), pustula (papula dengan cairan pus di dalamnya), bula (seperti
vesikula dengan ukuran yang lebih besar), nodul (tonjolan padat), dan tumor

(tonjolan yang lebih besar dan dalam).


Lesi Sekunder
Ada atau tidaknya skuama (eksfolisasi epidermis/pengelupasan), ekskoriasi
(lecet), fisura (celah yang memanjang ke dalam epidermis), krusta
(timbunan serum, pus, atau darah yang mengering), dan sikatriks

(pembentukan jaringan ikat baru).


Perubahan Lokal
Contoh : spider naevi, striae, pertumbuhan rambut, edema, turgor, keringat,

atrofi, dan lainnya.


h. Aspek Kejiwaan / Status Mental
Penilaian aspek kejiwaan seorang pasien meliputi :
Tingkah laku : wajar, tenang atau gelisah, hipoaktif atau hiperaktif
Alam perasaan : biasa, sedih, gembira, cemas, takut, atau marah
Cara proses berpikir : wajar, cepat, lambat, atau terhambat
Berdasarkan data di atas, pemeriksa dapat mengambil kesimpulan tentang keadaan umum pasien,
keadaan sakitnya, serta keadaan gizinya.

2. Tingkat Kesadaran
Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai :
Kompos mentis :
Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungan.
Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik
Apatis :
Pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
Delirium :
Penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik.
Gaduh gelisah, kacau, disorientasi, meronta-ronta.
Somnolen :
Mengantuk yang masih pulih bila dirangsang.
Tidur kembali bila rangsangan berhenti.
Sopor (stupor) :
Keadaan mengantuk yang dalam
Dapat bangun dengan rangsangan yang kuat
Tidak dapat memberi jawaban verbal yang baik
39

Koma :
Penurunan kesadaran berat
Tidak ada gerakan spontan
Tidak ada respons terhadap rangsangan nyeri

3. Suhu Tubuh
Ukur suhu tubuh pasien dengan termometer badan.Sebelum mengukur suhu tubuh
pasien kibaskan termometer hingga ke nilai 350C atau di bawahnya. Ada beberapa cara
memeriksa suhu :
Suhu oral: Termometer dimasukkan di bawah lidah, anjurkan pasien
menutup kedua bibirnya dan tunggu selama 10 menit. Kemudian baca
termometer , masukkan kembali selama 1 menit dan baca kembali. Normal
370C. Sangat berfluktasi dari dini hari sampai petang/ malamhari.
Suhu rektal: Termometer dimasukkan ke dalam anus selama 2-5 menit,
sebelumnya olesi termometer dengan pelicin. Hasil biasanya lebih tinggi
daripada suhu oral sekitar 0,4 0,50C.
Suhu axila: Termometer dimasukkan di axila kemudian lengan
menutupnya.Tunggu selama kurang lebih 15 menit. Hasil biasanya lebih
rendah dibanding suhu oral yakni sekitar 10C.
Suhu tubuh normal 36 370C
Subfebris : 37,5 38 C
Febris : 38 40 C
Hiperpireksia :> 40 C
Grafik suhu tubuh 3 stadium :

Stadium inkrementi suhu tubuh mulai meningkat


Stadium fastigium puncak dari peningkatan suhu tubuh
Stadium dekrementi turunnya suhu tubuh yang tinggi

Tipe febris :

Kontinu
Demam sepanjang waktu
Intermiten
Demam diikuti periode dingin, suhu turun sampai normal, suhu meningkat
pada pagi hari, siang turun, sore naik, malam turun, dan seterusnya
Remiten
Periode panas diselingi dingin, tidak mencapai suhu normal
Hektik/intermiten periodik
Suhu turun sampai normal, ditemukan pada malaria, demam relapsing
Saddle back curve
Demam 1-4 hari, turun di hari ke-5, khas pada DHF, DSS
40

4. Tekanan Darah
Diukur dengan tensimeter (sfigmomanometer) dan dengan stetoskop terdengar denyut
nadi Korotkof :

Korotkof I suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan
mengeras setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg sesuai dengan tekanan
sistolik
Korotkof II suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20
mmHg berikutnya
Korotkof III suara menjadi kecil kualitasnya, lebih jelas dan keras selama
5-7 mmHg berikutnya
Korotkof IV suara meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6
mmHg berikutnya
Korotkof V titik dimana suara menghilang sesuai dengan tekanan
diastolik.

Cara mengukur tekanan darah :


a. Persiapan
Sebaiknya untuk mengukur tekanan darah pasien tidak merokok atau minum
minuman berkafein selama kurang lebih 30 menitsebelum pengukuran dan
istirahat sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran.

Lengan yang diperiksa tidak tertutup pakaian.

Palpasi arteri brachialis


Atur posisi lengan sedemikan sehingga arteri brachialis pada fosaantecubital
terletak setinggi jantung (kira-kira sejajar denganintercosta 4).
Letakkan manset di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah
manset kurang lebih 2,5 cm diatas fossa antecubital. Lingkarkan manset
dengan tepat, posisikan lengan pasien sedikit flexi.
b. Tentukan dahulu tekanan sistolik palpasi. Caranya, palpasi arteri radialis dekat
pergelangan tangan dengan satu jari sambil pompa manset sampai denyut nadi
41

arteri radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer. Itulah
tekanan sistolik palpasi. Lalu kempiskan manset.
c. Sekarang ukur tekanan darah. Letakkan bel stetoskop di atas arteri brachialis.
Kunci bagian pengeluaran udara. Pompa manset sampai kurang lebih
30mmHgdiatas tekanan sistolik palpasi. Kemudian kempiskan denganmembuka
kunci pengeluaran udara perlahan-lahan dengan kecepatan kira-kira 2-3
mmHg/detik. Dengarkan bunyi ketukan pada stetoskop anda.

Yang disebut tekanan sistolik adalah bunyi ketukan pertama yang terdengar (Korotkoff I)
Yang disebut tekanan diastolik adalah saat bunyi ketukan sama sekali hilang (Korotkoff V)
5. Nadi
Pemeriksaan nadi umumnya dilakukan dengan palpasi arteri radialis kanan dan kiri
dekat pergelangan tangan.Lakukan palpasi dengan 2 atau 3 jari.Hitunglah frekuensi denyut nadi
per menit.Sebaiknya pemeriksaan dilakukan setelah pasien istirahat 5 10 menit.Tempat
lain,yaitu arteri brakialis, arteri femoralis, arteri poplitea, dan arteri dorsalis pedis.

42

Yang perlu diperhatikan :


Frekuensi denyut nadi
Normal 80 x permenit
Bila > 100 x permenit takikardia
Bila < 60 x permenit bradikardia
Irama denyut nadi
Reguler atau ireguler
Pulsus defisit frekuensi denyut nadi lebih kecil dari denyut jantung
Pulsus bigeminus 2 denyut nadi dipisahkan oleh interval yang

panjang
Pulsus alternans denyut yg kuat dan lemah terjadi bergantian
Isi nadi
Cukup
Kecil pulsus parvus (pada perdarahan, infark miokard, efusi
perikardial, stenosis aorta
Besar pulsus magnus (demam, bekerja keras)
Kualitas nadi
Bila tekanan nadi besar, pengisian dan pengosongan nadi berlangsung

panjang
Pulsus trigeminus 3 denyut nadi dipisahkan oleh interval yang

mendadak pulsus celer


Bila tekanan nadi kecil, pengisian dan pengosongan nadi lambat

pulsus tardus
Kualitas dinding arteri
Mengeras pada aterosklerosis

6. Frekuensi Pernapasan

43

Hitunglah jumlah pernapasan dalam 1 menit.Lakukan dengan inspeksi atau


auskultasi.

Normal 16 24 kali per menit dalam keadaan tenang.


Bila < 16 x/menit bradipneu
Bila > 24 x/menit takipneu
Pernapasan yang dalam hiperpneu
Pernapasan yang dangkal hipopneu
Kesulitan bernapas atau sesak napas dispneu
Sesak napas bila berbaring, nyaman bila dalam posisi tegak ortopneu
Sesak napas malam hari paroxysmal nocturnal dyspnoe

Sifat pernapasan :

Pada wanita torako-abdominal torakal lebih dominan


Pada laki-laki abdomino-torakal abdominal lebih dominan
Kussmaull cepat dan dalam pada asidosis metabolik
Biot tidak teratur irama dan amplitudonya, diselingi periode apneu
Cheyne-Stokes amplitudo mula-mula kecil, kemudian membesar dan

mengecil kembali, diselingi periode apneu


Biot dan Cheyne-Stokes pada kerusakan otak

Pemeriksaan Kepala dan Leher


1. Inspeksi
- Atur posisi klien duduk atau berdiri.
- Anjurkan untuk melepas penutup kepala, kaca mata, dll.
- Lakukan inspeksi mengamati bentuk kepala, kesimetrisan dan keadaan kulit
-

kepala.
Inspeksi penyebaran, ketebalan, kebesihan dan tekstur, warna rambut.
Ukuran, bentuk dan posisi kepala terhadap tubuh, Normal kepala tegak lurus dan
digaris tengah tubuh. Tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan

frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian posterior.


2. Palpasi
- Atur posisi duduk atau berdiri.
- Anjurkan untuk melepas penutup kepala, kaca mata.
- Pakai sarung tangan (terutama jika terdapat luka/lesi dikepala).
- Lakukan palpasi dengan gerakan memutar yang lembut menggunakan ujung jari,
lakukan mulai dari depan turun kebawah melalui garis tengah kemudian palpasi
setiap sudut garis kepala.

44

Rasakan apakah terdapat benjolan / massa, tanda bekas luka dikepala,


pembengkakan, nyeri tekan. Jika hal itu ditemukan perhatikan berapa besrnya /
luasnya, bagaimana konsistensinya, dan dimana kedudukannya, apakah didalam
kulit, pada tulang atau dibawah kulit terlepas dari tulang.
Teknik pemeriksaan
Rambut, termasuk kuantitas,

Kemungkinan yang ditemukan


Kasar dan getas pada

penyebaran dan tekstur.

miksedema , halus pada

Kulit kepala, termasuk benjolan

hipertiroidisme.
Kista pilar, psoriasis.

atau lesi.
Tulang tengkorak, termasuk ukuran

Hidrosefalus, lekukan pada

dan kontur.
Wajah, termasuk simetri dan

kulit kepala karena trauma.


Paralisis wajah, emosi

ekspresi wajah.
Kulit, termasuk warna, tekstur, Pucat, halus, tumbuh rambut
penyebaran rambut dan lesi.

yang berlebihan
Jerawat, kanker kulit.

Inspeksi Kelopak mata.


-

Anjurkan klien melihat lurus kedepan


Bandingkan mata kiri dan kanan, inspeksi posisi dan warna kelopak mata
Anjurkan klien untuk memejamkan mata
Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada pinggir kelopak mata

dan catat setiap kelainan yang ada


Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata dan posisi bulu mata
Untuk inspeksi kelopak mata bawah, minta klien untuk membuka mata. Perhatikan
frekuensi refleks berkedip mata.

Inspeksi Konjungtiva dan sklera


-

Anjurkan klien untuk melihat lurus kedepan


Tarik kelopak mata bagian bawahke bawah dengan menggunakan ibu jari
Gunakan sarung tangan jika ada secret di tepi kelopak mata
Amati keadaan konjungtiva dan kantung konjungtiva bagian bawah, catat jika

terdapat infeksi, pus atau warnanya tidak normal / anemis


Jika diperlukan, amati konjungtivabagian atas, yaitu dengan membuka atau
membalikkelopak mata atas dengan posisi pemeriksa berdiri dibelakang klien
45

Amati warna sclera ketika memeriksa konjungtiva

Inspeksi Pupil dan iris


-

Atur pencahayaan kamar menjadi sedikit redup


Pegang kepala dan dagu klien agar tidak bergerak-gerak
Inspeksi ukuran, bentuk, keselarasan pupil, dan reaksi terhadap cahaya

Teknik pemeriksaan
Uji ketajaman pandang kiri masingmasing mata.
Kaji lapang pandang, jika ada
indikasi.
Inspeksi
Posisi dan kesejajaran mata
Alis mata
Kelopak mata
Apparatus lakrimalis
Sklera dan konjungtiva
Kornea, iris, dan lensa
Periksa pupil terhadap
Ukuran, bentuk, dan simetri
Reaksi terhadap cahaya, dan jika hal
ini abnormal
Reaksi dekat
Kaji otot otot ekstraokuler
dengan mengamati
Refleksi corneal dari cahaya garis
tengah
Ke enam arah cardinal kilas
pandang

Kemungkinan yang di temukan


Ketajaman menghilang
Hemianopsia, kelainan
quadrantik
Eksoftalmus, strabismus
Dermatitis seborea
Bintil, kalazion, ekstropion,
ptosis, xantelasma
Pembengkakan sakus lakrimalis
Mata merah, ikterik
Opaksitas corneal, katarak
Miosis, midriasis, anisokor
Kerusakan pada saraf ketiga
paralisis
Berguna pada pupil tonik, pupil
Argyll Robertson

Ketidakseimbangan muscular
Strabismus paralitik atau
nonparalitik, nistagmus,
kelambanan kelopak mata
Buruk pada hipertiroidisme

Konvergen
Inspeksi fundi dengan sebuah
optalmoskop, termasuk
Refleks merah
Diskus optikus

Katarak, mata artificial


Papiledema, glukomatosa
cupping, atrofi optikus
Arteri, vena dan persimpangan A-V Perubahan hipertensif
Perbatasan retina. Perhatikan adanya Hemoragi, eksudat, bercak katun
wol, mikroanurisme,
lesi
pigmentasi
46

Area macular
Struktur anterior
Inspeksi mulut

Degenerasi macular
Floater vitreosa, katarak

Atur duduk klien berhadapan dengan pemeriksa dan tingginya sejajar.


Amati bibir klien untuk mengetahui warna bibir, kesimetrisan, kelembaban, dan

apakah ada kelainan konginetal, bibir sumbing,pembengkakan, lesi, atau ulkus.


Instruksikan klien untuk membuka mulut guna mengamati gigi klien.
Atur penerangan yang cukup, jika diperlukan gunakan sudip lidah untuk menekan

lidah sehingga gigi akan tampak lebih jelas.


Amati keadaan, jumlah, ukuran, warna, kebersihan, karies,dll.
Amati keadaan gusi, (adanya) lesi, tumor, pembengkakan.
Observasi kebersihan mulut dan (adanya) bau mulut/halitosis.
Amati lidah terhadap kesimetrisan dengan cara meminta kilen untuk menjulurkan

lidahya, lalu amati warna, kesejajaran, atau( adanya) kelainan.


Amati semua bagian mulut termasuk selaput lender mulut dengan me,eriksa warna,

sekresi, (adanya) peradangan, perdarahan, ataupun ulkus.


Tarik lembut bibir kebawah menjauhi gigi dengan jari yang terpasang sarung

tangan.inspeksi mukosa terhadap warna, tekstur, hidrasi, dan lesi.


Beri klien kesempatan untuk beristirahat dengan menutup mulutnya, jika ia lelah.
Anjurkan klien untuk mengangkat kepala sedikit ke belakang dan membuka mulut
ketika menginspeksi faring.tekan lidah ke bawah ketika klien berkata ah. Amati
faring terhadap kesimetrisan ovula. Periksa tonsil apakah meradang atu tidak.

Palpasi mulut
-

Pemeriksa duduk berhadapan dengan klien.


Anjurkan klien membuka mulut, pemeriksa memakai sarung tangan.
Pegang pipil di antara ibu jari dan tangan (jari telunjuk berada di dalam). Lakukan

palpasi secara sistematis dan kaji adanya tumor, pembengkakan atau adanya nyeri.
Palpasi dasar mulut dengan menginstruksikan klien untuk mengatakan el, lalu
dengan jari telunjuk tangan kanan lakukan palpasi dasar mulut secara sitematis,

sedangkan ibu jari menekan bawah dagu untuk mempermudah palpasi.


Palpasi lidah dengan menginstruksikan klien untuk menjulurkan lidah dan lidah
dipegang dengan kasa steril menggunakan tangan kiri. Lakukan palpasi lidah,
terutama bagian belakang dan batas-batas lidah dengan menggunakan jari telunjuk
kanan.
Teknik Pemeriksaan

Inspeksi
Bibir

Kemungkinan yang Ditemukan


Sionasis, pucat, seilosis
47

Mukosa oral
Gusi
Gigi
Langit-langit mulut
Lidah, termasuk
Papilla
Simetris
Lesi
Dasar mulut
Faring, termasuk
Warna atau eksudat
Simetri dari langit-langit lunak ketika
pasien mengucapkan ah

Bercak kanker
Gingivitis, penyakit periodontal
Karies dentis, ompong.
Torus palatines
Glositis
Paralisis saraf cranial ke-12
Kanker lidah
Kanker
Faringitis
Paralisis saraf karnial ke-10

Pemeriksaan Leher
-

Minta klien menegakkan kepala, inspeksi otot leher (sternokleidomastoideus dan trapezius)

untuk melihat adanya pembengkakan atau massa abnormal


Gerakkan dagu ke dada (menentukan fungsi otot sternokleidomastoideus)
Tengadahkan kepala sehingga dagu mengarah ke atas (menentukan fungsi otot trapezius)
Gerakkan kepala sehingga telinga bergerak kearah bahu kanan dan kiri (menentukan fungsi

otot sternokleidomastoideus)
Hadapkan kepala ke kanan dan kiri (menentukan fungsi otot sternokleidomastoideus)
Minta klien menghadapkan kepala kesalah satu sisi melawan tahanan tangan Anda, ulangi

pada sisi yang lain (menentukan fungsi otot sternokleidomastoideus)


Minta klien mengangkat bahu melawan tahanan tangan Anda (menentukan fungsi otot

trapezius)
Palpasi seluruh bagian leher untuk menemukan adanya pembesaran nodus limfe
Palpasi trakea untuk mengetahui adanya deviasi lateral. Letakkan ujung jari atau ibu jari
pada trakea di insisura suprasternum, gerakkan jari ke sisi kiri dan kanan yang dibatasi oleh
klavikula, bagian anterior otot sternokleidomastoideus dan trakea

Palpasi adanya bendungan vena jugularis (JVD) dengan cara kepala ditinggikan 45o miring
kiri, letakkan penggaris tegak lurus sternal angle, letakkan penggaris ke 2 secara horizontal
dari sternokleidomastoideus (normalnya <4-5 cm)

48

Inspeksi dan palpasi kelenjar tiroid


Pendekatan posterior :
1. Letakkan kedua tangan disekeliling leher klien, posisikan ujung jari pada bagian bawah
leher diatas trakea
2. Minta klien menelan (jika perlu, berikan air minum), rasakan adanya pembesaran saat
ismus tiroid bergerak naik (ismus terletak diseberang trakea, dibawah kartilago krikoid)

3. Pada pemeriksaan lobus tiroid kanan, minta klien sedikit menunduk dan menengokkan
kepalanya sedikit ke kanan (kesisi yang sedang diperiksa) dengan jari kiri geser trakea
secara perlahan kekanan, dengan jari kanan palpasi lobus tiroid, minta klien menelan saat
melakukan palpasi (ulangi langkah untuk lobus kiri tiroid)

49

Pendekatan Anterior
1. Letakkan ujung jari telunjuk dan jari tengah diatas trakea dan palpasi ismus tiroid
saat klien menelan
2. Ulangi langkah 2-3 seperti pendekatan posterior
3. Apabila diduga terdapat pembesaran kelenjar auskultasi area tiroid untuk
mengetahui adanya bruit (bunyi desir halus yang ditimbulkan oleh turbulensi
aliran darah). Gunakan bagian stetoskop yang berbentuk bel.
Pemeriksaan Abdomen

A. Pembagian Regional
Ada berbagai cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa region:
1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui
umbilicus. Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4
daerah atau lazim disebut sebagai berikut.
a. Kuadran kanan atas
b. Kuadran kiri atas
c. Kuadran kiri bawah
d. Kuadran kanan bawah

50

Kepentingan pembagian ini adalah untuk menyederhanakan penulisan laporan


misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang
mencakup daerah yang cukup luas.
2. Pembagian yang lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan menarik
dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu
yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan
satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior
(SIAS).
a. Garis medium
b. Antara SIAS kanan dan garis median
c. Antara SIAS kiri dan garis median
d. Pinggir dinding abdomen kanan
e. Pinggir dinding abdomen kiri
f. Antara 2 titik paling bawah arkus kosta
g. Antara SIAS kanan dan kiri
Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen
terbagi atas 9 regio:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Regio
Regio
Regio
Regio
Regio
Regio

epigastrium
hipokondrium kanan
hipokondrium kiri
umbilicus
lumbal kanan
lumbal kiri
51

g. Regio hypogastrium atau region suprapubik


h. Regio iliaka kanan
i. Regio iliaka kiri

Kepentingan pembagian yang lebih rinci tersebut adalah bila kita meminta pasien
untuk menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi
penjalaran rasa nyeri tersebut.Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta
lokasi rasa nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan
lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan
hubungan persarafan visceral dan somatic.

52

Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah
disepakati.
1. Titik Mc Burney: titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang
terletak pada 1/3 lateral dari garis yang menghubungkan SIAS
dengan umbilicus. Titik Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks
yang akan terasa nyeri tekan bila terdapat apendisitis.
2. Garis Schuffner: garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta
kiri dengan umbilicus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS
kanan

yang

merupakan

titik

menyatakan pembesaran limpa.

53

VIII.

Garis

ini

digunakan

untuk

Pemeriksaan Organ Visceral Abdomen


1. Hati
Pada inspeksi harus diperhatikan apakah terdapat penonjolan pada
regio

hipokondrium

kanan.

Pada

keadaan

pembesaran

hati

yang

ekstrim(misalnya pada tumor hati) akan terlihat permukaan abdomen yang


asimetris antara daerah hipokondrium kanan dankiri.
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan
lengkung iga kanan akan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila
ujung tepi hati melewati batas lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan
hati teraba bila ada sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan pinggir
hati.
Agar memudahkan perabaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan

carakaki

ditekuk

sehingga

membentuk sudut 45-60


b. Pasien diminta untuk menarik napas panjang.
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada
awal inspirasi jari bergerak kekranial dalam arah parabolik.
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari
pemeriksa dengan hati pada saat inspirasi maksimal.
Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebutmemerlukan pemahaman yang
seksama danlatihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar
dan elegan atau dengan istilah lain dikerjakan secaralege antis yaitu harus
rapi, tepat, seksama,tanpa menimbulkan ketidak-nyamanan.
54

Posisi pasien berbaring terlentang dengan kedua tungkai kanan dilipat


agar dinding abdomen lebih lentur.Palpasi dikerjakan dengan menggunakan
sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari)dengan posisi ibu jari
terlipat di bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk
sudut 45 dengan garis median, ujung jari terletak pada bagian lateral
muskulus rektus abdominalis dan kemudian pada garis median .untuk
memeriksa hati lobus kiri.
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju ke tepi lengkung iga
kanan. Dinding abdomen ditekan ke bawah dengan arah dorsal dan kranial
sehingga akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan
berulang dan posisinya digeser 1-2 jari ke arah lengkung iga.Penekanan
dilakukan pada saat pasien sedang inspirasi.
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus
dilakukan deskripsi sebagai berikut :

Berapa lebar jari tangan di bawah lengkung iga kanan?

Bagaimana keadaan tepi hati. Misalnya tajam pada hepatitis akut atau tumpul pada
tumor hati?

Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal (konsistensi normal) atau keras (pada


tumor hati)?

Bagaimanapermukaannya?Pada tumor hati permukaannya teraba berbenjol.


55

Apakah terdapat nyeri tekan. Halini dapat terjadi pada antara lain abses hati dan
tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.

Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada beberapa pada
kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Terabanya hati 1-2 jari di bawah lengkung iga
harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu pembesaran hati atau karena
adanya perubahan bentuk diafragma (misalnya emfisema paru). Untuk menilai adanya
pembesaran lobus kid hati dapat dilakukanpalpasi pada daerah garis tengah abdomen
ke arah epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba pada palpasi dapat ditelusuri mulai
dari sisi lateral lengkung iga kanan sampai dengan epigastrium, sehingga bentuk
proyeksinya pada dinding abdomen dapat digambar.
Batas atas hati sesuai dengan pemeriksaan perkusi batas paru hati (normal pada sela
iga 6). Pada beberapa keadaan patologis misalnya emfisema paru, batas ini akan lebih
rendah sehingga besar hati yang normal dapat teraba tepinya pada waktu palpasi. Perkusi
batas atas dan batas bawah hati (perubahan suara dari redup ke timpani) berguna
untuk menilai adanyapengecilan hati (misalnya pada sirosis hati).
Suara bruit dapat terdengar pada pembesaran hati akibat tumor hati yang besar.
2. Limpa
Teknik palpasi limpa tidak berbeda dengan palpasi hati.Pada keadaan
normal limpa tidak teraba.Limpa membesar mulai dari bawah lengkung iga
kiri, melewati umbilikus sampai regio iliaka kanan.Seperti halnya hati, limpa
juga bergerak sesuai inspirasi.Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan,
melewati umbilikus di garis tengah abdomen, menuju ke lengkung iga kiri.
Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis Schuffner, yaitu
garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kid menuju ke umbilikus dan
diteruskan sampai di spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis
tersebut dibagi menjadi 8 bagian yang sama.
Untuk meyakinkan bahwa yangteraba
diusahakan meraba insisuranya

56

itu

adalah

limpa,

harus

3.

Ginjal
Ginjal terletak pada daerah retroperitoneal sehingga pemeriksaan

harus dengan cara bimanual. Tangan kiri diletakkan pada pinggang bagian
belakang

dan

tangan

kanan

pada

dindingabdomen

di

ventralnya.

Pembesaran ginjal (akibat tumor atau hidroneposis) akan teraba di antara


kedua tangan tersebut, dan bila salah satu tangan digerakkan akan teraba
benturannya di tangan lain. Fenomena ini dinamakan
positif.Pada keadaan normal ballotement negative.
Bagaimana konsistensinya? Apakah kenyal
hipertensi

portal)

ballotement

(splenomegali

karena

atau keras seperti pada

malaria

4. Abdomen BagianBawah
Adanya akumulasi gas pada saluran cerna dapat terlihat dalam
bentukperut yang membuncitdi mana pada perkusi terdengar timpani.Kolon
yang terisi feses pada dapat teraba pada palpasi.Yang relatif mudah teraba
pada palpasi adalah kolon asenden dan desenden pada regio lumbal kanan
57

dan kiri dan lebih mudah bila diperiksa secara bimanual. Tumor kolon dapat
teraba sebagai massa yang dapat digerakkan relatif secara bebas.
Pada auskultasi harus dinilai bising usus yang ditimbulkan oleh gerakan
udara dan air dalam lumen akibat peristaltik.Dalam keadaan normal bising
usus terdengar lebih kurang 3 kali permenit.Pada keadaan inflamasi usus,
bising

usus

akan

lebih

sering

terdengar.

Pada

keadaan

ileus

obstruksif,bising usus mempunyai nada yang tinggi seperti bunyi metal.


Sedangkan pada ileus paralitik, bising usus menjadi jarang, lemah dan
dapat menghilang sama sekali. Borborigmi adalah bising usus yang sering
dan tidak jarang dapat langsung didengar tanpa stetoskop
5. Perineum
Pemeriksaan abdomen akan lengkap dengan pemeriksaan perineumdan
colok dubur. Untuk pemeriksaan ini panting dijelaskan terlebih dahulu pada
pasien tentang tujuan dan manfaatnya
Pemeriksaan Fisis Abdomen

Pasien berbaring dalam posisi lateral dekubitus kid dengan kedua lutut terlipat ke arah
dada. Pemeriksaan memakai sarung tangan.Dengan penerangan cahaya yang adekuat,
bokong kanan pasien ditarik ke atas dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa
sehingga kita dapat melakukan inspeksi perineum dengan balk.Adanya hemoroid
eksterna atau interna yang prolaps, fisura ani, ataupun tumor dapat dinilai dengan baik.
6. ColokDubur
58

Pasien dalam posisi miring lateral dekubitus kiri.Oleskanjari telunjuk


tangan kanan yang telah memakai sarung tangan.
Beritahu pasien bahwa kita akan memasukkan jari ke dalam anus.
Letakkan bagian palmar ujung jari telunjuk kanan pada tepi anus dan secara
perlahan tekan agak memutar sehingga jari tangan masuk kedalam lumen
anus. Masukkan lebih dalam secara perlahan-lahan sambil menilai apakah
terdapat spasmeanus (misalnya pada fisura ani), massa tumor, rasa nyeri,
mukosa yang teraba ireguler, pembesaran prostat pada, lakilaki atau
penekanan dinding anterior oleh vagina/rahim pada wanita. Padawaktu jari
telunjuk sudah dikeluarkan dari anus, perhatikan pada sarung tangan
apakah terdapat darah, lendirataupun bentuk feses yang menempel.Pada
akhir pemeriksaan colok dubur jangan lupamembersihkan dubur pasien dari
sisa jeli/kotoran dengan menggunakan kertas toilet.

59

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan khusus menentukan kuantitas berbagai unsur darah dan sumsum tulang. Tujuan
ini dapat terwujud dengan melakukan pemeriksaan darah dalam volume tertentu. Untuk
mendapatkan hasil yang paling tepat, sebaiknya sampel darah diambil melalui pungsi vena.
Meskipun demikian, specimen darah kapiler dapat juga diperoleh dengan menusuk tepian bebas
cuping telinga dan ujung jari bagian palmar.
Berikut adalah nilai sel darah normal :
Pengukuran
Eritrosit (juta sel/mm3)
Hemoglobin (g/dl)
MCV (fL)
MCH (pg)
MCHC (g/dl)
Jumlah leukosit total (sel/mm3)
Granulosit
PMN (%)
Eosinofil (%)
Basofil (%)
Monosit (%)
Limfosit (%)
Trombosit (sel/mm3)
Hitung retikulosit (%)

Laki-laki
4,7-6,1
13,5-18,0

Perempuan
4,2-5,2
12-16
82-98
27-32
32-36
4000-10.000
38-70
1-5
0-2
1-8
15-45
150.000-400.000
1-2

Laju Endap darah


Laju endap darah (erythrocyte sedimentation rate, ESR) yang juga disebut kecepatan endap darah
(KED) atau laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang
belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED dijumpai
meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan (nekrosis),
penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan).
Metode
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan LED ada dua, yaitu metode Wintrobe
dan Westergreen. Hasil pemeriksaan LED dengan menggunakan kedua metode tersebut
sebenarnya tidak seberapa selisihnya jika nilai LED masih dalam batas normal. Tetapi jika nilai
60

LED meningkat, maka hasil pemeriksaan dengan metode Wintrobe kurang menyakinkan.
Dengan metode Westergreen bisa didapat nilai yang lebih tinggi, hal itu disebabkan panjang
pipet Westergreen yang dua kali panjang pipet Wintrobe. Kenyataan inilah yang menyebabkan
para klinisi lebih menyukai metode Westergreen daribada metode Wintrobe. Selain itu,
International Commitee for Standardization in Hematology (ICSH) merekomendasikan untuk
menggunakan metode Westergreen.
LED berlangsung 3 tahap, tahap ke-1 penyusunan letak eritrosit (rouleaux formation)
dimana kecepatan sedimentasi sangat sedikit, tahap ke-2 kecepatan sedimentasi agak cepat, dan
tahap ke-3 kecepatan sedimentasi sangat rendah.
Prosedur
1.

Metode Westergreen
-Untuk melakukan pemeriksaan LED cara Westergreen diperlukan sampel darah citrat 4 : 1 (4
bagian darah vena + 1 bagian natrium sitrat 3,2 % ) atau darah EDTA yang diencerkan dengan
NaCl 0.85 % 4 : 1 (4 bagian darah EDTA + 1 bagian NaCl 0.85%). Homogenisasi sampel
sebelum diperiksa.
-Sampel darah yang telah diencerkan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung
Westergreen sampai tanda/skala 0.
-Tabung diletakkan pada rak dengan posisi tegak lurus, jauhkan dari getaran maupun sinar
matahari langsung.
-Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm penurunan eritrosit.

2.

Metode Wintrobe
o Sampel yang digunakan berupa darah EDTA atau darah Amonium-kalium
oksalat. Homogenisasi sampel sebelum diperiksa.
o Sampel dimasukkan ke dalam tabung Wintrobe menggunakan pipet
Pasteur sampai tanda 0.

61

o Letakkan tabung dengan posisi tegak lurus.


o Biarkan tepat 1 jam dan catatlah berapa mm menurunnya eritrosit.

Nilai Rujukan
1.

Metode Westergreen :
o Pria : 0 - 15 mm/jam
o Wanita : 0 - 20 mm/jam
2. Metode Wintrobe :
o Pria : 0 - 9 mm/jam
o Wanita 0 - 15 mm/jam
Masalah Klinik

Penurunan kadar : polisitemia vera, CHF, anemia sel sabit, mononukleus infeksiosa,
defisiensi faktor V, artritis degeneratif, angina pektoris. Pengaruh obat : Etambutol
(myambutol), kinin, salisilat (aspirin), kortison, prednison.

Peningkatan kadar : artirits reumatoid, demam rematik, MCI akut, kanker (lambung,
kolon, payudara, hati, ginjal), penyakit Hodgkin, mieloma multipel, limfosarkoma, endokarditis
bakterial, gout, hepatitis, sirosis hati, inflamasi panggul akut, sifilis, tuberkulosis,
glomerulonefritis, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir (eritroblastosis fetalis), SLE,
kehamilan (trimester kedua dan ketiga). Pengaruh obat : Dextran, metildopa (Aldomet),
metilsergid (Sansert), penisilamin (Cuprimine), prokainamid (Pronestyl), teofilin, kontrasepsi
oral, vitamin A.

Faktor-faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium :


62

Faktor yang mengurangi LED : bayi baru lahir (penurunan fibrinogen), obat (lihat
pengaruh obat), gula darah tinggi, albumin serum, fosfolipid serum, kelebihan antikoagulan,
penurunan suhu.

Faktor yang meningkatkan LED : kehamilan (trimester kedua dan ketiga), menstruasi,
obat (lihat pengaruh obat), keberadan kolesterol, fibrinogen, globulin, peningkatan suhu,
kemiringan tabung.
2. Pemeriksaan Laboratorium untuk diagnosis Demam Tifoid
Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia, dapat pula
terjadi kadar leukosit yang meningkat atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun
tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan
trombositopenia. Pemeriksaan hitung jenis leukosit (Diff. Count) dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
Pemeriksaan lain yang rutin dilakukan adalah uji Widal dan kultur organism. Sampai
sekarang, kultur masih menjadi standar baku dalam penegakkan diagnostic. Selain uji widal,
terdapat beberapa metode pemeriksaan serologi lain yang dapat dilakukan dengan cepat dan
mudah serta memiliki sensitivitas dan spesififitas lebih baik, antara lain : uji TUBEX, typhidot,
dan dipstick.
Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi. Pada uji widal terjadi
suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen
yang digunakan pada uji widal adalah suspensi S. typhi yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
penderita tersangka demam tifoid yaitu : Aglutinin O (dari tubuh kuman), agglutinin H (flagella
kuman), dan agglutinin Vi (simpai kuman).
Dari ketiga agglutinin ini hanya agglutinin H dan O yang digunakan untuk diagnosis demam
tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

63

Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama
beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan
aglutinin H. pada orang yang telah sembuh, agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan,
sedangkan agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal bukan
untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengobatan dini antibiotic


Gangguan pembentukan antibody, dan pemberian kortikosteroid
Waktu pengambilan darah
Daerah endemic atau non endemic
Riwayat vaksinasi
Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi


7. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna diagnostic
untuk demam tifoid. Batas titer sering dipakai hanya kesepakatan saja, dan sering berbeda di
berbagai lab. Hasil >1/200 merupakan diagnosis positif infeksi aktif demam tifoid.
Titer widal biasanya angka kelipatan : 1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640.
o Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
o Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan
titer. Jika ada, maka dinyatakan (+).
o Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada
pasien dengan gejala klinis khas.
Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan
mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti-S.typhi O9 pada serum pasien,
64

dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada partikel latex yang
berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi pada partikel magnetic latex. Hasil
positif menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak spesifik menunjuk
pada S.typhi. infeksi oleh S.paratyphi akan memberikan hasil negative.
2. Diff Count
Prinsip kerja :
Setetes darah dipaparkan diatas kaca objek lalu dicat dan diperiksa dibaqwah mikroskop
Alat :
kaca objek glass bebas lemak dan debu , kering dan bersih
rak pewarnaan
pipet pastuare
mikroskop
Bahan pemeriksaan :
darah kaviler
darah vena yang telah di beri antikoagulan (EDTA/ Ethylendiamine Tetraacetic Acid)
Reagen :
oil emersi
metanol
buffer
1 ml + 5 tetes giemsa induk
Cara kerja :

objek glass harus kering, bebas air, bebas lemak, dan debu

teteskan sedikit darah pada objek glass

sentuh setetes darah dengan jarak kurang lebih 2cm dari ujung objek glass dan letakkan
di atas meja dengan setetes darah di sebelah kanan
65

gerakkan tangan kanan pada objek glass lainnya di sebelah kiri tetes darah

gerakkan darah sampai memcapai kurang lebih 1/2cm dari kaca

dorong kaca penggeser ke kiri stabil memegang miring dengan sudut 30 - 40 derajat

biarkan sediaan kering dan tulis nama penderita dan tanggal pembuatan

lalu sediaan siap di warnai

Cara perwarnaan dengan Giemsa :

letakkan sediaan yang akan di pulas di atas rak dengan lapisan darah ke atas

teteskan beberapa tetes metanol ke atas sediaan hapusan sehingga bagian yang terlapis
darah tertutup semuanya , biarkan selama 5 menit

tuanglah kelebihan metanol tadi

lalu teteskan larutan giemsa yang telah di encerkan (1 ml + 5 tetes giemsa induk) biarkan
selama 15 -20 menit

setelah itu bilas dengan air dan biarkan vertikal sampai kering

Nilai Normal :

Basofil : 0 - 1 %
Untuk mengetaui apakah ada reaksi alergi atau tidak pada tubuh. Hal hal yang
menyebabkan basofil meningkat adalah keadaan hipersensitivitas kronik tanpa allergen
spesifik, penyakit sel mast sistemik, gangguan mielo proliferatif

Eosinofil : 0 -3 %
66

Untuk mengetahui apakah ada alergi atau infeksi yang disebabkan oleh parasit
cacing.Hal-hal yang menyebabkan peningkatan eosinofil adalah penyakit alergi (asma,
hayfever, reaksiobat, vaskulitis alergika, serum sickness), infeksi parasit, penyakit kulit
(beberapa psoriasis, beberapa eczema, pemfigus, dermatitis herpetiformis).

Netrofil Stab atau batang : 2 - 6 %


Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau tidak

Netrofil Segmen : 50 - 70 %
Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau tidak (biasanya
peradangan akut)

Limfosit : 20 - 40 %
Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak. Hal yang
menyebabkan limfosit meningkat adalah bruselosis, sifilis sekunder, virus, gangguan
metabolic, penyakit peradangan kronis, penyakit imun. Hal yang menyebabkan limfosit
menurun adalah sindrom imunodefisiensi, penyakit berat, pajanan kekortikosteroid
adrenal, gangguan sirkulasi limfe.

Monosit : 2 - 6 %
Untuk mengetahui apakah ada infeksi yang disebabkan oleh virus atau tidak (biasanya
infeksi kronis). Hal yang dapat meningkatkan monosit adalah tuberculosis,
hepatitis,sifilis, penyakit granulomatosa, kanker

3. LED (Laju endap darah)


Ada tiga tahap pada proses pengendapan darah: tahap pembentukan rouleaux,
pengendapan, dan pemadatan. Untuk memeriksa laju endap darah, peneliti menggunakan
cara Wintrobe dan Weetergren. Kedua cara ini sama-sama mendasarkan perbedaan laju
endap darah berdasarkan jenis kelamin namun dalam skala yang berbeda. Pada cara
Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0-20 mm/jam dan untuk pria 0-10 mm/jam,
67

sedangkan pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0-15 mm/jam dan untuk pria
0-10 mm/jam. Laju endap darah tinggi atau rendah tentu disebabkan oleh beberapa faktor.
Faktor eritrosit, plasma, dan teknik dapat mempengaruhi laju endap darah.
Laju endap darah dapat digunakan sebagai indikator adanya suatu penyakit. Pemeriksaan
laju endap darah harus dilakukan secermat mungkin. Selama pemeriksaan, tabung atau
pipet harus tegak lurus dan dalam keadaan tidak bergoncang, karena ini akan
mempercepat pengendapan. Pemeriksaan laju endap darah juga harus dikerjakan dalam
waktu 2 jam setelah pengambilan darah, karena dapat mempengaruhi keakuratan
pemeriksaan.
Laju Endap Darah Tinggi
Ada kalanya laju endap darah Anda dikategorikan di atas normal atau tinggi. Laju endap
darah tinggi akan menunjukkan gejala seperti demam, infeksi, nyeri sendi, dll. Demam
adalah hal umum yang terjadi pada laju endap darah yang tinggi. Demam dapat berasal
karena masalah infeksi, radang, kanker, serta kecanduan obat atau narkotika. Laju endap
darah yang tinggi juga dapat menandakan adanya infeksi tertentu pada tubuh seperti
influenza atau viral syndrome, radang tenggorokan, atau infeksi kulit. Laju endap darah
dengan tingkat yang lebih tinggi (>100mm/jam) dapat menyertai gejala infeksi jantung
(endocarditis) atau infeksi sendi (septic arthritis). Penyakit lain seperti ruam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, dan lelah yang berlebihan juga dapat menjadi indikasi bahwa laju
endap darah tinggi.

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)

Prinsip (Cara Westergren) darah EDTA didiamkan dlm waktu tertentu, maka sel sel
darah akan mengendap

Tujuan: Untuk mengetahui kecepatan eritrosit mengendap dalam waktu tertentu

Alat yang digunakan:

1. Tabung Westergren
68

2. Rak Westergren
3. Penghisap
4. Pencatat waktu
5. Pipet berskala
6. Spuit 5cc
7. Botol kecil

Reagen: Natrium sitrat 3,8%

Cara Pemeriksaan:

Sediakan botol yang telah diberi 0,4cc Na Sitrat 3,8%

Hisap darah vena 1,6cc dan masukan kedalam botol yg telah diisi Na sitrat 3,8%

Campur baik-baik

Hisap campuran tsb kedlm tab Westergren sampai tanda 0

Biarkan pipet tegak lurus dalam rak Westergren

Baca tingginya plasma selama 1 dan 2 jam

Pemeriksaan Darah Lengkap (Complete Blood Count / CBC) yaitu suatu jenis pemeriksaaan
penyaring untuk menunjang diagnosa suatu penyakit dan atau untuk melihat bagaimana respon
tubuh terhadap suatu penyakit. Disamping itu juga pemeriksaan ini sering dilakukan untuk
melihat kemajuan atau respon terapi pada pasien yang menderita suatu penyakit infeksi.
Pemeriksaan Darah Lengkap terdiri dari beberapa jenis parameter pemeriksaan, yaitu

69

1. Hemoglobin
2. Hematokrit
3. Leukosit (White Blood Cell / WBC)
4. Trombosit (platelet)
5. Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
6. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
7. Laju Endap Darah atau Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR)
8. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)
9. Platelet Disribution Width (PDW)
10. Red Cell Distribution Width (RDW)
Pemeriksaan Darah Lengkap biasanya disarankan kepada setiap pasien yang datang ke suatu
Rumah Sakit yang disertai dengan suatu gejala klinis, dan jika didapatkan hasil yang diluar nilai
normal biasanya dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik terhadap gangguan tersebut,
sehingga diagnosa dan terapi yang tepat bisa segera dilakukan. Lamanya waktu yang dibutuhkan
suatu laboratorium untuk melakukan pemeriksaan ini berkisar maksimal 2 jam.
Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media
transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari
jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat
darah berwarna merah.
Dalam menentukan normal atau tidaknya kadar hemoglobin seseorang kita harus memperhatikan
faktor umur, walaupun hal ini berbeda-beda di tiap laboratorium klinik, yaitu :
70

Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl

Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

Anak anak : 11-13 gram/dl

Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl

Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl

Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl

Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah anemia. Ada banyak
penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan
sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan penyakit sistemik (kanker, lupus,dll).
Sedangkan kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal di daerah
dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor, preeklampsi,
hemokonsentrasi, dll.
Hematokrit
Hematokrit merupakan ukuran yang menentukan banyaknya jumlah sel darah merah dalam 100
ml darah yang dinyatakan dalam persent (%). Nilai normal hematokrit untuk pria berkisar 40,7%
- 50,3% sedangkan untuk wanita berkisar 36,1% - 44,3%.
Seperti telah ditulis di atas, bahwa kadar hemoglobin berbanding lurus dengan kadar hematokrit,
sehingga peningkatan dan penurunan hematokrit terjadi pada penyakit-penyakit yang sama.
Leukosit (White Blood Cell / WBC)
Leukosit merupakan komponen darah yang berperanan dalam memerangi infeksi yang
disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun proses metabolik toksin, dll.
71

Nilai normal leukosit berkisar 4.000 - 10.000 sel/ul darah.


Penurunan kadar leukosit bisa ditemukan pada kasus penyakit akibat infeksi virus, penyakit
sumsum tulang, dll, sedangkan peningkatannya bisa ditemukan pada penyakit infeksi bakteri,
penyakit inflamasi kronis, perdarahan akut, leukemia, gagal ginjal, dll

Trombosit (platelet)
Trombosit merupakan bagian dari sel darah yang berfungsi membantu dalam proses pembekuan
darah dan menjaga integritas vaskuler. Beberapa kelainan dalam morfologi trombosit antara lain
giant platelet (trombosit besar) dan platelet clumping (trombosit bergerombol).
Nilai normal trombosit berkisar antara 150.000 - 400.000 sel/ul darah.
Trombosit yang tinggi disebut trombositosis dan sebagian orang biasanya tidak ada keluhan.
Trombosit yang rendah disebut trombositopenia, ini bisa ditemukan pada kasus demam berdarah
(DBD), Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP), supresi sumsum tulang, dll.
Eritrosit (Red Blood Cell / RBC)
Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak, dan berfungsi
sebagai pengangkut / pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan
membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru.Nilai normal eritrosit pada pria
berkisar 4,7 juta - 6,1 juta sel/ul darah, sedangkan pada wanita berkisar 4,2 juta - 5,4 juta sel/ul
darah.Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru
obstruksif kronik), gagal jantung kongestif, perokok, preeklamsi, dll, sedangkan eritrosit yang
rendah bisa ditemukan pada anemia, leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan
lupus, dll

72

Indeks Eritrosit (MCV, MCH, MCHC)


Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu kondisi di mana
ada terlalu sedikit sel darah merah). Indeks/nilai yang biasanya dipakai antara lain :
MCV (Mean Corpuscular Volume) atau Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu volume
rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan femtoliter (fl)
MCV = Hematokrit x 10
Eritrosit
Nilai normal = 82-92 fl
MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER),
yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram (pg)
MCH = Hemoglobin x 10
Eritrosit
Nilai normal = 27-31 pg
MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) atau Konsentrasi Hemoglobin
Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit, dinyatakan
dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah gr/dl)
MCHC = Hemoglobin x 100
Hematokrit
Nilai normal = 32-37 %

Uji Typhidot
Uji ini dapat mendeteksi antibody IgM dan IgG yang terdapat pada protein membrane
luar Salmonella typhi. Hasil positif mengidentifikasi secara spesifik antibody IgM dan IgG
terhadap antigen S.typhi seberat 50kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.
Uji IgM Dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody IgM spesifik terhadap S. typhi pada specimen
serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung lipopolisakarida S.typhi
73

dan anti IgM (sebagai control), reagen deteksi dengan lateks pewarna, cairan IgM yang dilekati
dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum
pasien.
Pemeriksaan darah tepi
Dengan cara mengambil 10-15 ml darah. Sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi
kadar leukosit normal atau leukositosis(terjadi tanpa disertai infeksi sekunder). Dapat
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah dapat meningkat tetapi kurang
berpengaruh pada pemeriksaan ini. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi kembali ke
normal setelah sembuhnya demam tifoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
Hasil yang didapatkan dapat berupa :

Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau

perdarahan usus
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/mm3
Limfositosis relativ
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat

Identifikasi biakan (kultur)


Identifikasi biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, empedu, sampel faeces dan urin.
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.Hasil biakan darah positif
memastikan demam tifoid tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid karena
mungkin disebabkan beberapa hal berikut:
1. Telah mendapat terapai antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil mungkin negatif
2. Volume darah kurang, darah yang diperlukan kurang lebih 5 cc, darah sebaiknya secara
bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan
kuman.
3. Riwayat vaksinasi
Vaksinasi menimbulkan antibodi (aglutinin) yang dapat menekan bakteremia hingga
biakan dapat negatif.
74

4. Saat pengambilan darah pada minggu setelah minggu pertam, pada saat aglutinin semakin
meningkat.
Pemeriksaan radiologik

Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia


Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus
atau perdarahan saluran cerna
Pada perforasi usus tampak :
- Distribusi udara tak merata
- Air fluid level
- Bayangan radiolusen di daerah hepar
- Udara bebas pada abdomen

75

Daftar Pustaka
Price, S. A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed.6 vol.1. EGC: Jakarta
Markum, H.M.S. 2011. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta: Interna publishing
Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC
Widodo Djoko. Demam Tifoid. In: Setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH,
Lydia A, et al, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit
Dalam 2000. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penykit Dalam
FKUI; 1999.p. 171-86.
Swartz, Mark H. 2004. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
Pusspita, Ayyu.2012. Pemeriksaan Fisik Kepala Dan Muka ( Mata, Telinga, Gigi, Mulut,
Tenggorokan, Leher). (http://ayyupusspita.blogspot.com/2012/11/pemeriksaanfisik-kepala-dan-muka-mata_1421.html. diakses pada 01 October 2013)

Nelwan, RHH. 2012. Tata Laksana Terkini Demam Limfoid. Jakarta: Divisi Penyakit Tropik dan
Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM
Widodo, Djoko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Demam Tifoid). Jakarta: Interna
Publishing
Simanjuntak, C. H, 1993. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian. Cermin
Dunia Kedokteran No. 83.
Burnside, John W. dan Thomas J. McGlynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik Edisi 17. Jakarta :
EGC
H.M.S. Markum, editor. 2000. Penuntun Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta:
InternaPublishing Pusat Penerbitan IPD FK UI
Staf Pengajar Blok 11. 2013. Modul Skill Lab Pengukuran Kesadaran dan Vital Sign. Palembang
: FK Unsri

76

Anda mungkin juga menyukai