Anda di halaman 1dari 19

Learning Task :

1.
2.
3.
4.
5.

Diskusikan tentang sejarah perkembangan SC dan epidemiologi


Diskusikan tentang pengertian, indikasi, dan kontraindikasi SC
Diskusikan tentang tehnik-tehnik SC (termasuk tehnik anestesi)
Diskusikan tentang komplikasi dan penyulit SC
Diskusikan tentang penatalaksanaan penyulit/komplikasi dan prognosis post SC

1. Sejarah Perkembangan SC
Sectio Caesarea

Page 1

Asal dari istilah seksio sesarea tidak diketahui dengan pasti, namun terdapat tiga teori
yang dikenal sampai saat ini. Yang pertama, menurut legenda, Julius Caesar dilahirkan
dengan cara ini, dengan hasil bahwa prosedur ini dikenal sebagai operasi caesar. Namun
beberapa pendapat meragukan penjelasan ini. Pertama, ibu dari Julius Caesar hidup
selama bertahun-tahun setelah kelahirannya pada 100 SM, dan hingga akhir abad ke-17,
operasi itu hampir selalu berakibat fatal. Kedua, operasi tersebut, apakah dilakukan pada
hidup atau mati, tidak disebutkan oleh penulis medis sebelum abad pertengahan. Rincian
sejarah tentang asal-usul nama keluarga Caesar ditemukan dalam monografi oleh Pickrell
(Emir, 2011).
Teori kedua adalah bahwa nama operasi ini berasal dari hukum Romawi, konon
dibuat pada abad ke-8 SM oleh Numa Pompilius, memerintahkan bahwa prosedur bedah
dalam melahirkan anak dilakukan pada perempuan yang telah meninggal dalam beberapa
minggu terakhir kehamilan dengan harapan dapat menyelamatkan sang anak. Hukum ini
dibuat oleh ini raja Romawi sat itu, Lex Regia, yang kemudian dikenal menjadi lex
caesarea, dan operasi itu sendiri dikenal sebagai operasi caesar. Penjelasan ketiga adalah
bahwa kata ini muncul pada abad pertengahan , yang berasal dari caedere , kata kerja
latin, yang berarti untuk memotong. Penjelasan ini tampaknya adalah yang paling logis.
Di Amerika Serikat, huruf ae di suku kata pertama caesar diganti dengan huruf e. Di
Inggris, Australia, dan sebagian besar negara persemakmuran, huruf ae ini tetap
dipertahankan (Emir, 2011).
2. Epidemiologi
Sektio Caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus. Akan tetapi, persalinan melalui Sectio Caesarea bukanlah
alternatif yang lebih aman karena di perlukan pengawasan khusus terhadap indikasi di
lakukannya Sectio Caesarea maupun perawatan ibu setelah tindakan Sectio Caesaria,
karena tanpa pengawasan yang baik dan cermat akan berdampak pada kematian ibu
(Wiknjosastro, 2010).
Namun dewasa ini, Sectio Caesaria jauh lebih aman dari pada dulu berkat kemajuan
dalam antibiotika, transfusi darah, anestesi, dan tekhnik operasi yang lebih sempurna.
Karena itu saat ini ada kecenderungan untuk melakukan operasi tanpa dasar indikasi yang
cukup kuat. Operasi caesar hanya boleh bila : Ari-ari menutup jalan lahir, bayi besar, letak
bayi melintang atau sungsang, dan proporsi panggul ibu dan kepala bayi yang tidak pas
Sectio Caesarea

Page 2

sehingga di khawatirkan persalinan akan macet. Badan Kesehatan Dunia (WHO)


menyatakan bahwa persalinan dengan bedah caesar adalah sekitar 10-15 % dari semua
proses persalinan di negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, presentasi operasi
caesar sekitar 5 % (Muchtar, 2011).
Di samping itu sumber lain mengatakan bahwa Sectio Caesaria berhubungan dengan
peningkatan 2 kali lipat resiko mortalitas ibu dibandingkan pada persalinan Vaginal.
Kematian ibu akibat operasi caesar itu sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan.
Menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi caesar adalah 40-80 tiap
100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar di banding
persalinan pervagina. Malahan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan persalinan pervaginaan. Komplikasi tindakan anestesi sekitar
10 % dari seluruh angka kematian ibu (Emir, 2011).
3. Pengertian
Seksio sesaria merupakan terminologi yang biasa digunkan untuk menjelaskan
persalinan bayi melalui insisi uterus abdominal . Berdasarkan sumber lain menyebutkan
bahwa, seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau seksio sesarea adalah suatu histerektomia
untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2011).
Seksio sesarea juga dapat didefinisikan suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim, dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Wiknjosastro, 2010).
Beberapa istilah yang dapat lebih menjelaskan seksio sesarea antara lain (Mochtar,
2011) :
a. Seksio sesarea primer (efektif)
Sejak semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea,
tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (Conjugata Vera
(CV) kecil dari 8 cm).
b. Seksio sesarea sekunder
Kita mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan
persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.
c. Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section)
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section)
dan pada kehamilan selanjutya dilakukan seksio sesarea ulang.
d. Seksio sesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy)

Sectio Caesarea

Page 3

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
e. Operasi porro (porro operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati),
dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang
berat.
f. Seksio sesarea postmortem (postmortem caesarean section)
Yaitu seksio sesarea yang dilakukan segera pada ibu hamil cukup bulan yang
meninggal tiba-tiba, sedangkan janin masih hidup.
4. Indikasi
Persalinan sesar dibutuhkan ketika kehamilan tidak aman baik bagi ibu maupun bagi
janinnya, ketika persalinan tak dapat diinduksi, ketika persalinan per vaginam gagal, dan
ketika keadaan gawat yang mengharuskan persalinan segera dilakukan. Banyak indikasi
yang diterima, namun sejumlah penyebab bersifat subjektif atau selektif diaplikasikan
pada individu dan penyebab lainnya masih kontroversial. Mayoritas seksio sesaria
dilakukan atas dasar indikasi janin, beberapa dari indikasi maternal, dan banyak
keuntungan diperoleh untuk janin dan ibunya. Sesaria yang berulang sekarang terhitung
35% di USA. Distosia, distress fetal, dan kondisi obstetrik lainnya merupakan indikasi
bagi sebagian besar kasus seksio sesaria (Gibbs, et al., 2008).
Berikut ini merupakan tabel tentang indikasi kelahiran dengan bedah sesar (absolut
maupun relatif) (Norwitz, 2007) :

Ibu

INDIKASI KELAHIRAN DENGAN BEDAH SESAR


Absolut
Relatif
Induksi persalinan yang gagal
Bedah sesar elektif berulang
Proses persalinan tidak maju Penyakit ibu (pre-eklamsia
(distosia persalinan)
Disproporsi sefalopelvik

berat,

penyakit jantung, diabetes, kanker

serviks)
Uteroplasenta Bedah uterus sebelumnya (sesar Riwayat bedah uterus sebelumnya
klasik)
(miomektomi dengan ketebalan penuh)
Riwayat ruptur uterus
Presentasi funik (tali pusat) pada saat
Obstruksi jalan lahir (fibroid)
persalinan.
Plasenta
previa,
abruptio
Janin

plasenta berukuran besar


Gawat janin/hasil pemeriksaan Malpresentasi

janin

(sungsang,

janin yang tidak meyakinkan


presentasi alis, presentasi gabungan)
Prolaps tali pusat
Makrosomia
Malpresentasi
janin
(posisi Kelainan janin (hidrosefalus)
melintang)

Sectio Caesarea

Page 4

Dalam sumber pustaka lain juga dijelaskan beberapa indikasi dilakaukan sesarea,
sebagian sama dengan yang di atas (Mochtar, 2011).
Indikasi ibu :
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)
b. Panggul sempit absolut
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin secara normal ialah
konjugata vera berukuran 8 cm. Panggul dengan konjugata vera <8cm dapat
c.

dipastikan tidak dapat melahirkan janin secara normal, harus dilakukan seksio sesarea.
Disproporsi sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala janin dan

ukuran panggul.
d. Ruptur uterus megancam.
e. Distosia serviks.
f. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
g. Preeklampsia dan hipertensi.
Indikasi janin :
a. Gawat janin
h. Malpresentasi janin
1) Letak lintang. Jika panggul terlalu sempit, seksio sesarea adalah cara terbaik
dalamsemua kasus letak lintang dengan janin hidup dan letak normal. Semua
primigravida dengan janin letang lintang harus ditolong dengan seksio sesarea,
walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Untuk multipara letak janin
lintang dapat ditolong terlebih dahulu dengan cara-cara lain.
2) Letak bokong. Seksio sesaria dianjurkan pada letak bokong pada kasus
panggul sempit, primigravida, dan janin besar.
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi). Jika reposisi dan cara-cara lain tidak
berhasil.
4) Gemeli (Janin kembar). Seksio sesarea dianjurkan jika janin pertama letak
lintang atau presentasi bahu, jika terjadi interlok/janin saling mengunci
(locking of the twins), distosia karena tumor, dan terjadi gawat janin.
Indikasi waktu :
a. Partus lama (prolonged labor).
b. Partus tak maju (obstructed labor).
5. Kontraindikasi
Seksio sesarea umumnya tidak dilakukan pada kondisi (Wiknjosastro, 2010) :
a. Janin mati
b. Syok dan anemia berat sebelum diatasi
c. Kelainan kongenital berat
6. Jenis-Jenis Operasi Seksio Sesarea
a) Abdomen (Seksio sesarea abdominalis)
Sectio Caesarea

Page 5

Seksio sesarea transperitonealis :


a. Seksio sesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus
uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin lebih cepat.
Tidak mengakibatkn komplikasi kandung kemih tertarik.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi

mudah

menyebar

secara

intraabdominal

karena

tidak

reperitonealisasi yang baik.


Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

b. Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada
segmen bawah rahim. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf
pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah.
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum.
Perdarahan kurang.
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan rupture uteri spontan

kurang / lebih kecil.


Kekurangan :
Luka dapat melebar ke kiri, kanan dan bawah, sehingga dapat menyebabkan

a. uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.


Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.

c. Seksio sesarea ekstraperitonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum patietalis,


dengan demikian tidak membuka kavum abdominal (Wiknjosastro, 2010).
b) Vagina (Seksio sesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, seksio sesarea dapat dilakukan sebagai berikut
(Wiknjosastro, 2010) :
a. sayatan memanjang (logitudinal) menurut Kronig,
b. sayatan melintang (transversal) menurut Kerr, dan
c. sayatan huruf T (T-incision).
7. Teknik Teknik Seksio Caesarea
a.

Teknik Seksio Sesarea Klasik


1.

Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi


dipersempit dengan kain steril

Sectio Caesarea

Page 6

2.

Oada dinding perut dibuat insisi mediana, mulai dari atas simfisis sepanjang + 12

3.
4.

cm sampai di bawah umbilicus, lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka
Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim, kemudian
diperlebar secara sagital dengan gunting

5.

Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan
meluksir kepala dan memotong fundus uteri. Setlah janin lahir seluruhnya, tali

6.
7.

pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit


Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosisn ke dalam rahim
secara intramural
Luka insisi segmen atas rahim dijahit kembali, berdasarkan lapisan-lapisan:
b. Lapisan I endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan
benang catgut kromik
c. Lapisan II hanya miometroium saja, dijahit secara simpul (karena otot
miometrium sangat tebal), dengan benang catgut kromik
d. Lapisan III perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut

biasa
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah, dan akhirnya dinding perut dijahit
(Wiknjosastro, 2010).
Indikasi :
a) Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan
seksio sesarea yang dulu atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah uterus.
b) Janin besar dalam letak lintang.
c) Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah uterus
(Wiknjosastro, 2010).
Sectio Caesarea

Page 7

b. Teknik Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda


1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan kain steril
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana, mulai dari atas simfisi pubis sampai ke
bawah umbilicus, lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim, dilingkari dengan kasa laparotomi
4. Dibuat bladder-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kemih (plika
vesikouterina) di depan segmen bawah rahim secara melintang. Plika vesikouterina
ini disisihkan secara tumpul ke arah samping bawah. Dan kandung kemih yang telah
disisihkan ke samping dan bawah dilindungi dengan speculum kandung kemih

5. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi
secara tajam dengan pisau bedah + 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara
tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim
dapat melintang (transversal) sesuai cara Kerr, atau membujur (sagital) sesuai cara
Kronig

Sectio Caesarea

Page 8

6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipeahkan, janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali
pusar dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim
intramural disuntikkan 10 U oksitosin.

7. Luka dinding tahim dijahit menurut lapisan-lapisan:


a. Lapisan I dijahit jelujur, yaitu pada endometrium dan miometrium
b. Lapisan II dijahit jelujur, yaitu pada miometrium saja
c. Lapisan III dijahit jelujur pada plika vesikouterina

Sectio Caesarea

Page 9

8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi


9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnnya luka dinding perut dijahit
(Wiknjosastro, 2010).
c.

Teknik Seksio-Histerektomi

1. Setalah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada
insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul
2. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis
3. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan cunam Oschner,
kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim. Jaringan yang sudah dipotong
diligasi dengan benang catgut kromik no 0. Bladder-flap yang telah dibuat pada
waktu seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan
lateral. Pada ligamentum latum belakang dibuat lubang dengan jari telunjuk tangan
kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini, ureter akan terhindar dari
kemunginan terpotong
4. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba Falloppii, ligamentum utero-ovarika,
dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan 2 cunam Oschner
lengkung, dan di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan yang terpotong diikat
dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut no. 0

5. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah avaskuler dipotong secara
tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah
serviks, kandung kemih disisihkan jauh ke bawah dan samping.

Sectio Caesarea

Page 10

6. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan penjepitan dengan


cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama di sisi rahim
dijepit dengan cunam Kocher lurus. Kemudian jaringan di antaranya diguntingn
dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga
ligamentum kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit
transfiks dengan benang catgut kromik no. 0
7. Demikian juga ligamentum sakro-uterina kiri dan kanan dipotong dengan cara yang
sama, dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut kromik no. 0
8. Setelah mencapai di atas dinding vagina-serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan
sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan
cunam Oschner melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap.
Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim
akhirnya dapat diangkat

Sectio Caesarea

Page 11

9. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam Kocher untuk hemostasis. Mula-mula
puntung kedua ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung
vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung
vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut kromik. Puntung adneksa
yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan
tidak terlalu kencang. Akhirnya, puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi
dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.

Sectio Caesarea

Page 12

Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutp kembali lapis demi lapis
(Wiknjosastro, 2010).
8. Tehnik Anestesi
a. Anestesi Epidural
Anestesi epidural merupakan teknik anestesi neuroaksial yang menawarkan suatu
penerapan lebih luas daripada teknik anestesi spinal. Blok epidural adalah blokade saraf
dengan menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di
ligamentum flavum dan duramater bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di
dasar tengkorak dan di bawah selaput sacrococcigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata 5
mm di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal. Anestesi epidural dapat
dilakukan pada level lumbal, torakal, dan servikal. Teknik epidural digunakan secara luas
pada anestesi, analgesi persalinan, pengelolaan nyeri paska operasi dan pengelolaan nyeri
kronis. Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal
yang terletak di bagian lateral (Mega, 2012).
Awal kerja analgesi epidural lebih lambat dibanding analgesi spinal, sedangkan
kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah. Blok epidural memiliki beberapa
keuntungan, yaitu : (Mega, 2012)
1) Penghindaran obat narkotik sehingga mengurangi kemungkinan penekanan
pernapasan yang lama dan penekanan saraf pusat pada bayi, serta muntah pada ibu.
2) Kesadaran ibu tetap tidak berkabut selama pembiusan.
3) Blok dapat disesuaikan guna memberikan analgesi yang cukup pada persalinan
operatif pasca sectio caesaria.

Sectio Caesarea

Page 13

Anestesi epidural pada sectio caesaria secara umum paling memuaskan jika
menggunakan kateter epidural. Kateter memfasilitasi pencapaian level sensorik T4,
memungkinkan suplementasi jika diperlukan, dan memberikan jalur yang sangat baik
untuk pemberian opioid pasca operasi setelah tes dosis didapatkan negative anestetik
local sebanyak 15-25 mL diinjeksikan perlahan dengan peningkatan 5 mL. Penambahan
fentanyl, 50-100 g, atau sufentanil, 10- 20 g dapat memperkuat intensitas blok dan
memperpanjang durasi tanpa mempengaruhi keluaran neonatus. Jika nyeri terasa saat
level sensorik menurun, anestesi lokal tambahan dapat diberikan dengan 5 ml untuk
menjaga level sensorik T4. Setelah kelahiran, penambahan opioid intravena dapat
diberikan, hindari sedasi berlebihan dan kehilangan kesadaran. Pada penelitian ini tidak
dilakukan pemasangan kateter epidural maupun penambahan obat lain (Mega, 2012;
Prawirohardjo, 2014).
b. Anestesi Spinal
Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakantindakan bedah,
obstetrik, operasi-operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknik ini
dilakukan dengan memasukkan larutan anestesi lokal ke dalam ruang subarakhnoid
paralisis temporer syaraf (Mega, 2012).
Lokasi :

L2 S1

Keuntungan teknik anestesis pinal : (Mega, 2012).


Biaya relatif murah
Perdarahan lebih berkurang
Mengurangi
(perubahan

respon
fisiologis

terhadap
tubuh

stress
terhadap

kerusakan jaringan)
Kontrol nyeri yang lebihsempurna
Menurunkan mortalitas pasca operasi

8. Komplikasi
Sectio Caesarea

Page 14

Mortalitas dan morbiditas bayi yang lahir dengan sectio caesaria lebih besar
dibandingkan dengan bayi lahir spontan. Hal ini disebabkan oleh : (Mega, 2012)
1) Indikasi sectio caesaria pada ibu sering merupakan keadaan yang telah
menyebabkan hipoksia pada bayi sebelum lahir.
2) Obat anestesi yang diberikan pada ibu sedikit lebih banyak akan mempengaruhi
bayi.
3) Kemungkinan trauma yang terjadi pada waktu operasi.
4) Sectio caesaria yang dikerjakan pada bayi premature, ketuban pecah lama, infeksi
intrapartum, dan lain-lain akan mempunyai resiko terhadap bayi.
Pada saat ini sectio caesaria sudah jauh lebih aman daripada beberapa tahun yang lalu.
Namun perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa risiko komplikasi sectio caesaria yang
dapat terjadi pada ibu dan janin. Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
pembedahan antara lain kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi untuk melakukan
pembedahan, dan lama persalinan berlangsung. Beberapa komplikasi yang dapat timbul
antara lain sebagai berikut : (Mega, 2012).
1) Infeksi puerperal
Infeksi puerperal yang terjadi bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas. Komplikasi yang terjadi juga bisa bersifat berat,
seperti peritonitis, sepsis, dan sebagainya. Infeksi pasca operatif terjadi apabila
sebelum pembedahan sudah terdapat gejala-gejala infeksi intrapartum, atau ada
faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan tersebut. Bahaya infeksi
dapat diperkecil dengan pemberian antibiotka, namun tidak dapat dihilangkan sama
sekali.
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul waktu pembedahan jika cabangcabang arteria uterine
ikut terbuka, atau karena terjadinya atonia uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain adalah luka kandung kencing dan
terjadinya embolisme paru.
4) Suatu komplikasi yang baru tampak pada kemudian hari
Komplikasi jenis ini yaitu kemungkinan terjadinya rupture uteri pada masa kehamilan
yang selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh kurang kuatnya perut pada dinding uterus.
Komplikasi ini lebih sering ditemukan setelah dilakukan metode sectio caesaria
klasik.
Sectio Caesarea

Page 15

5) Komplikasi pada anak


Nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria banyak tergantung dari keadaan
yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria. Menurut statistik di negaranegara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal
pasca sectio caesaria berkisar antara 4% dan 7%.
9. Penangangan Post SC
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
1. Penatalaksanaan secara medis
a. Analgesik diberikan setiap 3 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat,
Ketorolak, Tramadol.
b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian
antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya
pemberiannya dianjurkan.
d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
2. Penatalaksanaan secara keperawatan
a. Periksa dan catat tanda tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada
4 jam kemudian.
b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu
paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan
bantuan.
3. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi
1. Tujuan pengobatan
a. Menurunkan Tekanan Darah dan menghasilkan vasospasme
b. Mencegah terjadinya eklamsi
c. Anak / bayi hidup, dengan kemungkinan hidup besar

Sectio Caesarea

Page 16

d. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit jangan sampai menyebabkan penyakit
pada kehamilan dan persalinan berikutnya
e. Mencegah timbulnya kejang
f. Mencegah hipertensi yang menetap
2. Dasar Pengobatan
a. Istirahat
b. Diit rendah garam
c. Obat obat anti hipertensi
d. Luminal 100 mg ( IM )
e. Sedatif ( untuk mencegah timbulnya kejang )
f. Induksi persalinan
3. Pengobatan jalan (dirumah)
Indikasi untuk perawatan di Rumah Sakit adalah
a. TD < 140/90 mmHg
b. Proteinuria positif akut
c. Penambahan BB 1 kg / lebih dalam 1 minggu harus dilakukan observasi yang teliti
d. Sakit kepala, penglihatan dan edema jaringan dari kelopak mata
e. BB ditimbang 2x sehari
f. TD diukur 4 jam sekali
g. Cairan yang masuk dan keluar dicatat
h. Pemeriksaan urine tiap hari, proteinuria ditentukan kuantitatif
i. Pemeriksaan darah
j. Makanan yang sedikit mengandung garam
k. Sebagai pengobatan diberikan luminal ( 4 x 30 MgSO4 ) kalau ada edema dapat
diberikan NH4cl + 4 gram sehari tapi jangan lebih dari 3 hari
10. Prognosis SC
a. Pada Ibu
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang
oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan
darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun. Angka kematian ibu pada rumah-

Sectio Caesarea

Page 17

rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga tenaga yang cekatan adalah
kurang dari 2 per 1000 (Sarwono, 1999).
b. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik,
kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 hingga 7 % (Sarwono, 1999).

DAFTAR PUSTAKA
Emir, F. 2011. Perkembangan Teknik Seksio Sesarea Menurut Evidence-Based. Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya. Refrat Iii Ppds I Obgyn Rsmh/Fk Unsri. Available
from:

https://ml.com/doc/56006242/PERKEMBANGAN-TEKNIK-SEKSIO-

SESAREA-MENURUT-EVIDENCE-BASED [Accessed on 4 th April 2015].


Gibbs, Ronald S.; Karlan, Beth Y.; Haney, Arthur F.; Nygaard, Ingrid E. 2008, Danforth's
Obstetrics and Gynecology, 10th Edition, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore.
Mega, Yuni A.S. 2012. Pengaruh Pemberian Anestesi Epidural Terhadap Kadar Gula Darah
Pada Operasi Sectio Caesaria. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Available
from:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=73506&val=4695.

[Accessed on 4 th April 2015].


Mochtar, R. 2011. Sinopsis Obstetri. Jilid 2. Jakarta: EGC.

Sectio Caesarea

Page 18

Norwitz, Schorge. 2007. At A Glance: Obstetri dan Ginekologi. 2nd ed. Penerbit Erlangga :
Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan, Edisi 4. Cetakan keempat. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Winkjosastro, H. 2010. Ilmu Bedah Kebidanan. Cetakan keempat. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.

Sectio Caesarea

Page 19

Anda mungkin juga menyukai