Anda di halaman 1dari 12

UJI EFEKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN

TAKOKAK (Solanum torvum) TERHADAP BAKTERI


Puspita Rasyid, Dian Saraswati, Mohammad Adam Mustapa *)
Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas
Negeri Gorontalo

*)

Email: vitharasyid@gmail.com
ABSTRAK
Takokak merupakan salah satu tanaman yang dijadikan obat tradisional oleh
masyarakat yang secara empiris dapat bermanfaat sebagai obat demam, luka, bisul, dan
koreng. Takokak mengandung flavonoid yang berdasarkan penelitian berkhasiat sebagai
antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Efektivitas antibakteri ekstrak
etanol daun Takokak (Solanum torvum) terhadap bakteri. Penelitian dilakukan dengan
proses ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, pemilihan metode maserasi
didasarkan atas sampel berjenis daun. Pengujian efektivitas antibakteri dilakukan dengan
metode difusi cakram menggunakan cakram kertas. Sampel terbagi dalam lima kelompok
perlakuan, yaitu kontrol negatif dengan Etanol, kontrol positif dengan Eritromisin untuk
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan larutan ekstrak daun Takokak
dengan empat konsentrasi, yaitu 10%, 15%, 20%, dan 25%. Hasil skrining fitokimia daun
takokak diduga menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Hasil uji Efektivitas antibakteri
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun takokak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada konsentrasi 25% dengan
diameter daerah hambat masing-masing sebesar 20 mm menunjukkan respon
penghambatan kuat dan 17 mm menunjukkan respon penghambatan sedang. Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol daun takokak pada konsentrasi 10%, memberikan
diameter daerah hambatan sebesar 13 mm yang sama untuk bakteri Staphylococcus
aureus dan bakteri Escherichia coli menunjukkan penghambatan yang sedang apabila
dibandingkan dengan tabel klasifikasi respon hambatan pertumbuhan bakteri menurut
Clinical and Laboratory Standard Institute (CLSI). Jadi Ekstrak etanol daun takokak
memiliki efektivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli.
Kata kunci : Efektivitas, Daun takokak, Staphylococcus aureus, Escherichia coli

*) Hj. Dian Saraswati, S.Pd., M.Kes, Moh. Adam Mustapa, S.Si., M.Sc

PENDAHULUAN
Lebih dari 2000 jenis tumbuhan
obat tumbuh dan berkembang di
Indonesia. Namun, 1000 jenis saja yang
sudah didata dan sekitar 300 jenis yang
sudah dimanfaatkn untuk pengobatan
tradisional (Arief Hariana, 2013).
Penggunaan tumbuhan obat di
Indonesia sebenarnya sudah mulai dari
zaman nenek moyang bangsa Indonesia.
Akan tetapi, penggunaannya ditengah
masyarakat baru dimulai saat penjajahan
Belanda. Pengenalan dan penggunaan
tanaman obat dimulai berkat jasa Nyonya
J. Kloppenburg-Versteegh (1995) yang
menginventarisasi cara-cara penggunaan
obat tradisional Indonesia, kemudian
dilanjutkan oleh-oleh pakar-pakar lainnya,
serta Departemen Kesehatan Republik
Indonesia pada masa itu (Arief Hariana,
2013).
Saat ini ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin berkembang, tetapi
tidak mampu menghilangkan penggunaan
obat
tradisional.
Penggunaan obat
tradisional semakin banyak dikembangkan
dan disukai oleh masyarakat. Hal ini
disebabkan oleh khasiat tumbuhan obat
yang tidak kalah jika dibandingkan dengan
obat sintesis bahkan khasiatnya bisa
disejajarkan dengan pengobatan modern.
Penyebab lain adalah bahwa pengobatan
modern
banyak
menimbulkan
ketergantungan pada penderita seumur
hidup terutama dalam pemakaian obat
kimia tertentu. Selain itu, harga obat kimia
pun relatif mahal sehingga tidak
terjangkau oleh sebagian masyarakat
(Mahendra dan Rahmat, 2005).
Dengan adanya pengembangan
potensi obat tradisional ini, diharapkan
ketergantungan terhadap pemakaian obat
sintetik yang mempunyai banyak efek
samping dapat dikurangi dan biaya
pengobatan
dapat
dijangkau
oleh
masyarakat luas.
Salah satu jenis tumbuhan yang
sering digunakan masyarakat sebagai obat
tradisional adalah tumbuhan takokak

(Solanum torvum). Tumbuhan ini juga


mengandung
banyak
khasiat
bagi
kesehatan dan termasuk salah satu
tanaman obat yang selain buahnya, daun
dan bunganya juga dapat dimanfaatkan.
Solanum
torvum
digunakan
untuk
pengobatan demam, luka, bisul, koreng
dan kerusakan gigi (Ndebia et al, 2007).
Takokak pun mampu melancarkan
sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit
(analgetik) dan menghilangkan batuk
(antitusif) (Menurut Rahmat, 2009).
Selama ini tumbuhan takokak
banyak tumbuh di hutan-hutan, di tepi
sungai, di ladang, di kebun, kadangkadang dibudidayakan di halaman.
Tumbuhan takokak tumbuh dengan baik di
berbagai jenis tanah dengan karakteristik
lahan yang tidak terlalu berair, ternaungi
sedang atau tersinar matahari, dan pada
ketinggian tempat 1-1800 m (Heyne 1987,
Zuhud et al. 2003).
Di daerah Gorontalo khususnya di
Kecamatan Lemito Kabupaten Pohuwato,
tanaman takokak tumbuh liar di semak dan
hutan-hutan
terbuka.
Masyarakat
menggunakan tanaman takokak sebagai
tanaman tradisional untuk pengobatan
penyakit kulit seperti bisul, panu atau
kurap, serta koreng. Namun yang menjadi
masalah
dalam
penggunaan
obat
tradisional ini adalah kurangnya informasi
atau pengetahuan mengenai tumbuhan
takokak yang dipakai sebagai obat
tradisional dalam pengobatan penyakit
kulit. Penyakit infeksi dapat disebabkan
oleh empat kelompok besar hama
penyakit, yaitu bakteri, jamur, virus, dan
parasit (Jawetz et al., 1996).
Salah satu bakteri Staphylococcus
yang penting dan banyak berhubungan
dengan manusia adalah S. aureus. Bakteri
ini dapat memfermentasi laktosa, bersifat
proteolitik,
memproduksi
koagulase,
memproduksi
pigmen,
lipase
dan
menghasilkan zone hemolisis aerobic pada
piringan agar darah serta tumbuh pada
media yang mengandung natrium klorida
0,9 %. Bakteri S. aureus biasanya
47

ditemukan pada kulit membran serta


menimbulkan suatu penyakit tertentu.
Bakteri ini dapat menyebabkan bisul,
borok dan nanah pada luka. Sumber
infeksinya pada kulit dan saluran
pencernaan. Hampir setiap orang pernah
mengalami
berbagai
infeksi
Staphylococcus aureus selama hidupnya,
dari keracunan makanan yang berat atau
infeksi kulit yang kecil, sampai infeksi
yang tidak bisa disembuhkan (Jawetz et
al., 2001).
Tumbuhan
takokak
memilki
golongan senyawa polifenol seperti
flavonoid dan tanin (Kusirisin W, 2009).
Golongan senyawa ini dilaporkan sebagai
komponen antimikrobial. Hasil beberapa
penelitian menyebutkan bahwa takokak
memiliki aktivitas antimikroba yang cukup
baik. Sivapriya et al. (2011) menunjukkan
bahwa jumlah kandungan metabolit,
seperti polifenol dan flavonoid pada
ekstrak takokak, berkaitan erat dengan
efektivitas penghambatan bakteri.
Polifenol biasanya ditemukan pada
tumbuhan. Senyawa senyawa Polifenol
berperan sebagai antioksidan yang baik
untuk tubuh. Fenol termasuk flavonoid
mempunyai fungsi sebagai antioksidan
yang berfungsi sebagai pereduksi radikal
bebas, selain itu juga mempunyai peranan
penting dalam menghambat mikroba atau
sebagai antibiotik (Ramos,2007). Secara
umum jumlah kandungan fenol (termasuk
flavonoid)
yang
dominan,
akan
menunjukkan adanya aktivitas dari
senyawa fitokimia yang berfungsi
menghancurkan mikroba terutama pada
kelompok bakteri.
Penelitian (Arifatur Rokhmawati,
2014) tentang Daya Antibakteri Ekstrak
Buah Takokak (Solanum torvum Swartz)
terhadap Pertumbuhan Streptococcus
mutans menunjukkan bahwa ekstrak buah
takokak mempunyai daya antibakteri
dalam
menghambat
pertumbuhan
mikroorganisme
tersebut.
Hal
ini
dikarenakan adanya kandungan polifenol
dan flavonoid dalam jumlah yang cukup
besar yakni 59,4 dan 29,7 mg/gram ekstrak

buah takokak. Hasil penelitian yang di


dapat bahwa ekstrak buah takokak mampu
menghambat pertumbuhan S. mutans.
Konsentrasi terkecil dari ekstrak buah
takokak yang masih mampu menghambat
pertumbuhan S. mutans adalah 12,5%.
Ekstrak buah takokak konsentrasi 12,5 %,
25 %, 50 %, dan 100 % memiliki
kemampuan yang lebih rendah dan tidak
setara dengan chlorhexidine dalam
menghambat pertumbuhan S. mutans.
Muthezhilan
et
al,
2012
mengatakan banyak asam lemak yang
terdapat pada tanaman takokak diketahui
memiliki sifat antibakteri dan antijamur
(Russel, 1991). Dimana bagian yang
berbeda dari tanaman yang digunakan
sebagai obat pencernaan, batuk dan pilek
(Yuanyuan et al., 2009). Dari data yang
berkaitan dengan potensi antibakteri
tanaman ekstrak S. torvum hasilnya
menunjukkan bahwa ekstrak etanol
Solanum torvum memiliki aktivitas
antibakteri terhadap penghambatan untuk
kedua gram negatif dan gram positive
bakteri. Zona inhibisi diameter berkisar
antara 7 mm menjadi 19,3 mm dengan
zona tinggi nilai-nilai yang diamati dalam
ekstrak akar terhadap Bacillus sp (19,3
mm), ekstrak pericarp terhadap K.
pneumonia (17,0 mm) dan batang ekstrak
terhadap Bacillus sp (16,9 mm).
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang Uji
Efektivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Daun Takokak Terhadap Bakteri.
Apakah ekstrak etanol daun
takokak (Solanum torvum) memiliki
efektivitas sebagai antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri
Eschericia coli ?
Adapun tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini dapat dikemukakan
sebagai berikut :
Untuk mengetahui ekstrak etanol
daun takokak (Solanum torvum) dalam
menghambat
bakteri
Staphylococcus
aureus dan bakteri Eschericia coli.
48

Untuk
mengetahui
batas
konsentrasi optimal ekstrak etanol daun
takokak dalam menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dana
bakteri Eschericia coli pada konsentrasi
10%, 15%, 20% dan 25%.
1.
Untuk
menambah
wawasan,
pengetahuan
mahasiswa
terutama
dalam bidang perkembangan obat
tradisional serta dapat memberikan
gambaran tentang konsentrasi maksimal

ekstrak
daun
takokak
sebagai
antibakteri terhadap bakteri.
2. Dapat memberikan pengetahuan kepada
peneliti tentang efektivitas ekstrak daun
takokak sebagai antibakteri serta dapat
memberikan
gambaran
tentang
konsentrasi maksimal ekstrak daun
takokak sebagai antibakteri.
3. Memberikan informasi ilmiah kepada
masyarakat tentang manfaat tanaman
takokak (Solanum torvum) sebagai
antibakteri

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari-April 2015 di Laboratorium
Fitokimia dan Mikrobiologi Jurusan
Farmasi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan
Keolahragaan
Universitas
Negeri
Gorontalo.
Penelitian ini dilakukan secara
eksperimental laboratorium untuk melihat
hasil pengukuran diameter zona hambatan
dibandingkan dengan klasifikasi respon
hambatan pertumbuhan bakteri. Perlakuan
dilakukan dengan variasi konsentrasi 10%,
15%, 20%, 25% ekstrak etanol daun
takokak (Solanum torvum) terhadap
pertumbuhan bakteri kemudian hasil
dibandingkan dengan kelompok kontrol
positif (Eritromisin) dan kontrol negatif
(Etanol). Dimana penelitian dilakukan
dengan metode difusi cakram.
Alat yang diperlukan untuk
penelitian ini adalah alat-alat gelas,
autoklaf (Fisons), blender (Philips),
cakram kertas (diameter 6 mm), inkubator
(Memmert), jangka sorong, jarum ose,
kamera digital (Samsung), kompor Listrik,
lemari pendingin (Toshiba), oven (Shell
lab), penangas air, pinset, pipet mikro
(Eppendorf), rotary evaporator (Haake D),
timbangan digital (Kern).
Bahan yang diperlukan untuk
penelitian ini adalah Ekstrak daun
Takokak (Solanum torvum), Nutrien agar
(NA), Bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli, Aquades, etanol, kertas
cakram, eritromisin.

Daun
takokak
yang telah
dikumpulkan disortasi basah yaitu
memisahkan daun Takokak dari bagian
lain tumbuhan daun Takokak yang
terambil, kotoran-kotoran atau bahan asing
lainnya, kemudian daun takokak yang
telah terkumpul ditimbang, lalu dicuci
untuk menghilangkan debu yang melekat.
Pencucian dilakukan dengan air keran
yang mengalir, ditiriskan, dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan diudara
terbuka (terlindung dari sinar matahari
langsung). Proses pengeringan dilakukan
sampai daun Takokak mudah diremukkan.
Simplisia yang telah kering disortasi
kering yaitu memisahkan benda asing
seperti pengotoran-pengotoran lain yang
terjadi selama pengeringan, kemudian
ditimbang kembali. Simplisia selanjutnya
diserbuk dengan menggunakan blender.
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
kantung plastik dan disimpan ditempat
yang terlindung dari sinar matahari.
Proses
ekstraksi
dilakukan
dilaboratorium
Fitokimia
Farmasi
Universitas Negeri Gorontalo. Pada tahap
ini sampel diekstraksi dengan metode
maserasi yaitu dengan cara sampel Daun
Takokak direndam menggunakan pelarut
etanol pada maserator.
Sampel daun Takokak (Solanum
torvum) terlebih dahulu ditimbang
sebanyak 200 gram, kemudian sampel
direndam menggunakan pelarut etanol
yang di tempatkan pada maserator, sampai
serbuk terendam semua (volume etanol 2
L), diaduk dengan menggunakan magnetik
49

stirer selama 2 jam. Setelah itu sampel


didiamkan selama 3 x 24 jam dengan
sesekali diaduk. Selanjutnya sampel di
saring menggunakan kertas saring, Hingga
di dapatkan ekstrak cair. Residu yang
tertinggal ditambah lagi dengan etanol (1
L) dan diberikan perlakuan yang sama
kemudian diulangi lagi. Selanjutnya semua
Ekstrak cair yang didapat dikumpulkan
menjadi satu untuk dievaporasi sampai
agak kental. Setelah agak kental, diuapkan
diatas waterbath suhu 500 C untuk
mendapatkan ekstrak yang lebih pekat.
Ekstrak kental yang didapatkan kemudian
dihitung persen rendemen, yaitu :
Rendemen=

100%

Sampel serbuk daun takokak
sebanyak 200 mg diekstrak dengan 5 ml
etanol dan dipanaskan selama 5 menit
didalam tabung reaksi. Selanjutnya
ditambahkan beberapa tetes pereaksi
NaOH. Apabila terbentuk warna merah tua
atau kuning menunjukkan adanya senyawa
flavonoid (Harbone, 1987).
Alat-alat yang digunakan dalam uji
aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih
dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas
disterilkan di dalam oven pada suhu 170C
selama 1 jam. Media disterilkan di
autoklaf pada suhu 121C selama 15
menit. Jarum ose dan pinset dipijar dengan
lampu Bunsen (Lay, 1994).
Koloni bakteri diambil dengan
menggunakan jarum ose steril, lalu
ditanam pada media nutrient agar miring
dengan cara menggores. Kemudian
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 3637C selama 18-24 jam (Ditjen POM,
1995).
Ekstrak daun takokak ditimbang
0,5 g dan disuspensikan dengan etanol
hingga 10 ml maka konsentrasi ekstrak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Rendamen
Rendemen
adalah
persentase
produk
yang
didapatkan
dari
menbandingkan berat awal bahan dengan
berat akhirnya. Sehingga dapat di ketahui

adalah 5% kemudian dibuat pengenceran


selanjutnya sampai diperoleh ekstrak
dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% dan
25%.
Dimasukkan 0,1 ml inokulum
kedalam
cawan
petri,
kemudian
ditambahkan 20 ml media nutrient agar
(NA) steril yang telah dicairkan,
dihomogenkan dan dibiarkan sampai
media memadat. Selanjutnya kertas
cakram (diameter 6 mm) direndam ke
dalam larutan uji dengan berbagai
konsentrasi, dikeringkan dan diletakkan di
atas permukaan media agar. Kemudian
diinkubasi pada suhu 36-37C selama 1824 jam. Selanjutnya diameter daerah
hambat di sekitar kertas cakram diukur
dengan menggunakan jangka sorong.
Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
(Ditjen POM, 1995).
Hasil pengukuran diameter zona
hambatan dibandingkan dengan klasifikasi
respon hambatan pertumbuhan bakteri
seperti yang ditujukan pada tabel
klasifikasi respon hambatan pertumbuhan
bakteri menurut Clinical and Laboratory
Standard Institute (CLSI) (Poeloengan,
2010)
Tabel 3.10. Klasifikasi Respon
hambatan Pertumbuhan bakteri
Respon
Diameter Zona
Hambatan
Terang
Pertumbuhan
18 mm
Kuat
13-17 mm

Sedang

12 mm

Resisten
Sumber: (Poeloengan,
2010)

kehilangan beratnya proses pengolahan.


Rendamen didapatkan dengan cara
(menghitung) menimbang berat akhir
bahan yang dihasilkan dari proses
dibandingkan dengan berat bahan awal
sebelum mengalami proses.
50

Tabel 4.1.1 Hasil Perhitungan Berat


Ekstrak Etanol daun takokak
Berat
Sampel(g) Pelarut Berat
Persentase
(Simplisia Etanol Ekstrak
(%)
Daun
(ml)
(g)
Takokak)
200

3000

25,33

12,7 %

Tabel
4.1.1
menunjukkan
sampel daun takokak sebanyak 200 g di
ekstraksi dengan 3000 ml pelarut etanol
menghasilkan ekstrak kental daun takokak
sebanyak 25,33 g dengan persen rendamen
12,7%.
Skrining Fitokimia
Berdasarkan
uji
skrining
fitokimia, diketahui bahwa ekstrak etanol
daun takokak mengandung senyawa
Flavonoid. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan warna yang terjadi pada saat
penambahan larutan NaoH yaitu berwarna
kuning Menurut Harborne (1987) bahwa
kandungan flavonoid dalam tumbuhan
diuji dengan menggunakan pereaksi NaOH
yang nantinya akan memberikan warna
merah muda, merah bata atau kuning.
Tabel 4.1.2 Hasil Uji skrining
Fitokimia Senyawa Aktif Antimikroba
Senyawa

Pereaksi

Hasil

Lapisan
Kuning (+)
Tabel
4.1.2
menunjukkan
ekstrak daun takokak ditambahkan
beberapa
tetes
pereaksi
NaOH
menghasilkan perubahan warna menjadi
warna kuning yang berarti positif
mengandung senyawa flavonoid.
Diameter Zona Hambat Bakteri
Diameter
zona
hambatan
pertumbuhan
bakteri
menunjukan
sensitifitas bakteri terhadap zat antibakteri.
Selanjutnya dikatakan bahwa semakin
tebar diameter zona hambatan yang
Flavonoid

NaOH

terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif


(Hastowo, 1992).
Tabel 4.2 Hasil Rata-Rata Diameter
Zona Hambat Bakteri
Diameter Daerah Hambatan
Kelom (mm)
pok
Daya
E.
Perlaku S.aure Daya
Ham
us
Hambat coli
an
bat
Kontrol
Negatif
Tidak
Tidak
(Etanol
ada
ada
)
Konsen
trasi
13
13
Seda
Sedang
Ekstrak mm
mm ng
10 %
Konsen
trasi
15
15
Seda
Sedang
Ekstrak mm
mm ng
15 %
Konsen
trasi
18
16
Seda
Kuat
Ekstrak mm
mm ng
20 %
Konsen
trasi
20
17
Seda
Kuat
Ekstrak mm
mm ng
25 %
Kontrol
Positif 21
21
Kuat
Kuat
(Eritro mm
mm
misin)
Pembahasan
Pada penelitian kali ini digunakan
sampel berupa daun takokak yang akan
diujikan daya hambatnya terhadap
pertumbuhan
bakteri
Staphylococcus
aureus dan bakteri Escherichia coli.
Pertama-tama daun takokak diolah dalam
bentuk simplisia. Dimana daun takokak ini
diperoleh di Kecamatan Lemito Kabupaten
pohuwato.
Setelah
daun
takokak
dikumpulkan, kemudian dilakukan sortasi
basah yaitu untuk memisahkan bahanbahan asing lainnya dari bahan simplisia,
bahan-bahan asing disini seperti tanah,
kerikil, rumput, bunga, batang, rimpang
51

yang telah rusak, serta pengotor lainnya


harus dibuang.
Kemudian
dilakukan
proses
ekstraksi dengan menggunakan metode
maserasi, pemilihan metode maserasi
didasarkan atas sampel berjenis daun
dengan tekstur yang lunak dengan
komposisi senyawa yang pada umumnya
rusak oleh pemanasan hal ini di dukung
oleh teori J.B Harborne (1987) yang
menyatakan bahwa ragam ekstraksi yang
tepat sudah tentu bergantung pada tekstur
dan kandungan air bahan tumbuhan yang
diekstraksi. Tujuan dari ekstraksi atau
penyarian adalah untuk menarik zat aktif
atau komponen kimia yang terdapat pada
simplisia atau bahan alam, baik berupa zat
aktif yang dapat larut maupun zat yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,
protein dan lain-lain. Selanjutnya ekstrak
pekat yang di dapatkan diuji skrining
fitokimia terhadap kandungan senyawa
yang di duga berpotensi sebagai
antibakteri.
Hasil ekstrak yang didapatkan
adalah 25,33 dari bobot simplisia 200 g
dengan persen berat rendemen adalah
12,7% (Tabel 4.1.1). Persentase ini masuk
dalam range persen rendamen yaitu 10%15% yang menunjukan bahwa proses
ekstraksi dengan metode maserasi daun
takokak dengan pelarut etanol berlangsung
sempurna (Dirjen POM, 2000). Setelah itu
ekstrak dilakukan uji skrining fitokimia,
dimana dilihat dari perubahan warna yang
terjadi setelah penambahan NaOH, yaitu
warna Kuning. Berdasarkan penelitian
Harbone (1987) menjelaskan bahwa pada
uji fitokimia terhadap senyawa golongan
flavonoid akan menunjukkan hasil positif
dengan terjadinya perubahan warna berupa
warna kuning, disebabkan adanya
metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau yang mengandung senyawa
flavonoid.
Kemudian dilakukan pengujian
efektivitas antibakteri dengan berbagai
tingkat konsentrasi yaitu 10%, 15%, 20%,
25% yang bertujuan untuk mengetahui
kenaikan konsentrasi terhadap efektivitas

antibakterinya. Pada penelitian ini


menggunakan metode difusi cakram yaitu
larutan uji akan berdifusi dari pencadang
ke permukaan media agar padat yang telah
diinokulasi bakteri. Bakteri akan terhambat
pertumbuhannya dengan pengamatan
berupa lingkaran atau zona bening
disekitar cakram. Diameter zona bening
disekitar cakram yang berisi ekstrak diukur
dan dibandingkan dengan diameter zona
bening disekitar cakram yang berisi
kontrol negatif (pelarut etanol) dan kontrol
positif (Antibiotik Eritromisin). Kontrol
positif yang digunakan pada penelitian ini
adalah antibiotik eritromisin dalam bentuk
paper disk yang bertujuan sebagai
pembanding,
sedangkan
penggunaan
kontrol
negatif
bertujuan
untuk
memastikan bahwa diameter zona hambat
ekstrak yang dihasilkan bukan pengaruh
dari pelarut, tetapi murni dari senyawa
aktif dalam ekstrak tersebut.
Berdasarkan tabel 4.2 hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak
etanol dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli yang ditandai dengan
adanya daerah hambatan di sekitar kertas
cakram. Hasil uji efektivitas antibakteri
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
takokak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus paling kuat
pada konsentrasi 25% dengan diameter
daerah hambat sebesar 20 mm dan bakteri
Escherichia coli pada konsentrasi 25%
dengan diameter daerah hambat sebesar 17
mm. Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM)
pada
konsentrasi
10%,
memberikan diameter daerah hambatan
sebesar
13
mm
untuk
bakteri
Staphylococcus aureus dan 13 mm untuk
bakteri Escherichia coli.
Berdasarkan Hasil pengukuran
diameter zona hambatan jika dibandingkan
dengan klasifikasi respon hambatan
pertumbuhan
bakteri
seperti
yang
ditujukkan pada tabel 3.10 klasifikasi
respon hambatan pertumbuhan bakteri
menurut Clinical and Laboratory Standard
Institute (CLSI) terlihat bahwa ekstrak
52

etanol daun takokak dengan konsentrasi


25% memiliki respon hambatan yang kuat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan respon hambatan yang sedang untuk
bakteri Escherichia coli. Untuk hasil
respon hambatan Eritromisin sebagai
kontrol positif terhadap kedua bakteri uji
yaitu
Staphylococcus
aureus
dan
Escherichia coli mempunyai respon
hambatan sama dan memiliki respon
hambatan yang sangat kuat dengan
diameter 21 mm, yang berarti masih
memiliki efektivitas antibakteri yang kuat
dibanding ekstrak etanol daun takokak
konsentrasi 25%.
Antibiotik eritromisin merupakan
antibiotik pilihan pertama untuk infeksi
bakteri karena daerah kerjanya yang luas
yang mampu menghambat bakteri gram
positif maupun negatif, yang kerjanya
dengan cara menghalangi sintesa lengkap
dari
polimer
penyusun
jaringan
peptidoglikan, yaitu polimer dari senyawa
amino dan gula yang saling terikat satu
dengan yang lain atau di sebut murein.
Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah
atau menyerap air dengan jalan osmosis,
maka dinding sel yang tak sempurna itu
akan pecah dan bakteri musnah (T.H Tjay
dan K. Rahardja, 2007). Antibiotik
eritromisin juga dapat menghambat
sintesis protein. Dalam dosis rendah
sampai sedang, obat ini mempunyai efek
bakteriostatik dan dengan dosis tinggi
efeknya bakteriostatik dan dengan dosis
tinggi efeknya bakterisidal.
Antibiotik eritromisin dibuat oleh
streptomyces erythreus dan secara kimiawi
merupakan cincin lakton makrositik.
Sering golongan antibiotika ini disebut
sebagai makrolida. Eritromisin juga
termasuk golongan makrolida.
Mekanisme
kerja
golongan
makrolida menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya dengan jalan
berikatan secara reversibel dengan
Ribosom subunit 50S. Sintesis protein
terhambat karena reaksi-reaksi translokasi
aminoasil dan hambatan pembentuk awal
sehingga pemanjangan rantai peptida tidak

berjalan. Makrolida bisa bersifat sebagai


bakteriostatik atau bakterisida, tergantung
antara lain pada kadar obat serta jenis
bakteri yang dicurigai (Soekardjo, 1995).
Berdasarkan uji senyawa yang
telah dilakukan, golongan senyawa aktif
yang teridentifikasi dalam daun takokak
diduga mengandung senyawa flavonoid.
Daya antibakteri dari ekstrak etanol daun
takokak disebabkan oleh kandungan zat
aktif flavonoid daun takokak.
Menurut
kusirisin
(2009)
tumbuhan takokak memilki golongan
senyawa polifenol seperti flavonoid.
Golongan senyawa ini dilaporkan sebagai
komponen antimikroba. Hasil beberapa
penelitian menyebutkan bahwa takokak
memiliki aktivitas antimikroba yang cukup
baik. Sivapriya et al. (2011) menunjukkan
bahwa jumlah kandungan metabolit,
seperti polifenol dan flavonoid pada
ekstrak takokak, berkaitan erat dengan
efektivitas penghambatan bakteri. Hal ini
dikarenakan adanya kandungan polifenol
dan flavonoid pada tanaman takokak.
Menurut penelitian sebelumnya
tanaman takokak diketahui memiliki sifat
antibakteri. Dari data yang berkaitan
dengan potensi antibakteri tanaman
ekstrak S. torvum hasilnya menunjukkan
bahwa ekstrak etanol Solanum torvum
memiliki aktivitas antibakteri terhadap
penghambatan untuk kedua gram negatif
dan gram positif bakteri (Muthezhilan et
al, 2012).
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun takokak dapat
menghambat
bakteri
gram
positif
dibandingkan gram negatif, artinya bakteri
gram positif yaitu Staphylococcus aureus
lebih efektif terhadap senyawa-senyawa
kimia dibandingkan gram negatif yaitu
Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan komposisi dan struktur dinding
sel pada bakteri gram positif dan gram
negatif. Struktur dinding sel bakteri gram
positif berlapis tunggal (mono) dengan
kandungan lipid yang rendah (1-4%)
sedangkan bakteri gram negatif berlapis
tiga (multi) yang terdiri dari lapisan luar
53

lipoprotein,
lapisan
tengah
lipopolisakarida, dan lapisan dalam berupa
PENUTUP
Hasil uji efektivitas antibakteri
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
takokak
(Solanum
torvum)
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Staphylococcus aureus dan bakteri
Escherichia coli pada konsentrasi 25%
dengan diameter daerah hambat masingmasing sebesar 20 mm dan 17 mm.
1. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat
melakukan isolasi dan karakterisasi
senyawa golongan Flavonoid yang
terkandung dalam daun takokak
(Solanum torvum)
2. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat
menguji efektivitas ekstrak etanol terhadap
jenis bakteri lain dan jamur.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel H. C. 1989. Pengantar Bentuk
Sediaan
Farmasi.
Edisi
4.
Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim,
UI-Press, Jakarta.
Arief & Hariana. 2013. Tumbuhan Obat
dan Khasiatnya. Penebar Swadaya.
Jakarta
Chah

KF, dkk. 2000. Antimicrobial


Activity of Methanolic Extract of
Solanum torvum Fruit. Fitoterapia
71: 187-189.

Chusnie, Lamb AJ. 2005. Antimicrobial


Activity of Flavonoid. Int J
Antimicrobiol Agents: 343-356.
Direja, HE. 2007. Kajian Aktivitas
Antimikroba Ekstrak Jintan Hitam
(Nigella sativa L.) Terhadap Bakteri
Patogen dan Perusak Pangan
[skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu

peptidoglikan dengan kandungan lipid


yang tinggi (11-12%) (Jawetz, 2001).
dan Teknologi Pangan., Fakultas
Teknologi
Pertanian,
Institut
Pertanian Bogor.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia.
Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Djide, N dan Sartini. 2006. Mikrobiologi
Farmasi
Dasar.
Makassar
:
Laboratorium Mikrobiologi Farmasi
FMIPA Universitas Hasanuddin
Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Cetakan kesembilan.
Jakarta: djambatan.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Edisi IV Jakarta:
Gramedia
Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia.
Penuntun
Cara
Modern
Menganalisis
Tumbuhan.
Terjemahan. K. Padmawinata dan I.
Soediro. Penerbit ITB, Bandung
Lida, Y. Yanai, M. Ono, T. Ikeda and T.
Nohara, 2005. Three unusual 22-_O-23-Hydroxy-(5_)-spirostanol
Glycosides from the Fruits of
Solanum torvum. Chem. Pharma.
Bull., 53: 1122-1125.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Menguak
Dunia Mikroorganisme. Bandung :
Yrama Widya
Ismaini, L. 2011. Aktivitas Antifungi
Ekstrak (Centella asiatica (L.)
Urban terhadap Fungi Patogen
pada Daun Anggrek (Bulbophyllum
flavidiflorum
Carr).
Jurnal
Penelitian Sains. Vol 14 No 1.
Jawetz, E. 2001. Mikrobiologi Kedokteran.
Penerjemah:
Eddy
Mudihardi,
54

Kuntaman, Eddy Bagus Wasito, Ni


Made Mertaniasih, Setio Harsono,
Lindawati Alimsardjono. Surabaya:
Penerbit Salemba Medika.
Kusirisin W, Jaikang C, Chaiyasut C,
Narongchai P. Effect of Polyphenolic
Compounds from Solanum torvum
on Plasma Lipid Peroxidation,
Superoxide anion and Cytochrome
P450 2E1 in Human Liver
Microsomes. Medicinal Chemistry.
2009; 5 (6): 583-588.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di
Laboratorium.
Jakarta:
Raja
Grafindo Persada
Lay, Bibiana W dan Sugyo Hastowo.
1992. Mikrobiologi. Rajawali :
Jakarta
Molero G, Dez-Orejas R, Navarro-Garca
F, Monteoliva L, Pla J, Gil C,
Snchez- Prez M dan Nombela C,
1998. Candida albicans: genetics,
dimorphism and pathogenicity.
Intern Microbiol. 1:95106
Mustapa. MA. 2010. Isolasi dan
Identifikasi Senyawa Antimikroba
Herba Blumea mollis (D.Don) Merr
dari Koleksi Taman Nasional
Gunung Merapi, Tesis, Fakultas
Farmasi Program Pasca Sarjana,
Universitas
Gadjah
Mada,
Yogyakarta, hlm 158
Natta, L., Orapin., Krittika dan Pantip.
2008.
Essensial
Oil
from
Zingiberaceae for Anti Food-Borne
Bacteria.
International
Food
Research Journal.
Ndebia E.J., Kamgang R and NkehChungagAnye B.N. 2007. Analgesic
and anti-inflammtory properties of
aqueous extract from the leaves of
Solanum torvum. (Solanaceae). Afr.

J. Trad. Complim. Altern ; 42: 240244


Nurwanto. (1997). Mikroba Pangan
Hewan Nabati. Penerbit Kanisius :
Yogyakarta
Pelczar MJ, Chan ECS. 2005. DasarDasar
Mikrobiologi.
Jakarta:
Universitas Indonesia
Poelongan, M dan praptiwi. 2010. Uji
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit
Buah
Manggis
(Garcinia
mangostana Linn). Artikel Litbang
Keshatan. Vol 20. No. 2.
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi.
Jakarta: Erlangga.
Price. A Sylvia. 2006.. Patofisiologi
Konsep
Klinis
Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC
Rahmat H. 2009 . Identifikasi Senyawa
Flavonoid pada Sayuran Indigenous
Jawa Barat. Tidak Diterbitkan.
Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor
Rosiska L, Widodo F.M, Eko N.D, 2012.
Jurnal Aktivitas Antijamur Senyawa
Bioaktif Ekstrak Gelidium Latifolium
Terhadap
Candida
albicans.
Jurusan
perikanan.
FPIK.
Universitas diponegoro
Sirait N. 2009. Terong cepoka (Solanum
torvum) herba yang berkhasiat
sebagai obat. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri
15(1):10-12.
Siswandono,
Soekardjo.1995.
Kimia
Medisinal.Surabaya:Airlangga
University Press
Sivapriya M, Dinesha R, Harsha R, Gowda
SST, Srinivas L. Antibacterial
Activity of Different Extracts of
55

Sundakai (Solanum torvum) Fruit


Coat. Int J Biol Chem. 2011; 5 (1):
1-5.
Subhisha, S. Dan A. Subramoniam. 2005.
Antifungal Activities of a Steroid
From
Pallavicinia
lyellii,
a
Liverwort. Tropical Botanic Garden
and Research Institute, India.
Sudjadi. 1998. Metode
Yogyakarta: Kanisius

Pemisahan.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2002. Obatobat Penting, Khasiat Penggunaan


dan Efek Sampingnya Edisi IV.
Gramedia: Jakarta.
Tyasrini, E., Winata, T. & Susantina.
2006. Hubungan antara sifat dan
metabolit
Candida spp. dengan
patogenesis kandidiasis. Jurnal
Kedokteran Maranatha, Vol. 6, No.1.
Available
from
http://majour.maranatha.edu/index.p
hp/jurnal-kedokteran/article/view/86
[Accessed 18 januari 2015].

56

Anda mungkin juga menyukai