Anda di halaman 1dari 3

Khotbah Jumat Syariat Islam Menangani Korupsi

Oleh : Arysman Pratama S. (XI-G / 04)


. .
:


.
.
.



Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah kapan dan dimanapun kita berada, dengan
senantiasa seoptimal mungkin mengerjakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala laranganNya, baik dalam urusan ibadah maupun muamalah.
Salah satu wujud sikap taqwa adalah dengan berhati-hati dalam urusan harta, karena
pertanggungjawaban terhadap harta yang kita miliki pada hari akhir nanti lebih panjang dan berat dari
pada terhadap umur, ilmu dan tubuh kita. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Ad Darimi dan Ibnu
Khibban, Rasulullah pernah berkata kepada Kaab:



Wahai Kab bin Ujroh sesungguhnya tidak akan masuk syurga daging yang tumbuh dari hal yg
haram, dan neraka adalah paling tepat untuknya. (HR. Ahmad)



Saat ini media cetak maupun elektronik ramai membicarakan kasus mafia hukum berkaitan dg
korupsi yang sangat memprihatinkan. Dari tahun ke tahun kasus korupsi tidak terselesaikan dg tuntas,
tahun 1998, Indonesia merupakan negara korup ke-6 terbesar didunia[1], tahun 2001, Indonesia menjadi
negara terkorup ke-4 didunia[2], tahun 2002, Indonesia menempati ranking pertama negara terkorup di
Asia[3], tahun 2010, Indonesia masih mempertahankan peringkat pertama negara terkorup dari 16
negara tujuan investasi di Asia-Pasific[4]. Sedangkan Indeks Persepsi Korupsi 2010, Indonesia
menempati ranking 110 dunia, jauh lebih korup dari Thailand (rangking 78), Srilanka (91), maupun
Meksiko (98)[5].



Setidaknya ada dua faktor utama penyebab meningkatnya korupsi di negeri ini.
1. Yang pertama adalah faktor individu yang teracuni paham materialisme. Paham ini menyebar luas
dimasyarakat, mereka mengukur kebahagiaan dan kesuksesan seseorang dengan berapa banyak harta
yang ia punyai. Akibatnya orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan harta, kalau perlu ia
akan menyuap untuk bisa menjadi pejabat, dan kalau sudah jadi pejabat ia akan melakukan berbagai
cara untuk menambah kekayaannya.
2. Yang kedua adalah faktor sistem dan aturan yang diberlakukan dinegeri kita, diantaranya adalah
sistem hukum/sanksi yang lemah, penegakan hukum yang setengah hati, penggajian yang rendah,
juga sistem sosial, dimana masyarakat justru memuja seorang koruptor yang baik hati, rajin
menyumbang pesantren, sekolah dan masjid.



Hanya ada satu jalan untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, yakni dengan penerapan
syariah, baik dalam skala individual maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Allah SWT.
berfirman :





Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar). [QS. Ar Ruum : 41]
Kesempurnaan syariah Islam dalam menangani korupsi terlihat dari aturan penggajian yang
jelas, larangan suap menyuap, kewajiban menghitung dan melaporkan kekayaan bagi pejabat,
keteladanan pemimpin, dan sistem hukum yang sempurna, dan semua itu dilaksanakan dengan pondasi
iman kepada Allah dan hari akhir.
Dalam urusan gaji, Rasulullah saw bersabda:
Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah, maka haruslah ia
mendapatkan rumah. Bila ia tidak memiliki istri, maka haruslah ia menikah, bila ia tidak memiliki
pembantu maka hendaklah ia mengambil pembantu dan bila ia tidak memiliki hewan tunggangan
hendaklah ia memiliki hewan tunggangan. Barang siapa yang mengambil selain itu maka ia telah
melakukan kecurangan. (HR Abu Dawud)
Rasulullah SAW juga bersabda : Hai kaum muslimin, siapa saja diantara kalian yang melakukan
pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara), kemudian ia menyembunyikan sesuatu
terhadap kami walaupun sekecil jarum, berarti ia telah berbuat curang. Dan kecurangannya itu akan ia
bawa pada hari kiamat nanti. (HR Abu Dawud)
Imam Ad Damsyiqi menceritakan bahwa Khalifah Umar bin Khattab telah mengeluarkan kas
negara untuk menggaji tiga orang guru yang mengajar anak-anak sebesar 15 dinar (sekitar 63,75 gram
emas) per orang per bulan[6].
Sistem Islam juga melarang aparat untuk menerima hadiah dari orang yg tidak biasa memberi
hadiah sebelum dia menjadi pejabat. Imam Bukhari & Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w
telah memberi tugas kepada seorang lelaki dari Kaum al-Asad yang bernama Ibnu Lutbiyah untuk
memungut Zakat. Setelah kembali dari menjalankan tugasnya, lelaki tersebut berkata kepada Rasulullah
s.a.w: (harta) Ini untuk anda dan (harta) ini untukku krn dihadiahkan kepadaku. Setelah mendengar katakata tersebut, Rasulullah s.a.w naik keatas mimbar. Setelah mengucapkan puji-pujian ke hadirat Allah,
beliau bersabda: Adakah patut seorang petugas yang aku kirim untuk mengurus suatu tugas berani
berkata: Ini untuk anda dan ini untukku krn memang dihadiahkan kepadaku? Bukankah lebih baik dia
duduk di rumah bapa atau ibunya (tanpa memegang suatu jabatan) dan perhatikan apakah dia akan
dihadiahi sesuatu atau tidak. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah
seorang di antara kalian (pejabat) memperoleh sesuatu darinya, kecuali pada Hari Kiamat dia akan
datang dengan memikul seekor unta yang sedang melenguh atau seekor lembu atau seekor kambing yang
mengembek di atas tengkuknya. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi sehingga
tampak kedua ketiaknya yang putih dan bersabda: Ya Allah! Bukankah aku telah sampaikannya,
sebanyak dua kali.[7]



Islam juga mensyariatkan perhitungan kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya.
Jika ada kenaikan yang tak wajar, yang bersangkutan harus membuktikan bahwa kekayaan itu benarbenar halal, kalau tidak dia tidak bisa membuktikan maka hartanya akan dimasukkan ke baitul mal,
sebagian atau seluruhnya. Ini pernah dilakukan Umar bin Khattab kepada Abu Hurairah dan Khalid bin
Walid r.a. Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah keteladanan pemimpin. Khalifah Umar bin alKhaththab menyita sendiri seekor unta gemuk milik putranya, Abdullah bin Umar, karena kedapatan
digembalakan di padang rumput milik Baitul Mal. Ini dinilai Umar sebagai bentuk penyalahgunaan

fasilitas negara.



Inilah beberapa konsep syariah dalam menyelesaikan korupsi yg semakin kronis ini. Untuk itu
diperlukan upaya kita semua untuk mengajak kepada syariah dan diperlukan kemauan penguasa untuk
kembali menerapkan syariah dalam setiap aspek kehidupan, tanpa ini, maka memerangi korupsi
hanyalah sebatas mimpi yg tidak akan terlaksana. Semoga Allah menjaga kita dari segala yg di murkaiNya.


Khutbah kedua:




. :
.





.


.


.


.



.

.

.

Anda mungkin juga menyukai