Appendix 1
Appendix 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Apendisitis merupakan peradangan apendiks vermiformis yang memerlukan pembedahan
dan biasanya ditandai dengan nyeri tekan lokal di perut bagian kanan bawah. Komplikasi
utama pada apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis
atau abses1.
Insidens perforasi berkisar 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan
lansia. Berdasarkan dari data di Amerika Serikat pada tahun 1993-2008 menunjukkan bahwa
ada peningkatan apendisitis dari 7,68% menjadi 9,38% dari 10.000 orang. Frekuensi
tertinggi ditemukan pada rentang usia 10-19 tahun, namun angka kejadian pada kelompok
ini mengalami penurunan sebesar 4,6%. Sedangkan pada rentang usia 30-69 tahun
mengalami peningkatan kejadian apendisitis sebesar 6,3%. Angka kejadiannya lebih tinggi
terjadi pada pria dibanding wanita1 .
Dari 150 kasus di RS Rawalpindi, Islamabad, Pakistan diketahui 47 kasus (31,3%)
memiliki apendisitis perforasi, sementara 103 kasus (69,7%) memiliki apendisitis sederhana.
Dari kasus tersebut 90 pasien diantaranya adalah laki-laki sementara 60 sisanya adalah
perempuan. Diketahui 40 pasien (85,1%) dari apendisitis perforasi memiliki gejala selama
lebih dari 24 jam, sementara 7 pasien (14,9%) lainnya memiliki gejala kurang dari 24 jam.
Komplikasi yang tinggi 2 pada apendisitis perforasi dapat dibandingkan dengan apendisitis
non perforasi dan tidak ditemukan pasien yang mengalami2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterlambatan penanganan apendisitis akut dapat
mengakibatkan timbulnya komplikasi.Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari pasien
maupun dari tenaga medis.Faktor yang berasal dari pasien meliputi pengetahuan &
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.Sedangkan faktor keterlambatan penanganan yang
berasal dari tenaga medis adalah kesalahan diagnosis, keterlambatan merujuk ke rumah
sakit, dan penundaan tindakan bedah. Penundaan pada pengobatan apendisitis dapat
menyebabkan peningkatan resiko perforasi 60-80% sehingga bakteri dapat meningkat
sehingga menyebabkan sepsis dan kematian2. Hal yang menyebabkan sulitnya membuat
diagnosis yang tepat pada masa awal penyakitadalah karena gejala awal apendisitis pada
waktu awal tidak spesifik. Selain itu, upaya mencari diagnosis yang tepat dan rasa keinginan
menghindari apendisitis dapat menyebabkan penundaan operasi dan meningkatkan
kemungkinan perforasi dan morbiditas. Keterlambatan diagnosis apendisitis lebih banyak
terjadi pada pasien yang datang dengan keluhan sedikit nyeri pada kuadran kanan bawah,
kurangnya pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan pasien yang menerima analgesia
narkotik. Diagnostik alat bantuyang dapat mengurangi apendisektomi negatif dan perforasi
adalah laparoskopi, sistem penilaian, ultrasonografi dan computed tomography3. 3 Kasus
apendisitis ditandai dengan adanya perasaan tidak nyaman pada daerah periumbilikus,
diikuti dengan anoreksia, mual dan muntah yang disertai dengan nyeri tekan kuadran kanan
bawah juga rasa pegal dalam atau nyeri pada kuadran kanan bawah. Demam dan lekositosis
juga dapat terjadi pada awal penyakit. Apendisitis mungkin tidak menunjukkan gejala pada
usia lanjut dan tidak adanya nyeri pada kuadran kanan bawah. Saat ini telah banyak
dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negative, salah satunya adalah
dengan skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan
dengan mudah, cepat, dan kurang invasive. Alfredo Alvarado membuat sistem skor yang
didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan laboratorium 2. Klasifikasi ini dibuat
berdasarkan temuan pre-operasi dan digunakan untuk menilai derajat keparahan apendisitis.
Sistem skor ini menggunakan tanda dan gejala yang meliputi migrasi nyeri, anoreksia, mual,
muntah, nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, suuhu badan lebih
dari 37,2 C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah
dan lekositosis memiliki nilai 2 dan enam lainnya masing-masing memiliki nilai 1, sehingga
kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 103.
Apendisitis adalah kondisi umum yang mendesak pada bagian bedah, yang dapat
ditandai dengan adanya perforasi. Perforasi didefinisikan sebagai sebuah lubang pada
apendiks atau fekalit di abdomen. Sebuah penelitian menggunakan metode retrospektif
meneliti 2 macam antibiotik yang berbeda pada perforasi apendisitis untuk mengetahui
tingkat abses pada apendisitis perforasi dan tanpa perforasi serta untuk menunjukkan bahwa
tidak ada peningkatan resiko pembentukan abses pada appendicitis tanpa perforasi.
Sebelumnya tingkat kejadian abses pada appendicitis perforasi meningkat dari 14% menjadi
18 %, namun setelah diterapkan angka kejadian menurun dari 1,7% menjadi 0,8%4.
Secara umum, perforasi terjadi 24 jam setelah rasa nyeri. Gejala meliputi
demamdengan suhu 37,7C atau lebih tinggi lagi, penampilan toksik, nyeri dan nyeri tekan
abdomen yang berkelanjutan4.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, dengan panjang sekitar kira 10 cm (kisaran
3-15 cm), lebar 0,3-0,7cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Apendiks merupakan tonjolan kecil mirip jari didasar sekum atau
berbentuk kantung buntu dibawah tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum6.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika
superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus 2. Pendarahan apendiks
berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene
lumenappendiks. Apendisitis merupakan salah satu dari penyebab utama nyeri abdomen
(abdominal pain) dan merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan pembedahan segera
khususnya pada anak-anak. Apendisitis dapat terjadi disebabkan oleh proses infeksi, proses
inflamasi ataupun merupakan suatu proses inflamasi kronik yang dapat mengarahkan menuju
tindakan apendektomi6.
2.2.2. Staging Apendisitis
Staging dari apendisitis dapat dibagi menjadi 8 tahap, yaitu:2,6
1. Early Stage Appendicitis
Obstruksi pada lumen apendiks menyebabkan terjadinya edema mukosa, ulserasi
mukosa, diapedesis bakteri, distensi apendiks dan mengarah menuju terjadinya akumulasi dan
peningkakan tekanan intraluminal. Serabut saraf aferen viseral terstimulasi dan pasien akan
merasakan nyeri periumbilikal dan nyeri epigastrik yang ringan, berlangsung selama 4-6 jam.
2. Suppurative Appendicitis
Peningkatan tekanan intraluminal pada akhirnya akan melebihi tekanan perfusi kapiler,
berkaitan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena dan menyebabkan invasi bakteri serta
cairan-cairan inflamasi pada dinding apendiks. Masuknya bakteri menyebabkan acute
suppurative appendicitis. Ketika bagian appendiks yang terinflamasi kontak dengan parietal
peritonium, pasien akan mengalami tanda nyeri klasik, yaitu berpindahnya rasa nyeri dari
periumbilikal ke bagian kanan bawah abdomen (right lower abdominal quadrant (RLQ)) yang
berkepanjangan dan terasa semakin nyeri.
3. Gangrenous Appendicitis
Vena intramural dan trombosis arteri terjadi, berakibat pada terjadinya gangren
apendisitis.
4. Perforated Appendicitis
Iskemik jaringan apendiks yang terus menerus berakibat pada keadaan infark dan
perforasi, baik perforasi lokal ataupun general.
5. Phlegmonous Appendicitis
Lapisan apendiks yang meradang atau perforasi dapat berdinding omentum yang besar,
mengakibatkan radang usus apendiks phlegmonous atau abses fokal.
6. Spontaneously Resolving Appendicitis
Jika obstruksi lumen apendiks teratasi, apendisitis akut juga akan hilang secara spontan.
Hal ini terjadi saat hiperplasia limfatik atau fekalit terbuang keluar dari lumen.
7. Recurrent Appendicitis
Insidensnya sekitar 10%. Didiagnosa saat pasien mengalami nyeri RLQ pada beberapa
waktu yang berbeda setelah pada pasien pernah dilakukan apendektomi.
8. Chronic Appendicitis
Kronik apendisitis memiliki insidens 1% dan didefinisikan dengan keadaan:
a. Pasien dengan riwayat nyeri RLQ setidaknya 3 minggu tanpa diagnosis alternatif
lain,
b. Setelah dilakukannya apendektomi pasien mengalami tanda dan gejala yang
benar-benar hilang
c. Secara histopatologi, dibuktikan dengan gejala inflamasi aktif yang kronik dari
dinding apendiks atau fibrosis dari dinding apendiks2,6.
2.3. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. Apendisitis perforasi merupakan salah
satu komplikasi dari apendisitis akut8.
2.3.1. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Erosi membrane mukosa apendiks
dapat terjadi karena hiperplasia limfoid, fekalit, atau benda asing8.
2.3.2. Patofisiologi
Gejala Klinis
Gejala klasik apendisitis perforasi ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat2.
Apendisitis biasanya dimulai dengan rasa tidak nyaman yang menetap dan progresif di
bagian tengah abdomen, di daerah epigastrium di sekitar umbilikalis. Hal ini disebabkan oleh
obstruksi dan distensi apendiks yang merangsang saraf otonom aferen viseral dan membuat nyeri
alih pada daerah periumbilikal (distribusi dari nervus T8 T10). Apendisitis diikuti dengan
anoreksia dan juga demam ringan (<38,5 C). Dengan berlanjutnya sekresi cairan musinosa
fungsional, terjadilah peningkatan tekanan intralumen yang menyebabkan kolapsnya vena
drainase. Hal ini mengakibatkan timbulnya sensasi kram yang segera diikuti oleh mual dan
muntah. Sembilan puluh persen pasien anoreksia, tujuh puluh persen menjadi mual dan muntah,
dan sepuluh persen diare. Ketika inflamasi dari apendiks terus berlanjut dan mencapai bagian
luar apendiks, serabut saraf dari peritoneum parietal akan membawa informasi spasial tepat ke
korteks somatosensori dan setelah peritoneum parietal terlibat, nyeri yang dihasilkan lebih
intens, konstan, dan nyeri somatik akan terlokalisasi di fossa iliaka kanan, di daerah apendiks
yang mengalami inflamasi tersebut10.
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus.
Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi11.
Diagnosis apendisitis perforasi dapat ditegakkan melalui tiga hal yaitu anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Penegakan diagnosis yang tepat
pada apendisitis dapat mengurangi komplikasi yang terjadi serta mengurangi tingkat morbiditas
dan mortalitas
a.
Pemeriksaan Fisik8
1.
Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita
tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat
pada massa atau abses appendicular.
2.
Palpasi
Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu:
o
Nyeri lepas.
coxae kanan
maka
akan terjadi
bawah.
10
2. Pasif : Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri perut kanan
bawah
o
Anoreksia
Nyeri lepas
1
10
11
Pasien dengan skor awal 4 sangat tidak mungkin menderita apendisitis dan tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit kecuali gejalanya memburuk.
2.3.3.
o
Pemeriksaan Penunjang8
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis perforasi
terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah
leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada
CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase
akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis. Pemeriksaan ini
dilakukan terutama pada anak-anak. Radiografi abdomen dapat menunjukkan fekalith, ileus
lokal, atau kehilangan peritoneal yang stripe lemak.
USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
12
Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah
pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.
2.3.4.
Diagnosa Banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain
yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya 8:
a. Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis
kurang menonjol dibandingkan appendicitis akut.
b. Kolesistitis dapat terjadi dalam waktu yang cukup cepat. Gejala yang paling umum
terjadi adalah rasa sakit perut bagian atas. Rasa sakit yang cenderung lebih buruk, pada
bagian bawah tulang rusuk sisi kanan. Gejala kolesistitis juga dapat ditemukan dengan
adanya mual dan muntah serta naiknya suhu tubuh tau demam.
c. Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan
perut.
d. Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
e. Gangguan alat reproduksi perempuan (tuboovarian abscess), kista ovarium yang pecah
dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak
ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam
f. Appendiceal crohn's disease Manifestasi berupa nyeri RLQ, leukositosis sering
dikelirukan dengan appendicitis. Terdapat diare dan anorexia.
g. Intussusception adalah gejala-gejala sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri
perut, muntah dan pendarahan. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Nyeri
perut bersifat serangan setiap 15-30 meni, lamanya, 1-2 menit. Perut berbentuk
scaphoid.
2.3.5 Penatalaksanaan
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: BHT
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 12 tahun
No. Rekam Medik
: 00.65.69.69
Ruangan
: RB2A Ruangan 3.1
Tanggal masuk
: 18 Oktober 2015
ANAMNESIS
Keluhan utama
Telaah
Hal ini dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuktusuk, dirasakan terus-menerus. Demam dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam tidak terlalu tinggi dan demam turun dengan obat penurun panas. Mual dirasakan pasien
15
selama 3 hari SMRS tanpa disertai dengan muntah. Mencret dijumpai sejak 1 hari ini sebanyak 4
kali dengan konsistensi cair. Buang air kecil normal dengan warna kuning jernih. Selama ini
pasien kurang mengonsumsi sayuran dan buah-buahan. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat
nyeri perut kanan bawah sebelumnya dijumpai dalam 1 minggu ini. Riwayat nyeri ulu hati
sebelumnya disangkal.
RPT
RPO
STATUS PRESENS
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 96 bpm
Pernafasan
: 22 rpm
Suhu
: 37,6 C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga/ hidung/ mulut: dalam batas normal
Leher
Toraks
Inspeksi
: simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
16
Palpasi
Perkusi
: normal
Spfingter
: ketat
Mukosa
Ampulla
Nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
18 Oktober 2015 (IGD)
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
Hitung jenis
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
g%
10 /mm3
103/mm3
%
103/mm
Fl
Pg
g%
%
Fl
%
fL
12.60
4.75
14.26
35.40
197
77,80
27.70
34.60
12.2
9.1
0.17
9,6
12,0-14.4
4.75 4.85
4.5 11.0
36 42
150 450
75 87
25 31
33 35
11.6 14.8
7.0 10.2
%
%
%
%
%
85,90
7,40
6.70
0.00
0.40
37 80
20 40
28
16
01
17
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut
Eosinofil Absolut
Basofil Absolut
HATI
Albumin
GINJAL
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
FAAL HEMOSTASIS
Waktu Pembekuan
Protrombin time
Pasien
Kontrol
INR
APTT
Pasien
Kontrol
Thrombin time
Pasien
Kontrol
Kesimpulan: Leukositosis
103/l
103/l
103/l
103/l
103/l
9,51
0,82
0.69
0.00
0.05
2.7 6.5
1.5 3.7
0.2-0.4
0 0,10
0 0,1
g/dL
4.9
3.8 5.4
mg/ dL
mg/ dL
17.1
0.42
<50
0.53 0,79
mEq/L
mEq/L
mEq/L
140
3.6
97
135 155
3.6 5.5
96 106
Detik
14.5
Detik
14.0
1.05
Detik
24,0
Detik
32,8
Detik
13,5
Detik
17.5
18
Foto Thoraks
Hasil: Sudut costophrenicus lancip, kedua diafragma licin. Tidak tampak infiltrat pada kedua
lapangan paru. Jantung ukuran normal, CTR <50%. Trakea di tengah. Tulang-tulang dan soft
tissue baik.
Kesimpulan: Tidak ada kelainan pada cor dan pulmo.
DIAGNOSA KERJA
Diffuse Peritonitis ec Apendicitis Perforation
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Puasa
Pemasangan NGT
IVFD RL 20 gtt/i
Inj Ceftriaxone 500 mg/12jam
Inj. Ketorolac 15 mg/8 jam
Inj Ranitidin 25 mg/12 jam
Foto thorax PA
Laparotomi di KBE
TINDAKAN
19
Dilakukan tindakan operasi Laparotomy Appendictomy di KBE tanggal 19 Oktober 2015 pukul
01.45 WIB 04.45 WIB
S
Nyeri
Sens : CM
Post
Oktober
pada
TD : 110/80 mmHg
Laparotomy
daerah
Appendecto
luka
RR : 22 rpm, reg
my d/t
2015
Diffuse
Kepala:
Peritonitis
e.c.
Apendicitis
Perforation
P
- Bed rest
- Inj. Ceftiaxone 500
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole
250 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 15 mg/8
jam
- Inj. Ranitidine 25
mg/12 jam
R/ Cek Darah rutin,
KGDS, elektrolit
20
S
Nyeri
Sens : CM
Oktober
pada
TD : 110/70 mmHg
daerah
HR : 96 bpm, reg
luka
RR : 20 rpm, reg
2015
A
Post
- Bed rest
- Diet ML
Laparotomy
- Inj. Ceftiaxone 500
Appendecto
mg/12 jam
my d/t
- Inj. Metronidazole
Diffuse
Kepala:
Peritonitis
e.c.
Apendicitis
Perforation
21
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
g%
105/mm3
103/mm3
%
3
10 /mm
Fl
Pg
g%
%
Fl
%
fL
12,00
4,75
13,89
36,50
293
77,40
27,40
34,50
12,50
8.40
0.25
8,6
12,0-14,4
4.75 4,85
4.5 11,0
36 42
150 450
75 87
25 31
33 35
11.6 14.8
7.0 10.2
%
%
%
%
%
103/l
103/l
103/l
103/l
103/l
83,90
11,40
12,00
0,20
0,80
10,56
1,53
0,66
0,03
0,11
37 80
20 40
28
16
01
2.7 6.5
1.5 3.7
0.2-0.4
0 0,10
0 0,1
g/dL
3,9
3,8 5,4
g/dl
87,00
<200
mg/ dL
mg/ dL
29,10
0,44
<50
0,53 0,79
mEq/L
mEq/L
mEq/L
135
3,7
102
135 155
3,6 5,5
96 106
22
Protrombin time
Pasien
Kontrol
INR
APTT
Pasien
Kontrol
Thrombin time
Pasien
Kontrol
Kesimpulan: Leukositosis
Detik
12,5
Detik
13,60
0,89
Detik
24,0
Detik
32,8
Detik
14,54
Detik
17,4
S
Nyeri
Sens : CM
Post
Oktober
pada
TD : 110/70 mmHg
Laparotomy
daerah
HR : 92 bpm, reg
Appendecto
luka
RR : 20 rpm, reg
my d/t
2015
Diffuse
Kepala:
Peritonitis
e.c.
Apendicitis
Perforation
P
- Diet ML
- Inj. Ceftiaxone 500
mg/12 jam
- Inj. Metronidazole
250 mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 15 mg/8
jam
- Inj. Ranitidine 25
mg/12 jam
23
PEMBAHASAN
KASUS
TEORI
Hal ini dialami pasien sejak 3 hari sebelum Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samarmasuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti samar dan tumpul yang merupakan nyeri
ditusuk-tusuk,
dirasakan
Demam dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
rumah sakit, demam tidak terlalu tinggi dan dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu
demam turun dengan obat penurun panas. makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
Mual dirasakan pasien selama 3 hari SMRS akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc.
tanpa disertai dengan muntah. Mencret Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam
dijumpai sejak 1 hari ini sebanyak 4 kali dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
dengan konsistensi cair. Buang air kecil normal nyeri somatik setempat
dengan warna kuning jernih. Selama ini pasien Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu
kurang mengonsumsi sayuran dan buah- tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu
buahan. Riwayat
Riwayat
perut
nyeri
kanan
bawah
24
Abdomen
a. PemeriksaanFisik
Inspeksi
1.
Auskultasi
Palpasi
nyeri
tekan
(+),
nyeri
Inspeksi
penderita
dengan
komplikasi
perforasi.
Perianal
: normal
Spfingter
: ketat
Mukosa
Ampulla
Nyeri
2.
Palpasi
o
Sarung tangan : feses dijumpai, darah tidak
o
dijumpai
Tanda-tanda
khas
yang
didapatkan
pada
Pada
pemeriksaan
colok
dubur
25
Pada
pasien
leukosit
(WBC)
perforate.
14.26
Pada pemeriksaan darah lengkap
103/mm3
Neutrofil 85,90 %
(leukositosis)
dan
neutrofil
Tirah baring
Puasa
Pemasangan NGT
IVFD RL 20 gtt/i
Inj Ceftriaxone 500 mg/12jam
Inj. Ketorolac 15 mg/8 jam
Inj Ranitidin 25 mg/12 jam
Laparotomi
TINDAKAN
Dilakukan tindakan operasi Laparotomy
Appendictomy di KBE tanggal 19 Oktober
2015 pukul 01.45 WIB 04.45 WIB
Penanggulangan
diberikan
konservatif
pada
penderita
terutama
yang
tidak
diagnosa
sudah
tepat
dan
jelas
adalah
operasi
membuang
apendiks
(appendektomi).
Penundaan
apendiks
(mengeluarkan nanah).
dilakukan
drainage
26
BAB 4
KESIMPULAN
Pasien laki-laki, BHT, 12 Tahun, datang ke IGD HAM dengan keluhan nyeri di seluruh
perut, nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus-menerus, hal ini dirasakan 3 hari SMRS.
Demam, mual disertai muntah dijumpai, nyeri tekan (+) Mc.Burney, nyeri lepas (+), Rovsing
sign (+), psoas sign (+), obturator sign (+), defans muskular (+). Pada pemeriksaan fisik
abdomen dijumpai distensi abdomen, bising usus melemah, dan pada pemeriksaan rectal
toucher dijumpai nyeri diseluruh arah jam. Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai
leukositosis. pasien telah dilakukan Laparotomy appendectomy.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Minkes,
RK.
2014.
Pediatric
Appendicitis.
Available
from:
AppendicitisAvailable
from:
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#aw2aab6b2b4aa. Accessed on 8
Sep 2015.
7. Rothrock SG, Pagame J. 2000.Acute Appendicitis in Children : Emergency Department
Diagnosis and Management. Orlando : Department of Emergency Medicine, Orlando
Regional Medical Centre. 39-47
8. Shahid,A.A, Sadoughi University of Medical Sciense,Yazd, Iran, Perforated Appendicitis,
www.intechopen.com Assesed on 19 Oktober 2015
28
9. Hockenberry, M.J, & Willson, D. (2007). Wongs Nursing care of infants and children. (8
ed). St. Louis Missouri: Mosby Elseiver
10. Lynn, C.G., Cynthia, C., & Jeferry, K. (2002). Pediatric clinical advisor: Instant diagnosis
& treatment. Philadelphia: Mosby Elseiver Health Science
11. Keshav, Satish, 2004. Caecum and Appendix. In: Keshav, Satish, ed. The Gastrointestinal
System at Glance. First Edition. USA:Wiley -Blackwell, 36 38
12. Departemen
Bedah
UGM.
2010.
Apendik.
Available
from: