Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama beberapa tahun terakhir, korupsi menjadi soal utama yang
dihadapi bangsa Indonesia. Ibarat penyakit, korupsi telah memwabah.
korupsi sudah meresap sampai sendi-sendi terkecil tersempit bangsa ini.
korupsi yang terjadi di Indonesia sudah tumbuh ke atas dalam hierarki
dan mendatar ke daerah-daerah. Pejabat pemerintah dan pengusaha
kongkalikong melakukan korupsi bersama-sama untuk keuntungan
mereka. Gie (2006) juga mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah
mendarah daging. Sekarang ini, sangat sulit mencari birokrat dan
pengusaha kelas kakap yang belum terjangkit korupsi di dalam sejarah
hidupnya. Korupsi di Indonesia sudah sedemikan parahnya, sehingga
tidak dapat menyembuhkan Indonesia tanpa melumpuhkannya. Meskipun
begitu Sebenarnya sejak lama pemerintah sudah berusaha untuk untuk
memberantas korupsi. Bahkan usaha tersebut sudah dilakukan sejak
masa orde lama sampai saat ini.
Meski gerakan pemberantasan korupsi sudah berlangsung sekian
lama, namun nampaknya perlawanan balik yang dilakukan oleh para
koruptor

dan

berbagai

faktor

lain

menyebabkan

usaha

untuk

memberantas korupsi tersebut masih jauh dari berhasil. Beberapa pihak


mensinyalir, tindak pidana korupsi di Indonesia justru semakin marak.
Program desentralisasi kekuasaan yang dilakukan pemerintah juga
seolah menjadi program desentralisasi korupsi. Pada kenyataannya
Pendekatan hukum menempati peran vital dalam memberantas korupsi,
namun untuk memberantas korupsi perlu memadukan pendekatan hukum
dengan pendekatan ekonomi, sosial, budaya, keagamaan, dan psikologi.
Karena tindak pidana korupsi akan menyangkut semua bidang itu.

Dalam ranah hukum, korupsi terjadi karena pengawasan yang begitu


lemah,

aturan

dan

perundang-undangan

yang

tumpang

tindih.

Sedangkandiranah publik rendahnya remunerasi bagi pegawai, karyawan


dan buruh di instansi pemerintahan maupun swasta, serta tingginya
disparitas antara pendapatan dan peredaran uang dilingkungan dimana
seseorang

bekerja

akan

menjadi

bibit

dan

menumbuh

suburkan munculnya sikap dan perilaku korupsi.


Selain karena faktor sistem, korupsi juga adalah sebuah realitas
psikokultural ia menjadi fenomena sosial yang tak terbantahkan dan ada
disekitar kita. Ia menjadi sebuah fakta, karena keberadaan tindakan
korupsi yang telah begitu mengakar dan mendarah daging dalam realitas
psikologis masyarakat kita. Sebagai sebuah realitas psikokultural. Ia
memiliki akar psikologis dan kulturan mendalam. Dalam tataran
sosial ada sebuah

fenomena

sosialpsikologis

yang

memungkinkan

seseorang untuk melakukan korupsi yang bertentangan dengan aturan


hukum maupun norma agama, dari hal ini tentunya

dapat mengerti

mengapa Indonesia, negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, justru


menjadi negara terkorup nomor 3 di dunia.
Agama merupakan unsur penting dalam kehidupan masyarakat. Tanpa
adanya agama tentunya manusia makhluk ciptaan Tuhan tidak memiliki
pandangan hidup. Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial
menyangkut dua hal yang saling berhubungan erat, memiliki aspek-aspek
yang terpelihara. Bukti empiris dan teoritis menunjukkan bahwa praktik
keagamaan seseorang dalam berbagai cara, memiliki kaitan dengan
pikiran, emosi, tindakan serta cara mereka menjalin hubungan dengan
sesama maupun terhadap Tuhannya. Tidak lepas dari hal tersebut
tentunya anggapan mengenai peran agama dalam mempengaruhi
perilaku sudah tentu benar adanya. Oleh karena itulah latar belakang dari

dibuatnya makalah ini adalah untuk membahas lebih dalam makna,peran


agama dan perilaku korupsi.
B. Rumuasan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Agama ?
2. Apa sajakah peran dan fungsi Agama dalam kehidupan manusia
(Pribadi, Sosial dan Bangsa ) ?
3. Bagaimana Penjelasan tentang perilaku korupsi dan penyebab
meningkatnya korupsi di Indonesia ?
4. Bagaimana pandangan korupsi dalam psikologi islam ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian agama
2. Mengetahui peran dan fungsi agama terutama dalam kehidupan
manusia (Pribadi, sosial dan bangsa)
3. Mengetahui tentang perilaku korupsi dan apa saja yang menyebabkan
korupsi semakin meningkatkan di Indonesia
4. Mengetahui korupsi dalam pandangan psikologi islam

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah dan
ketidaksanggupan

manusia

untuk

mendefinisikan

agama

karena

disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan


mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan
jika secara internal muncul pendapat-pendapat mengenai pengertian
agama. Dalam bahasa Arab agama berasal dari kata Ad-din, kata ini
mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, dan kebiasaan.
Nasution (1986) menyatakan bahwa agama mengandung arti ikatan yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari
salah satu kekuatan yang lebih tinggi daripada manusia sebagai kekuatan
gaib yang tidak dapat ditangkap dengan panca indera, namun mempunyai
pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan agama adalah
kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajibankewajiban

yang

bertalian

dengan

kepercayaan

manusia.

Syaikh

Muhammad Syaltut menyatakan bahwa agama merupakan ketentuan ilahi


yang menetapkan prinsip-prinsip umum untuk menata urusan manusia
guna mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat,
memberi petunjuk kepada kebaikan, kebenaran dan keindahan, serta
memantapkan kedamaian dan ketentraman bagi manusia seluruhnya
agama dalah sekumpulan kepercayaan dan pengajaran-pengajaran
yang mengarahkan kita dalam tingkah laku kita terhadap Tuhan, terhadap
sesama manusia dan terhadap diri kita sendiri. Menurut Uyun (1998)
agama sangat mendorong pemeluknya untuk berperilaku baik dan
bertanggung jawab atas segala perbuatannya serta giat berusaha untuk
memperbaiki diri agar menjadi lebih baik.
Berdasarkan beberapa defenisi di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa agama adalah segenap kepercayaan yang disertai dengan ajaran
dan kewajiban-kewajiban untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan

yang berguna dalam mengontrol dorongan yang membawa masalah dan


untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik. Dari pendapat-pendapat
tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam agama ada nilai-nilai tertentu
yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi
manusia. Nilai-nilai agama itu sudah ada dalam diri manusia dan sangat
mempengaruhi nilai hidup manusia sehingga ia memiliki kesadaran
bahwa diluar dirinya ada sesuatu yang lebih tinggi dan lebih suci.
B. Peran Agama
Agama mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dan
strategis, utamanya sebagai landasan spiritual, moral, dan etika. Agama
sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap
individu, keluarga, masyarakat, serta menjiwai kehidupan berbangsa dan
bernegara. Untuk itu, pembangunan agama perlu mendapat perhatian
lebih besar, baik yang berkaitan dengan penghayatan dan pengamalan
agama, pembinaan pendidikan agama, maupun pelayanan kehidupan
beragama.
1. Peran Agama dalam Kehidupan Pribadi dan Sosial
Agama mengarahkan perhatian manusia kepada masalah penting
yang selalu menggoda manusia yaitu masalah arti dan makna.
Manusia membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga
kepastian kognitif tentang perkara-perkara seperti kesusilaan, disiplin,
penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan tersebut
agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia
dapat mencari jawabannya. Dan jawaban tersebut hanya dapat
diperoleh jika manusia beserta masyarakatnya mau menerima suatu
yang ditunjuk sebagai sumber dan terminal terakhir dari segala
kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia
supra-empiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak
manusiawi,

sehingga

tidak

dapat

dibuktikan

secara

rasional,

malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga telah


meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi
eksistensinya yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk
menjawab problem hidup manusia yang berat.
Para ahli kebudayaan yang telah mengadakan pengamatan
mengenai

aneka

kebudayaan

berbagai

bangsa

sampai

pada

kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti yang paling


mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif
maupun negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang
terkena arus perubahan terus-menerus yang dapat dibagi dalam dua
kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani). Contoh
perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan
teknologi yang dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan
yang disebabkan oleh kekuatan batin adalah demokrasi, reformasi,
dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan nilainilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari
semua kebudayaan, agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor,
tetapi juga sebagai alat penentang yang gigih sesuai dengan
kedudukan agama. Fungsi agama bagi kehidupan pribadi diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Sebagai sistem nilai yang membuat norma-norma tertentu.
b. Norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap
dan bertingkah laku agar sejalan degan keyakinan agama yang
dianutnya
c. Agama memberikan kemantapan batin, rasa bahagia, rasa
terlindungi, rasa sukses dan rasa puas
d. Agama dapat mendorong individu melakukan sesuatu aktivitas,
karena perbuatan yang dilatar belakangi keyakinan agama
dinilai memiliki unsur kesucian dan ketaatan
Dalam konteks sosial kemasyarakatan, Banyak

ahli

telah

mengemukakan gagasan mereka tentang bagaimana sebenarnya


6

peranan agama. Seperti misalnya Durkheim yang mengungkapkan


bahwa

sasaran-sasaran

masyarakat,

keagamaan

kesakralannya

bersumber

adalah
pada

lambang-lambang
kekuatan

yang

dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap


anggotanya, dan perannya adalah mempertahankan dan memperkuat
rasa solidaritas dan kewajiban sosial
Seorang sosiolog lain, Radcliffe-Brown mengungkapkan bahwa
berbagai peribadatan memiliki peranan sosial tertentu ketika, dan
sampai batas tertentu. Peribadatan-peribadatan itu berfungsi untuk
mengatur, memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen dari
satu generasi kepada generasi lainnya, juga sebagai tempat
bergantung bagi terbentuknya aturan masyarakat yang bersangkutan.
Ada beberapa alasan mengapa agama itu sangat penting dalam
kehidupan manusia diantaranya; pertama, agama merupakan sumber
moral. Kedua, agama sebagai petunjuk kebenaran. Ketiga, agama
sumber informasi metafisika. keempat, agama sebagai pembimbing
rohani manusia. Namun demikian, dari sekian banyak fungsi agama
ada yang lebih penting untuk dikaji yaitu peran agama di dalam
kehidupan manusia. Sebenarnya sejauh mana peran agama ikut andil
dan mempengaruhi kehidupan individu, masyarakat, bangsa dan
negara.
Selain itu agama memiliki peranan penting dalam kehidupan
manusia dan masyarakat karena agama memberikan sebuah system
nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk
memberikan pengabsahan dan pembenaran, mengatur pola perilaku.
Agama menjadi sebuah pedoman dalam memandang nilai. Menyadari
betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan yang pasti ditempuh oleh manusia. Jalaluddin

(2007) mengemukakan bahwa ada beberapa peranan agama dalam


kehidupan manusia yaitu :
a. Agama sebagai pedoman prinsip benar dan salah, juga
memberikan tuntutan agar manusia mengenal hal hal yang
dibenarkan dan yang tidak dibenarkan.
b. Agama
sebagai
pedoman
pengungkapan

perasaan

kebersamaan (kolektif), yaitu merupakan pedopan bagi setiap


tindakan manusia dalam mengenal arti kebersamaan.
c. Agama sebagai pedoman perasaan keyakinan (confidance),
yaitu agar manusia dalam berusaha selalu disertai keyakinan
yang bersumber dari aga yaitu kepercayaan terhadap tuhan.
d. Agama sebagai pedoman keberadaan (existence), bahwa
keberadaan manusia didunia menyangkut segala hal yang ada
hubungannya

dengan

diri

manusia

semata-mata

atas

kehendakNya. Dalam aga manusia adalah umat yang memiliki


segala keterbatasan.
e. Agama sebagai pedoman estetika (keindahan), maksudnya
adalah pengungkapan sangatlah disukai oleh manusia, rasa
keindahan merupakan bagian jiwa manusia yang tidak dapat
dipisahkan, agama berfungsi membatasi keindahan dengan
moral, kendahan tidak boleh bertentangan dengan moral.
f. Agama sebagai pedomana rekreasi dan hiburan, bahwa
manusia membutuhkan rekreKasi dan hiburan yang bermacam
macam. Tetapi tidak berarti tanpa mengenal batas, agama
membatasi manusia dalam mencari kepuasan melalui rekreasi
dan hiburan.
Sementara menurut Jalaluddin (2007) secara umum fungsi dan
peranan dari agama antara lain adalah :
a. Fungsi Edukatif, ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi
menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
8

penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik
dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.
b. Fungsi Penyelamat Dimanapun manusia berada,

dia

selalu

menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh


agama meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Teologi (agama) harus
meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti
terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat
manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan
mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi
agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk
menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog
antar agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
c. Fungsi Perdamaian, melalui tuntutan seorang/sekelompok orang yang
bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian
dengan diri sendiri, sesama, semesta dan tuhan. Tentu dia/mereka
harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
d. Fungsi Kontrol Sosial Ajaran agama membentuk penganutnya makin
peka

terhadap

masalah

masalah

sosial

seperti,

kemaksiatan,

kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini


juga mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan
yang merasuki sistem kehidupan yang ada.
2. Peran Agama dalam Pembentukan Bangsa
Sebanarnya Ada Dua hal yang Mendasar yang di Garis Bawahi
Tentang Peranan Agama Dalam Pembentukan Bangsa yaitu :
a. Pembentukan Dalam Bidang pendidikan
Pendidikan agama harus dimulai dari rumah tangga, sejak si
anak masih kecil. pendidikan tidak hanya berarti memberi
pelajaran agama kepada anak-anak yang belum lagi mengerti
dan dapat menangkap pengertian-pengertian yang abstrak. Akan
tetapi yang terpokok adalah penanaman jiwa percaya kepada

Tuhan, membiasakan mematuhi dan menjaga nilai-nilai dan


kaidah-kaidah yang ditentukan oleh ajaran agama. Menurut
pendapat para ahli jiwa, bahwa yang mengendalikan kelakuan
dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya. Kepribadian
tumbuh dan terbentuk dari pengalamanpengalaman yang
dilaluinya sejak lahir. Bahkan mulai dari dalam kandungan
ibunya sudah ada pengaruh terhadap kelakuan si anak dan
terhadap kesehatan mentalnya pada umumnya.
Dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang baik,
nilai-nilai moral yang tinggi, serta kebiasaan-kebiasaan yang
sesuai dengan ajaran agama sejak lahir, maka semua
pengalaman

itu

akan

kepribadian.

Dengan

menjadi
demikian,

bahan

dalam

pendidikan

pembinaan

Agama

Islam

berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan


takwa kepada Allah SWT, menghayati dan mengamalkan ajaran
agamanya

dalam

kehidupan

sehari-sehari,

baik

dalam

kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat,


mempertinggi

budi

pekerti,

memperkuat

kepribadian

dan

mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar


dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang
dapat

membangun

dirinya

sendiri

serta

bersamasama

bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.


b. Pembentukan Dalam Bidang perekonomian
Bahkan orientalis barat pun masih mengakui tentang peran
agama dalam perekonomian, menurut Wallace, agama akan
mempunyai fungsi berupa obat yang dapat mengurangi
kegelisahan, memantapkan kepercayaan akan eksistensi diri
serta memberikan oreintasi hidup lebih panjang. Dengan
demikian, ada beberapa kawasan kehidupan manusia yang

10

membutuhkan

peran

agama.

Kawasan

tersebut

adalah:

Pertama, kawasan yang memandang bahwa kebutuhan manusia


akan dapat dipenuhi dengan kekuatan manusia sendiri. Manusia
tidak perlu lari kepada kekuatan adi kodrati. Kedua, meliputi
wilayah yang manusia merasa aman secara moral. Tingkah laku
dan tata pergaulan manusia diatur lewat norma-norma rasional
yang dibenarkan agama, seperti norma sopan santun, norma
hukum

serta

aturan-aturan

dalam

masyarakat.

Ketiga,

merupakan wilayah yang manusia secara total mengalami


ketidakmampuannya. Usaha manusia di daerah ini mengalami
suatu titik putus yang tidak dapat dilalui. Hal ini mendorong
manusia mencari kekuatan lain di luar dirinya, yaitu kekuatan
adikodrati. Maka terciptalah beberapa upara ritual untuk
berkomuniasi dengan kekuatan itu. Dengan itu, manusia
meyakinkan dirinya, bahwa dia sanggup mengatasi problem
yang paling mendasar berupa ketidakpastian, ketidakmampuan
dan

kelangkaan

sehingga

manusia

merasa

menemukan

kepastian, keamanan dan jaminan (Hendropuspito, 1983).


C. Perilaku Korupsi
1. Pengertian Perilaku Korupsi
Korupsi memang merupakan istilah modern, tetapi wujud dari
tindakan korupsi itu sendiri ternyata telah ada sejak lama. Sekitar dua
ribu tahun yang lalu, seorang Indian yang menjabat semacam perdana
menteri, telah menulis buku berjuduArthashastra yang membahas
masalah korupsi di masa itu Dalam literatur Islam pada abad ke-7.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU
No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi
dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi

11

yang dapat dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suapmenyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang,
benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal
tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang
bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Corruption (Inggris); Corruptie (Belanda); Corruptio (Latin); yang
berarti suat hal buruk, busuk, rusak, atau memutar balik. Korupsi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu penyelewengan atau
penyalahgunaan uang Negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain;--waktu penggunaan waktu dinas (bekerja)
untuk urusan pribadi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korupsi
berkenaan

dengan

perilaku

menyimpang

dari

nilai

nilai

kemasyarakatan. korupsi adalah menyalah-gunakan kepercayaan


yang diberikan publik atau pemilik untuk kepentingan pribadi
(Alatas,1987).
Selain definisi diatas, korupsi juga mempunyai beberapa macam
jenis, menurut Beveniste korupsi didefenisikan dalam 4 jenis yaitu
sebagai berikut :
a. Discretionery corupption, ialah korupsi yang dilakukan karena
adanya kebebasan dalam menentukan kebijakan, sekalipun
nampaknya bersifat sah, bukanlah praktik-praktik yang dapat
diterima oleh para anggota organisasi. Contoh : Seorang
pelayan perizinan Tenaga Kerja Asing, memberikan pelayanan
yang lebih cepat kepada calo, atau orang yang bersedia
membayar lebih, ketimbang para pemohon yang biasa-biasa
saja.
b. Illegal corupption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud
mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan
dan regulasi hukum. Contoh: di dalam peraturan lelang
dinyatakan bahwa untuk pengadaan barang jenis tertentu harus

12

melalui proses pelelangan atau tender. Tetapi karena waktunya


mendesak (karena turunnya anggaran terlambat), maka proses
itu tidak dimungkinkan. Untuk pemimpin proyek mencari dasar
hukum

mana

yang

bisa

mendukung

atau

memperkuat

pelaksanaan sehingga tidak disalahkan oleh inspektur. Dicarilah


pasal-pasal dalam peraturan yang memungkinkan untuk bisa
digunakan sebagai dasar hukum guna memperkuat sahnya
pelaksanaan tender. Dalam pelaksanaan proyek seperti kasus
ini,

sebenarnya

sah

atau

tidak

sah,

bergantung

pada

bagaimana para pihak menafsirkan peraturan yang berlaku.


Bahkan dalam beberapa kasus, letak illegal corruption berada
pada kecanggihan memainkan kata-kata; bukan substansinya.
c. Mercenery corruption, ialah jenis tindak pidana korupsi yang
dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui
penyalahgunaan

wewenang.

kekuasaan.

Contoh:

Dalam

sebuah persaingan tender, seorang panitia lelang mempunyai


kewenangan untuk meluluskan peserta tender. Untuk itu secara
terselubung

atau

terang-terangan

ia

mengatakan

untuk

memenangkan tender peserta harus bersedia memberikan


uang sogok atau semir dalam jumlah tertentu.
d. Ideologi corruption, ialah jenis korupsi ilegal
discretionery

yang

dimaksudkan

untuk

maupun

mengejar

tujuan

kelompok.Contoh: Kasus skandal watergate adalah contoh


ideological corruption, dimana sejumlah individu memberikan
komitmen mereka terhadap presiden Nixon ketimbang kepada
undang-undang atau hukum. Penjualan aset-aset BUMN untuk
mendukung pemenangan pemilihan umum.
2. Faktor Faktor penyebab meningkatnya korupsi di Indonesia

13

Dalam perkembangan zaman atau dapat di bilang sebagai era


globalisasi, dimana era tersebut merupakan perkembangan dari eraera yang sudah ada atau yang terdahulu maka kebutuhan setiap
individu pun akan pribadinya akan semakin berkembang. Hal ini juga
yang

merupakan

Kecanggihan

sebab

tekhnologi,

dari

meningkatnya

kebutuhan

budaya

ekonomi,

dan

korupsi.
minimnya

penghasilan yang di dapat merupakan hal-hal yang menjadi landasan


orang

melakukan

korupsi

dan

yang

membuat

mereka

untuk

meningkatkan tata cara berkorupsi demi menghasilkan keuntungan


bagi pribadinya sendiri.
Adapun Ilham Gunawan (1994) menyatakan bahwa korupsi dapat
terjadi karena berbagai faktor seperti berikut : Ketiadaan atau
kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu
mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi :
a. Kelemahan ajaran-ajaran agama dan etika.
b. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintah asing
tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan
c.
d.
e.
f.
g.
h.

untuk membendung korupsi.


Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.
Kemiskinan yang bersifat struktural.
Sanksi hukum yang lemah.
Kurang dan terbatasnya lingkungan yang anti korupsi.
Struktur pemerintahan yang lunak.
Perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan
mental. Ketika suatu sistem nilai mengalami perubahan
radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional.

D. Korupsi dalam pandangan psikologi Agama


Orientasi keagamaan dalam implementasi kehidupan manusia
meliputi

aspek-aspek

kesadaran

keagamaan,

rasa

keagamaan,

pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan.


Semua aspek tersebut tidak berdiri sendiri melainkan ada dalam suatu
sistem mental kepribadian yang integral. Oleh karena itu aktifitas agama
14

harus melibatkan seluruh fungsi jiwa dan raga, maka orientasi keagamaan
juga harus mencakup aspek afektif, konatif, kognitif dan motoriknya.
Secara psikologis orientasi beragama menjadi bagian integral dari
kematangan beragama seseorang, sehingga deskripsi tentang orientasi
keagamaan kaitannya dengan tindak kejahatan korupsi tidak dapat lepas
dari kriteria kematangan beragama. Bagi Allport konsep kematangan
beragama harus diberangkatkan dari kerangka teori kematangan
kepribadian, oleh karena itu bagi Allport orientasi beragama yang positif
hanya terdapat pada orang-orang yang memiliki kepribadian yang
matang. Orang dengan keberagamaan matang memiliki ciri-ciri seperti (1)
berpengetahuan luas tetapi rendah hati (well-differentiated and selfcritical), (2) memiliki kekuatan motivatif (motivational force), (3) moral
yang

konsisten

komprehensif,

(moral

berkaitan

consistency),
dengan

(4)

tanggung

pandangan
jawab

hidup

kepada

yang
Tuhan

(comprehensiveness), (5) pandangan hidup yang integral (integral),


kriteria ini melibatkan refleksi dan harmoni, dan hidup yang berguna, dan
(6) heuristik (heuristic), yaitu orang yang selalu mencari kebenaran.
Orang beragama matang berkorelasi dengan orientasi
keberagamaannya yang intrinsik. Ia berpengetahuan luas dan rendah
hati, agama dijadikan motivasi hidup, hidup yang bermoral secara
konsisten, bertanggung jawab tidak hanya kepada manusia tetapi juga
kepada Tuhan, hidupnya berguna, dan selalu mencari kebenaran. Orang
yang beragama matang ini menjalani semua aspek hidupnya berdasarkan
agama, oleh karenanya orientasi beragamanya bersifat intrinsik. Orang
yang beragama intrinsik ini, karena memiliki kematangan pribadi dan
agama, tidak akan melakukan kejahatan korupsi karena sangat
bertentangan dengan kepribadiaan dan keberagamaannya. Orientasi
keagamaan intrinsik dapat dikatakan sebagai perilaku beragama yang
menyelamatkan. Agama atau iman dihayati sebagai kebutuhan yang

15

melekat dalam setiap tindakan dan merupakan bagian yang paling hakiki.
Orang intrinsik akan memasukan imannya dalam kehidupan pribadinya
melebihi titik pandangan dunia yang egosentris dan menilai hal

hal

duniawi secara transedental. Kondisi ini membawa orang intrinsic kepada


perilaku hidup yang qonaah (kebercukupan) sehingga bila dikaitkan
dengan perilaku korupsi sangat kecil kemungkinan terjadi.
Sementara itu agama ektrinsik adalah agama yang dimanfaatkan
untuk

mendukung

eksistensi

diri

di

tengah

pergaulan

sosial

kemasyarakatnnya. Orang yang beroreientasi secara ektrinsik ini mungkin


saja rajin ke tempat tempat ibadah, tetapi tidak berminat membicarakan
atau memikirkan masalah iman mereka melebihi keuntungan dan manfaat
praktis apa yang bisa di dapat dalam keberagamaannya. Orang-orang
semacam inilah yang sangat besar kemungkinannya untuk menjadi hoker
atau menjual keimanannya demi memperoleh keuntungan-keuntungan
material demi memuaskan egoisme dirinya. Ketika orientasi keagamaan
ektrinsik ini yang terbentuk dalam perilaku keagamaan seseorang,
ketamakan dan keserakahan akan mewarnai hidupnya. Sebagai akibat
dari orientasi beragama demikian, korupsi menjadi menjadi salah satu
jalan untuk memenuhi nafsu duniawi dan kebendaannya. Para koruptor itu
karenanya, walaupun menganut suatu agama tertentu dan menjalankan
ritual-ritualnya, pada dasarnya beragama dengan orientasi ekstrinsik ini.
Korupsi sebagai perbuatan yang dilarang oleh semua agama tentu
hanya dilakukan oleh seseorang yang tidak menjalankan ajaran agama
yang

dianutnya

secara

utuh.

Koruptor

memiliki

keyakinan

pada

agamanya, menjalankan ritual agama dalam kesehariannya, dan memiliki


pengetahuan agama. Hanya saja keyakinannya tidak memberi efek moral
dalam kehidupannya, padahal keyakinan sejatinya harus menjadi
pembimbing semua tindakan, pikiran, dan perasaan orang beragama.
Agama di sini dijalankan hanya sebatas manifestasi ritual secara formal

16

dan motorik semata, seperti mengerjakan sholat pada orang Islam atau
pergi ke Gereja bagi umat Kristiani. Peribadatan apapun tidak akan
memberikan efek apapun tanpa melibatkan tindakan, perasaan dan
pikiran secara utuh.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agama merupakan sistem keyakinan dan praktik terhadap hal-hal
yang sakral, yakni keyakinan dan praktik yang membentuk suatu moral
komunitas dalam pemeluknya. nilai-nilai agama sudah ada dalam diri
manusia dan nilai-nilai tersebut sangat mempengaruhi nilai hidup manusia
sehingga ia memiliki kesadaran bahwa diluar dirinya ada sesuatu yang
lebih tinggi dan lebih suci. agama memiliki peranan penting dalam
kehidupan manusia dan masyarakat karena agama memberikan sebuah
system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk
memberikan pengabsahan dan pembenaran, mengatur pola perilaku.
Agama menjadi sebuah pedoman dalam memandang nilai. Menyadari
betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan yang pasti ditempuh oleh manusia.
B. Saran
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa yang berbudipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan Tuhan-nya maupun
lingkungan masyarakat. Dalam konteks hakiki, agama dapat menuntun
umat-nya bersikap dengan baik dan benar. Keburukan cara ber-sikap dan
penyampaian si pemeluk agama dikarenakan ketidakpahaman tujuan
beragama senantiasa membuat stigma buruk bagi agama itu sendiri.

17

Sehingga penting kiranya, agar setiap pemeluk agama memaknai nilainilai yang terkandung dalam agamanya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Alatas, S.H. (1987). Korupsi : Sifat, Sebab dan Fungsi. Jakarta : LP3ES
Gie, K.K. (2006). Pikiran yang Terkorupsi. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.
Gunawan, Ilham, 1994. Peran Kejaksaan Dalam Menegakkan Hukum dan.
Stabilitas Politik. Jakarta : Sinar Grafika
Ismail, Roni. (2012). Keberagamaan Koruptor Menurut Psikologi Tinjauan
Orientasi Keagamaan Dan Psikografi Agama. Fusap Uin Sunan Kalijaga.
Rahmat, Jalaluddin. (2007). Psikologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Uyun, Qurotul. 1998. Religiusitas dan Motif Berprestasi Mahasiswa.
Psikologika (jurnal dalam pemikiran dan penelitian psikologi), nomor 6
tahun III 1998, hal 45-54. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Islam Indonesia.

18

Anda mungkin juga menyukai