Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit,konsentrasi hemoglobin atau
kadar hematokrit dalam darah tepi dibawah nilai normal untuk umur dan jenis
kelamin penderita sehingga kemampuan darah untuk memberikan oksigen ke jaringan
berkurang.
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah eritrosit (red
cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya membawa oksigen dalam jumlah
yang cukup ke jaringan perifer. Anemia hanyalah kumpulan gejala yang disebabkan
oleh berbagai penyebab. Pada dasarnya anemia disebbakan oleh gangguan
pembentukan eritrosit oleh sum sum tulang,kehilangan darah keluar dari tubuh
(perdarahan), dan proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Anemia hemolitik adalah sebagai suatu kerusakan sel eritrosit yang lebih awal.
Bila tingkat kerusakan lebih cepat dari kapasitas sumsum tulang untuk memperoduksi
sel eritsorit maka akan menimbulkan anemia. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120
hari,setiap hari terjadi kerusakan sel eritsorit 1% dari jumlah eritrosit yang ada dan
diikuti oleh pembentukan sumsusm tulang. Selama terjadi proses hemolisis, umur
1
eritsorit lebih pendek dan diikuti oleh aktivitas yang meningkat dari sumsum tulang
ditandai dengan meningkatnya jumlah sel retikulosit tanpa disertai adanya perdarahan
yang nyata.1,2,3,4
2.2 Klasifikasi
Anemia hemolitik didalam klinik dibagi menurut faktor penyebabnya :
mediator imun baik akibat adanya autoimun maupaun aloimun antibody. Aloimunisasi
secara pasif terjadi akibat masuknya antibody (igG) secara tranplasental dari darah ibu
ke fetus intra uterin atau secara aktif pada kondisi
transfuse tukar. Anemia hemolitik autoimun merupakan kondisi yang jarang dijumpai
pada masa anak-anak, kejadiannya mencapai 1 per 1 juta anak dan menifestasinya
secara primer sebagai proses ekstra vaskuler.1
Penyakit autoimun di masyarakat mencapai 5-7 % dan seringkali merupakan
penyakit kronik. Kelainan imunologi yang terjadi merupakan gambaran suatu
penyakit yang heterogen yang dapat dikelompokkan dalam penyakit sistemik
misalnya pada arthritis rheumatoid atau organ spesifik seperti pada anemis hemolitik
autoimun. Berbagai factor yang berperan terjadinya proses kerusakan eritrosit ini di
antaranya adalah:
a. Sifilis
b. Pasca infeksi virus
Drug induced hemolytic anemia
a. Hapten mediated
b. Komplek imun (kinin)
c. True autoimmune anti RBC typ
mempunyai gambaran klinik yang sangat bervariasi. Pada eliptositosis herediter yang
ringat tidak menunjukkan gejala klinik yang khas. Sedangkan pada eliptositosis
herediter yang berat dapat memberikan gambaran poikilositosis, hemolisis, serta
anemia hemolitik sporadic. Di daerah endemis malaria, pasien eliptositosis terbukti
resisten terhadap serangan malaria.
3. Paroksismal nokturnal hemoglobinuria
PNH adalah suatu kelainan kronis didapat yang ditandai terjadinya hemolisis
intravaskuler dan hemoglobiuria yang umunya terjadi pada saat pasien di malam hari.
PNH ditandai oleh penurunan jumlah darah merah serta terdapatnya darah di salam
urin dan plasma yang terjadi setelah tidur. Pasien PNH beresiko tinggi mengalami
kejadian thrombosis mayor,terbanyak thrombosis pada aorta abdominalis. 1,2,3,4,5,6,7
2.3 Etiologi
a. Herediter sferositosis
Herediter sferositosis biasanya diturunkan secara dominan autosom,dan
sebagian kecil diturunkan secara resesif autosom. Lebih dari 25%
pasien tidak
b. Eliptositosisi herediter
Defek membrane yang bersifat herediter ini menunjukkan adanya defisiensi a
dan b spektrin, serta adanya defek dari spectrin heteromer self associations yang
menyebabkan terjadinya fragmentasi dari eritrosit. Sebagian diantaranya mengalami
mutasi pada protein 4.1 dan glikoporin c yang menyebabkan terjadinya eliptositosis.
Laboratorium
Kadar hemoglobin kadang amsih normal atau turun mencapai 6-10 gr/dl. Bukti
adanya hemolisis diketahui adanya jumlah retikulosit yang meningkat mencapai 6-20
% dan hiperbilirunemia,MCV normal,MCHC meningkat. Tes coombs negative,dan
tes osmotic fragility juga memberikan hasil negative. Gambaran darah tepi
menunjukkan
adanya
polikromasi,sel
eritrosit
sferosit
lebih
kecil
dengan
2. Eliptositosis herediter
Gambaran klinik
Eliptositosis mungkin ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan darah tepi
secara rutin dan bahkan tidak ada hubungan dengan kelainan klinik hemolisi.
Diagnosis eliptositosis ditegakkan dengan gambaran sel eliptositosis dan adanya
autosomal dominan inheritance. Proses hemolitik yang terjadi pada bayi baru lahir
memberikan gambaran klinik ikterik, dengan gambaran darah tepi poikilositosis dan
piknositosis,kadang disertai anemia rigan dan splenomegali. Kolelitiasis mungkin
didapatkan pada anak yang lenih besar.
Laboratorium
Pemeriksaan gambaran darah tepi sangat penting untuk menegakkan diagnose
eliptositosis. Gambaran ovalositosis yang sangat menonjol menunjukkan adanya
mutasi pada protein 3 yang merupakan gamabaran khas dari sounth east asian
ovalicytosis (SAO) yang tidak menyebabkan terjadinya hemolisis. Gambaran darah
tepi yang terjadi menunjukkan derajat beratnya hemolisis yang terjadi, pada umumnya
memberikan gambaran mikrositik, sferositosis dan poikilositosis,mungkin didapatkan
gamabran retikulosit,dan eritrosit hyperplasia. Pada pemeriksaan bilirubin mungkin
didapatkan kadar bilirubin indirek yang meningkat. 1,2,3,4,5,6,7
Gambaran klinik
Penyakit ini dijumpai pada anak-anak. Penelitian yang diadakan oleh duke
university medical center tahun 1991-1996, menunjukkan bahwa 60% diantaranya
memberikan gambaran gangguan pada sumsum tulang disertai dnegan anemia kronik,
dan hemolisis intravaskuler. Hemoglobinuria pada malam dan pagi hari sering
didapatkan pada dewasa, dimana hemolisis pada waktu tidur. Keluhan yang sering
dirasakan pada anak besar diantarnya adalah nyeri pada pinggang, abdomen,dan
kepala. Thrombosis dan tromboembolik merupakan komplikasi yang serius yang
terjadi akibat aktifitas glikoprotein permukaan yang meningkat.
Laboratorium
Diagnose PNH ditegakkan berdasarkan adanya tes positif dari asam serum (Ham) atau
adanya tes lisis sukrose yang positif. Hemosiderinuria merupakan reflek adanya
hemolisis
intravaskuler. Berkuragnya
kadar
dari
decay-accelerating
factor.
Hemolitik ekstravaskuler
Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem retikuloendotelial, terutama di lien,
hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis
terjadi jika eritrosit mengalamai kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya
maupun fleksibilitasnya. Jika sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi
globin dan heme. Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan
heme nanti akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk
disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai menjadi gas
CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan dengan albumin
membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami konjugasi di hepar menjadi
bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke empedu sehingga meningkatkan
sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di urin.
Hemolitik intravaskuler
Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami lisis, ia akan melepaskan
hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin dan hemopektin akan mengikatnya
dan menggiringnya ke sistem retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika
hemolisisnya berat, jumlah haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun.
Akibatnya, beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini
terjadi, Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi
methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga terjadi
hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus ginjal nantinya juga akan
diserap oleh sel-sel epitel, dan besinya akan disimpan dalam bentuk hemosiderin. Jika
suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi, maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke
urin sehingga terjadi hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler
kronis.
Peningkatan hematopoiesis.
Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan memicu ginjal mengeluarkan
eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Sel-sel muda yang
ada akan dipaksa untuk dimatangkan sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel
eritrosit muda) dalam darah, mengakibatkan polikromasia.11
2.7 Diagnosis banding
Anemia Hemolitik perlu dibedakan dengan anemia berikut ini:
Anemia pasca perdarahan akut dan anemia defisiensi besi, disini tidak ditemukan
gejala ikterus dan Hb akan naik pada pemeriksaan berikutnya. Sedangkan hemolitik
tidak.
Anemia hipoplasi/ eritropoiesis inefektif, disini kadang juga ditemukan acholurik
2.8 Pengobatan
a. Anemia hemolitik autoimun
Pasien dnegan anemia hemolitik autoimun igG atau igM ringan kadang tidak
memerlukan pengobatan spesifik,tetapi pada kondisi lain dimana terdapat ancaman
jiwa akibat hemolitik yang berat memerlukan pengobatan yang intensif.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan nilai-nilai hematologis
normal, mengurangi proses hemolitik dan mneghilangkan gejala dengan efek samping
minimal.
Pengobatan
yang
dapat
diberikan
adaah
pemberian
berat
badan,gangguan
tumbuh
kembang,serta
adanya
eksaserbasi
2. Gammaglobulin intravena
Pemberian gamaglobulin intravena pada pasien anemia hemolitik autoimun
dapat diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid dengan dosis 2g/kgbb.
3. Transfuse darah
Pada umumnya anemia hemolitik autoimu tidak membutuhkan transfusi darah.
Transfusi sel eritrosit diberikan pada kadar hb yang rendah yang disertai dengan
tanda-tanda klinis gagl jantung,dengan dosisi 5ml/kgBB selama 3-4 jam.
4. Plasmafaresis/trnasfusi tukar
Plasmafaresis untuk pengobatan anemia hemolitik autoimun yang disebbakan
oleh IgG kurang efektif bila dibandingkan dengan hemolitik yang disebabakan olah
IgG meskipun sifatnya hanya sementara.
5. Splenektomi
Pasien yang tidak responsif terhadap pemberian kortikosteroid dianjurkan untuk
dilakukan splenektomi. Tetapi mengingat komplikasi splenektomi(sepsis), maka
tindakan ini perlu dipertimbangkan. 1,2,3,4,5,6,7
b. Anemia hemolitik defek membran
1. Sferositosis herediter
Pada kondisi dengan kadar hb > 10 gr/dl dan retikulosit < 10% tidak diperlukan
pengobatan. Bila kadar HB < 10 gr/dl,pasien berumur kurang dari 2 tahun dan
terdapat gambaran hemolisis yang nyata maka dilakukan transfuse darah. Kadar HB
yang selalu rendah dengan retikulositosis, kardiomegali,dengan gangguan
pertumbuhan dianjurkan untuk melakukan splenektomi. Dengan spelenektomi
diharapkan bahwa proses kerusakan eritrosit akan berkurang,anemia,retikulosit dan
hiperbilirunemia akan mengalami perbaaikan. Pemberian asam folat 1 mg dianjurkan
untuk mencegah timbulnya anemia defesiensi asam folat sekunder. 1,2,3,4,5,6,7
2. Eliptositosis herediter
Eliptositosis yang tidak menunjukkan tanda-tanda hemolitik tidak memerlukan
pengobatan. Pasien dnegan hemolitik kronik memerlukan tambahan asam folat 1
mg/hrai untuk mencegah terjadinya defesiensi asam folat sekunder. Splenektomi
dianjurkan bila terdapat hemolitik yang nyata dan anemia yang berat disertai jumlah
retikulosit yang meningkat > 10%. Dengan harapan kadar hemoglobulin menjadi
normal dan retikulosit menurun. 1,2,3,4,5,6,7
3. Paroksismal nocturnal hemoglobinuria
Predison dengan dosis 2 mg/kgbb/hari dapat diberikan pada fase hemolitik,bila
11
pembedahan
mayor.
Gejala
simtomatik
dispneua,takipneu,takikardi,apnea,bradikardi,kesulitan
anemia
makan
anatara
lain
(feeding
dilfficulties),dan letargi. Dosis transfusi umunya 10-15 ml/kg dan diberikan dalam 2-4
jam.8
Tabel : Pedomana trnasfusi eritrosit pada anak
Anak dan remaja
Kehilangan akut 25% dari volume sirkulais darah (>17ml/kg)
HB <8 g/dl pada periode perioperatif
HB <13g/dl dan penyakit kardiopulmonal berat
HB <8g/dl dan anemia kronis simtomatik
HB <8g/dl dan kegagalan sumsum tulang
Bayi usia 4 bulan kebawah
HB <13g/dl dan penyakit paru berat (menggunakan ventilator)
HB <10g/dl dan penyakit paru sedang (membutuhkan oksigen tinggi)
HB <13g/dl dan penyakit jantung berat (penyakit jantung sianotik)
HB <10g/dl dan pembedahan mayor
HB <8g/dl dan anemia simtomatik
Red Blood Cell Transfiusions and erythropoietin therapy. In: kliegman RM, Behram
RE,Jenson HB,Stanton BF. Nelsom Texbook Of Pediatric.9
Resiko transfusi anatar lain infeksi,reaksi transfusi hemolit dan non
hemolitik,kelebihan cairan (fluid overload),gangguan elektrolit dan keseimbangan
asam basa, reaksi alergi,acute lung injury,post transfusion purpura, hipotermia dan
transfusion hemosiderosis (iron overload) pada transfusi eritrosit jangka panjang.
Transfusional hemosiderosis merupakan komplikasi transfusi eritrosit yang paling
sering
ditemukan
pada
pasien,namum
dapat
dicegah
dengan
penggunaan
12
spherocytosis,defesiensi
piruvat
kinase,warm-antibody
autoimum
menerima
vaksinasi,antara
lain
pneumococcus,meningococcus,dan
H.
disorders.blood.2009.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : E
Umur : 15 tahun
Jenis kelmain : Perempuan
BB : 38 kg
TB : 125 cm
Keluhan utama:
Badan terasa lemah sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat penyakit sekarang:
Badan terasa lemah sejak 1 mingg yang lalu disertai penurunnan nafsu makan. Pasien
tidak merasakan mual (-),muntah(-),mengeluh kulitnya pucat dan merasakan cepat
capek. Pasien mengaku jarang demam. Pasien tidak memiliki riwayat perdarahan
sebelumnya, tidak ada batuk (-),pilek, sesak napas (-). Tidak ada riwayat penggunaan
obat-obatan .
Riwayat penyakit keluarga:
14
Tengkurap: 3 bulan
Duduk: 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 9 bulan
Berjalan :11 bulan
Berbicara: 10 bulan
Penatalaksanaan
IVFD NaCl 20tts/menit
Transfusi PRC 1kolf/hari +inj furosemid 1 amp
Inj ranitidine 1 amp
Inj metilpredisolon
Paracetamol 500mg 3x1
Curcuma tab 1X1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia hemolitik adalah suatu keruskan eritrosit yang lebih awal . umur
eritrosit rata0rata 110-120 hari.setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit 1% dari
jumlah eritrosit yang ada dan diikuti oleh pembentukan oleh sumsum tulang. Factor
penyebab dari anemia hemolitik adalah anemia hemolit defek imun dan anemia
17
hemolitik defek memebran. Transfusi diberikan bila anemia terjadi secara akut dan
bergejela,pasien memiliki penyakit jantung atau paru, atau sebelumnya pembedahan
mayor. Dosis transfusi umunya 10-15 ml/kg dan diberikan dalam 2-4 jam.
Daftar pustaka
1. Bambang, permono. 2010. Buku Ajar HEMATOLOGI-ONKOLOGI ANAK.
Jakarta: FKUI
2. Miller Dr. Hemolytic Anemia Hemolitik Dalam Miller. DR, baehner RL. Miller LP
penyunting. Blood Disease of infacanty and childhood. Edisi ke-7. St.
Louis: Mosby ;1995.
18
3. Klemperer MR. Hemolytic anemia :immune defect. Dalam miller DR, baehner
RL.miller LP. St. Louis mosby:1995
4. Petz LD,Allen DW,Kaplan ME. Hemolytic anemia: Congenital and acquired
dalam: mazza JJ, penyunting manual of clinical hematology. Edisi ke 2.
Boston. New York: little,brown company,1995.
19