Spndilitis TB
Spndilitis TB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan
nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis
merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Spondilitis Tb
merupakan salah satu bentuk Tb ekstrapulmoner, terutama mengenai vertebra
torakolumbal. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat terjadi pada 25-30% anak yang
terinfeksi Tb, sedangkan Tb tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang
terinfeksi dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun
kemudian1,2,3.
Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun
1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah
dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan
basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,
sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas1.
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa
merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan
sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk
masih menjadi merupakan masalah utama. Di negara negara yang sudah maju
1
seperti Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, insidensi penyakit ini terutama
mengenai dewasa dengan usia rata-rata 40-50 tahun. Sedangkan di negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia dan negara-negara di afrika Afrika sebagian
besar mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun)1.
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi
terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat
terkena, akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight
bearing) dan mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering
terkena dibandingkan dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang
belakang merupakan tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang diikuti
kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki, sedangkan
tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama torakal
bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat yang
paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight
bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral1.
Spondilitis Tb dilaporkan terutama pada anak usia muda dengan gejala
paling sering ditemukannya nyeri punggung, kekakuan, keterbatasan gerakan dan
dengan berlanjutnya penyakit dapat terjadi abses paravertebral dan psoas. Gibus
merupakan gejala atau tanda tersering yang ditemukan yang diperhatikan pada
pemeriksaan fisis anak dan terutama mengenai vertebra torakolumbal. Terhitung
kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini1,3,4.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis
tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan
penyebab paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik. Sejak hadirnya
antituberkulosis dan meningkatnya angka kesehatan masyarakat, tuberkulosis
spinal sudah jarang ditemukan pada negara maju, walaupun masih merupakan
penyebab penyakit yg signifikan pada negara berkembang. Tuberkulosis yang
melibatkan spinal berpotensi menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk
defisit neurologi yang permanen dan deformitas yang berat. Terapi medis atau
kombinasi medis dan pembedahan dapat mengontrol penyakit ini pada hampir
semua pasien1.
Spondilitis Tb masih menyisakan masalah serius di seluruh dunia,
terutama di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Tuberkulosis
sistem skeletal merupakan suatu bentuk penyakit Tb ekstrapulmoner yang
mengenai tulang dan atau sendi. Insidensinya berkisar 1-7% dari seluruh Tb yang
mana Tb sendi tulang belakang merupakan kejadian tertinggi, diikuti dengan Tb
sendi panggul dan sendi lutut.. Umumnya Tb sistem skelet mengenai satu tulang
atau sendi. Ketika tuberkulosa telah melibatkan tulang belakang akan terjadi
kiphosis dari daerah yang terinfeksi, keadaan ini dapat menimbulkan nyeri yang
hebat dan komplikasi neurologis. Umumnya penderita spondilitis TB datang
dengan keluhan nyeri spinal atau radikular 97%, kelainan deficit neurologi 50%,
penurunan berat badan 48%, demam > 38C 31% dan keringat malam 18%5,6.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk memberikan
informasi mengenai definisi, prevalensi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Spondilitis tuberkulosa adalah suatu osteomielitis kronik tulang belakang
yang disebabkan oleh kuman Tb. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra
lalu ke diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling
sering terkena berturut-turut adalah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah
lumbal dan servikal 1-4. Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang dapat
meluas ke sekitamya dan mencari jalan ke luar. Paling sering mengikuti fasia otot
psoas, berkumpul dalam fosa iliaka sampai terjadi fistel kulit. Abses di daerah
servikal akan menyebar sebagai abses retrofaringeal7.
Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang
dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 5
tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia
ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering
terkena dibandingkan anak-anak1.
B. Prevalensi
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang
tersedia serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa
merupakan sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan
sedang berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk
masih menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah
berkembang atau maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam
kurun waktu 30 tahun terakhir1.
Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini
mengalami peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada
orang dengan tahap lanjut infeksi HIV. Selain itu dari penelitian juga diketahui
bahwa peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok
beresiko besar terkena penyakit ini1.
Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosa nomor 3 di dunia setelah
India dan Cina. Diperkirakan 140.000 orang meninggal akibat tuberkulosa setiap
tahun atau setiap 4 menit ada satu penderita yang meninggal di negara-negara
tersebut dan setiap 2 detik terjadi penularan . Hampir 10% dari seluruh penderita
tuberkulosa
memiliki
keterlibatan
dengan
muskuloskeletal.
Setengahnya
periode
6-8
minggu.
Produksi
niasin
merupakan
karakteristik
Gambar 2.1: Kuman Mycobacterium tbc (BTA) dengan pewarnaan ZiehlNeelsen. Tampak batang berwarna merah muda8.
D, Patogenesis
Patogenesa penyakit ini sangat tergantung dari kemampuan bakteri
menahan cernaan enzim lisosomal dan kemampuan host untuk memobilisasi
immunitas seluler. Jika bakteri tidak dapat diinaktivasi, maka bakteri akan
bermultiplikasi dalam sel dan membunuh sel itu. Komponen lipid, protein serta
polisakarida sel basil tuberkulosa bersifat immunogenik, sehingga akan
merangsang pembentukan granuloma dan mengaktivasi makrofag. Beberapa
antigen yang dihasilkannya juga dapat juga bersifat immunosupresif1.
Virulensi basil tuberkulosa dan kemampuan mekanisme pertahanan host
akan menentukan perjalanan penyakit. Pasien dengan infeksi berat mempunyai
progresi yang cepat ; demam, retensi urine dan paralisis arefleksi dapat terjadi
dalam hitungan hari. Respon seluler dan kandungan protein dalam cairan
serebrospinal akan tampak meningkat, tetapi basil tuberkulosa sendiri jarang dapat
diisolasi. Pasien dengan infeksi bakteri yang kurang virulen akan menunjukkan
perjalanan penyakit yang lebih lambat progresifitasnya, jarang menimbulkan
meningitis serebral dan infeksinya bersifat terlokalisasi dan terorganisasi1.
Kekuatan pertahanan pasien untuk menahan infeksi bakteri tuberkulosa
tergantung dari1:
1. Usia dan jenis kelamin
Terdapat sedikit perbedaan antara anak laki-laki dan anak perempuan
hingga masa pubertas. Bayi dan anak muda dari kedua jenis kelamin mempunyai
kekebalan yang lemah. Hingga usia 2 tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam
bentuk yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosa, yang
berasal dari penyebaran secara hematogen. Setelah usia 1 tahun dan sebelum
pubertas, anak yang terinfeksi dapat terkena penyakit tuberkulosa milier atau
meningitis, ataupun juga bentuk kronis lain dari infeksi tuberkulosa seperti infeksi
ke nodus limfatikus, tulang atau sendi.
Sebelum pubertas, lesi primer di paru merupakan lesi yang berada di area
lokal, walaupun kavitas seperti pada orang dewasa dapat juga dilihat pada anakanak malnutrisi di Afrika dan Asia, terutama perempuan usia 10-14 tahun. Setelah
pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam mencegah penyebaran
secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah penyebaran penyakit di
paru-paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat pada seluruh tingkat usia
tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat setelah usia anak-anak,
insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita setelah melahirkan anak.
Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50 tahun untuk wanita,
sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan
menurunkan resistensi terhadap penyakit.
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya
tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.
4. Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)
Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan
pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya
malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap penyakit ini.
10
E. Patogenesis
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara
yang
konvensional.
Dipergunakan
teknik
Ziehl-Nielson
untuk
11
12
pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus.
Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalah artikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang
bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di
atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini
diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui
abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya
perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan
keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis
tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus
transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral
posterior.
13
14
15
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan
menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal, ligamentum
longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai
gambaran bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit dibawah level
vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur ke
dalam mediastinum, membentuk gambaran abses paravertebral yang menyerupa
sarang burung. Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding dada anterior
di area parasternal, memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke
lateral menuju bagian tepi leher1.
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul
pada pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi
karena kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan
langsung dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang (seperti
epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis). Salah satu
defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal
dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun
kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan
tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang dilakukan
Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien berusia kurang
dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi berdasarkan jenis
kelamin untuk kejadian ini1.
16
Kuman
Tuberculosa
Hiperemi
Eksudat
Osteoporosis
dan Perlunakan
Menyebar di lig.
Longitudinal
anterior
Eksudat
Operasi
Menembus
lig dan
berekspansi
ke lig yang
Abses Lumbal
Immobilisasi
Kuman
Tuberculosa
Resiko
Penyebaran
Infeksi
Krista
iliaka
M. psoas dan
muncul di bawah
lig inguinal
17
Debridement
Pemb darah
femoralis pada
trigonum skapei
F. Manifestasi Klinis
Gejala dan keluhan yaitu deformitas tulang belakang (gibbus) 2 .
Daerah
yang tersering mendapat kelainan ini ialah torakal, terutama bagian bawah. Dapat
juga bagian leher dan lumbal. Kekakuan tulang punggung disebabkan oleh
spasme otot-otot dalam usaha yang tidak disadari untuk mencegah pergerakan
yang akan mungkin akan menyebabkan rasa nyeri. Sikap tubuh penderita yang
ditemukan terjadi akibat usahanya mengurangi tekanan pada korpus vertebra yang
sakit. Sendi-sendi yang menyangga berat berada dalam keadan fleksi. Gangguan
tidur disebabkan relaksasi otot otot pada waktu tidur sehingga dapat
menyebabkan rasa nyeri 9.
Kadang-kadang terjadi paralisis sebelum tampak deformitas daripada
kolumna vertebralis. Gejala neuurologis terjadi karena kompresi abses dingin
ekstradural. Paralisis umunya timbil kira-kira dalam waktu 3 tahun, tetapi dapat
juga dalam beberapa bulan. Paraplegi banyak terjadi bila mengenai daerah
servikal atau torakal bagian atas9.
Gejala klinis pada permulaannnya tidak jelas, biasanya anak cengeng dan
tidurnya tidak tenang. Terdapat rasa nyeri terus menerus atau hilang timbul yang
yang bertambah kalau kepala ditekan dari atas. Punggung kaku karena spasme
otot. Abses daerah lumbal biasanya akan terdapat sepanjang otot psoas sedangkan
bila daerah servikal abses terdpat di retrofaaringeal atau di atas klavikula9
18
penyuntikan. Berniai positif jika indurasi lebih dari 10 mm pada anak dengan
gizi baik atau lebih dari 5 mm pada anak dengan gizi buruk1,8.
Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan BTA pada anak dilakukan dari bilasan lambung karena
sulitnya menggunakan hasil dahak. Pemeriksaan BTA cara baru seperti: PCR
(Polymerase Chain Reaction), Bactec, ELISA, PAP dan Mycodots masih
belum banyak dipakai dalam klinis praktis1,8.
2. Radiologis
Radiografi
anterior-posterior
dan
lateral
merupakan
pemeriksaan
pencitraan pertama yang diminta pada pasien nyeri punggung kronik, progresif.
Pada pasien dennga spondililtis tuberkulosis, temuan radiografi tergantung luas
dan lamanya infeksi. Sedang infeksi pyogenic typikal merusak diskus
intervertebralis terlebih dahulu sebelum reaksi osteolitik terjadi pada vertebrae
yang bersebelahan, infeksi granulomatosa dapat membentuk banyak gambaran
diagnostik yang sulit dibedakan. Radiografi awal mungkin tampak normal pada
20
penyakit tuberkulosis, tapi kelamaan, batas disc space dan rekasi end-plate
keduanya menjadi jelas1.
Perubahan radiografi pada Pott disease biasanya muncul terlambat.
Termasuk perubahan karakteristik radiografi dari spinal tuberkulosis pada
radiografi sederhana, lytic destruction korpus vertebra anterior, peningkatan
desakan (wedging) ke anterior, kolaps korpus vertebral, reactive sclerosis pada
proses lytic yang progressive, perluasan bayangan psoas dengan atau tanpa
kalsifikasi1.
Tanda-tanda awal infeksi adalah osteoporosis lokal dari dua vertebra yang
berdekatan dan penyempitan ruang diskus intervertebralis, kadang-kadang dengan
kekaburan dari ujung lempeng. Belakangan tampak tanda-tanda destruksi tulang,
dan keruntuhan korpus vertebra yang berdekatan ke yang lainnya, mengakibatkan
deformitas tulang belakang yang menyudut. Adanya bayangan jaringan lunak
paraspinal mungkin akibat edema dan pembengkakan atau abses paravertebra. Ini
adalah tanda khas penyakit pada toraks1.
Additional radiographic yang ditemukan dapat meliputi; vertebra dan
plates yang osteoporotic, diskus intervertebralis dapat menyusut atau hancur,
korpus vertebra menunjukkan variabel derajat kerusakan, fusiform paravertebral
shadows memberi kesan bentuk abses. Lesi tulang dapat terjadi lebih dari satu
level. Pada penyembuhan, kepadatan tulang meningkat dan gambaran bergerigi
menghilang; abses paravertebra mungkin mengalami kalsifikasi1.
3. CT Scan
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan
iga yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung saraf posterior seperti
pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan. CT scanning menunjukkan detail
tulang yg lebih baik dari lesi lytic iregular, sklerosis, kolaps diskus intervertebralis
21
23
24
di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong
trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan
adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang
dewasa akan menyebabkan tetraparesis. Dislokasi atlantoaksial karena
tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi
cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu
diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio
servikal.
Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku.
Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi
panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara
tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku. Jika terdapat abses, maka
abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan
tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini
berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan
menyebabkan paralisis.
Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui
fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong
tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya
Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon
dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang
bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri
akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang
ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
Palpasi 1:
Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan
abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa
iliaka,
retropharynx,
atau
di
sisi
leher
(di
belakang
otot
Perkusi1 :
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
memberikan
stabiitas
pada
tulang
belakang
dan
28
Tahap lanjutan selama 4 bulan diberikan INH (H) dan Rifampicin (R)
masing-masing tiap hari.
29
30
Tindakan operasi juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi
obat antituberkulosa dan tirah baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak
memberikan respon yang baik sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan
operasi secara langsung dan tumpul untuk mengevakuasi pus tuberkulosa,
mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang terinfeksi dan memfusikan
segmen tulang belakang yang terlibat1,11.
Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi
juga diindikasikan bila1,12:
1. Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi
2. Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan
3. Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase
4. Untuk penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan
mengancam atau kifosis berat saat ini
5. Penyakit yang rekuren
Potts paraplegia sendiri selalu merupakan indikasi perlunya suatu
tindakan operasi (Hodgson) akan tetapi Griffiths dan Seddon mengklasifikasikan
indikasi operasi menjadi :
A. Indikasi absolut
1. Paraplegia dengan onset selama terapi konservatif; operasi tidak dilakukan bila
timbul tanda dari keterlibatan traktur piramidalis, tetapi ditunda hingga terjadi
kelemahan motorik.
2. Paraplegia yang menjadi memburuk atau tetapi statis walaupun diberikan terapi
konservatif
31
konservatif.
32
dan jaringan
kemudian
rongga yang
ditinggalkannya diisi oleh autogenous bone graft dari tulang iga. Pendekatan
langsung secara radikal ini mendorong penyembuhan yang cepat dan tercapainya
stabilisasi dini tulang belakang dengan memfusikan vertebra yang terkena. Fusi
spinal posterior dilakukan hanya bila terdapat destruksi dua atau lebih korpus
vertebra, adanya intabilitas karena destruksi elemen posterior atau konsolidasi
tulang terlambat serta tidak dapat dilakukan pendekatan dari anterior1.
Pada kasus dengan kifosis berat atau defisit neurologis, kemoterapi
tambahan dan bracing merupakan terapi yang tetap dipilih, terutama pada pusat
kesehatan yang tidak mempunyai perlengkapan untuk operasi spinal anterior.
33
J. Pencegahan
BCG diberikan pada usia 0-3 bulan secara intrakutan. Imunisasi
BCG tidak bisa mencegah dari penyakit TB, akan tetapi bisa mencegah dari
penyakit TB berat seperti TB milier dan meningitis TB8.
34
K. Prognosis
Prognosis Tb sistem skeletal sangat bergantung pada derajat
kerusakan sendi atau tulang. Pada kelainan yang minimal umumnya dapat
kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat menimbulkan
sekuel (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.
L. Kesimpulan
35
36
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Identitas Anak
Nama pasien
: An. A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 11 tahun
Alamat
: muaro paneh
Tanggal Masuk RS
: 07-12-2015
Tanggal pemeriksaan
: 19-12-2015
Diagnosis MRS
: Susp. Spondilitis TB
Identitas Keluarga:
Nama
Umur
Pendidikan / berapa tahun
Pekerjaan
Ibu
Ny S
30 tahun
SMP
PRT
Ayah
Tn F
40 tahun
SMP
Pendayung Sampan
37
Lalu dua bulan yang lalu muncul satu buah benjolan berisi nanah di perut
kanan bawah pasien. Sekitar lima hari kemudian benjolan tersebut pecah dan
menyembuh meninggalkan jaringan parut di perut kanan bawah. Kemudian
sebulan yang lalu pasien dikeluhkan muncul lagi benjolan lain di punggung
sekitar benjolan pertama, sebanyak tiga buah benjolan kecil (bisul) yang
tampak berisi nanah. Pasien juga mengeluh nyeri pada benjolan, dan seringkali
demam baik siang dan malam. Salah satu di antara benjolan tersebut kemudian
pecah pada tanggal 5 Desember 2012. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas
Karang Montong dan dilakukan perawatan luka. Setelah itu pasien dirujuk ke
RSUD Gerung dan akhirnya dirujuk ke RSUP NTB pada tanggal 7 Desember
2012.
Saat ini ibu pasien mengaku pasien tidak menderita batuk, pilek, maupun
sesak nafas. Nafsu makan pasien belum membaik. Mual atau muntah
disangkal. BAB/BAK normal.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.
Riw.batuk, pilek dan demam sering dirasakan selama setahun terakhir (-),
sesak nafas (-), batuk lama (-).
Ibu pasien mengaku sekitar setahun sebelum muncul benjolan di
punggung, pasien pernah jatuh dengan posisi terlentang di mana punggung
menjadi tumpuan, pada saat itu pasien sempat diurut dan dikatakan tulang
punggungnya mengalami kelainan oleh tukang urutnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien atau tetangga yang mengalami keluhan seperti
pasien, namun ibu pasien mengaku kakek pasien yang tinggal serumah dengan
pasien menderita penyakit batuk lama lebih dari sebulan, namun tidak pernah
minum obat selama 6 bulan. Kakek pasien sering dibawa ke Puskesmas namun
hanya diberi obat batuk biasa. Di dalam keluarga dan lingkungan sekitar tempat
tinggal pasien tidak ada yang menderita penyakit TBC. Riwayat sesak nafas
dalam keluarga (-).
38
Riwayat Pengobatan:
Pasien pernah berobat ke Puskesmas Karang Montong saat muncul
benjolan pertama setahun yang lalu dan diberi obat minum, namun keluhan
tidak membaik. Sebulan yang lalu saat benjolan kecil (bisul) di punggung
pasien pecah, pasien kembali dibawa ke Puskesmas dan dilakukan perawatan
luka. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD Gerung sebelum akhirnya dirujuk ke
RSUP NTB.
Riwayat nutrisi :
Pasien diberikan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan, setelah itu diberi
bubur serta diselingi dengan ASI sampai umur 2 tahun. Setahun terakhir pasien
tetap makan tiga kali sehari, terdiri dari nasi dan lauk pauk berupa tempe, tahu,
ikan, kadang-kadang telur dan sayuran, namun nafsu makan pasien sangat
berkurang bila dibandingkan dengan sebelum muncul benjolan di punggung,
pasien biasanya makan 4-5 sendok setiap kali makan bahkan terkadang tidak
makan sama sekali.
Riwayat vaksinasi :
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
Scar BCG (+) ukuran 2 x 3 mm.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19-12-2012)
KU
: Sedang
Kes
: CM
TD
: 100/60 mmHg
RR
Nadi
T ax
: 36,5 oC.
CRT
: < 3 detik
Status Gizi
Berat badan : 14,5 kg, tinggi badan : 107 cm, lingkar kepala : 49 cm
Z Score : BB/TB : -1,88 SD ; BB/U : -2,39 SD ; TB/U : -5,41 SD
39
Status Generalis
Kepala:
Bentuk
(-), Ubun-ubun besar : tertutup, rambut jarang dan mudah putus (-),
wajah seperti orangtua (+).
Mata
palpebra -/-
Mulut
Telinga
epistaksis (-)
Leher
Palpasi
Perkusi
sulit dievaluasi.
Abdomen :
40
Inspeksi
di regio inguinal kanan (+), proporsi perut lebih besar daripada pinggul
dan paha, bantalan bokong tipis, baggy pants (-), perut cekung (-).
Auskultasi : BU (+) N
Perkusi
: Timpani (+)
Palpasi
: Supel,
pembesaran KGB inguinal (+), multipel, ukuran 1 1,5 cm, nyeri (-).
Ekstermitas :
Perubahan pola berdiri dan berjalan (+), pasien tampak berdiri dengan
menumpu pada kaki kanan, sedangkan kaki kiri tampak lebih panjang
dibandingkan kaki kanan.
Akral dingin
Edema
Kelainan bentuk
Kekuatan
Refleks fisiologis
Reflesk patologis
Tungkai Atas
Kanan
Kiri
5
5
+
-
+
-
Tungkai bawah
Kanan
Kiri
5
5
+
-
+
-
Kulit :
Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-), kulit tampak kering & keriput/muscle
wasting (+).
Urogenital :
Tidak dievaluasi.
Vertebrae :
Skoliosis (+) menghadap ke kanan, perubahan postur (+), gibbus (+) pada
vertebrae lumbal 2-4, ukuran 10 x 7 cm, sewarna dengan kulit sekitarnya,
nyeri tekan (-), abses paravertebral (+).
III. RESUME
Pasien anak laki-laki, umur 11 tahun dikeluhkan muncul benjolan
yang semakin membesar sejak setahun yang lalu, tidak nyeri. Dua bulan yang
41
lalu muncul kembali benjolan berisi nanah di perut kanan bawah pasien, pecah
5 hari kemudian dan menyembuh meninggalkan jaringan parut. Kemudian
sebulan yang lalu muncul kembali benjolan berisi nanah di punggung pasien
sebanyak tiga buah, dimana salah satunya pecah dan terasa nyeri (+), demam
(+). Nafsu makan pasien berkurang sejak setahun terakhir. BAK/BAB normal,
mual dan muntah disangkal. Pemeriksaan fisik pasien dengan keadaan umum
lemah, kesadaran compos mentis, vital sign TD 100/60 mmHg, Nadi 100
x/menit, kuat angkat, teratur, RR 24 x/menit, suhu 36,5 oC. CRT <3 detik.
Status gizi gagal tumbuh (gizi buruk). Pada pemeriksaan fisik terdapat
pembesaran KGB leher, terdapat iga gambang, muscle wasting, bekas
scrofuloderma di regio inguinal kanan, pembesaran KGB inguinal, dan terdapat
gibbus pada vertebrae lumbal 2-4 dan abses paravertebral (+).
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium 7-12-12
HB
: 10,9 g/dl
HCT
: 34,3 %
WBC
: 9.420/mm3
PLT
: 547.000/mm3
MCV
: 74,9 %
MCH
: 23,8%
MCHC
: 31,8 %
GDS
: 124 mg%
: 11,1 g/dl
42
HCT
: 33,3 %
WBC
: 6.710/mm3
PLT
: 462.000/mm3
MCV
: 74,8 %
MCH
: 24,9%
MCHC
: 33,3 %
CRP
Mantoux test : 18 mm
Pemeriksaan Laboratorium 14 dan 15-12-12
BTA : tidak ditemukan
Kokus gram positif (+)
Basil gram negatif (+)
IV. DIAGNOSIS
-
Spondilitis TB
Gagal tumbuh dengan gizi buruk
V. RENCANA AWAL
Terapi :
OAT 2 HRZE/ 10 HR (mulai tanggal 14 Desember 2012)
Rifampicin 1 x 200 mg
INH 1 x 150 mg
Pirazinamid 1 x 500 mg
Ethambutol 1 x 300 mg
Tatalaksana Gizi Buruk :
1
2
Mencegah hipoglikemia : beri makanan awa F75 150 cc per dua jam
Mencegah hipotermia :
Letakkan tempat tidur di tempat yang hangat, bebas angin dan anak
4
5
ReSoMal sebanyak 100-200 ml setiap kali buang air besar cair (jika diare).
Mencegah gangguan keseimbangan elektrolit :
Berikan antibiotik spektrum luas.
43
6
7
8
9
DAFTAR PUSTAKA
44
45