Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Nama
: Gloritho Latuny
NPM
: 1506780273
No Presensi : 19
Kelas
I;
dunuia kontemporer saat ini layak diulang kembali. Dalam persfektif ini keberadaan
pemerintah adalah untuk:
1;
2;
3;
Menciptakan dan melindungi ruang publik yang terbuka, dimana debat bebas
mengenai isu kebijakan bisa terus dilanjutkan;
4;
5;
6;
7;
8;
9;
menjadi rival Barat dalam hal kekuatan dan pengaruh. Delapan kecenderungan
tersebut adalah :
1;
2;
3;
4;
5;
6;
7;
8;
antara transisi dengan konsolidasi; antara kaum garis-keras dengan kaum garislunak atau para akomodasionis dalam koalisai otoritarian; dan anatara kaum
maksimalis, moderat, dan oportunis dalam koalisi yang mendukung liberalisasi.
Menurut Franz Magnis-Suseno, totaliterisme adalah istilah ilmu politikuntuk
menyebut suatu gejala paling mengejutkan dalam sejarah umat manusia, suatu
gejala yang secara mendadak mencuat dalam bagian pertama abd ke-20 yang baru
lalu. Dapat disimpulkan bahwa Negara totaliter adalah sebuah sistem politik yang
dengan
melebihi
bentuk-bentuk
kenegaraan
despotik
tradisional-secara
Penguasa totaliter
tidak hanya mau memimpin tanpa gangguan dari bawah; ia tidak hanya mau
memiliki monopoli kekuasaan; juga bagaimana masyarakat hidup dan mati; bangun,
tidur, makan, belajar dan bekerja. Mengontrol apa yang mereka fikirkan, siapa yang
tidak ikut, akan dihancurkan.
Arendt membahas 2 rezim totaliter yang paling kondang yaitu pemerintahan
Nasional-Sosialisme (Nazi) dibawah kekuasaan Adolf Hitler (1933-1945) di Jerman
dan dalam kekuasaan Bolshevisme Soviet di bawah Jossif W.Stalin (1922-1953).
Salah satu contoh lain Negara totaliter di Asia adalah di Kamboja setelah Khmer
Merah mengambil alih kekuasaan.
Magnis-Suseno menyimpulkan bahwa Aendt termasuk orang pertama yang
mengarahkan perhatian pada kesamaan 2 rezim yang perbedaannya hanya di
permukaan. Thesis Arendt bahwa Bolshevisme dan Nasionalis-Sosialisme Keduaduanya- pada hakekatnya merupakan bentuk totaliterisme.
5
rezim
otoritarian
untuk
memperoleh
legitimasi
dan
untuk
dan
Huntington
sesungguhnya
semua
rezim
otoritarian
apapun
Subordinasi yang efektif dari militer kepada pemimpin politik yang membuat
keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer;
3;
penjaga
malam
(nahtwachterstaat),
atau
yang
dalam
sistem
terhadap populasi penduduk. Langkah ini disebut dengan kekuasaan hukum termasuk
di dalamnya adalah instrumen demokratis dari majelis rakyat, pengadilan yang adil, dan
perlindungan terhadap hak-hak anak. Kebijakan-kebijakan baru diperlihatkan oleh
Spanyol yang sejak 1939 dipimpin oleh Jendral Francisco Franco secara diktator yang
akhirnya pada tahun 1980-an diganti dengan rezim demokratis. Begitupula dengan
Chile yang telah membuka pelanggaran HAM di masa totaliter hingga permintaan maaf
untuk para korban.
Pada
pengadilan
atas
segala
tuntutan
untuk
kejahatan-kejahatan
dan
perwira ke posisi sipil-, (3) netralitas politik, (4) pemisahan POLRI dari TNI, (5) orientasi
pertahanan. Negara harus membangun kekuasaan di wilayah publik, merancang
konstitusi baru, menciptakan sistem kompetisi partai dan institusi-institusi demokrasi
lainnya, liberalisasi, dan privatisasi. Dengan dilandasi oleh "Lima Langkah Reformasi
TNI" tersebut, tampak bahwa kepemimpinan TNI yang baru telah menunjukkan
dukungan terhadap demokratisasi dan secara berkala merujuk pada "supremasi sipil".
Namun,
proses
reformasi
tersebut
masih
tergantung
pada
bagaimana
TNI
11
12
II KEADILAN TRANSISIONAL
13
1. PENGANTAR
A. Pemutusan Kaitan Dengan Masa Lalu, Pencarian Jalan Baru
Lebih
dari
20
bangsa
dalam
tempo
25
tahun
mencoba
untuk
2;
3;
4;
menjembatani
pemahaman
legalitas,
Hukum
Internasional
sering
Dalam
periode
perubahan
politik
hukum,
hukum
internasional
menawarkan suatu konstruksi alternatif dari hukum yang tetap berlangsung dan kekal.
Hukum Internasional berlaku untuk mengurangi dilema dari aturan hukum keadilan
pengganti pada waktu transisi dan untuk menjustifikasi legalitas berkaitan dengan
perdebatan mengenai prinsip retroaktif (azas berlaku surut).
D. UU Lustrasi Cekoslovakia
Pada bulan Februari 1948 komunis mendesak pemerintahan koalisi untuk
mundur agar dapat mengambil kekuasan. Rezim komunis di Cekoslovakia tersebut
memberlakukan sistem pemerintahan Uni Soviet dimana partai melakukan kontrol
terhadap negara. Kelompok Nasionalis Borjuis menentang dan membersihkan negara
dari komunis, lebih dari 100.000 tahanan politik dipenjara, dipekerjakan di kamp buruh
dan sisanya dibunuh oleh pemerintah.
16
Skenario pertama, booming like west. Dalam gambaran ini negara pascakomunis
secara gradual bertransformasi menjadi negara demokrasi pluralis yang stabil.
2;
antara kelompok populis, nasionalis, militer dan ada asusmsi adanya kembali ke
komunis.
3;
Skenario ketiga tidak mengarah pada transisi jagka panjang, dimana pemerintah
berubah dengan reformasi yang abnormal dan tetap berupaya mengubah arah.
4;
Skenario keempat adalah skenario yang tidak dapat atau tidak seharusnya
dideskripsikan; tidak dapat diprediksi sejak ia tidak dapat disesuaikan dengan
kategori-kategori yang eksis sebelumnya. Jika kejatuhan komunis belum
mengajarkan sesuatu dalam model kesempurnaan ilmu sosial, kita tidak dapat
meramal kemungkinan di masa depan.
18
Penjelasan terbaik mengenai keadilan pada masa kini adalah dengan cara
menyeimbangkan konteks kekuasaan. Hukum hanyalah produk dari perubahan politik.
De Brito berpendapat bahwa hubungan antara keadilan politik dan demokrasi adalah
sesuatu yang kompleks. Implementasi kebijakan keadilan yang komprehensif dilakukan
oleh rezim-rezim pengganti yang nondemokratis diperlengkapi dengan lebih baik dalam
konteks filosofis dan psikologis. Fundamentalisme yang membatasi keadilan berlaku di
rezim demokratis. Pengadilan tidak akan dapat menetapkan secara sah kesalahan
masyarakat yang dinilai oleh setiap orang bahwa dia pantas dihukum.
dilaksanakan
secara
nasional
oleh
pemerintah,
(2)
bagaimana
politik
mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang
pembuatan dan penegakan hukum itu.
Dalam Transisi, akan muncul suatu dilema transisional yang hadir pada
keseluruhan waktu sejarah politik. Bagaimana suatu aturan hukum ditegakkan, dan
bagaimana dengan dasar suatu rezim terdahulu di bawa ke pengadilan. Menurut Teitel,
dalam transformasi politik masalah legalitas berbeda dengan masalah teori hukum
sebagaimana ia muncul dalam demokrasi-demokrasi yang mantap dalam waktu-waktu
yang normal. Terdapat suatu penyusunan dari pertanyaan-pertanyaan inti tentang
legitimasi dari rezim baru, termasuk kondisi, peranan, dan pengadilan transisional.
Dilema keadilan transisional akan muncul dalam periode-periode terjadinya
perubahan politik substansial. Masalah institusional mengenai bagaimana membentuk
suatu hukum sesuai dengan rule of law akan dibebani kepada Mahkaman Konstitusi
yang baru didirikan dalam periode ini.
kemanusiaan
dapat
diadili
di
pengadilan
internasional.
Pengadilan
Nuremberg memiliki kewenangan untuk mengadili crimes against peace, war crimes,
dan crimes against humanity.
20
Debat antara Hart dan Fuller mencuat tentang fokus persidangan terhadap
kolaborator NAZI pada pascaperang. Hart berpendapat sebagai seorang yang
menganut aliran positivisme hukum menyatakan bahwa keseluruhan hukum yang
berlaku wajib dilaksanakan sebelum ada ketentuan-ketentuan hukum yang baru, jadi
bagaimanapun ketentuan hukum, walaupun tidak bermoral harus tetap dijalankan. Di
lain pihak Fuller berpendapat bahwa peraturan yang digunakan untuk menghukum para
Nazi adalah hukum yang baru dibuat berdasarkan demokrasi, karena telah berakhirnya
rezim
otoriter,
berakhir
pula
hubungan
hukum
Nazi
tersebut.
Pada
akhir
TANGGAPAN
Dari Isi Buku Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik Di Indonesia oleh Prof.
Dr. Satya Arinanto, SH, M.H., dapat dilihat bahwa terdapat suatu hukum yang mengatur
dimana jika ada kekuasaan yang otoriter berkuasa maka masyarakat pada negara
tersebut menginginkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Pada masa
perubahan dari rezim otoriter ke rezim demokrasi disebut transisi politik. Perubahan
situasi politik ke arah otoriter biasanya dilakukan dengan cara pemberontakan oleh
21
pihak militer. Namun, hal tersebut tidak terlepas dari kekuasaan orang sipil yang
menggerakkan atau bisa disebut sebagai otak dari pergerakan itu.
Perubahan dari otoritarian ke Demokrasi: Kemunculan Negara Demokrasi baru,
dapat
disimpulkan
mengenai
visi
tentang
masa
depan
bagi
penduduknya,
bagaimanapun, mereka harus berkonsiliasi dengan warisan masa lalunya yang berupa
pelanggaran pelanggaran HAM1. Melalui masa lalunya negara membentuk cara atau
mekanisme tersendiri untuk menghadapi masa lalunya. Mekanisme inilah yang
kemudian menjadi titik tolak adanya perubahan dalam suatu negara. Mekanisme
transisi muncul dari negosiasi antara pemerintah dengan kelompok oposisi atau
pengambilan inisatif untuk adanya transisi tersebut. Ini menunjukkan kepedulian untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Terjadinya revolusi politik yang luar
biasa inilah merupakan momentum yang baik. Momentum perubahan rezim otoritarian
ke arah demokrasi merupakan hal yang diakui banyak manusia sebagai sistem nilai
yang paling menjanjikan masa depan umat manusia. Abraham Lincoln dalam pidato
Gettysburg mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat"2. Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di
tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam
mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil
berdasarkan suara terbanyak Untuk itulah proses revolusi politik ini disebarkan ke
negara negara barat dan negara berkembang. Namun negara negara barat ini
kemudian dapat diketahui memiliki kepentingan politik ganda dalam penyebaran isu
1 Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. cet. 4, 2015, hal 97.
2 Lansford, Tom. Democracy: Political Systems of the World. New York: Marshall Cavendish; ISBN-13:
9780761426295, 2007, hal 9.
22
23
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi menurut M. Akil Mochtar, SH.
MH., sangat tergantung pada empat faktor kunci yaitu komposisi elite politik, desain
institusi politik, kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan
non-elite, dan peran masyarakat madani (civil society) 4
Menurut M. Akil Mochtar, SH. MH. dalam rangka upaya membangun demokrasi
di Indonesia maka diperlukan adanya 8 faktor pendukung sebagai berikut: 5
1) Keterbukaan sistem politik
2) Budaya politik partisipatif egalitarian
3) Kepemimpinan politik yang berorientasi kerakyatan
4) Rakyat yang terdidik, cerdas dan peduli
5) Partai politik yang tumbuh dari bawah
6) Penghargaan terhadap hukum
7) Masyarakat Madani yang tanggap dan bertanggung jawab
8) Dukungan dari pihak asing dan pemihakan pada golongan mayoritas
Keadilan transisional, masyarakat diseluruh dunia sedang berupaya untuk
memutuskan kaitan dengan pemerintah otoriter dan mulai membangun demokrasi. 6
Pada perjalanan pemutusan kaitan banyak mekanisme yang ditempuh. Pencarian
kebenaran, rekonsiliasi dan keadilan itu sendiri merupakan peran penting dalam proses
transisi tersebut. Banyak hadirnya Komisi yang menangani segala macam kegagalan
masa lalu merupakan bentuk pencarian kebenaran dan proses mencapai keadilan itu
4 M. Akil Mochtar, SH. MH. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: 2005, hal 4.
5 Ibid, hal. 4.
6 Arinanto, Satya, Op.cit, hal.151.
24
25
dewan HAM PBB, namun fakta yang terjadi mengenai nasib penegakan HAM di
Indonesia justru masih sangat memprihatinkan. Berbagai konflik horisontal yang
menyangkut tentang hak - hak dasar manusia masih terus mewarnai kehidupan
masyarakat Indonesia. Negara yang telah menjadikan HAM sebagai salah satu
orientasi mutlak dalam menjalankan kehidupan bernegaranya ini ternyata belum
mampu untuk mengaplikasikan segala bentuk jaminan akan kebebasan warga
negaranya untuk mendapatkan hak asasinya. Berbagai peraturan yang membahas
tentang penegakan HAM telah dibuat oleh Indonesia sebagai instrumen baku untuk
menjamin tegaknya hak-hak dasar setiap warga negara Indonesia. Mulai dari UndangUndang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang
Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang diratifikasi dari International Covenant On
Economic, Social And Cultural Rights atau Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial Dan Budaya, dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Hak
Sipil dan Politik yang juga merupakan hasil ratifikasi dari International Covenant On
Civil And Political Rights atau Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik.
Dari Pejabaran tersebut, pada dasarnya konsep Hak Asasi Manusia masih
menjadi perdebatan di seluruh dunia. Karena setiap negara datau daerah di seluruh
dunia memiliki pemahamannya masing-masing mengenai konsep Hak Asasi Manusia
itu sendiri yang terkadang saling bersinggungan satu sama lain. Oleh karena itu
sebagai manusia yang pada dasarnya dilindungi oleh hak tersebut, memperjuangkan
agar hak-hak yang dimiliki tersebut dilindungi oleh pemerintah agar terpenuhi segala
kebutuhan untuk bertahan hidup merupakan hal yang sangat signifikan dan harus
26
DAFTAR PUSTAKA
A; Buku
Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015.
M. Akil Mochtar, SH. MH. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: 2005.
27
Lansford, Tom. Democracy: Political Systems of the World. New York: Marshall
Cavendish; ISBN-13: 9780761426295, 2007.
B; Internet
https://demokrasiindonesia.wordpress.com
28