Anda di halaman 1dari 9

PENGENDALIAN VEKTOR

KEPADATAN LALAT
Dosen Pengampu :Fardhiasih Dwi Astuti, S.KM, M.Sc.

Disusun oleh :
1. Reni Respati Primastuti

(1403329017)

2. Pramidya Ujiana

(1403329019)

3. Eka Yuni Ferawati

(1403329022)

4. Timur Ani Maryani

(1403329023)

PROGRAM STUDI PROSUS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lalat merupakan serangga dari Ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap
biru berbentuk membran. Semua bagian tubuh lalat rumah bisa berperan sebagai alat
penular penyakit (badan, bulu pada tangan dan kaki, feces dan muntahannya). Kondisi
lingkungan yang kotor dan berbau dapat merupakan tempat yang sangat baik bagi
pertumbuhan dan perkembangbiakan bagi lalat rumah (Ahmad, 2002).
Siklus hidup Lalat dalam kehidupan lalat dikenal ada 4 (empat) tahapan yaitu
mulai dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Lalat berkembang biak dengan bertelur,
berwarna putih dengan ukuran lebih kurang 1 mm panjangnya. Setiap kali bertelur akan
menghasilkan 120130 telur dan menetas dalam waktu 816 jam. Pada suhu rendah telur
ini tidak akan menetas (dibawah 12 13 C). Telur yang menetas akan menjadi larva
berwarna putih kekuningan, panjang 12-13 mm. Akhir dari phase larva ini berpindah
tempat dari yang banyak makan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya,
setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama
dengan larva dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada
temperatur 3035 C, kemudian akan keluar lalat muda dan sudah dapat terbang antara
450900 meter. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa 6-20 hari Lalat
dewasa panjangnya lebih kurang inci, dan mempunyai 4 garis yang agak gelap hitam
dipunggungnya. Beberapa hari kemudian sudah siap untuk berproduksi, pada kondisi
normal lalat dewasa betina dapat bertelur sampai 5 (lima) kali. Umur lalat pada
umumnya sekitar 2-3 minggu, tetapi pada kondisi yang lebih sejuk biasa sampai 3 (tiga)
bulan Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin (Rudianto, 2002)
Penularan penyakit terjadi secara mekanis, dimana bulubulu badannya, kakikaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya
mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia, dan
binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan
mencemari makanan yang akan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit
pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang
ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang
berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk (Depkes, 2001).
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat
dampak yang ditimbulkan. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya

suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menetukan kepadatan
lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa tepat dan biasa diandalkan daripada
pengukuran populasi larva lalat.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui angka kepadatan lalat sebelum dan sesudah perlakuan yang ada
2.

disekitar TPA Wirosaban


Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata kepadatan lalat antara sebelum
perlakuan dan setelah perlakuan.

BAB II
METODE PENELITIAN

A. Tahap Penelitian

Metode yang digunakan dalam praktikum penghitungan kepadatan lalat ini


digunakan metode observasi dengan menggunakan alat fly grill. Pada praktikum
penghitungan kepadatan lalat ini pada penghitungan kedua diberikan perlakuan yaitu
melakukan penyemprotan baygon di TPA sampah Wirosaban sebelum dilakukan
penghitungan. Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
1.

Sebelum Perlakuan
a.

Meletakkan fly grill di TPA sampah Wirosaban

b.

Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada
berapa lalat yang menempel.

c.

Menghitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi


kemudian dibagi 5.

2.

Setelah Perlakuan
a.

Melakukan penyemprotan menggunakan baygon pada TPA sampah Wirosaban

d.

Meletakkan fly grill di TPA sampah Wirosaban

e.

Menghitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada
berapa lalat yang menempel.

b.

Menghitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi


kemudian dibagi 5.

B. Tahap Analisis Data


Analisis univariat digunakan untuk mengetahui rata-rata kepadatan lalat sebelum
dan setelah dilakukan perlakuan. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk
mengetahui perbedaan rerata sebelum dan sesudah diberikan perlakuan yaitu dengan
menggunakan uji T test tidak berpasangan dengan =0,05. Pengambilan keputusan yaitu
dengan melihat pada p value, bermakna jika p value < 0,05.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran kepadatan lalat di TPA Wirosaban yang dilakukan pada hari Sabtu
tanggal 19 Desember 2015 pukul 15.00 WIB adalah sebagai berikut :
Tabel I. Distribusi frekuensi angka kepadatan lalat di TPA sampah Wirosaban

1
0

Rata-rata
dari 5
detik yang
tertinggi

2
7

2
5

3
1

2
9

2
8

2
9

3
1

3
2

3
0

2
9

31

1
9

2
1

2
0

1
8

1
7

1
3

2
0

2
5

2
2

1
6

22

Pengukuran 30 Detik keLokasi


Sebelum Perlakuan
TPA wirosaban
Setelah perlakuan
TPA wirosaban

Grafik 1. Tingkat kepadatan lalat sebelum dan setelah perlakuan (disemprot baygon spray)

Interpretasi hasil pengukuran kepadatan lalat untuk setiap fly grill adalah :
0-2

: Tidak menjadi masalah

3-5

: populasi padat perlu pengamanan dan tempat berbiak lalat

6-20

: populasi padat perlu pengendalian

> 20 : populasi sangat padat , maka perlu dilakuka pengamanan dan pengendalian lalat
(Depkes, 1992)
Hasil analisis univariat dapat dilihat dari tabel I dan grafik I, bahwa hasil pengukuran
kepadatan lalat di TPA sampah Wirosaban dengan menggunakan flygrill sebelum perlakuan

adalah sebesar 31 (> 20) yang bermakna populasi sangat padat. Kemudian setelah dilakukan
penyemprotan baygon kepadatan lalat mengalami penurunan menjadi 22 (>20) namun masih
dikatakan populasinya padat.
Tingginya kepadatan lalat di TPA sampah di Wirosaban dapat disebabkan karena jarak
yang dekat dengan pemukiman penduduk serta sistem open dumping ( tanpa penutup )
sehingga mempermudah lalat untuk berkembangbiak dan hinggap di pemukiman penduduk
yang tidak higienis.
Setelah analisa univariat dilakukan, kemudian analisa bivariat dilanjutkan untuk
mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata antara status perlakuan dengan tingkat kepadatan
lalat. Berikut hasil uji analisi nya:
Tabel.2 Perbedaaan rerata antara status perlakuan dengan tingkat kepadatan lalat
Status Perlakuan
Sebelum disemprot baygon
Setelah disemprot baygon
Uji T test Tidak Berpasangan

Rerata (s.e)
29,10 (0,657)
19,10 (1,059)

Nilai p

Perbedaan Rerata (IK 95%)

0,000

7,382-12,618 (5,236)

Berdasarkan hasil analisis yang tercantum pada tabel.2 memperlihatkan bahwa hasil
pengukuran lalat di TPA Sampah Wirosaban sebelum adanya perlakuan memiliki rerata
sebesar 29,10 dan setelah dilakukan perlakuan yaitu penyemprotan baygon , reratanya
sebesar 19,10. Selanjutnya hasil uji T test Tidak bepasangan menunjukkan nilai p = 0,000
(p<0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata kepadatan lalat yang
bermakna antara sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan.
Lalat merupakan salah satu insekta (serangga) yang berperan dalam masalah
kesehatan masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan yang dapat
memindahkan kuman/patogen penyakit dari tempat-tempat yang lembab dan kotor, misalnya
sampah dan tinja, kemudian hinggap pada makanan dan minuman manusia yang akhirnya
akan dapat menyebabkan penyakit diare. Dalam penelitian ini diperoleh angka kepadatan
lalat yang tinggi serta lokasi TPA sampah yang berdekatan dengan pemukiman warga
sehingga sangat berpotensi menyebabkan berbagai penyakit (Andriani, 2007).
Untuk mengurangi atau menghilangkan tempat perindukan lalat, dapat dilakukan
upaya perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan rumah atau meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap kebutuhan akan lingkungan yang bersih, penataan hunian rumah yang
sehat. Selain itu, perlunya melindungi makanan, peralatan makan, dan orang yang kontak
dengan lalat dapat dilakukan dengan cara: jendela dan ventilasi rumah dipasang kawat kasa,
pintu masuk dilengkapi dengan gorden, penggunaan tudung saji untuk menutup makanan,

dan memasang stik perekat anti lalat jika diperlukan untuk mencegah atau mengurangi lalat
masuk ke dalam rumah dan mengurangi bahaya terhadap kontaminasi makanan oleh lalat.
Bisa juga dengan usaha pengendalian dengan menggunakan Insektisida sesuai aturan
pemakaian.
Untuk membasmi lalat dewasa bisa dilakukan penyemprotan udara, jika di dalam
rumah penyemprotan dengan 0,1% pyrethrum, diluar rumah dengan fogging suspensi atau
laruan dari 5% DDT, 2% lindane atau 5% malation. Dalam penelitian ini menggunakan
insektisida baygon yang berbahan aktif praletrin 0,2 % dan d-aletrin 0,15% yang mana bahan
aktif ini termasuk golongan pirethroid. Keunggulan piretroid bekerja cepat pada serangga,
aplikasi dosis rendah, toksisitas pada mamalia tergolong rendah , tidak berbau, non-residual
(Kemenkes,2012).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pengukuran kepadatan lalat di TPA sampah Wirosaban, Yogyakarta dapat


ditarik kesimpulan sebagai berikut : angka kepadatan lalat sebelum perlakuan sebesar 31 dan
setelah perlakuan yaitu dilakukan penyemprotan baygon yaitu sebesar 22 yang dapat
disimpulakan bahwa tingkat populasi lalat sangat padat walaupun terjadi penurunan setelah
dilakukan penyemprotan baygon. Terdapat perbadaan rerata rerata kepadatan lalat yang
bermakna antara sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan. Hal ini dapat dilihat dengan
nilai 0=0,000 (p<0,05).
Dengan memperhatikan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka
saran yang dapat diberikan adalah bagi Dinas Kesehatan adalah mengurangi kepadatan lalat
di pembuangan akhir sampah dengan cara melakukan pengendalian lalat dari sumbernya
(TPA Sampah Wirosaban) melalui kegiatan penyemprotan lalat secara berkala sesuai
Pedoman Teknis yang diberlakukan oleh pemerintah. Kemudian bagi Puskesmas, dalam
upaya pencegahan penyakit akibat lalat, maka perlu peningkatan kegiatan promosi kesehatan
bagi masyarakat yang tinggal di sekitar TPA Sampah tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) khususnya mengenai perilaku mencuci tangan, perilaku menutup
makanan/minuman untuk menghindari kontaminasi, penggunaan sumber air minum dan
sumber air bersih yang sudah memenuhi syarat kesehatan untuk menutup makanan, dan
memasang stik perekat anti lalat jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, 2007. Pemberantasan Serangga dan Penyebab Penyakit Tanaman Liar dan
Penggunaan Pestisida. Proyek Pembangunan Pendidikan Sanitasi Pusat , Pusdiknas
Depkes RI
Depkes RI., 1992. Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat, Direktorat Jenderal PPM
dan PL, Jakarta.
Kemenkes, 2012. Hama Permukiman Indonesia. Kementrian Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai