Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PORTOFOLIO KASUS EMERGENSI

Oleh :

dr. Andriana Adolf Nggay

Pendamping :

dr. Rasmono M, M.Kes

RUMAH SAKIT UMUM dr. H. KOESNADI


BONDOWOSO
2015

PORTOFOLIO KASUS EMERGENSI


Nama
: dr. Andriana adolf Nggay
Wahana
: RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso
Topik
: Syok Septik Et Causa TB paru dengan Efusi Pleura Sinistra
Tanggal Kasus
: 9 Desember 2015
Nama Pasien
: Ny. R
No. RM : 0-71-95-xx
Tanggal Presentasi : 18 September 2015
Pendamping : dr. Rasmono
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSU dr. H. Koesnadi Bondowoso
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa Lansia
Bumil
DESKRIPSI :
Ny. R, , 61 tahun, demam sejak 7 hari SMRS.
Tujuan :
-

Menegakkan diagnosis
Memberikan terapi yang sesuai
Memberikan edukasi pada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit, pengobatan serta

prognosisnya
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Cara Membahas :

Diskusi

Data Pasien
Nama Klinik : RSU dr. H.
Koesnadi Bondowoso

Riset
Presentasi &

Diskusi
Nama : Ny. R

Kasus

Audit

Email

Pos

Telp : (0332) 421263, 421974

No. RM : 0-71-95-xx
Terdaftar sejak : 2015

BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. R

Jenis kelamin

: Perempuan

Usia

: 61 tahun

Alamat

: Mangli Wetan RT 28/13 Tapen, Bondowoso

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RS

: 9 Desember 2015 pukul 13.20

B. SUBJECTIVE
Anamnesa
Keluhan utama:
Demam
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien diantar keluarga dengan demam. Pasien merasa demam sejak 1 minggu,
demam dirasakan naik turun.pasien lebih merasakan demam pada malam hari. Tiga

hari SMRS demam dirasakan terus menerus.


Keluhan tambahan:
Pasien batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS, Dahak kental warna kuning tanpa
disertai darah. Keringat malam disangkal, Sesak napas 4 hari SMRS.sesak
dirasakan saat beraktivitas dan sedikit berkurang bila istirahat, namun tidak hilang
sepenuhnya. PND dan OP disangkal, pusing (+),Akhir-akhir ini pasien sering
merasa mual (+), muntah (-), sejak sakit nafsu makan menurun dan berat badan
turun. BAB biasa, BAK sedikit 2 hari ini, nyeri dada (-), berdebar (-), riwayat

perdarahan (-), Riwayat trauma (-)


Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat sesak sejak kecil dan sebelumnya (-) , hipertensi (-), DM (-),penyakit

jantung (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat batuk lama di keluarga tidak ada. hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM

(-).
Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya minum jamu yang dibeli di took. Selama sakit tidak pernah berobat di

puskesmas.
Riwayat lingkungan :
Lingkungan pasien merupakan perumahan padat penduduk. Tetangga pasien ada

yang memiliki riwayat batuk lama dan dalam tahap pengobatan 6 bulan
Riwayat makanan
Semenjak sakit, pasien sering merasa mual dan tidak nafsu makan
Riwayat Alergi
Alergi terhadap makanan dan obat obatan tidak diketahui

C. OBJECTIVE
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: Sakit Sedang.

Kesadaran/GCS

: Compos Mentis / GCS 4 5 6

Tanda Vital :

Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Respirasi

: 80/50 mmHg
: 112 x/menit
: 39,0 0C
: 27x/menit

Kepala & Leher :

Konjungtiva anemis -/Sklera ikterik -/Pupil isokor 3mm/3mm


Sianosis -/Tidak ada pembesaran KGB leher
JVP normal

Thorax :

Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Batas jantung kanan di linea parasternal kanan ICS IV,


Batas jantung kiri di linea midclavicula kiri ICS V

Auskultasi: S1>S2, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo
Inspeksi

: Simetris, otot bantu napas (-), retraksi (-)

Palpasi

: Vocal fremitus kiri lebih lemah dibandingkan kanan

Perkusi

: Terdengar sonor/ redup

Auskultasi : Vesikuler +/, Rhonki -/-, Wheezing -/

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Auskultasi : BU (+), 4x/menit


Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi

: Timpani

Ginjal

: Nyeri ketok CVA (-), Ballotement (-)

Ektremitas:
Edema -/-

Akral Hangat
Capillary refill > 2 detik

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah tanggal 9 Desember 2015
Jenis Tes
LED 1 jam
Hemoglobin

Hasil Test
10,7 g/dL

Hasi Tes Normal


L : 0-10 mm P : 0-20 mm
L : 13-17 g/dL

Leukosit
Hitung jenis

35.400 /mm

P : 11,5-16 g/dL
4.000-11.000 /mm

Eo/bas/bat/seg/lim/mo
Trombosit
Hematokrit

-/-/-/88/10/2 (%)
319.000 /mm
34%

1-3/0-1/2-6/50-70/20-40/2-8
150.000-450.000 /mm
L : 40-70% P : 37-48 %

Gula darah sewaktu


Fungsi Hati :

147 mgr%

SGOT

18 U/l

L : 37 U/I

P : 31 U/I

SGPT

16 U/l

L : 42 U/I

P : 32 U/I

Albumin
Fungsi Ginjal :

2,89 g%

3,5-5,6 g%

Ureum

25 mgr %

10 - 50

Creatinin

0,65 mgr %

L : 0,6 1,1

Natrium

148 mmol/L

135-155 mmol/L

Kalium

4,2 mmol/L

3,6-5,5 mmol/L

Chlorida

111 mmol/L

98-106 mmol/L

P : 0,5-0,9

Serum Elektrolit

Widal:
O

1/80

1/80

D. DAFTAR MASALAH
1. Demam
2. Batuk berdahak 2 mgg
3. Sesak napas
4. Berat badan turun
5. Tanda SIRS: (Febris, Takikardi,Takipneu, dan Leukositosis)

6.
7.
8.
9.

Hipotensi
Akral hangat
CRT > 2 detik
Vocal fremitus kiri lebih lemah dibandingkan kanan

10. Terdengar sonor/ redup, Vesikuler +/,

E. ASSESMENT
Syok Septik dan Efusi Pleura Sinistra et causa Tuberculosis Paru
dd Pneumonia
F. PLANNING
Terapi
o O2 masker 8 liter/menit
o Infus RL Loading 2 Liter
o Pasang Dower Kateter no. 16
o Pasang monitor
o Drip Parasetamol 1 gram IV
o Injeksi Omeprazole 1 vial
Konsul dr Maharani Sp. EM
o Loading RL 2 Liter jika TD tidak membaik berikan Dextran 1 kolf jika TD
tetap mulai pemberian NorEpinephrin Dosis 100 nano/kgbb/menit jika TD
membaik masuk ICUKonsul dr Ruangan
o Injeksi Ceftriaxone 1 gram IV
o Infus Metronidazole 500 mg IV
o (Pukul 16.20) mulai pemberian NE dengan tetesan 1,7 cc/jam (BB:45 kg)
TD 100/70 mmHg

Pemeriksaan Penunjang
o Cek Lab Lengkap (DL,LFT,GDS,Albumin, RFT,Serum Elektrolit, Widal)
o EKG
o Thorax foto
o Periksa sputum BTA
o Analisis cairan pleura
Edukasi
o Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga pasien mengenai
Tuberkulosis Paru dan berapa lama pengobatan yang harus dijalani.
o Meningkatkan pengetahuan pasien atau keluarga pasien dalam identifikasi
faktor penyebab dan gejala Tuberkulosis paru.sehingga jika ada keluarga
atau tetangga yang mengalami gejala TB segera berobat ke puskesmas

o Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga pasien mengenai cara


mencegah penularan Tuberculosis Paru
o Perlunya ventilasi memadai sehingga sirkulasi udara baik
o Meningkatkan pola hidup sehat, terutama konsumsi makanan yang
mengandung gizi baik. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan imunitas.

G. HASIL FOLLOW UP
Follow Up 9 Desember 2015
S
- Sesak napas
- Batuk berdahak
-demam
- Mual

O
A
P
GCS 456, tampak lemah
Observasi febris H-7 Advice dr.Gunawan, SpPd:
Tanda vital :
Aminofluid Assering 2:1
dan
syok
septik
Et
dosis NE menjadi 150
TD : 83/48 mmHg
causa
suspek
TB
Paru
N : 83 x/mnt
nano/Kgbb/menit2,5
RR : 28 x/mnt
cc/jam
S : 38,3C
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
SPo2: 96 %
Inf Metronidazole 3x500mg
Kepala dan leher :dbn
Injeksi Prosogan 2x1 vial
Thorax :
Injek Dexamethasone 3x1
Jantung : dbn
Diit BH
Paru :
Memposisikan semi Flowler
I/P : Vocal fremitus kiri lebih lemah
Cek Sputum BTA dan Foto
dibandingkan kanan
Thoraks AP
P : sonor /redup
Pukul 23.00
A : ves +/, rhonki -/- ,wheezing -/Vital sign stabil
Abdomen : dbn
Ekstremitas : Akral Hangat

Follow Up 10 Desember 2015


S
- Sesak napas berkurang
- Batuk berdahak

O
- GCS 456, tampak lemah
- Tanda vital :

A
- Observasi febris H-8
dengan syok septik Et

P
Visit dr Gunawan Sp. PD
02 nasal 3lpm

- Nyeri pinggang kiri


- Demam

TD : 120/70 mmHg
N : 87 x/mnt
RR : 26 x/mnt
S : 37.8C
SP02: 97%
- Kepala dan leher :dbn
- Thorax :
Jantung : dbn
Paru :
I/P : Vocal fremitus kiri lebih lemah
dibandingkan kanan
P : sonor /Redup
- A : ves +/, rhonki -/- ,wheezing
-/-Abdomen : dbn

causa suspek TB Paru

Aminofluid Assering 2:1


dosis NE menjadi 150
nano/Kgbb/menit2,5

cc/jam (STOP)
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Inf Metronidazole 3x500mg
Injeksi Prosogan 2x1 vial
Injek Dexamethasone 3x1
Jika hasil Lab dan Foto
Thorax jadi laporkan

-Ekstrmts: dbn

Hasil Rontgen Thorax AP, 10 Desember 2015

Thorax PA
Cor : Bentuk dan ukuran normal.
Pulmo : Bronchovascular pattern meningkat kasar
S. Phrenicostalis dextra tajam et sinistra tumpul
Kesimpulan. Bronchitis kronis
Follow Up 11 Desember 2015
S
- Sesak napas berkurang
- Batuk berdahak
- Nyeri perut

O
Pukul 06.00
- GCS 456, tampak lemah.
- Tanda vital :
TD : 80/50 mmHg
N : 88 x/mnt

A
Syok Septik dan Efusi
Pleura
causa

Advice dr.Gunawan, SpPd:


02 nasal 3 lpm
Infus Assering 14 tpm
Tuberculosis
Masukan NE dosis 50

Sinistra

et

10

RR : 24 x/mnt
S : 37,6C
SP02:97%
Pukul 11.00
TD : 100/60 mmHg
N : 68 x/mnt
RR : 24 x/mnt
S : 37,4C
SP02:97%
- Kepala dan leher :dbn
- Thorax :
Jantung : dbn
Paru :
I/P : Vocal fremitus kiri lebih lemah
dibandingkan kanan
P : sonor /Redup
- A : ves +/, rhonki -/- ,wheezing -/- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : dbn

Paru

nano/Kgbb/menit0,8
-

cc/jam (pkl 08.00)


Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Inf Metronidazole 3x500mg
Injeksi Prosogan 2x1 vial
Injek Dexamethasone 3x1
Konsul dr spesialis paru

Visite dr Yus Priyatna SP. P


OAT Pro TB 4 1x3 tab
Evakuasi cairan pleura
-

150 cc
Analisa cairan pleura
Proof punksi
Punksi pleura 50 cc
Injek Levofloksasin 2x 750
mg

11

Follow Up 12 Desember 2015


S
- Batuk berkurang
- Dahak sulit keluar

O
A
P
- GCS 456, tampak sakit sedang
Syok Septik dan Efusi
- Tanda vital :
Visite dr Yus Priyatna SP. P
Pleura
Sinistra
et
OAT Pro TB 4 1x3 tab
TD : 120/70 mmHg
Injek Levofloksasin 2x 750
causa
Tuberculosis
N : 78 x/mnt
RR : 20 x/mnt
mg
Paru
S : 37,0C
Infus Assering 14 tpm
Masukan NE dosis 50
- Kepala dan leher :dbn
- Thorax :
nano/Kgbb/menit0,8
Jantung : dbn
cc/jam (STOP)
Paru :
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
I/P : Vocal fremitus kiri lebih lemah
Inf Metronidazole 3x500mg
dibandingkan kanan
Injeksi Prosogan 2x1 vial
P : sonor /Redup
Injek Dexamethasone 3x1
A : ves +/, rhonki -/- ,wheezing -/- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : dbn

Follow Up 13 Desember 2015

S
Batuk berkurang
Nyeri perut

O
- GCS 456, tampak sakit sedang
- Tanda vital :

Syok Septik dan Efusi Visite dr Yus Priyatna SP. P


OAT Pro TB 4 1x3 tab
Pleura Sinistra et causa

12

Ma/mi sedikit tapi


sering

TD : 120/70 mmHg
N : 78 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 37,0C
- Kepala dan leher :dbn
- Thorax :
Jantung : dbn
Paru :
I/P : Vocal fremitus kiri

Tuberculosis Paru

Injek Levofloksasin 1x 750 mg


Infus Assering 14 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Inf Metronidazole 3x500mg
Injeksi Prosogan 2x1 vial
Injek Dexamethasone 3x1

lebih lemah dibandingkan


kanan
P : sonor /Redup
A : ves +/, rhonki -/,wheezing -/- Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn
Follow Up 14 Desember 2015
-

S
Batuk berkurang

O
- GCS 456, tampak sakit sedang
- Tanda vital :
TD : 120/70 mmHg
N : 78 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 37,0C
- Kepala dan leher :dbn

A
P
- Syok Septik dan Efusi Visite dr Yus Priyatna SP. P
OAT Pro TB 4 1x3 tab
Pleura Sinistra et causa Injek Levofloksasin 1x 750 mg
Tuberculosis Paru
Infus Assering 14 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram
Inf Metronidazole 3x500mg
Injeksi Prosogan 2x1 vial
Injek Dexamethasone 3x1
13

- Thorax :
Jantung : dbn
Paru :
I/P : Simetris
P : sonor /sonor
A : ves +/+, rhonki (-/-),Wh
(-/-)
- Abdomen : dbn
- Ekstremitas : dbn

Pasien KRS
P/O:
- tab Levofloksasin 2x1
- OAT Pro TB 4 1x3 tab
- Ambroxol 3x 1 tab
- 3 hari kontrol

14

15

16

RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO

Subjektif
a. Keluhan utama : Demam.
b. Riwayat penyakit sekarang : Pasien merasa demam sejak 1 minggu,
demam dirasakan naik turun.pasien lebih merasakan demam pada malam
hari. Tiga hari SMRS demam dirasakan terus menerus.
c. Keluhan Tambahan :Pasien batuk berdahak sejak 2 minggu SMRS,
Dahak kental warna kuning. Sesak napas 4 hari SMRS.sesak dirasakan
saat beraktivitas dan sedikit berkurang bila istirahat, namun tidak hilang
sepenuhnya. pusing (+),mual (+), sejak sakit nafsu makan menurun dan
berat badan turun. BAK sedikit 2 hari ini.
d. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat sesak sejak kecil dan sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga :Riwayat batuk lama di keluarga tidak ada.
f. Riwayat Pengobatan : Pasien hanya minum jamu yang dibeli di toko.
Selama sakit tidak pernah berobat di puskesmas.
g. Riwayat lingkungan : Tetangga pasien ada yang memiliki riwayat batuk
lama dan dalam tahap pengobatan 6 bulan
h. Riwayat makanan :Semenjak sakit, pasien sering merasa mual dan
tidak nafsu makan.

Objektif
Hasil dari pemeriksaan fisik yang mendukung untuk menegakkan diagnosis
yaitu:
a. Gejala klinis
b. Pemeriksaan fisik :
Tanda-tanda vital : tensi 80/50 mmHg, nadi 112 x/m, RR 27x/m,
suhu 39,0C
Thorax (Paru) : Vocal fremitus kiri lebih lemah dibandingkan
kanan, Perkusi : Terdengar sonor/ redup, Vesikuler +/

Assessment (Penalaran Klinis)

Menurut hasil anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang


dilakukan kepada pasien mengarah pada diagnosa Syok Septik dan Efusi Pleura Sinistra
et causa Tuberculosis Paru .Syok septic ditandai adanya gejala berupa adanya tanda
tanda SIRS ( demam,Takipneu,takikardi, dan leukositosis) yang di sertai hipotensi dan
adanya gangguan perfusi.jika dilihat dari usia pasien tergolong rentan. sedangkan TB

17

paru dan Efusi pleura. keluhan utama batuk sejak 1 bulan dan sesak napas 4 hari SMRS
1 hari SMRS. Dari keluhan tersebut, adanya gangguan di system respirasi atau gagal
jantung. Kurang lebih 1 bulan SMRS, pasien sering mengeluh batuk, dahak (+), warna
dahak kuning, nafsu makan yang menurun, berat badan menurun. Pada keadaan ini,
pasien tidak berobat. Dari keluhan tersebut dapat diketahui adanya batuk kronis, yang
disebabkan TB paru atau bronchitis kronik.selain batuk, pasien juga mengeluh sesak
napas sesak dirasakan saat beraktivitas dan sedikit berkurang bila istirahat, namun tidak
hilang sepenuhnya.dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan Vocal fremitus kiri lebih
lemah dibandingkan kanan, Perkusi : Terdengar sonor/ redup, Vesikuler +/,
dikarenakan adanya proses pada pleura, dapat disebabkan adanya pleuritis atau efusi
pleura.

BAB II
PEMBAHASAN
SYOK SEPTIK
Sepsis adalah permasalahan yang memiliki mortalitas dan morbiditas yang tinggi
terutama pada orang lanjut usia. Lansia lebih rentan terkena infeksi karena proses
perubahan tubuh dan menurunnya fungsi organ organ serta adanya penyakit komorbid.
Diagnosi sepsis pada lansia agak sulit, karena lansia memberikan respon yang kurang
jelas terhadap sepsis dan dapat disertai dengan delirium. Karena penegakan diagnosis
yang agak sulit, penatalaksanaan terhadap sepsisnya dapat tertunda sehingga
mempengaruhi hasil akhir pengobatan. Terdapat kecenderungan untuk menangani lansia
secara kurang agresif karena faktor penuaan, namun perlu dipertimbangkan hal hal

18

selain umur dalam menentukan keagresifan terapi misalnya performance level,kualitas


hidup, dan keinginan pasien.
Sepsis adalah infeksi disertai dengan respon sistemik ditandai dengan 2 atau lebih tanda:
Temperatur >38C
Denyut jantung > 90 kali/menit
Respirasi >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
Sel darah putih > 12.000/mm3
Sepsis syndrome adalah gejala klinis infeksi disertai dengan respon sistemik yang
menyebabkan gangguan organ berupa: Insufisiensi respirasi, disfungsi renal,asidosis
atau gejala mental. Septic Shock adalah sepsis syndrome disertai dengan hipotensi dan
adanya gangguan perfusi. Refractory septic shock adalah syok septic yang berlangsung
lebih dari satu jam tanpa respon terhadap intervensi cairan atau obat farmakologis.
Faktor resiko terhadap pasien Lansia
Proses penuaan adalah suatu proses yang berhubungan dengan berbagai faktor resiko
yang meningkatkan insidens dan mortalitas sepsis. Beberapa di antaranya yaitu:
1. Status Performans
Status performans yang lebih buruk akibat proses penuaan
2. Faktor nutrisi: Salah satu perubahan fisiologis akibat proses menua adalah
penurunan signifikan pada sensitivitas diskriminasi rasa. Hal ini menyebabkan
lansia kurang menikmati makan sehingga dapat memicu penurunan berat badan.
3. Fungsi imun
: pasien lansia sering mengalami gangguan nutrisi atau
imunologis, sehingga menjadi lebih mudah terkena infeksi dan komplikasinya
Manifestasi infeksi pada lansia ssering tidak khas dan karenanya perlu pengamatan yang
cermat. Tidak dijumpai demam pada pasien lansia dengan sepsis dapat terjadi karena
beberapa alasan. Fokus infeksi yang sering di jumpai pada lansia serupa dengan
kelompok umur yang lain mencakup system pernafasan, kemih, dan gastrointestinal.
Organism yang paling sering dijumpai adalah basil gram negarif, namun terdapat
peningkatan tajam insidens infeksi kokus gram positif. Peningkatan ini mungkin
diakibatkan perawatan pasien lansia di rumah jompo dan peningkatan penggunaan dini
antibiotic spectrum luas
Pada kasus ini, adanya faktor risiko pada pasien yaitu status
performans yang buruk akibat proses penuaan,faktor nutrisi yang kurang
dan gangguan imun sehingga pasien mudah mengalami infeksi.

19

Manifestasi klinis pada pasien Lansia


Proses sepsis dicirikan dengan beberapa tanda dan gejala yang mencakup:
Demam atau hipotermi
Leukositosis atau leucopenia
Takikardi
Takipneu
Gejala-gejala ini jika tidak dikenali dan ditangani secara cepat dan tepat dapat berlanjut
menjadi sebuah runtutan kejadian yang dapat mengakibatkan cedera endovascular
difus,thrombosis microvaskular ,iskemia organ dan kematian.
Pasien lansia memiliki kesulitan-kesulitan tertentu dalam diagnosis dan penatalaksanaan
sepsis. Pertama, mendapatkan sampel diagnostic dari pasien membutuhkan kerjasama
dengan pasien tersebut, padahal pasien lansia dapat berada dalam kondisi rapuh,
mengalami penurunan kognitif atau sakit parah sehingga kurang dapat bekerja sama
dengan tim medis.kedua,manifestasi klinis SIRS dapat tidak terlihat atau kurang dapat
diamati dengan jelas. Hal ini dapat menunda tindakan intervensi penting yang pada
akhirnya akan mempengaruhi outcome dari pasien ini. Beberapa penelitian
menyebutkan bahawa jika terapi empiris untuk sepsis ditunda 8-24 jam, maka mortalitas
dapat meningkat 8 sampai 22 kali lipat.

20

Manifestasi infeksi pada lansia sering tidak khas dan karenanya perlu pengamatan yang
cermat.demam dapat tidak ditemui pada sepertiga pasien berusia diatas 65 tahun yang
mengalami infeksi akut berat yang membahayakan nyawa.
Manifestasi dari respon sepsis biasanya ditekankan pada gejala dan tanda-tanda
penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda dan gejala
berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala pada setiap
pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis adalah normoatau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada neonatus, pada pasien
lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme. Pasien dalam fase awal sepsis
sering mengalami cemas, demam, takikardi, dan takipnea. Pada sepsis berat muncul
dampak dari penurunan perfusi mempengaruhi setidaknya satu organ dengan gangguan
kesadaran, hipoksemia (PO2 <75 mmHg), peningkatan laktat plasma, atau oliguria (30
ml / jam meskipun sudah diberikan cairan). Sekitar satu perempat dari pasien
mengalami sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) dengan infiltrat paru bilateral,
hipoksemia (PO2 <70 mmHg, FiO2 >0,4), dan kapiler paru tekanan <18 mmHg .Pada
syok septik terjadi hipoperfusi organ . Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada
pasien usia lanjut yang tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia
dan takipnea menjadi satu-satunya petunjuk, Sehingga masih diperlukan pemeriksaan
lebih lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan
kreatinin plasma, intoleransi glukosa dan lainnya
Pada kasus ini, ditemukan manifestasi klinis seperti sesak nafas
mendadak disertai batuk dan mengi. Selain itu didukung oleh pemeriksaan
fisik paru seperti adanya otot bantu napas, ronkhi dan wheezing positif di
kedua lapang paru.

Diagnosis
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau dicurigai sindrom
sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan
lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan infeksi untuk membantu dalam
memfokuskan terapi. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum evaluasi
diagnostik dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas
(perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan, gangguan pernapasan, denyut nadi),
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan

21

inisiasi cepat resusitasi. Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga
beberapa pemeriksaan fisik untuk mencari etiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien sepsis.
Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala pernapasan atas, masalah
tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan temuan
takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian pada pasien
dengan sepsis.
Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya
tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran timpani, dan ronki atau dullness
pada auskultasi paru. Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber
sepsis. Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor
pemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare
harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal,
nyeri perut, dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis
perut.
Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik member kesan sumber umum infeksi atau
penyakit tanda Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik McBurney
menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan divertikulitis, dan
pemeriksaan rektal mengungkapkan abses rektum atau prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda meningitis, termasuk kaku
kuduk, demam, dan perubahan kesadaran. Pemeriksaan neurologis terperinci adalah
penting. Letargi atau perubahan mental mungkin menunjukkan penyakit neurologis
primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan shock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri pinggang, disuria,
poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan instrumentasi urogenital. Riwayat seksual
untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga harus diperiksa untuk
melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva. Pemeriksaan dubur harus
dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaran prostat, konsisten dengan prostatitis.
Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu. Kemerahan, pembengkakan,
dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan kemampuan gerak sendi,
mungkin tanda-tanda sepsis arthritis dan mungkin arthrocentesis. Pasien harus benar-

22

benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat selulitis, abses, infeksi luka, atau
trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit untuk mengidentifikasi secara klinis.
Petechiae dan purpura merupakan infeksi Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam
seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari pathogen seperti Staphylococcus aureus atau
Streptococcus pyogenes.
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto
toraks, pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan
dugaan sumber infeksi primer .
Dari anamnesis pasien adanya keluhan sesak napas disertai
mengi dan dicetuskan oleh batuk, diperparah oleh cuaca dingin dan
debu. sesak nafas disertai dengan mengi dan adanya riwayat alergi,
selain itu terdapat riwayat atopi pada keluarga yaitu ibu.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya otot bantu napas serta
adanya rhonki dan wheezing pada auskultasi pulmo .
Penatalaksanaan

penatalaksanaan pada pasien sepsis dapat dibagi menjadi :


1. Nonfarmakologi
Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan saturasi >70% dengan melakukan ventilasi
mekanik dan drainase infeksi fokal.
2. Sepsis Akut
Menjaga tekanan darah dengan memberikan resusitasi cairan IV dan vasopressor yang
bertujuan pencapaian kembali tekanan darah >65 mmHg, menurunkan serum laktat dan
mengobati sumber infeksi.
a. Hidrasi IV, kristaloid sama efektifnya dengan koloid sebagai resusitasi cairan.
b. Terapi dengan vasopresor (mis., dopamin, norepinefrin, vasopressin) bila rata-rata
tekanan darah 70 sampai 75 mm Hg tidak dapat dipertahankan oleh hidrasi saja. Penelitian
baru-baru ini membandingkan vasopresin dosis rendah dengan norepinefrin menunjukkan
bahwa vasopresin dosis rendah tidak mengurangi angka kematian dibandingkan dengan
norepinefrin antara pasien dengan syok sepsis.
c. Memperbaiki keadaan asidosis dengan memperbaiki perfusi jaringan dilakukan ventilasi
mekanik ,bukan dengan memberikan bikarbonat.
d. Antibiotik diberikan menurut sumber infeksi yang paling sering sebagai rekomendasi
antibotik awal pasien sepsis. Sebaiknya diberikan antibiotik spektrum luas dari bakteri gram
positif dan gram negatif.cakupan yang luas bakteri gram positif dan gram negatif (atau

23

jamur jika terindikasi secara klinis). Dalam memilih antibiotic untuk pasien lansia,
umumnya semua obat dapat diberikan sesuai indikasi yang sama dengan pasien dewasa
muda. Namun dosis dan interval obat harus disesuaikan pada lansia yang memiliki berat
badan yang rendah dan fungsi ginjal yang terganggu. Efek samping obat terjadi 2-3 kali
lebih sering pada lansia dibandingkan dewasa muda. Penggunaan dosis obat yang tepat
tidak hanya penting untuk menentukan keberhasilan terapi tetapi juga untuk mencegah
terjadi resistensi. Pemilihan dosis yang tepat untuk lansia merupakan seni yang harus
mempertimbangkan kurangnya penetrasi obt ke jaringan, terganggunya farmakokinetik
obat, penyakit-penyakit penyerta dan lemahnya system imun tubuh.
e. Steroid dan ibuprofen juga telah digunakan dalam usaha menghentikan respon inflamasi
dengan berbagai hasil yang masih diamati.
f. perawatan suportif yang adekuat dengan pemantauan ketat,nutrisi cukup, profilaksis
terhadap ulkus dan deep vein thrombosis dan dukungan ventilasi harus dipertimbangkan
sebagai komponen esensial dalam perencanaan perawatan pasien lansia dengan sepsis.
g. Pengobatan biologi Drotrecogin alfa (Xigris), suatu bentuk rekayasa genetika aktifasi
protein C, telah disetujui untuk digunakan di pasien dengan sepsis berat dengan multiorgan
disfungsi (atau APACHE II skor >24); bila dikombinasikan dengan terapi konvensional,
dapat menurunkan angka mortalitas.
3. Sepsis kronis
Terapi antibiotik berdasarkan hasil kultur dan umumnya terapi dilanjutkan minimal selama
2 minggu.
Pada pasien ini, saat serangan di IGD diberikan nebulisasi beta2 agonis yaitu
nebulisasi ventolin (salbutamol) pertama dilanjutkan kedua kemudian nebulisasi ketiga
Ventolin + pulmicort, inj Metil prednisolon, O2 3 lpm. Lalu diobservasi pasien hanya
menunjukkan respon parsial sehingga perlu rawat inap.

Prognosis Sepsis pada Lansia


Sepsis berat adalah keadaan yang memiliki prognosis jelek pada seluruh kelompok
umur. Faktor-faktor yang digunakan untuk memprediksi outcome pada pasien dengan
penyakit kritis mencakup:
Status imunitas
Jenis kelamin
Umur
Kejadian nosokomial
Komorbiditas
Keparahan penyakit

24

Walaupun studi populasi menunjukan bahwa pasien lansia memang memiliki mortalitas
yang lebih tinggi pada sepsis, namun penting bagi klinisi untuk memisahkan prognosis
umum antara populasi lansia dengan individu lansia. Umur tidak bias menjadi satusatunya faktor untuk memprediksi outcome atau untuk menentukan pilihan perawatan
pada pasien.Walaupun umur adalah faktor penting dalam memprediksi lama rawatan di
ICU, namun peningkatan mortalitas yang terjadi pada lansia dengan sepsis terjadi
karena komorbid yang dialami kelompok usia ini, antara lain:
Metastatic neoplasm (43,4%)
Penyakit hati kronik (37,1%)
Non metastatic neoplasm (36,9%)
Penyakit ginjal kronis
PPOK (32,1%)

Tuberkulosis paru
Definisi
Tuberkulosis paru (Tb paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan
kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok
mengelilingi bakteri dalam paru. Tb paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai
oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat
menular melalui udara, waktu seseorang dengan Tb aktif pada paru batuk, bersin atau
bicara
Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes yaitu:
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

25

b. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis
dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam kelompok ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

Etiologi
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) . Sumber penularan adalah
penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam.
Orang

dapat

terinfeksi

kalau

droplet

tersebut

terhirup

ke

dalam

saluran

pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui


pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

26

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberculosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.
Diagnosis
Diagnosis

tuberkulosis

paru

ditegakkan

melalui

pemeriksaan

gejala

klinis,

mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional,


penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan
mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gejala
a) Gejala sistemik/umum
o Penurunan nafsu makan dan berat badan.
o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
b) Gejala khusus
o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi",
suara nafas melemah yang disertai sesak.
o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

27

PATOGENESIS

Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT. Mikobakteri merupakan kuman tahan asam yang
sifatnya berbeda dengan kuman lain karena tumbuhnya sangat lambat dan cepat sekali
timbul resistensi bila terpajan dengan satu obat. Umumnya antibiotika bekerja lebih
aktif terhadap kuman yang cepat membelah dibandingkan dengan kuman yang lambat
membelah. Sifat lambat membelah yang dimiliki mikobakteri merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan perkembangan penemuan obat antimikro bakteri baru jauh
lebih sulit dan lambat dibandingkan antibakteri lain:
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Streptomisin,
Etambutol. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin ,Amikasin, Kuinolon.
Pengobatan Tb paru pada orang dewasa di bagi dalam beberapa kategori
yaitu :

28

1. Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu (tahap lanjutan). Diberikan kepada:
a. Penderita baru TBC paru BTA positif.
b. Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
2. Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada :
a. Penderita kambuh.
b. Penderita gagal terapi.
c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
3. Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
4. Kategori 4: RHZES
Diberikan pada kasus Tb kronik .
Komplikasi
Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1. Komplikasi dini: komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
2. Komplikasi pada stadium lanjut :
a. Hemoptisis masif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
c. Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat
pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
d. Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps spontan karena bula/blep yang pecah
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya

Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis

29

Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga
dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik
berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru,
infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer.
Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui
pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada
beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme
patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada pasien dewasa yang lebih tua
kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus
dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan prinsip
reaksi imunologi terhadap Ag M. TB
Patogenesis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu keadaan dimana
terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi pleura TB
bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini
merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 6-12
minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi pleura TB
ini diduga akibat pecahnya focus perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkejuan
dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang
akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan
limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura
terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura.

Cairan efusi

umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun terkadang bila terdapat banyak
kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat menjadi purulen, sehingga membentuk
empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Jarang, keadaan seperti ini akan berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini
terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imuniti
rendah.

30

3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
2.5. Manifestasi Klinis
Kadang-kadang efusi pleura TB asimptomatik jika cairan efusinya masih sedikit dan
sering terdeteksi pada pemeriksaan radiologi yang dilakukan untuk tujuan tertentu.
Namun jika cairan efusi dalam jumlah sedang sampai banyak maka akan memberikan
gejala dan kelainan dari pemeriksaan fisik. Efusi pleura TB biasanya memberikan
gambaran klinis yang bervariasi berupa
gejala respiratorik, seperti nyeri dada, batuk, sesak nafas. Gejala umum berupa demam,
keringat malam, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, rasa lelah dan lemah
juga bisa dijumpai. Gejala yang paling sering dijumpai adalah batuk (~70%) biasanya
tidak berdahak, nyeri dada (~75%) biasanya nyeri dada pleuritik, demam sekitar 14%
yang subfebris, penurunan berat badan dan malaise. Walaupun TB merupakan suatu
penyakit yang kronis akan tetapi efusi pleura TB sering manifestasi klinisnya sebagai
suatu penyakit yang akut.30 Sepertiga penderita efusi pleura TB sebagai suatu penyakit
akut yang gejalanya kurang dari 1 minggu.49 Pada suatu penelitian terhadap 71
penderita ditemukan 31% mempunyai gejala kurang dari 1 minggu durasinya dan 62%
dengan gejala kurang dari satu bulan.Umur penderita efusi pleura TB lebih muda
daripada penderita TB paru.
Diagnosis
Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan radiologi torak, pemeriksaan bakteri tahan asam sputum, cairan pleura dan
jaringan pleura, uji tuberkulin, biopsi pleura dan analisis cairan pleura. Diagnosis dapat
juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan ADA, IFN-, dan PCR cairan pleura. Hasil
darah perifer tidak bermanfaat; kebanyakan pasien tidak mengalami lekositosis.30
Sekitar 20% kasus efusi pleura TB menunjukkan gambaran infiltrat pada foto toraks.
Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat
kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,

31

sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi stem
fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang
terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai
menghilang, suara gesekan pleura.
Berdasarkan pemeriksaan radiologis toraks menurut kriteria American Thoracic Society
(ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal, lesi sedang, dan
lesi luas. Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis toraks posisi
Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran konsolidasi homogen dan
meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan mediastinum
ke sisi yang berlawanan.
Penatalaksanaan:
1.Obati penyakit dasar
2.Punksi pleura:
INDIKASI
Diagnostik
Paliatif ( mengurangi gejala; sesak nafas )
Cairan produktif
3.Punksi pleura dapat di lakukan;
WSD atau mini WSD

A.

DEFINISI
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai gangguan

inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast,
eosinophil dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi tersebut menyebabkan
episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada
malam atau dini hari. Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
napas yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversible baik
secara spontan maupun dengan pengobatan.

32

Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas. Dari definisi di atas, maka dapat diambil poin penting mengenai asma, yaitu :
1. Asma merupakan penyakit gangguan jalan nafas
2. Ditandai dengan hipersensitifitas bronkus dan bronkokonstriksi
3. Diakibatkan oleh proses inflamasi kronik
4. Bersifat reversibel
Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang
berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang
lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya
hanya singkat, dengan pengamatan 1-2 jam. Gambaran klinis Status Asmatikus
penderita tampak sakit berat dan sianosis, sesak napas, bicara terputus-putus, banyak
berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah jatuh
dalam dehidrasi berat. Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup
baik, tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah
kemudian jatuh ke dalam koma.

B.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO


Secara umum faktor resiko asma dipengaruhi atas faktor genetik dan faktor

lingkungan.
1.

Faktor Genetik
Atopi/alergi, penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat
yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena

2.

penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.


Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa, serpihan kulit

binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).


b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
3.
Faktor Lain
a. Alergen makanan, contoh: susu, telur, udang, kepiting, ikan laut, kacang tanah,
coklat, kiwi, jeruk, bahan penyedap pengawet, dan pewarna makanan.
b. Alergen obat-obatan tertentu, contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta
laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain.
c. Bahan yang mengiritasi, contoh: parfum, household spray, dan lain-lain.

33

d. Stres/gangguan emosi, dapat menjadi pencetus serangan asma, dan dapat


memperberat serangan asma yang sudah ada. Di samping gejala asma yang
timbul harus segera diobati, penderita perlu diberi nasihat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi, maka gejala asmanya
lebih sulit diobati.
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun pasif, berhubungan dengan penurunan
fungsi paru.
f. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan.
g. Exercise-induced asthma, penderita yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas/olahraga tertentu. Sebagian besar penderita asma akan mendapat
serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat, serangan
biasanya terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
h. Perubahan cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Serangan kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan).
Pada kasus ini, adanya faktor risiko genetik atopi dari ibunya yaitu
riwayat alergi berupa bersin pada pagi hari dan adanya faktor pencetus
terjadinya serangan yaitu alergi (+) terhadap debu dan cuaca dingin, yang
didahului dengan batuk.

C.

PATOGENESIS
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain

alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut. Asma dapat
terjadi melalui jalur imunologis yang didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat.
Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini disebut atopi. Pada
asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast pada interstisial
paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang
menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat.
Alergen kemudian berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa
mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil, dan
bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada dinding bronkiolus kecil,
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot polos bronkiolus,
sehingga menyebabkan inflamasi saluran napas.

34

Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera yaitu 10-15
menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons
terhadap mediator sel mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos
bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan
selama 16-24 jam, bahkan kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti
eosinofil, sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci
dalam patogenesis asma.
Teori terbaru mengenai patogenesis asma adalah hubungan antara suatu proses
inflamasi dengan proses remodeling sel epitel yang rusak akibat proses inflamasi.
Semakin lama suatu proses inflamasi terjadi, maka semakin besar pula proses
remodeling terjadi. Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang
menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori
melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsi
antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks
Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi
berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-),
dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan
proses yang penting dalam remodelling. Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran
respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma,
terutama pada proses inflamasi kronik dan berat.

Gambar 1. Patogenesis Asma (Teori remodelling)


(Pedoman Diagnonsis dan Penatalaksanaan di Indonesia: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004)

D.

MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi

yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi

35

(wheezing), batuk yang disertai serangan napas yang kumat-kumatan. Mengi (wheezing)
terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau
kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Batuk hampir selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak. Selain
itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih

menyukai

posisi

duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut, posisi ini
didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot bantu pernapasan ikut aktif,
dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan
penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang
terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2
dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan
denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam
darah akibat respons hipoksemia.
Pada kasus ini, ditemukan manifestasi klinis seperti sesak nafas
mendadak disertai batuk dan mengi. Selain itu didukung oleh pemeriksaan
fisik paru seperti adanya otot bantu napas, ronkhi dan wheezing positif di
kedua lapang paru.

E. KLASIFIKASI
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1.
Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: intermitten,
persisten ringan, persisten sedang, dan persisten berat.
Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan berat-ringannya

36

2.

Asma Saat Serangan


Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma

berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.
Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi
asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap
untuk setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam
menangani pasien asma yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang
ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien
memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan memburuk dengan
cepat, atau pasien berisiko tinggi.
Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Gejala dan
Tanda

Berat Serangan Akut

Frekuensinapas < 20/menit


Nadi
< 100

20-30/menit
100-120

Berat
Mengancam Jiwa
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Gelisah
Mengantuk,
gelisah, kesadaran
menurun
> 30/menit
> 120
Bradikardia

Pulsus
paradoksus

+/- 10 20
mmHg

+
25 mmHg

Sesak napas
Posisi
Cara berbicara
Kesadaran

Ringan
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin
gelisah

10 mmHg

Sedang
Berbicara
Duduk

Keadaan

Beberapa kata
Gelisah

Kelelahan otot
37

Otot Bantu
Napas dan
retraksi
suprasternal
Mengi

Akhir
ekspirasi
paksa > 80%
APE
> 80%
PaO2
> 80 mmHg
PaCO2
< 45 mmHg
SaO2
> 95%
Sumber : GINA, 2012

Torakoabdominal
paradoksal

Akhir
ekspirasi

Inspirasi dan
Ekspirasi

Silent Chest

60-80 %
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%

< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%

Pada kasus ini, menurut klasifikasi saat tidak serangan masuk


dalam asma persisten ringan, karena pasien dalam sebulan terakhir
mengalami 3x serangan saat malam tetapi tidak setiap hari. Berdasarkan
klasifikasi saat serangan merupakan asma dengan serangan sedang
karena adanya tanda-tanda sesak nafas saat bicara, posisi lebih enak
duduk, bicara beberapa kata, frekuensi nafas 30 x/menit, nadi 84x/menit,
mengi akhir ekspirasi dan penggunaan otot bantu nafas.

F.

DIAGNOSIS
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat

ditangani dengan semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang


merupakan titik awal untuk menegakkan diagnosis.
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a
Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari?
b

Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk

setelah terpajan alergen atau polutan?


Apakah pada waktu pasien mengalami commond cold merasakan sesak

di dada dan menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?


Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah

melakukan aktifitas atau olah raga?


e
Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah
f

pemberian obat pelega (bronkodilator)?


Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan

musim/cuaca atau suhu yang ekstrim (tiba-tiba)?


g
Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi,
konjunktivitis alergi)?

38

Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara

kandung, saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi?


2. Pemeriksaan fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma
Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental.
Frekuensi pernapasan meningkat dan ekspirasi lebih panjang daripada inspirasi.
Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu
napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal,
supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar (silent chest), sianosis.
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
Leukositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
Eosinofil darah meningkat >250/mm3, jumlah eosinofil ini menurun dengan
pemberian kortikosteroid.
Analisa gas darah : dilakukan hanya pada penderita dengan serangan asma
berat atau status asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia,
hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma ringan sampai sedang PaO 2
normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis
respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau
meningkat dan terjadi asidosis respiratorik.
Spirometri, menilai hambatan aliran udara dan reversibilitas. Pemeriksaan
bertujuan untuk menilai fungsi faal paru, menegakkan diagnosis, menilai derajat
berat asma dan pemantauan. Dilakukan saat awal, setelah stabil pasca tatalaksana
eksaserbasi dan berkala setiap 1-2 tahun untuk mengetahui perjalanan penyakit.
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat peak flow rate meter,
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Monitoring APE
penting untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons pengobatan saat

39

serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik sebelum menjadi serius, respons


pengobatan jangka panjang, justifikasi objektif dalam memberikan pengobatan
dan identifikasi pencetus misalnya pajanan lingkungan kerja.
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator).
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV1 sebesar 20% atau
lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hipereaktivitas bronkus.
Uji Alergi (Tes tusuk kulit/skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain
asma. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya
hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
Dari anamnesis pasien adanya keluhan sesak napas disertai
mengi dan dicetuskan oleh batuk, diperparah oleh cuaca dingin dan
debu. sesak nafas disertai dengan mengi dan adanya riwayat alergi,
selain itu terdapat riwayat atopi pada keluarga yaitu ibu.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya otot bantu napas serta
adanya rhonki dan wheezing pada auskultasi pulmo .

G. DIAGNOSA BANDING
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Batuk kronik akibat lain-lain
Disfungsi larings
Obstruksi mekanis
Emboli paru
H. KOMPLIKASI
1. Atelektasis
2. Hipoksemia
3. Pneumothoraks
4. Emfisema
5. Deformitas thoraks
6. Gagal nafas
I. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol).

40

Obat Asma
Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada
saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan
asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
Jenis Obat Asma
Jenis obat

Golongan

Nama generik

Pengontrol
(Antiinflamasi)

Steroid inhalasi

Flutikason propionat
Budesonide

IDT
IDT, turbuhaler

Antileukokotrin

Zafirlukast
Montelukas

Oral (tablet)

Kortikosteroid
sistemik

Metilprednisolon
Prednison

Oral, injeksi
Oral

Agonis beta-2
kerjalama

Prokaterol
Formoterol
Salmeterol

Oral
Turbuhaler
IDT

Kombinasi steroid
dan
Agonis beta-2
kerjalama

Flutikason + Salmeterol.
Budesonide + formoterol

IDT

Agonis beta-2 kerja


cepat

Salbutamol
Terbutalin

Pelega
(Bronkodilator)

Bentuk/kemasan obat

Turbuhaler

Prokaterol
Fenoterol

Oral, IDT, rotacap solution


Oral, IDT, turbuhaler, solution,
ampul (injeksi)
IDT
IDT, solution

Antikolinergik

Ipratropium bromide

IDT, solution

Metilsantin

Teofilin
Aminofilin
Teofilin lepas lambat

Oral
Oral, injeksi
Oral

Kortikosteroid
sistemik

Metilprednisolon
Prednison

Oral, inhaler
Oral

Keterangan :

IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose inhaler/MDI, dapat digunakan bersama dengan spacer

Solution : Larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebuliser

Oral : Dapat berbentuk sirup, tablet

Injeksi : Dapat untuk penggunaan subkutan, im dan iv

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi:


1. Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah dan apabila

41

tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat
dan disesuaikan dengan derajat serangan.
Penanganan di rumah
Terapi awal berupa inhalasi -agonis kerja pendek hingga 3 kali dalam satu jam.
Kemudian keluarga diminta melakukan penilaian respon untuk penentuan derajat
serangan yang kemudian ditindaklanjuti sesuai derajatnya. Untuk tatalaksana di rumah
kepada pasien perlu ditekankan ketersediaan obat pereda baik dalam bentuk obat oral
ataupun obat hirupan yang setiap saat dapat digunakan. Bila dengan bronkodilator saja
belum membantu, tambahkan steroid oral.

Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004

Penanganan di Klinik atau IGD

42

43

Penanganan awal terhadap pasien adalah pemberian -agonis secara nebulisasi.


Nebulisasi serupa dapat diulang 2 kali lagi dengan selang 20 menit. Pada pemberian
ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Jika menurut penilaian awal pasien jelas
dalam serangan berat, langsung berikan nebulisasi -agonis dikombinasikan dengan
antikolinergik.
Pada pasien ini, saat serangan di IGD diberikan nebulisasi beta2 agonis yaitu
nebulisasi ventolin (salbutamol) pertama dilanjutkan kedua kemudian nebulisasi ketiga
Ventolin + pulmicort, inj Metil prednisolon, O2 3 lpm. Lalu diobservasi pasien hanya
menunjukkan respon parsial sehingga perlu rawat inap.

Serangan Ringan
Jika dengan satu kali nebulisasi pasien menunjukkan respon yang baik
(complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2
jam, jika respon tersebut bertahan (klinis tetap baik), pasien dapat dipulangkan. Pasien
dibekali obat bronkodilator (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika
pencetus serangannya adalah infeksi virus dan ada riwayat serangan asma sedang/berat,
dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek (3-5 hari).
Serangan Sedang

44

Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan
respon parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk
itu perlu dinilai ulang derajatnya sesuai dengan pedoman diatas. Jika serangannya
memang termasuk serangan sedang, berikan oksigen 3 lpm, kemudian pasien
diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari, dan dipasang jalur parenteral.
Serangan Berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respons
(poor response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai
pedoman) maka pasien harus dirawat di ruang rawat inap. Oksigen 2-4 lpm diberikan
sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan lakukan foto toraks.
Jika sejak penilaian awal pasien mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan
sekali langsung dengan -agonis dan antikolinergik. Sedangkan bila pasien
menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti nafas, pasien harus langsung dirawat di
ruang rawat intensif.
Penanganan di Ruang Rawat
1. Pemberian oksigen diteruskan.
2. Jika ada dehidrasi dan asidosis maka diatasi dengan pemberian cairan intravena
dan dikoreksi asidosisnya.
3. Steroid diberikan tiap 6-8 jam, secara bolus IV/IM/oral.
4. Nebulisasi -agonis antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam,
jika dalam 4-6 kali pemberian telah terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian
dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
5. Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, diberi aminofilin dosis
awal (inisial) sebesar 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam dekstrose atau garam

fisiologis sebanyak 20 ml, diberikan dalam 0-30 menit.


Selanjutnya aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.
Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 6-8 jam), dosis awal

aminofilin diberikan -nya.


Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
6. Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan tiap 6-24 jam, dan
steroid serta aminofilin diganti pemberian peroral.
7. Jika dalam 4 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat -agonis (hirupan atau oral) atau kombinasi dengan teofilin, yang diberikan
tiap 4-6 jam selama 24-48 jam. Selain itu steroid dilanjutkan secara oral hingga
pasien kontrol ke klinik rawat jalan dalam 24-48 untuk re-evaluasi tatalaksana.

45

8. Jika dengan tatalaksana diatas tidak berhasil, bahkan pasien menunjukkan tanda
ancaman henti nafas, maka pasien dialih ke ruang rawat intensif.
Penanganan di Ruang Rawat Intensif
Pasien yang sejak awal masuk IGD sudah memperlihatkan tanda-tanda ancaman henti
nafas, langsung dirawat di ruang rawat intensif. Secara ringkas kriterianya adalah
sebagai berikut:
Tidak ada respon sama sekali terhadap tatalaksana awal di IGD dan/atau

perburukan asma yang cepat.


Adanya kebingungan, pusing dan tanda lain ancaman henti nafas atau hilangnya

kesadaran.
Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di ruang rawat inap.
Ancaman henti nafas: hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen
(kadar PaO2 > 60 mmHg, walaupun tentu saja gagal nafas dapat terjadi dalam
kadar PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).

Protokol Penanganan Status Asmatikus


Beri Adrenalin 0,01 mg/ kgBB/ subkutan, dapat diulang 3x tergantung keadaan
penderita dengan interval 20 menit sekali pemberian.
Bila dengan tindakan diatas membaik, dilanjutkan dengan pemberian 2
antagonis seperti salbutamol 0,1 mg/kgBB/x
Bila tindakan diatas tidak berhasil maka :
Bolus aminofilin 5 mg/kgBB dalam larutan NaCl 0,9% 50 ml dalam 20 menit,
setelah itu diberikan maintenance aminofilin 15-20 mg/kgBB/24 jam dalam
dextrose 5% + NaCl 1,5% = 4:1
Bila dengan terapi diatas kurang berhasil, pertimbangkan pemberian
kortikosteroid.
Setelah keadaan membaik, dilanjutkan dengan pemberian 2 antagonis per oral.
2.

Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan
klasifikasi beratnya asma.
Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi:
1) Edukasi;
Mengenali gejala serangan asma secara dini
Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu

penggunaannya
Mengenali dan menghindari faktor pencetus
Kontrol teratur

46

2) Obat asma (pengontrol dan pelega); dan


3) Menjaga kebugaran.
Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan
asma, yaitu asma terkontrol. Berikut adalah ciri-ciri asma terkontrol, terkontrol
sebagian, dan tidak terkontrol.
Ciri-ciri Tingkatan Asma
Tingkatan Asma Terkontrol
Karakteristik

Terkontrol

Terkonrol
Sebagian

Gejala harian

Tidak
Terkonrol
3 atau lebih fitur asma

2 kali / minggu

> 2 kali / minggu

Pembatasan aktivitas
Gejala
nokturnal/gangguan tidur
(terbangun)
Kebutuhan akan reliever
atau terapi rescue

Tidak ada
Tidak ada

Ada
Ada

muncul pada minggu

2 kali / minggu

> 2 kali / minggu

pada minggu manapun

Fungsi Paru (PEF atau


FEV1*)

Normal

terkontrol sebagian
tertentu
(kejadian eksaserbasi
akan dinilai sebagai

< 80% (perkiraan


atau dari kondisi
nilai terbaik
pasien tersebut

minggu asma tidak


terkontrol)

Keterangan :
*)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak-anak di usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**)
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apakah benar-benar adekuat Sumber : GINA 2008

Penatalaksanaan Berdasarkan Derajat Berat Asma

47

J. PENCEGAHAN
1.
Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa pengobatannya,
apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari
2.
3.

timbulnya serangan dengan menghindari paparan alergen.


Menghindari paparan alergen
Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.

Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.


4.
Relaksasi/kontrol emosi.
K. PROGNOSIS

48

Dari data-data yang didapat, angka kematian akibat asma yang mengancam nyawa
relatif kecil, lebih banyak terjadi pada wanita dan angka kematian biasanya meningkat
di daerah dengan keterbatasan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien berlanjut ke
stadium yang lebih berat dengan persentasi 6-19%. Tanpa diterapi, asma tidak berlanjut
dari stadium ringan ke stadium berat dalam waktu yang singkat, tetapi perburukan
terjadi secara perlahan-lahan. Secara umum prognosis asma adalah baik.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ooi, A. dan Manning, Peter. 2004. Guide To The Essentials In Emergency

2.

Medicine. McGraw Hill Education Singapore.


Mangunnegoro H, Widjaja A, Kusumio D, et al. ASMA. Pedoman Diagnonsis

3.

dan Penatalaksanaan di Indonesia: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004


Keputusan Menteri kesehatan Kesehatan Republik Indonesia No
1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma.

49

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia.

http://www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/KMK%2010234.

XI08%20pengendalian%20asma.pdf.
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 8 Juli 2013 dari

5.

Medicafama : http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma bronkiale.html.


Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkiale. Diakses 8 Juli 2013
dari medicine and linux : http://midlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-

6.

asma-bronkiale.html.
Rengganis, I. 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto

7.

Mangunkusumo. Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 11, Jakarta.


Global strategy for asthma management and prevention. National Institutes of

8.

Health, 2007.
Gotzsche CP. House dust mite control measures for asthma: systematic review in

9.

European Journal of Allergy and Chronic Urticaria.volume 63,646.


Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu

10.

Penyakit Paru. Airlangga University Press.


Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson.1994. Patofisiologi konsep
KlinisProses-Proses Penyakit Edisi 4.Jakarta: EGC

50

Anda mungkin juga menyukai