Anda di halaman 1dari 10

A.

SINTAKSIS KLAUSA: KONSEP-KONSEP DASAR


1. Pengertian Sintaksis
Menurut Verhaar (2001:161), sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan
antar-kata dalam tuturan. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Kalimat adalah satuan yang
merupakan suatu keseluruhan yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhan itu.
Dalam hal ini, sintaksis menyangkut hubungan gramatikal antar kata di dalam kalimat.
2.

Sintaksis Kalimat, Sintaksis Klausa, dan Sintaksis Frasa


2.1.
Sintaksis Kalimat
Kalimat adalah tuturan (Verhaar, 2001:162). Kalimat ada dua macam, yang pertama

yaitu klausa yaitu kalimat yang terdiri atas hanya satu verba atau masa verbal yang disertai
satu atau lebih konstituen secara sintaktis dan berhubungan dengan verba. Konstituen diartikan
sebagai segmen yang merupakan satuan gramatikal. Contoh klausa adalah; Kami akan
membangun rumah yang besar, bagian-bagiannya adalah: kami, yaitu Subjek, akan
membangun, yaitu Predikat, dan rumah yang besar adalah Objek. Karena pembagian ini
merupakan sintaktis, maka ini termasuk sintaksis kalimat.
Jenis kalimat yang kedua adalah kalimat majemuk, yang terdiri dari atas dua klausa
atau lebih dan tersusun sedemikian rupa sehingga klausa-klausa itu memiliki satu satuan intonasi
saja dan bergabung satu dengan yang lainna secara sintaktis. Contoh dari kalimat majemuk yang
dimaksud adalah; Meskipun belum ada dana yang mencukupi, kami akan membangun rumah
yang besar, atau Kami akan mencari dana dan kami akan membangun rumah yang besar.
Sedangkan, frasa adalah kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan
yang lebih panjang (Verhaar, 2001: 291). Misalnya dalam contoh berikut;
{Secara {lebih mendalam}} kita akan {membahas } {kemampuan {menilai{{prestasi
belajar} siswa}}{untuk {kepentingan{pengajaran{yang lebih baik}}}.
(Frasa-frasa diapit antara kurung kurawal, dan ada juga frasa terkandung, artinya frasa
di dalam frasa.) Bagian secara lebih mendalam adalah frasa adverbial, dengan frasa ajektifal
lebih mendalam sebagai bagian daripadanya, frasa terkandung; akan membahas adalah frasa
verbal; selanjutnya kemampuan menilai prestasi belajar siswa adalah frasa nominal, dengan
frasa verbal terkandung di dalamnya, yaitu menilai prestasi belajar siswa, dan di dalam frasa
verbal terakhir ini ada frasa nominal yang terkandung lagi, yaitu prestasi belajar siswa, dan di
dalamnya prestasi belajar; akhirnya, untuk kepentingan pengajaran yang lebih baik adalah frasa

preposisional, dan di dalamnya ada frasa nominal kepentingan pengajaran yang lebih baik,
sedangkan di dalam frasa nominal terakhir ini ada frasa ajektifal yang lebih baik.
Di atas, disebutkan bahwa frasa adalah bagian fungsional. Kualifikasi fungsional
menyatakan bahwa bagian ini berfungsi sebagai konstituen di dalam konstituen yang lebih
panjang. Misalnya saja, dalam contoh kemampuan menilai prestasi belajar siswa berfungsi
sebagai objek pada verba

membahas; sebagai contoh lain, secara lebih mendalam adalah

konstituen keterangan yang memodifikasi verba membahas. Sebaliknya, dalam urutan kata
mendalam kita, atau pengajaran yang, tidak merupakan frasa karena bagian fungsional di dalam
konstituen yang lebih panjang.
3. Konstituen Inti Dan Konstituen Luar Inti
Nomina atau frasa nominal dibedakan menjadi dua jenis yaitu konstituen inti atau
nuklir, dan konstituen luar inti atau periferal. Konstituen inti pada dasarnya ialah konstituen
yang hadir karena sifat-sifat khas dari verba yang menjadi induk seluruh konstruksi. Misalnya,
contoh dalam klausa-klausa Inggris sebagai berikut;
1. They will object to this plan.
2. They will go to the post office.
Dalam They will object to this plan, preposisi to erat hubungannya dengan verba (to
object to merupakan satu keseluruhan), namun dalam kalimat They will go to the post office
tidak. Hal itu menjadi jelas, bila dilihat dari kemungkinan pemasifan klausa pertama (They will
objected to (by them)), sedangkan klausa kedua tidak dapat dipasifkan (*the post office will be
gone to (by them)). Hanya konstituen-konstituen inti yang dapat disebut sebagai Peserta atau
Argumen. Tetapi, konstituen periferal, bahkan nominapun tidak berstatus Argumen, dan
tidak berstatus Fungsi (Verhaar, 2001:165).
Diantara konstituen periferal ada erat hubungannya dengan Predikat, meskipun memang
tidak berstatus Argumen, sehingga perlu istilah khusus. Misalnya, dalam klausa Saya tinggal di
Jakarta, frasa di Jakarta agak erat hubungannya dengan saya tinggal (karena saya tinggal tanpa
periferal seperti di Jakarta agak tidak lengkap). Konstituen periferal yang perlu demi keutuhan
klausa disebut Komplemen.
4. Fungsi Sintaktis
Fungsi sintaksis berhubungan dengan relasi gramatikal suatu klausa. Fungsi kajian
sintaksis terdiri dari beberapa komponen. Diantaranya meliputi subjek (S), objek (O), predikat
(P), dan keterangan (K). Berikut ini penjelasan dari masing-masing fungsi tersebut.
Fungsi induk dalam klausa memang predikat. Predikat itu biasanya berupa verbal,
artinya secara kategorial predikat itu berupa verba. Verba itu mengungkapkan suatu keadaan,
2

kejadian atau kegiatan yang biasanya melibatkan orang atau benda, satu atau lebih. Orang atau
benda tersebut dapat dijuluki Peserta-peserta dalam keadaan atau kejadian yang diungkapkan
oleh verba di tempat predikat, dan peserta itu berupa nominal. Jumlah peserta tergantung dari
jenis verba di tempat predikat. (Verhaar, 2001). Perhatikan contoh di bawah ini;
1. Ibu pergi.
2. Adik saya membangun rumah
3. Ayah membelikan saya beras ketan.
4. Saya dibelikan beras ketan oleh Ayah.
Dari contoh di atas, verba pergi disertai satu Peserta saja, verba membangun ber-Peserta
dua, dan membelikan ber-Peserta tiga. Verba dapat digolongkan menurut kemungkinan adanya
satu, dua, atau tiga Peserta nominal itu, dengan istilah valensi. Dari contoh di atas, pergi
bervalensi satu, membangun bervalensi dua, dan membelikan bervalensi tiga.
Peserta-peserta juga disebut Argumen. Argumen secara fungsional ada dua jenis,
diantaranya Subjek dan Objek. Akan dibahas lebih awal yaitu tentang Subjek (S). Subjek
adalah apa yang berada dalam keadaan yang diartikan oleh verba di tempat Predikat, atau apa
yang mengalami kejadian yang diartikan oleh verba (bervalensi satu, atau bervalensi lebih dari
satu tetapi bentuk pasif), atau apa yang melakukan hal-hal yang diartikan oleh verba (Verhaar,
2001:166). Dari contoh keempat di atas yang menjadi subjek adalah ibu, adik, ayah dan saya.
Objek adalah pihak yang mengalami tindakan yang diartikan oleh verba bervalensi dua
misalnya adalah rumah, dalam contoh adik saya membangun rumah, dan baik saya maupun
beras ketan dalam contoh ayah membelikan beras ketan dan saya dibelikan beras ketan oleh
ayah menunjukkan adanya dua objek (Verhaar, 2001:166).
Sementara itu, fungsi keterangan dalam sintaksis yaitu berfungsi sebagai memberikan
penjelasan tamabahn bagi unsure inti. Karena itu dalam struktur klausa, keterangan termasuk
unsur periferal atau tambahan demi lengkapnya informasi dalam klausa. Contohnya adalah
kelengkapan informasi seperti apa yang menetukan waktu (kemarin, nanti, besok) atau tempat
(di sini, di Jakarta ), atau modus (barangkali, tidak, pasti) dan lain sebagainya (Verhaar,
2001:166).
5. Peran Sintaksis
Peran sintaksis adalah segi semantis dari peserta-peserta verba (Verhaar, 2001: 169).
Peran sintaksis adalah arti dari argumen pada verba yang sedemikian rupa sehingga arti itu
berakar pada verba. Berikut ini contoh yang dalam bahasa Indonesia.
1. Si Dul memukul perampok dengan tongkat.
2. Si Dul memukulkan tongkat pada tembok.
3. Kami memberikan nasi kepada mereka.
3

4. Kami memberi mereka nasi.


5. Dia memuati truk dengan batu bara.
6. Dia memuatkan betubara pada truk.
Dalam contoh nomor (1) frasa dengan tongkat dideskripsikan sebagai instrumental,
tetapi hanya secara leksikal saja bukan secara gramatikal. Hal itu dikarenakan frasa tersebut tidak
menjadi Peserta yang difokusi, tidak berupa konstituen inti, dan tidak berstatus Argumen.
Sebaliknya, ada contoh kalimat nomor (2), tongkat berupa konstituen inti berstatus Peserta
sebagai alat, berPeran sebagai Instrumental, dan verba dimarkahi dengan akhiran fokus -kan
yang instrumental itu.
Selanjutnya, dalam contoh kalimat nomor (3), kalau frasa kepada mereka mau disebutkan
benefaktif bisa tetapi tidak sebagai Peran Benefaktif , karena frasa tersebut tidak berupa
konstituen inti, dan tidak berstatus Argumen. Sebaliknya, pronominal mereka dalam contoh
nomor (4) merupakan konstituen inti, berstatus argument, dan ber-Peran Benefaktif, karena verba
memberi sudah terarahkan pada Argumen Benefaktif.
Senada dengan itu, contoh kalimat nomor (5), nomina truk ber-Peran Lokatif, dan verba
bermarkah untuk fokus lokatif dengan akhiran I, tetapi frasa dengan batubara tidak ber-Peran
apa-apa, karena tidak berupa konstituen inti, dan tidak berstatus Argumen. Dan contoh nomor
(6), nomina batubara berstatus Argumen, ber-Peran Pasien, sedangkan frasa pada truk tidak
berstatus Argumen dank arena itu dapat dikatakan bersifat lokatif hanya secara leksikal.
6. Kategori Sintaksis
Verhaar (2001: 170) kategori sintaksis adalah apa yang sering disebut dengan kelas
kata, seperti nomina, verba, adjektiva, adverbia, adposisi dan lain sebagainya. Empat kategori
sintaksis yang utama antara lain:
(1)
verba atau kata kerja
(2)
nomina atau kata benda
(3)
adjektiva atau kata sifat
(4)
adverbia atau kata keterangan.
Misalkan contoh berikut; Ibu membeli jus strawberry untuk saya. Dari contoh ini, ibu (satu
kata) merupakan nomina, membeli (satu kata) merupakan verba, jus strawberry (dua kata)
merupakan nomina, dan untuk saya (dua kata) merupakan nomina.
7. Kesinambungan Fungsi, Peran Dan Kategori: Pengisian
Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (P)
dan keterangan (K). Menurut Verhaar (Chaer, 2001:207) menyatakan bahwa fungsi-fungsi
sintaksis itu yang terdiri dari unsur S,P,O, dan K itu merupakan kotak-kotak kosong atau
4

tempat-tempat kosong yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempattempat kosong itu akan diisi oleh sesuatu yang berupa kategori dan memiliki peranan tertentu.
Misalnya, seperti contoh berikut.
Irwan melirik Dinda tadi pagi
Tempat kosong yang bernama subjek diisi oleh kata Irwan yang berkategori nomina, tempat
kosong yang bernama predikat diisi oleh kata melirik yang berkategori verba, tempat kosong
yang bernama objek diisi oleh kata Dinda yang berkategori nomina, dan tempat kosong yang
bernama keterangan diisi oleh prasa tadi pagi yang berkategori nomina.
Pengisi fungsi-fungsi itu yang berupa kategori sintaksis mempunyai peran-peran
sintaksis. Kata Irwan pada contoh di atas, memiliki peran pelaku atau agentif, melirik
memiliki peran aktif, Dinda memiliki peran sasaran, dan tadi pagi memiliki peran waktu.
8. Fungsi, Peran, Dan Kategori Dipandang Secara Antar Bahasa
Struktur fungsi, peran, kategori dalam sintaksis klausa dijumpai dalam semua bahasa di
dunia yang mengetahui bahwa memang semua bahasa memiliki kelas-kelas kata atau kategori
tertentu. Karena dalam semua bahasa, perlu dasar untuk mengungkapkan adanya orang atau
benda yang menjadi Pelaku, Pasien, dan seterusnya (Verhaar, 2001:175).
Lain halnya dengan Fungsi dalam bahasa Aceh berikut ini;
1. Gopnyan geumat
ln
3:T

2. Geu3:T:PK

3. ln
1:T:PM

4. gopnyan

3:T:PK pegang

jak
pergi

1:T:PM

gopnyan
3:T:PK

rht(- ln)
jatuh 1:T:PM

ka

ln

3:T:PSN INK 1:T:PK lihat

ngieng(- geuh)
3:T:PSN

Dalam bahasa ini baik verba maupun Argumen-argumen dimarkahi menurut dua Peran:
Penindak atau Pengalam atau Pasien (lalu dimarkahi juga untuk persona dan jmlah dari Penindak
dan Pasien itu). Bahasa Aceh ini bahasa dengan verba intransitive yang dibedakan menurut
keaktifan Peserta. Misalnya, verba jak pergi menuntut adanya keaktifan pada orang yang
pergi, dan keaktifan itu berstatus Peran Penindak. Sebaliknya, verba intransitive seperti rht
jatuh yaitu orang yang jatuh tidak berbuat apa-apa, hanya mengalami proses jatuh itu dan
menjadi dasar Peran Pasien.
Dalam bahasa Aceh tersebut, tidak ada dasar dalam bahasa Aceh untuk mengandaikan
adanya Fungsi sintaktis sama sekali. Tak ada Subjek dan tak ada Objek dalam bahasa
5

tersebut. Dalam bahasa ini yang hanya tampak yaitu Peran dan Pengisi kategorial tertentu
untuk Peran-peran tersebut.
Adapun bahasa Crow yaitu rumpun Sioux, yang merupakan bahasa Indian-Amerika,
memiliki struktur Peran seperti bahasa Aceh di atas. Adapun contohnya sebagai berikut;
1. biiapak.
1:T:PM

dingin

aku kedinginan
2. dii2:T:PM

apak.
dingin

engkau kedinginan
3. bah-

kak.

1:T:PK tawa

aku tertawa
4. dh-

kak.

2:T:PK tawa

engkau tertawa
5. dii2:T:PM

waa

lichik.

1:T:PK pukul

aku memukul engkau


6. baam- biiIND

1:T:PM

itchiak.
cium

aku kena (sesuatu) bau


Dari contoh bahasa Crow di atas, dapat diperhatikan bahwa orang yang kedinginan
menjadi Pengalam atau Pasien (dalam konstruksi instransitif), sama dengan orang yang dipukul
(yaitu peserta kedua dalam konstruksi transitif), dan orang yang tertawa adalah Penindak
(sedikitnya dalam budaya Crow dipandang demikian) dalam konstruksi intransitive, sama
dengan orang yang memukul, Peserta pertama dalam konstruksi transitif. Jadi, dapat dikatakan
dalam bahasa Crow ini tidak ada alasan untuk mempostulasikan adanya Subjek dan Objek
dan struktur sintaktis. Sedikitnya dalam klausa klausa di atas, merupakan struktur Peran. Dari
contoh tersebut, cukup dikatakan bahwa banyak bahasa memiliki strtuktur campuran antara
dua tipe bahasa, yaitu bahasa dengan struktur fungsional yang dominan dan bahasa dengan
struktur Peran yang dominan.
6

B. SINTAKSIS KLAUSA: JENIS-JENIS PREDIKAT


Dalam banyak bahasa predikat harus selalu verbal. Sedangkan dalam bahasa-bahasa lain
banyak juga, selain dari yang verbal, bisa juga berupa nonverbal yaitu nominal. Ada empat tipe
predikat dalam bahasa yang berbeda sistematik gramatikalnya.
1. Predikat ekuasional atau penyama
2. Predikat verbal: verba Intransitif
3. Predikat verbal: verba Transitif
4. Predikat tunggal dan predikat serial
Dari keempat tipe predikat dalam bahasa di atas, akan dibahas satu per satu sebagai berikut.
1. Predikat ekuasional atau penyama
Setiap bahasa memiliki konstruksi klausal yangdikenal sebagai klausa ekuasional juga
disebut klausa ekuatif atau klausa penyama. Tipe klausa yang dimaksud adalah klausa
seperti (Indonesia) Dia (adalah) guru atau mereka (adalah) sakit atau (Inggris) He is a teacher
atau They are ill. Predikat penyama adalah menyamakan salah satu sifat, atau sesuatu proses
yang bukan tindakan atau kegiatan yang disebut predikat. Ada bahasa yang menuntut adanya
kata penghubung atau kopula. Ada bahasa yang tidak memiliki dua kemungkinan yaitu
adanya atau tiadanya kata kopulatif itu. Dari contoh di atas, kopula Indonesia adalah tidak
berupa verbal, sedangkan Inggris is atau are memang berupa verbal.
Berbeda dengan predikat statif yaitu tanpa atau dengan kopula misalnya, mereka marah
bandingkan dengan they were angry, maka untuk kopula dinamis nampaknya selalu dituntut
adanya verba, misalnya menjadi dalam bahasa Indonesia (lalu ia menjadi marah) dan become
atau get dalam bahasa Inggris (she {became/got}angry). Verba seperti menjadi, become dan get
juga lazim dipandang sebagai kopula.
Kopula sebagai sesuatu yang tercakup antara dua ujung jarak tertentu; antara predikat yang
nominal semata-mata dan predikat yang merupakan campuran unsure verbal dan unsure nominal.
Kedua ujung itu, dengan dua titik di antaranya, lalu meliputi empat kemungkinan tipe predikat
penyama, seperti dalam (a) - (d) berikut ini;
a) Nominal, tanpa kopula
b) Nominal, dengan kopula nonverbal
c)

Nominal, dengan kopula verbal statif

d) Nominal, dengan kopula verbal dinamis

2. Predikat Verbal: Verba Intransitif


Dari verba transitif dan intransitif. Pada dasarnya penggolongan ini adalah
penggolongan menurut valensi yaitu: Verba transitif adalah dua atau tiga, kalau verba
intransitif adalah bervalensi satu atau lebih dari satu, yakni Contoh dari verba intransitif yaitu:
Dalam bahasa Indonesia:
Dia tidur atau Saya bekerja
Dalam bahasa Inggris:
She skates atau We go
Satu-satunya argument pada verba intransitif adalah subjek. Verba intransitif dapat dibedakan
menurut sifat sistematisnya. Ada verba yang mengandung makna pengalaman atau verba
pengalam dan ada verba yang mengandung makna tindakan atau verba penindak.
Perbedaan antara verba pengalam dan verba penindak yaitu, verba pengalam misalnya verba
tidur atau jatuh yaitu tidak ada kegiatan apa yang dituntut dalam subjek untuk tidur atau jatuh.
Verba penindak adalah mengandalkan adanya kegiatan tentu pada subjek. Misalnya: berlari atau
bekerja.
Tidak dapat dipastikan verba yang berprefiks ber- itu selalu verba penindak. Mengingat
bahwa verba seperti berdarah, berduri, beratap, tidak menuntut adanya tindakan di pihak
Subjek. Memang dalam bahasa Indonesia perbedaan antara verba pengalam dan verba penindak
tidak bersifat sintaktis secara struktural. Misalnya, verba seperti membengkak atau memerah
adalah verba pengalam, tetapi verba seperti menyeberang adalah verba penindak. Jadi, verba
(intransitif) yang berprefiks men- pun tidak berdasarkan prefiks tersebut untuk keanggotaanya
sebagai verba pengalam atau penindak. Dalam bahasa Indonesia prefiks verbal ber- dan mentidak merupakan pemarkahan yang membedakan verba (intransitif) pengalam dan verba
(intransitif) penindak. Selanjutnya, verba yang berkonfiks ke-/-an, seperti kelupaan, kecurian;
semua verba macam itu adalah pasif maknanya, jadi konfiks tersebut memang merupakan ciri
gramatikal dari verba pengalam.
Selain itu, dalam verba intransitif Belanda kala perfektanya dibentuk dengan verba
bantu. Kala itu untuk verba wandalen berjalan kaki adalah ik heb gewandeld saya telah
berjalan, verba bantu adalah hebben (infinitifnya). Tetapi kala yang sama dari verba vallen
jatuh adalah ik ben gevallen saya (telah) terjatuh verba bantu adalah zjin (infinitifnya). Verba
wandelen adalah verba penindak dan verba vallen adalah verba pengalam. Dengan kata lain,
dalam bahasa ini, memang (intransitif) pengalam dan penindak dibedakan dalam strutur klausa.
8

Bahasa inggris tidak membedakan verba intransitif dengan cara demikian (verba bantu
untuk kala perfekta selalu have, tidak pernah be), tetapi bahasa Jerman, bahasa Danmark,
bahasa Prancis, dan bahasa Itali membedakan dua jenis verba intransitif seperti halnya dalam
bahasa Belanda, yakni dengan seleksi verba bantu untuk kala perfekta.

3. Predikat Verbal: Verba Transitif


Dalam banyak bahasa, sebagai besar verba transitif bervalensi dua, dan sebagainya yang
relatif kecil bervalensi tiga. Argumen pertama adalah subjek; Argumen kedua disebut objek,
dan bila tiga Argumen, kedua Argumen yang bukan subjek itu masing-masing berupa objek.
Contoh: Saya memasakkan adik nasi
Dalam contoh ini, adik maupun nasi berupa Objek yaitu Objek rangkap. Secara
tradisional penamaan ini tidak biasa, yang biasa dalam tradisi sintaksis ialah menamai nasi
sebagai Objek langsung, sedangkan adik dipandang sebagai Objek tak langsung. Verba
memasakkan sudah bermarkah untuk Objek Benefaktif, yaitu dengan akhiran fokus kan.
Verba memasakkan beroposisi dengan verba memasak yang Objeknya ber-Peran Pasien.
Contoh: Saya memasak nasi untuk adik.
Dalam contoh ini, konstituen untuk adik tidak berstatus argumen dan tidak dikatakan
ber-peran__untuk adik adalah komplemen. Memasak adalah verba yang bervalensi dua (subjek
dan objek), dan memasakkan bervalensi tiga (subjek, dan objek rangkap). Dasar analisis tersebut.
Pertama Fungsi tidak sama dengan peran. Kedua baik fungsi maupun peran (dan jumlahnya)
tergantung dari valensi verba. Ketiga valensi verba sendiri tergantung dari sifat-sifat semantis.
Dari analisis ini, dapatlah disimpulkan sesuatu yang penting menyangkut bentuk kategorial dari
konstituen-konstituen yang bersangkutan.
Contoh-contoh di atas dari bahasa Indonesia, dan jika dibandingkan dengan contoh dalam
bahasa Inggris misalnya;
1. I gave the book to her.
2. I gave her to the book.
3. I explained the method to her.
4. *I explained her the method.
Verba Inggris to give bervalensi tiga. To her dalam (I gave the book to her) (dengan
prosisi to)

maupun her (tanpa preposisi to) berupa Objek, bila dipandang dari sudut

fungsionalnya semata-mata keduanya berstatus Argumen. Sebaliknya, verba to explain


9

bervalensi dua: Subjek dan (satu) Objek (saja). Oleh karena itu, konstituen to her dalam (I
explained the method to her) tidak berstatus Argumen. Hal itu karena telah dibuktikan pada
klausa (I explained her the method) adalah tidak gramatikal. Dan yang lebih penting menyangkut
bentuk kategorial Argumen, untuk Bab ini, adalah bentuk kategorial verba di tempat predikat.
4. Predikat Tunggal Dan Predikat Serial
Diantara Predikat verbal, ada yang tunggal dan yang serial. Predikat verbal yang
tunggal adalah Predikat dengan verba utama yang hanya satu. Istilah verba utama
menunjukkan kemungkinan adanya Predikat perifrastis, seperti dalam contoh dalam bahasa
Belanda yaitu;
Er wordt hier vaak gewandeld.
SS VBP:3:T:KPR:IND: di: sini sering jalan:PAP
Orang sering berjalan disini
Maka, dilihat dari contoh di atas, (dengan wordt sebagai verba bantu), tetapi dengan verba
utama yang hanya satu (gewandeld) yaitu, dalam klausa yang sama.
Struktur verba serial adalah struktur predikatif dengan verba utama yang lebih daripada
satu (biasanya: dua), sedemikian rupa sehingga tak ada verba yang tergantung dari verba lainya.
Contoh;
1. Kendaraan keluar masuk.
2. Kendaraan keluar dan masuk.
3. Kendaraan masuk dan keluar.
4. *Kendaraan masuk keluar.
Contoh (1) merupakan klausa yang hanya satu, dan dengan demikian berbeda dari (2),
yang merupakan kalimat majemuk, terdiri dari atas dua klausa, yaitu Kendaraan masuk dan
Kendaraan keluar yang dihubungkan dengan dan. Contoh (2) dan (3) merupakan gramatikal,
sedangkan, (4) tidak merupakan gramatikal, karena hanya satu Predikat, terdiri atas dua verba
yang dirangkaikan secara serial.

DAFTAR PUSTAKA
Verhaar, JWM. 2001. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: UGM Press.
10

Anda mungkin juga menyukai