Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik

Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penggunaan plastik sebagai kemasan semakin meningkat, sehingga
menyebabkan penumpukan sampah plastik. Hal tersebut akan berdampak
pada pencemaran lingkungan karena sampah plastik merupakan sampah
yang sulit terurai oleh mikroorganisme. Berdasarkan data yang diperoleh
setiap tahun, sekitar 500 miliar hingga satu triliun kantong plastik
digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170
kantong plastik tiap tahun dan lebih dari 17 miliar kantong plastik
dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahun
(Margianto, 2010).
Sebanyak 80 persen sampah di Lautan berasal dari darat dan 90
persen diantaranya adalah plastik. Data PBB menyebutkan setiap mil
persegi ada 46.000 sampah plastik mengambang di Lautan. Menurut
laporan Greenpeace, sampah plastik yang masuk ke Laut menyebabkan
sedikitnya 267 jenis biota laut menderita karena sampah plastik. Bahkan,
setiap tahun lebih dari satu juta biota laut seperti burung laut, ikan paus,
dan penyu mati karena mencerna atau terjerat sampai plastik. Membakar
tas kresek, selain mencemari udara, juga akan menghasilkan gas dioksin
yang jika terhirup akan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pengemas dari plastik (material sintetis) banyak digunakan
dengan pertimbangan ekonomis dan memberikan perlindungan yang baik
dalam pengawetan. Penggunaan material sintetis tersebut berdampak pada
pencemaran lingkungan. Plastik akan menjadi sampah yang sulit terurai.
Plastik sintetis yang sering digunakan untuk bahan pengemas makanan
adalah produk non-biodegrable sehingga sulit untuk diuraikan, pakar
Ahli Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Hartoyo,
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
1

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Limbah plastik baru bisa terurai setelah 1.000 tahun. Dibandingkan


dengan limbah kertas yang membutuhkan waktu sebulan untuk terurai.
Oleh karena itu, saat ini dibutuhkan penelitian mengenai bahan pengemas
yang dapat diuraikan (degradable). Salah satu produk tergolong plastik
biodegradable yang dewasa ini banyak dikembangkan oleh para peneliti
adalah edible film.
Di sisi lain plastik yang selama ini banyak digunakan berasal dari
pengolahan sumber energi fosil. Pembuatan plastik sintetis yang berasal
dari energi fosil bahkan telah mencapai 140 juta ton/tahun di seluruh
dunia. Banyaknya pemakaian tersebut kini dihadapkan pada ketersediaan
bahan bakar fosil yang semakin menipis. Industri plastik dituntut untuk
lebih meminimalisasi penggunaan bahan bakar fosil dan lebih menekan
laju produksinya. Berbagai hal diatas menuntut suatu solusi dalam
menghasilkan plastik yang mudah diuraikan sempurna dalam waktu
singkat serta berasal dari bahan lain selain sumber energi fosil. Plastik
biodegradable, sebagai plastik yang berasal dari bahan yang ramah
lingkungan dapat dijadikan salah satu solusinya.
Pengembangan plastik biodegradable telah banyak dilakukan,
terutama dengan bahan-bahan alam yang mengandung pati. Pati
merupakan bahan yang dapat atau mudah terdegradasi menjadi senyawasenyawa ramah lingkungan. Bahan alam yang sering digunakan sebagai
penelitian adalah umbi-umbian. Pembuatan plastik biodegradable dari
komposit pati ubi jalar dan singkong mampu menghasilkan performasi
yang cukup baik yaitu memiliki ketahanan panas maksimum film plastik
biodegradable yang dihasilkan menunjukkan hasil yang cukup baik yakni
100 C (Huda dan Firdaus,2007).
Seiring dengan persoalan ini, maka penelitian bahan kemasan
diarahkan pada bahan-bahan organik, yang dapat dihancurkan secara alami
dan mudah diperoleh (Pranamuda, 2009). Kandungan pati yang yang
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
2

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

berasal dari kulit singkong yang cukup tinggi memungkinkan digunakan


sebagai film plastik biodegradasi. Potensi tersebut dapat digunakan
sebagai peluang untuk memberikan nilai tambah pada kulit singkong
sebagai bahan dasar dalam pembuatan kemasan plastik yang ramah
lingkungan (Firdaus dan Chairil, 2004).
Oleh karena itu, penulis berusaha melakukan penelitian mengenai
Pengaruh Komposisi Kitosan dan Gliserol Terhadap Kualitas Plastik
Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh komposisi kitosan dan asam asetat terhadap
kualitas plastik biodegradable dari kulit singkong karet yang
dihasilkan?
2. Bagaimanakah kondisi optimum untuk mendapatkan kualitas plastik
biodegradable dari kulit singkong karet yang baik?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh komposisi kitosan dan asam asetat terhadap
kualitas plastik biodegradable dari kulit singkong karet yang
dihasilkan
2. Mengetahui kondisi optimum untuk mendapatkan kualitas plastik
biodegradable dari kulit singkong karet yang baik
4. Manfaat Penelitian
Pemanfaatan kulit singkong karet dalam pembuatan plastik
biodegradable dapat membantu dalam memecahkan masalah polusi
lingkungan yang disebabkan oleh limbah, terutama limbah penggunaan
plastik sintetis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
3

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

2.1. Plastik Biodegradable


Istilah biodegradable diartikan sebagai kemampuan komponenkomponen molekuler dari suatu material untuk dipecah menjadi molekulmolekul yang lebih kecil oleh mikroorganisme hidup, sehingga zat
karbon yang terkandung dalam material tersebut akhirnya dapat
dikembalikan kepada biosfer ( Pranamuda, 2001).
Plastik Biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan seperti
layaknya plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas
mikroorganisme menjadi air dan karbondioksida setelah habis terpakai
dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat kembali ke alam,
maka dikategorikan sebagai plastik yang ramah lingkungan. Jepang telah
menyepakati penggunaan nama plastik hijau (guriinpura) untuk plastik
biodegradasi (Charles,1999). Berdasarkan bahan baku yang dipakai
plastik biodegradable dibagi menjadi dua kelompok dengan bahan baku
petrokimia dan kelompok dengan bahan baku produk tanaman seperti
pati dan selulosa ( Firdaus dan Chairil Anwar, 2004). Pembuatan film
plastik dari pati, pada prinsipnya merupakan gelatinasi molekul pati.
Pembuatan film berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip
gelatinasi. Gelatinasi mengakibatkan ikatan amilosa akan cenderung
saling berdekatan karena adanya ikatan hidrogen. Proses pengeringan
akan mengakibatkan penyusutan sebagai akibat lepasnya air sehingga gel
akan membentuk film yang stabil (Cui, 2005).
Selain penyusunannya, perbedaan antara plastik biodegradable
dengan plastik biasa adalah biodegrability atau tingkat penguraian plastik
biodegradable yang dapat terdegradasi dengan lebih mudah daripada
plastik biasa. Hal tersebut menyebabkan plastik biodegradable
merupakan plastik alternatif yang ramah lingkungan (Anonim 1,2006).
Sebenarnya, penggunaan biomassa sebagai bahan dasar plastik
biodegradable bukan suatu hal yang baru. Sejarah plastik biodegradable
dapat ditelusuri hingga tahun 1900 pada saat pebisnis Henry Ford
mengembangkan metode pembuatan plastik biodegradable dari kacang
kedelai untuk digunakan sebagai plastik pada mobil (Anonim 1, 2006).

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
4

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Banyak polimer yang disebut biodegradable, namun pada kenyataannya


polimer

tersebut

adalah

hydro-biodegradable

atau

photo-

biodegradable. Untuk itu plastik yang ramah lingkungan dapat


disimpulkan
compostable,

sebagai:

terdegradasi

hydro-biodegradable,

karena

biodegradable,

photo-biodegradable,

dan

bioerodable. Di pasaran jenis plastik tersebut dapat sebagai


Photodegradable Polymer, polimer berbasis pati, polimer terlarut dalam
air. Polimer-polimer yang mampu terdegradasi harus memenuhi beberapa
kriteria, yaitu mengandung salah satu dari jenis ikatan asetal, amida, atau
ester, memiliki berat molekul dan kristalisasi rendah, serta memiliki sifat
hidrofilitas yang tinggi. Persyaratan ini tidak sesuai dengan spesifikasi
teknis plastik yang diinginkan dan dibutuhkan pasar sehingga perlu
adanya pengoptimalan pengaruh berat molekul, kristalisasi dan
hidrofilitas terhadap biodegradibilitas dan sifat mekanik (Latief, 2001).
Tabel 1. Jenis-jenis Plastik Berdasarkan Pengklasifikasian Bahan Baku
dan Kemampuan Degradasi
Jenis Bahan Baku

Biodegradabilitas
Biodegradabel
Terbarukan
Bahan berbasis pati,
bahan berbasis selulosa,
Poliasam Laktat (PLA)
dan Poli Hidroksi
Alkanoat (PHA)
Tidak Terbarukan
Polikaprolakton (PCL)
dan Poli Butilena
Suksinat (PBS)
Sumber: (Narayan, 2006)

Non-Biodegradabel
Polietilen (PE),
Poliamida dan Polivinil
Klorida (PVC)

Poli Propilena (PP)

Indonesia kaya akan sumber serat alami seperti berasal dari serat
nanas yang sudah mulai dikembangkan untuk industri tekstil, serat pisang
maupun serat dari limbah industri pembuatan tapioka yaitu onggok,
karenanya pengembangan plastik biodegradable berbahan baku serat
dapat dikembangkan selain ketersediannya melimpah, harga relatif
murah, tingkat biodegradibilitas yang tinggi, kemudahan proses, juga
bahan yang digunakan tidak bersaing dengan bahan pangan. Vilpoux dan
Averous (2006) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai plastik
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
5

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

biodegradable berkisar 80-95% dari pasar plastik biodegradable yang


ada, perbedaan antara plastik konvisional, plastik campuran dan plastik
biodegradable. Selama ini, plastik biodegradable yang dikembangkan
adalah berbasis pati, baik pati alami maupun yang sudah dimodifikasi,
proses pembuatan plastik biodegradable berbasis pati inipun sudah
banyak dikembangkan, diantaranya (Flieger et al, 2003):
-

Mencampur pati dengan plastik konvensional (PE atau PP) dalam


jumlah kecil (10-20%).
Mencampur pati dengan turunan hasil samping minyak bumi, seperti
PCL, dalam komposisi yang sama (50%).
Menggunakan proses ekstrusi untuk mencampur pati dengan bahanbahan seperti protein kedelai, gliserol, alginat, lignin dan sebagainya
plasticizer.

2.2. Kulit Singkong Karet


Singkong merupakan hasil pertanian yang jumlahnya berlimpah
dan perlu alternatif lain dalam pemanfaatannya untuk menunjang
program ketahanan pangan sesuai dengan PP Nomor 68 Tahun 2002
tentang Ketahanan Pangan yang mengatur ketersediaan pangan,
cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan, dan
penanggulangan masalah pangan.
Biopolimer yang berasal dari organisme hidup antara lain adalah
pati. Pati merupakan polimer, yang ditemukan di jaringan tumbuhan dan
tersusun atas rantai panjang glukosa (Anonim 1, 2006). Plastik
biodegradable yang berbahan dasar pati disebut plastik berbasis pati.
Pembuatan plastik tersebut meliputi pembuatan tepung pati yang
kemudian diproses dengan menambahkan plasticizer seperti gliserin.
Guna pemberian plasticizer adalah menambahkan elastisitas dan
fleksibilitas pada produk. Pembuatan plastik berbahan dasar pati
memiliki potensi yang tinggi di Indonesia karena terdapat berbagai
tumbuhan penghasil pati seperti jagung, singkong, pisang, dan lainnya
(Darni et al,2008).
Selain biopolimer pati, poliester alami pun dapat digunakan
sebagai bahan dasar plastik biodegradable. Poliester alami tersebut
berasal dari reaksi kimiawi (Anonim 1, 2006). Polimer yang dihasilkan
dari reaksi tersebut adalah poli-3-hidroksibutirat atau PHB sehingga
produk yang dihasilkan dikenal sebagai plastik biodegradable PHB.

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
6

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Sintesis plastik biodegradable PHB menggunakan mikroorganisme


Ralstonia eutropha (Luengo et al, 2003).
Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan
produk pangan berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat
dipengaruhi oleh eksitensi tanaman singkong yang ada di Indonesia.
Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi singkong dan
keberadaanya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut
(Supiyadi,1995). Pengolahan singkong secara terpadu merupakan upaya
memanfaatkan seluruh bagian dari singkong tanpa ada yang terbuang
termasuk kulitnya. Rukaman (1997) menyatakan bahwa komponen kimia
dan gizi dalam 100 g kulit singkong adalah sebagai berikut: protein 8,11
g; serat kasar 15,20 g; pektin 0,22; lemak 1,29 g; kalsium 0,63 g
sedangkan komponen kimia dan gizi daging singkong dalam 100 g
adalah protein 1 g; kalori 154 g; karbohidrat 36,8 g; lemak 0,1 g
(Mahmud dkk, 2009) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar protein
singkong lebih rendah dibanding kulit singkong. Penelitian Turyoni
(2005), menyatakan bahwa kandungan karbohidrat kulit singkong segar
blender adalah 4,55%, sehingga memungkinkan digunakan sebagai
sumber energi bagi mikroorganisme dalam proses fermentasi. Selain itu
kulit singkong juga mengandung tannin, enzim peroksida, glikosa,
kalsium oksalat, serat, dan HCN (Arifin,2005).
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pati Singkong Karet
Kandungan Nutrisi
Kadar Abu
Kadar Lemak Kasar
Kadar Serat Kasar
Kadar Protein Kasar
Kadar Karbohidrat

Kadar 100%
BK
0,4734
0,5842
0,0067
0,4750
98,4674

Sumber: (Laboratorium Ilmu Makanan Ternak FP Undip, 2013)


Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang
terdiri dari amilosa dan amilopektin dengan perbandingan 1:3 (besarnya
perbandingan amilosa dan amilopektin ini berbeda-beda tergantung jenis
patinya. Kandungan amilosa dan amilopektin pati kulit singkong adalah
15/73 (Cui, 2005).
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
7

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Pembuatan bioplasik dikolaborasikan dengan pemanfaatan limbah


kulit singkong. Dalam proses pengolahan singkong dari bahan mentah
menjadi beragam produk olahan singkong, menghasilkan limbah berupa
kulit singkong. Kulit singkong digunakan karena mengandung pati.
Menurut Grace (1977), prosentase kulit singkong yang dihasilkan
berkisar antara 8-15% dari berat singkong yang dikupas, dengan
kandungan pati 15-20 gram setiap 100 gram kulit singkong.
Pada percobaan yang telah dilakukan oleh (Zulisma dkk, 2013)
film plastik pati kulit singkong menunjukkan pola serapan pada daerah
bilangan gelombang yang mirip dengan pati kulit singkong dimana
terdapat gugus C-H, C=C dan OH. Hal ini berarti tidak ditemukan gugus
fungsi baru sehingga film plastik pati memiliki sifat-sifat seperti
komponennya.
2.3. Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom
karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus OH. Satu molekul
gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk
ester, yang disebut monogliserida dan trigliserida (Hart,1983).
Adapun rumus molekul gliserol dapat ditunjukkan pada Gambar 1:
CH2OH
CHOH
CH2OH
Gambar 1. Rumus Molekul Gliserol
Sifat-sifat fisik dari gliserol:
-

Merupakan cairan tidak berwarna


Tidak berbau
Cairan kental dengan rasa yang manis
Densitas 1,261
Titik lebur 18,2 C
Titik lebur 290 C

Gliserol juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun,


dalam obat batuk dan sirup atau untuk pelembab (Hart,1983).

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
8

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom
karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus OH. Gliserol dapat
diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan
dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila
dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak.
Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak
bebas. Disamping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam
lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan
terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa
yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil
penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna
dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan
tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan ( Poedjiadi,
2006).
Reaksi pembentukan gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.
O
H2C-O-C-R

54-58 bar

HC-O-C-R+3H2O
O
H2C-O-C-R

H- C- OH
H - C - OH+3R-COOH

250-225C
H-C-OH
H
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Gliserol

Dari reaksi kesetimbangan antara trigliserida dengan air dihasilkan


gliserol dan asam lemak. Oleh karena itu asam lemak atau gliserol harus
segera dikeluarkan (Ketaren,1986).
Gliserol yang diproduksi selama produksi biodisel skala kecil dapat
digunakan sebagai sabun tanpa harus diproses lebih lanjut. Gliserol dapat
juga dikomposkan atau diletakkan ditanah sehingga cepat dikonsumsi
oleh bakteri dan mikroba alami. Gliserol murni digunakan untuk memuat
ratusan produk dan harganya sangat mahal. Namun, gliserol yang
diproduksi selama transesterifikasi berlangsung mengandung banyak
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
9

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

bahan tidak murni. Sebagian besar katalis dan alkohol yang tidak
bereaksi dalam reaksi biodisel akan turun ke dalam lapisan gliserol
(Syah, 2006).
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan gliserol
adalah minyak diantaranya minyak sawit, minyak biji kapuk dan minyak
biji karet (Kuzmanovic dkk, 2008).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Zulisma dkk, 2013)
menunjukkan hubungan antara volume gliserol dengan kekuatan tarik
dimana kekuatan tarik terbaik pada 12 gram pati dan 4 ml gliserol.
Sedangkan modulus young semakin menurun dengan penambahan
gliserol. Hal ini disebabkan gliserol sebagai plastizer dapat meningkatkan
persentase pemanjangan dan penurunan kekuatan tarik. Kemudian
pengaruh penambahan gliserol terhadap pemanjangan saat putus akan
semakin meningkat. Tetapi pada saat penambahan 6 ml gliserol terjadi
penurunan yang disebabkan pati dan gliserol tidak terdistribusi dengan
sempurna.
2.4. Kitosan
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuan Perancis, Ojier, pada
tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit
keras, seperti udang, kepiting, dan serangga. Adapun struktur kimia dari
kitosan seperti gambar 3 berikut:

Gambar 3. Struktur Kitosan


Kitosan yaitu poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 1000 unit
glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu
juta ton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah
selulosa. Kitosan mempunyai nama lain selain Khitin yaitu Kitosan
Askorbat, N-Carboxybutyl Kitosan, unsur penting ke-6, dan sebagainya.
Volume produksinya di alam bebas menempati peringkat kedua setelah
serat, diperkirakan volume total maklhuk laut di atas 100 juta ton per
tahun. Kitosan dianggap sebagai limbah karena sifatnyayang tidak larut
dalam air, asam, basa maupun pelarut organik lainnya, sehingga modal
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
10

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

untuk mengembangkannya jauh lebih mahal daripada penggunaan serat


secara langsung (Weska dan Moura, 2006).
Proses pembuatan kitosan, terlebih dahulu dilakukan penghilangan
mineral (demineralisasi). Kulit udang ditambahkan HCl, campuran
dipanaskan pada suhu 70-80 C selama 4 jam sambil diaduk dengan
pengaduk 50 rpm, lalu disaring. Padatan yang diperoleh dicuci dengan
akuades untuk menghilangkan HCl yang masih tersisa. Filtrat terakhir
yang diperoleh diuji dengan larutan perak nitrat (AgNO 3), bila sudah
tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl dalam larutan sudah tiadak
ada lagi. Padatan dikeringkan dalam oven pada suhu 70 C selama 24 jam
dan diperoleh serbuk kulit udang tanpa mineral. Serbuk ini kemudian
didinginkan dalam desikator, untuk proses penghilangan protein dalam
melakukan protein (deproteinasi), serbuk kulit udang kering hasil proses
demineralisasi ditambahkan NaOH, campuran ini dipanaskan pada suhu
antara 65-75 C selama 4 jam disertai dengan pengadukan50 rpm.
Padatan yang ada dikeringkan dan didinginkan. Padatan ini berupa kitin,
kemudian dicuci dan ditambah dengan etanol 70% untuk melarutkan
kitosan terlarut dan dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian dicuci
dengan akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna, dilakukan
sebanyak dua kali. Padatan dikeringkan pada suhu 80 C selama 24 jam
dan selanjutnya dikeringkan dalam desikator (Weska dan Moura, 2006).
Rendemen kitin yang diperoleh sebanyak 35% (Puspawati dan Simpen,
2010). Penditeksian kitin dilakukan dengan reaksi warna Van Wesslink,
dimana kitin direaksikan dengan larutan I2-KI 1% akan memberikan
warna cokelat. Penambahan H2SO4 1 M memberikan warna violet
(Marganov, 2003)
Derajat deasetilasi kitosan dapat diukur dengan berbagai metode
dan yang paling lazim digunakan adalah metode garis dasar spektroskopi
IR transformasi Fourier (FTR) yang pertama kali diajukan oleh Moore
dan Robert pada tahun 1977. Teknik ini memberikan beberapa
keuntungan yaitu relatif lebih cepat, contoh tidak perlu murni, dan
tingkat ketelitian tinggi dengan teknik tritrimetri dan metode spektoskopi
lainnya (Sugita, 2009).
Kitin mudah terdegradasi dan penghilangan gugus asetil dengan
penggunaan alkali kuat menghasilkan senyawa yang dinamakan kitosan.
Kitosan adalah polimer alam yang mempunyai rantai tidak bercabang dan
dinamakan (1-4)-2-amino-2 deoksi--D glukosa. Untuk menghasilkan
kitosan yang bermutu tinggi bergantung pada kitin yang dihasilkan.
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
11

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Sekiranya kitin yang dihasilkan tidak murni, maka tidak akan dihasilkan
kitosan. Pada proses pembuatan kitosan, jika derajat deasetilasi
menunjukkan nilai 100% ini berarti yang dihasilkan adalah kitan bukan
kitosan, karena kitosan merupakan gabungan senyawa kitin dan kitan.
Untuk inilah perlu diketahui derajat deasetilasi di dalam kitosan, karena
ini merupakan sifat utama dari kitosan. Kitosan mempunyai kadar
nitrogen yang bergabung kepada derajat deasetilasi. Salah satu metode
untuk mengetahui derajat deasetilasi adalah dengan menggunakan
metode spektofotometri ( Muzarelli, 1977).
Pada penelitian yang yang telah dilakukan oleh (Meilina dkk,
2014) pengaruh perbandingan pati dan kitosan terhadap kuat tarik
diperoleh kuat tarik terjadi peningkatan sehingga dapat disimpulkan
bahwa kitosan dapat meningkatkan kuat tarik. Dapat dilihat terjadi
penurunan pada perbandingan pati:kitosan (5 : 5). Penurunan ini
disebabkan oleh adanya penambahan kitosan yang mencapai setengah
berat campuran sehingga proses pencampuran kurang sempurna. Proses
pencanpuran yang kurang homogen mengakibatkan distribusi molekul
komponen penyusun plastik kurang merata, sehingga material yang
dihasilkan memiliki kuat tarik yang semakin menurun.
Sedangkan plastik dengan perbandingan pati : kitosan memiliki
ketahanan terbaik adalah 5 : 5, dengan persen air terserap 20,75%.
Penambahan kitosan menjadikan plastik memiliki nilai persen air
terserap menjadi kecil. Hal ini karena kitosan memiliki sifat hidrofobik
dan tidak larut dalam pelarut air. Namun hasil yang diperoleh belum
sepenuhnya baik karena plastik masih cenderung menyerap air yaitu
20,75%, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya gugus OH pada plastik
yang menyebabkan bioplastik ini masih bersifat hidrofilik (Darni dan
Utami, 2010).
Selanjutnya pengaruh perbandingan pati an kitosan terhadap persen
kehilangan berat yang telah dilakukan oleh (Meilina dkk, 2014)
membuktikan bahwa plastik yang dihasilkan bersifat biodegradable.
Sifat yang cenderung hidrofil membuat plastik lebih cepat
terdegradasi.Hasil yang diperoleh persen berat yang hilang semakin kecil
dari perbandingan pati : kitosan 10 : 0 dikarenakan penambahan kitosan
akan mengurangi sifat hidrofil dari plastik. Sehingga plastik tidaak
mudah menyerp air. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses
biodegradasi diantarnya pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan
alga serta aktivitas enzim, selain itu sifat hidrofobik bahan adiktif, proses
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
12

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

produksi, struktur polimer, morfologi dan berat molekul plastik tersebut).


Faktor eksternal antara lain diantaranya adalah kondisi lingkungan (suhu,
intensitas cahaya matahari, dan kelembaban).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas yang
diujikan dan variabel tetap dengan semua perlakuan dalam kondisi yang
sama. Variabel bebas yang digunakan adalah komposisi kitosan dan asam
asetat.
a. Variabel Bebas
Pada penelitian ini digunakan variabel bebas berupa komposisi
kitosan dan asam asetat
N
o

Jumlah
Kitosan (gr)
2
3
4
5
6

Jumlah Asam Asetat (ml)


2
3
4

b. Variabel Tetap
Variabel tetap yang digunakan adalah: konsistensi pati kulit
singkong karet dengan aquades (5 gram : 50 ml), gliserol 2 ml, suhu
pencampuran 60 C dan waktu pengadukan 60 menit, 100 ml pelarut
asam asetat 1%.

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
13

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Tabel 3. Daftar Alat yang digunakan dalam pembuatan plastik
biodegradabel
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nama Alat

Jumlah

Alat uji tarik


Beaker glass
Cawan arloji
Hot plate
Kaca
Karet hisap
Kertas saring
Kertas saring
Magnetic stirer
Neraca digital
Oven
Pengaduk kaca
Pipet
Pipet ukur
Termometer

3.2.2. Bahan
Tabel 4. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan plastik
biodegradabel

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
14

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

No
1.
2.
3.
4.
5.

Nama Bahan
Aquades
Asam asetat
Gliserol
Kitosan
Kulit singkong

Jumlah

3.3. Cara Kerja


3.3.1. Pembuatan Pati Kulit Singkong Merah
Proses pembuatan pati kulit singkong karet diawali dengan
membersihkan kulit singkong karet dari kotoran-kotoran yang
menempel pada umbi. Selanjutnya mengupas kulit singkong karet
dan membersihkan kulit arinya yang masih menempel. Setelah itu
menjemur kulit singkong karet yang telah bersih dari kulit arinya
sampai kering di bawah sinar matahari langsung. Kulit singkong
karet yang telah kering, kemudian di tumbuk sampai halus untuk
mendapatkan tepungnya. Kemudian tepung kulit singkong karet
yang telah ditumbuk di ayak sampai ukuran 100 mesh
3.3.2. Proses Pembuatan Plastik Biodegradable
Variasi kitosan dicampurkan dengan 100 ml asam asetat 1%
sampai tercampur homogen. Kemudian pati kulit singkong karet
sebanyak 5 gram dimasukkan kedalam gelas beaker, selanjutnya
ditambahkan aquades sebanyak 50 ml serta variasi asam asetat
dengan pemasan awal 60-70

C selama 15 menit. Setelah

diperoleh campuran pati kulit singkong dengan aquades serta


variasi asam asetat. Langkah selanjutnya mencampurkan larutan
kitosan dan asam asetat 1% serta menambahkan gliserol yang
berfungsi sebagai plastizer, lalu campuran dijalankan pada suhu
60-70 C dan diaduk selama 60 menit. Kemudian dicetak dalam
wadah keramik untuk didapatkan lembaran plastik yang
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
15

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

diinginkan dan dikeringkan selama 24 jam. Selanjutnya plastik


yang telah terbentuk di uji kualitasnya.
Skema Kerja Penelitian
Kulit Singkong
Di bersihkan
Di kupas
Di keringkan
Di haluskan
Tepung Kasar
Di ayak sampai halus (100 mesh)

Variasi Kitosan + asam asetat 1% Tepung + aquades + variasi asam asetat


Dicampur + 2 ml gliserol
Dipanaskan 60-70 oC dan diaduk
Di cetak
Di jemur
Plastik biodegradable
Uji Tarik dan elongasi
Uji degradasi dan swealing
3.4. Pengujian Plastik Biodegradable
Untuk mengetahui kualitas plastik yang telah dihasilkan dilakukan
pengujian sebagai berikut:
3.4.1. Uji Sifat Mekanik

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
16

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Uji ini ditentukan berdasarkan pada sifat mekanik bahan


terutama pada kekutan tarik dan perpanjangan bahan atau elongasi.
Sifat mekanik ini diperoleh melalui percobaan uji tarik. Sifat
mekanik suatu bahan dipengaruhi oleh sifat alami masingmasing
komponen serta ikatan senyawa penyusunnya.
3.4.2. Uji Biodegradasi
Uji biodegradasi didasarkan pada metode yang

dilakukan

oleh Pimpan, et al. (2001) dan Darni, et al. (2009). Plastik dipotong
dengan ukuran 5 cm x 1 cm. Dikeringkan dalam desikator dan
ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Uji ini dilakukan
dalam medium tanah, dengan cara melubangi tanah yang akan
digunakan sebagai media. Lubang-lubang tersebut berkedalaman 5
cm dan diameter 20 cm. Sampel dikubur didalam tanah selama 2
minggu. Kemudian sampel dikeringkan di dalam desikator lagi dan
ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan.
3.4.3. Uji Ketahanan Air (swealing)
Uji ketahanan air ini didasarkan pada metode yang telah
dilakukan oleh Pimpan, et al. (2001) dan Darni, et al. (2009). Plastik
dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik. Kemudian plastik dimasukkan ke
dalam gelas beaker yang telah berisi aquades sebanyak 5 ml.
Didiamkan dalam suhu kamar serta diambil tiap menit, air
dipermukaan plastik dilap dengan kertas tisu, kemudian ditimbang.
Langkah ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh berat yang
konstan.
3.5. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
I

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
17

Bulan 1
I
II
I
I
I
V

Bulan 2
I

II

III

I
V

Bulan 3
I
II
I
I

I
V

Bulan 4
I
II
I
I

I
V

Bulan 5
I
II
I
I

IV

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet
Pengajuan
proposal
Seminar
proposal
Pengambilan
data penelitian
Penyusunan
laporan
Seminar
penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2006. Biopolymers and Plastik biodegradables. Diakses dari:


http://www.biobasics.gc.ca/english/View.asp?x=790 (Tanggal
akses: 26 Agustus 2010
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
18

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Charles, A.Harper. 1999. Modren Plastick Handbook. Lutherville, Maryland : McGraw-Hill.


Cui, S.W.2005. Food Carbohidrates Chemistry Physic, Properties, and
Aplications. New York : CRC Press.
Darni et al. 2008. Peningkatan Hidrofobisitas dan Sifat Fisik Plastik
Biodegradable Pati Tapioka dengan Penambahan Selulosa
Residu Rumput Laut Euchema spinossum. Seminar Hasil
Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Lampung:
Universitas Lampung.
Firdaus Feris, Chairil Anwar. 2004. Potensi Limbah Padat Cair Industri Tepung
Tapioka Sebagai Bahan Baku Film Plastik Biodegradable, Logika
Volume I No 2.
Huda, T dan Firdaus. 2007. Karakteristik Fisikokimiawi Film Plastik
Biodegradable dari Komposit Pati Singkong-Ubi Jalar. Jurnal
Penelitian dan Sains Logika. 4 (2): 3-10.
Ketaren. S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, edisi
kesatu, cetakan kesatu,. Jakarta: Universitas Indonesia.
Latief, R. (2001). Teknologi Kemasan Kemasan Biodegradable, Makalah
Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/S3 IPB,
Bandung, http:// www.hayatiipb.com/ users/rudyct/indiv2001/
rindam_latief.htm diakses pada Tanggal 13 Oktober 2011
Luengo, J. Garcia, B. Sndoval, A. Naharro, G. & Olivera, E. 2003.
Biodegradableplast from microorganisms. Current Opinion in
Microbiologi
Margianto, H. 2010. Inilah Bahaya Kantong Plastik. Online. Tersedia di
Kompas.com (diakses 12 Februari 2012).
Muzarelli, R. A. A. 1977. Chitin Faculty of Medicine University of Ancona Italy
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
19

Pengaruh Komposisi Kitosan dan Asam Asetat Terhadap Kualitas Plastik


Biodegradabel dari Kulit Singkong Karet

Pranamuda, Hardaning. 2001. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradable


Berbahan Baku Pati Tropis. Jakarta : Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi.
Pranamuda. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan baku Pati
Tropis, http://wwwstd.ryu.titech.ac.jp/
~indonesia/zoa/paper/htmL/paper Hardaning Pranamuda. htmL
2009 diakses 12 november 2011.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya, dan Pasca Panen, Jakarta:Kanisius
Sugita, P., Wukirsari, T., Sjahriza, A dan Wahyono, D. 2009. Khitosan: Sumber
Biomaterial Masa Depan. Bogor: IPB Press.
Syah, A.N.A. 2006. Biodiesel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif Ranah
Lingkungan. Jakarta: Agro Media Pustaka.

TEGUH GIRI SUSENO


D500120062
20

Anda mungkin juga menyukai