BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penggunaan plastik sebagai kemasan semakin meningkat, sehingga
menyebabkan penumpukan sampah plastik. Hal tersebut akan berdampak
pada pencemaran lingkungan karena sampah plastik merupakan sampah
yang sulit terurai oleh mikroorganisme. Berdasarkan data yang diperoleh
setiap tahun, sekitar 500 miliar hingga satu triliun kantong plastik
digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170
kantong plastik tiap tahun dan lebih dari 17 miliar kantong plastik
dibagikan secara gratis oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahun
(Margianto, 2010).
Sebanyak 80 persen sampah di Lautan berasal dari darat dan 90
persen diantaranya adalah plastik. Data PBB menyebutkan setiap mil
persegi ada 46.000 sampah plastik mengambang di Lautan. Menurut
laporan Greenpeace, sampah plastik yang masuk ke Laut menyebabkan
sedikitnya 267 jenis biota laut menderita karena sampah plastik. Bahkan,
setiap tahun lebih dari satu juta biota laut seperti burung laut, ikan paus,
dan penyu mati karena mencerna atau terjerat sampai plastik. Membakar
tas kresek, selain mencemari udara, juga akan menghasilkan gas dioksin
yang jika terhirup akan membahayakan kesehatan manusia.
Bahan pengemas dari plastik (material sintetis) banyak digunakan
dengan pertimbangan ekonomis dan memberikan perlindungan yang baik
dalam pengawetan. Penggunaan material sintetis tersebut berdampak pada
pencemaran lingkungan. Plastik akan menjadi sampah yang sulit terurai.
Plastik sintetis yang sering digunakan untuk bahan pengemas makanan
adalah produk non-biodegrable sehingga sulit untuk diuraikan, pakar
Ahli Teknologi Pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Hartoyo,
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
1
tersebut
adalah
hydro-biodegradable
atau
photo-
sebagai:
terdegradasi
hydro-biodegradable,
karena
biodegradable,
photo-biodegradable,
dan
Biodegradabilitas
Biodegradabel
Terbarukan
Bahan berbasis pati,
bahan berbasis selulosa,
Poliasam Laktat (PLA)
dan Poli Hidroksi
Alkanoat (PHA)
Tidak Terbarukan
Polikaprolakton (PCL)
dan Poli Butilena
Suksinat (PBS)
Sumber: (Narayan, 2006)
Non-Biodegradabel
Polietilen (PE),
Poliamida dan Polivinil
Klorida (PVC)
Indonesia kaya akan sumber serat alami seperti berasal dari serat
nanas yang sudah mulai dikembangkan untuk industri tekstil, serat pisang
maupun serat dari limbah industri pembuatan tapioka yaitu onggok,
karenanya pengembangan plastik biodegradable berbahan baku serat
dapat dikembangkan selain ketersediannya melimpah, harga relatif
murah, tingkat biodegradibilitas yang tinggi, kemudahan proses, juga
bahan yang digunakan tidak bersaing dengan bahan pangan. Vilpoux dan
Averous (2006) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai plastik
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
5
Kadar 100%
BK
0,4734
0,5842
0,0067
0,4750
98,4674
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom
karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus OH. Gliserol dapat
diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan
dengan distilasi pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila
dibiarkan lama di udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak.
Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak
bebas. Disamping itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam
lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksida dan selanjutnya akan
terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa
yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil
penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna
dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan
tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan
kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan ( Poedjiadi,
2006).
Reaksi pembentukan gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.
O
H2C-O-C-R
54-58 bar
HC-O-C-R+3H2O
O
H2C-O-C-R
H- C- OH
H - C - OH+3R-COOH
250-225C
H-C-OH
H
Gambar 2. Reaksi Pembentukan Gliserol
bahan tidak murni. Sebagian besar katalis dan alkohol yang tidak
bereaksi dalam reaksi biodisel akan turun ke dalam lapisan gliserol
(Syah, 2006).
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan gliserol
adalah minyak diantaranya minyak sawit, minyak biji kapuk dan minyak
biji karet (Kuzmanovic dkk, 2008).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Zulisma dkk, 2013)
menunjukkan hubungan antara volume gliserol dengan kekuatan tarik
dimana kekuatan tarik terbaik pada 12 gram pati dan 4 ml gliserol.
Sedangkan modulus young semakin menurun dengan penambahan
gliserol. Hal ini disebabkan gliserol sebagai plastizer dapat meningkatkan
persentase pemanjangan dan penurunan kekuatan tarik. Kemudian
pengaruh penambahan gliserol terhadap pemanjangan saat putus akan
semakin meningkat. Tetapi pada saat penambahan 6 ml gliserol terjadi
penurunan yang disebabkan pati dan gliserol tidak terdistribusi dengan
sempurna.
2.4. Kitosan
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuan Perancis, Ojier, pada
tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit
keras, seperti udang, kepiting, dan serangga. Adapun struktur kimia dari
kitosan seperti gambar 3 berikut:
Sekiranya kitin yang dihasilkan tidak murni, maka tidak akan dihasilkan
kitosan. Pada proses pembuatan kitosan, jika derajat deasetilasi
menunjukkan nilai 100% ini berarti yang dihasilkan adalah kitan bukan
kitosan, karena kitosan merupakan gabungan senyawa kitin dan kitan.
Untuk inilah perlu diketahui derajat deasetilasi di dalam kitosan, karena
ini merupakan sifat utama dari kitosan. Kitosan mempunyai kadar
nitrogen yang bergabung kepada derajat deasetilasi. Salah satu metode
untuk mengetahui derajat deasetilasi adalah dengan menggunakan
metode spektofotometri ( Muzarelli, 1977).
Pada penelitian yang yang telah dilakukan oleh (Meilina dkk,
2014) pengaruh perbandingan pati dan kitosan terhadap kuat tarik
diperoleh kuat tarik terjadi peningkatan sehingga dapat disimpulkan
bahwa kitosan dapat meningkatkan kuat tarik. Dapat dilihat terjadi
penurunan pada perbandingan pati:kitosan (5 : 5). Penurunan ini
disebabkan oleh adanya penambahan kitosan yang mencapai setengah
berat campuran sehingga proses pencampuran kurang sempurna. Proses
pencanpuran yang kurang homogen mengakibatkan distribusi molekul
komponen penyusun plastik kurang merata, sehingga material yang
dihasilkan memiliki kuat tarik yang semakin menurun.
Sedangkan plastik dengan perbandingan pati : kitosan memiliki
ketahanan terbaik adalah 5 : 5, dengan persen air terserap 20,75%.
Penambahan kitosan menjadikan plastik memiliki nilai persen air
terserap menjadi kecil. Hal ini karena kitosan memiliki sifat hidrofobik
dan tidak larut dalam pelarut air. Namun hasil yang diperoleh belum
sepenuhnya baik karena plastik masih cenderung menyerap air yaitu
20,75%, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya gugus OH pada plastik
yang menyebabkan bioplastik ini masih bersifat hidrofilik (Darni dan
Utami, 2010).
Selanjutnya pengaruh perbandingan pati an kitosan terhadap persen
kehilangan berat yang telah dilakukan oleh (Meilina dkk, 2014)
membuktikan bahwa plastik yang dihasilkan bersifat biodegradable.
Sifat yang cenderung hidrofil membuat plastik lebih cepat
terdegradasi.Hasil yang diperoleh persen berat yang hilang semakin kecil
dari perbandingan pati : kitosan 10 : 0 dikarenakan penambahan kitosan
akan mengurangi sifat hidrofil dari plastik. Sehingga plastik tidaak
mudah menyerp air. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses
biodegradasi diantarnya pengaruh mikroorganisme (bakteri, jamur, dan
alga serta aktivitas enzim, selain itu sifat hidrofobik bahan adiktif, proses
TEGUH GIRI SUSENO
D500120062
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas yang
diujikan dan variabel tetap dengan semua perlakuan dalam kondisi yang
sama. Variabel bebas yang digunakan adalah komposisi kitosan dan asam
asetat.
a. Variabel Bebas
Pada penelitian ini digunakan variabel bebas berupa komposisi
kitosan dan asam asetat
N
o
Jumlah
Kitosan (gr)
2
3
4
5
6
b. Variabel Tetap
Variabel tetap yang digunakan adalah: konsistensi pati kulit
singkong karet dengan aquades (5 gram : 50 ml), gliserol 2 ml, suhu
pencampuran 60 C dan waktu pengadukan 60 menit, 100 ml pelarut
asam asetat 1%.
Nama Alat
Jumlah
3.2.2. Bahan
Tabel 4. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan plastik
biodegradabel
No
1.
2.
3.
4.
5.
Nama Bahan
Aquades
Asam asetat
Gliserol
Kitosan
Kulit singkong
Jumlah
dilakukan
oleh Pimpan, et al. (2001) dan Darni, et al. (2009). Plastik dipotong
dengan ukuran 5 cm x 1 cm. Dikeringkan dalam desikator dan
ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan. Uji ini dilakukan
dalam medium tanah, dengan cara melubangi tanah yang akan
digunakan sebagai media. Lubang-lubang tersebut berkedalaman 5
cm dan diameter 20 cm. Sampel dikubur didalam tanah selama 2
minggu. Kemudian sampel dikeringkan di dalam desikator lagi dan
ditimbang sampai diperoleh berat yang konstan.
3.4.3. Uji Ketahanan Air (swealing)
Uji ketahanan air ini didasarkan pada metode yang telah
dilakukan oleh Pimpan, et al. (2001) dan Darni, et al. (2009). Plastik
dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm. Ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik. Kemudian plastik dimasukkan ke
dalam gelas beaker yang telah berisi aquades sebanyak 5 ml.
Didiamkan dalam suhu kamar serta diambil tiap menit, air
dipermukaan plastik dilap dengan kertas tisu, kemudian ditimbang.
Langkah ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh berat yang
konstan.
3.5. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
I
Bulan 1
I
II
I
I
I
V
Bulan 2
I
II
III
I
V
Bulan 3
I
II
I
I
I
V
Bulan 4
I
II
I
I
I
V
Bulan 5
I
II
I
I
IV
DAFTAR PUSTAKA