Anda di halaman 1dari 31

Nama

: Karima Meisi Mumpuni Uniningtyas

NRP

: 13300414

PROSES PEMBUATAN MAIZENA

Pembersihan

Jagung dibersihkan dari debu, kerikil, pasir atau potongan tongkol. Pembersihan dapat dilakukan
dengan penyedotan atau penyaringan.

Perendaman dan pengupasan

Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji jagung, sehingga memudahkan pemisahan kulit dan
lembaga tanpa banyak kehilangan pati. Selain itu perendaman dapat mereduksi kegiatan bakteri
yang akan memasuki proses penggilingan dan dapat menghilangkan bagian yang larut pada biji.
Perendaman dilakukan pada tangki/bak berlapis porselin, atau stainless steel. Suhu perendaman
antara 45-50oC untuk menghindarkan terbentuknya alkohol karena proses fermentasi oleh khamir.
Pada proses perendaman, air dalam tangki diberi sedikit SO2 0,1-0,5% . Penggunaan SO2 bertujuan
untuk membantu pelepasan pati dari endosperm dengan melonggarkan ikatan matriks protein.
Lamanya perendaman sekitar 30-40 jam. Setelah perendaman tersebut, jagung menjadi lunak dan
selanjutnya kulitnya dapat dikupas dengan mudah (Agustin, Z.K. dkk, 2005).

Pemisahan lembaga

Pemisahan lembaga menggunakan alat pemisah lembaga dari butir jagung (germ separator). Alat
tersebut bekerja dengan screw conveyor dan pedal yang berputar pada bagian atas tangki. Pedal
yang berputar, berfungsi menumpahkan kearah luar dari lembaga dan beberapa serat kulit yang
mengapung. Bagian yang berat akan mengendap dan oleh screw conveyor didorong keluar melalui
lubang bawah. Butir jagung kasar kemudian dikeringkan untuk membuat maizena, sedangkan
lembaganya dibuat minyak jagung.

Ekstraksi pati

Ekstraksi pati dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan basah. Cara kering dilakukan
dengan cara jagung pipilan yang telah dikeringkan digiling hingga menjadi tepung. Tepung jagung
direndam dalam larutan NaOH 0,1% untuk menghilangkan protein. Selama perendaman dilakukan
pengadukan beberapa kali. Campuran dibiarkan pada suhu ruang sampai patinya mengendap (3
jam) dan cairannya merupakan larutan protein dalam NaOH. Cairan selanjutnya dipisahkan dari butirbutir pati dan pati dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa NaOH dimana protein yang masih
melekat. Cara basah, jagung yang sudah dipisahkan dari kulit dan lembaganya langsung digiling

sehingga 50dihasilkan bubur jagung. Bubur jagung disaring dengan saringan mesh 80 untuk
memisahkan butir-butir pati dari bagian yang masih terlalu kasar. Pati didalam air saringan dibiarkan
mengendap seperti pada pembuatan tapioka, atau langsung direndam di dalam larutan NaOH 0,1 %
sambil diaduk-aduk dan dibiarkan mengendap. Cairan selanjutnya dipisahkan dari butir-butir pati dan
pati dicuci dengan air dari sisa-sisa NaOH dan protein.

Pengeringan

Hasil ekstraksi berupa endapan pati yang keras. Endapan tersebut lalu diambil, berupa bongkahan
atau gumpalan pati basah, selanjutnya dikeringkan hingga kadar air sekitar 14%.

Penggilingan dan pengayakan

Penggilingan dan pengayakan bertujuan untuk menghaluskan bongkahan pati jagung kasar menjadi
pati halus. Penggilingan pati dilakukan 2 s/d 4 kali. Alat penggilingan dilengkapi dengan alat
pengayakan yang berukuran 80-100 mesh. Alat penggiling dan alat pengayak digerakkan oleh mesin
diesel sehingga pati halus akan terpisah dari yang masih kasar, kemudian pati yang masih kasar
digiling lagi begitu seterusnya hingga diperoleh maizena halus. Sebelum masuk proses pengayakan,
jagung yang telah digiling halus perlu diturunkan suhunya agar memudahkan dalam pengayakan.

Pengemasan dan penyimpanan

PROSES PEMBUATAN ROTI TAWAR


Bahan baku untuk proses pembuatan roti dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu bahan
pokok atau bahan utama seperti tepung terigu, ragi dan air, bahan penambah rasa yaitu gula, garam,
lemak dalam bentuk shortening/mentega/margarin, susu dan telur, serta bahan tambahan berupa
mineral yeast food (MYF), malt, emulsifier, bahan untuk meningkatkan mutu adonan (dough improver)
dan pengawet terutama terhadap jamur.
a. Tepung
membedakan dengan bahan lain adalah kandungan protein jenis glutenin dan gliadin, yang pada
kondisi tertentu dengan air dapat membentuk massa yang elastis dan dapat mengembang yang disebut
gluten. Sifat-sifat fisik gluten yang elastis dan dapat mengembang ini memungkinkan adonan dapat
menahan

gas

pengembang

dan

adonan

dapat

menggelembung

seperti

balon.

Keadaan

ini

memungkinkan produk roti mempunyai struktur berongga yang halus dan seragam serta tekstur yang
lembut dan elastis. Tepung terigu harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapai
konsistensi adonan yang tepat, dan memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan roti dengan
remah yang halus, tekstur lembut dan volume yang besar. Tepung yang demikian disebut tepung keras

(hard wheat). Tepung keras mengandung 12-13 % protein dan cocok untuk pembuatan roti. Sebaliknya
tepung terigu yang kecil kemampuannya menyerap air, menghasilkan adonan yang kurang elastis
sehingga menghasilkan roti yang padat serta tekstur yang tidak sempurna. Tepung terigu demikian
disebut tepung lunak (soft wheat), mengandung protein sekitar 7,5-8 %, bisa digunakan untuk biskuit,
bolu, kue kering,dan crakers.

b. Air
Air merupakan bahan yang berperan penting dalam pembuatan roti, antara lain gluten terbentuk
dengan adanya air. Air sangat menentukan konsistensi dan karakteristik reologi adonan, yang sangat
menentukan sifat adonan selama proses dan akhirnya menentukan mutu produk yang dihasilkan. Air
juga berfungsi sebagai pelarut bahan seperti garam, gula, susu dan mineral sehingga bahan tersebut
terdispersi secara merata dalam adonan. Menurut U.S. Wheat Associates (1983), dalam pembuatan roti,
air mempunyai banyak fungsi. Air memungkinkan terbentukna gluten, berperan mengontrol kepadatan
adonan, melarutkan garam, menaham dan menyebarkan bahan-bahan bukan tepung secara seragam,
membasahi dan mengembangkan pati serta menjadikannya dapat dicerna. Air juga memungkinkan
terjadinya kegiatan enzim. Dalam pembuatan roti, air akan melakukan hidrasi dan bersenyawa dengan
protein membentuk gluten dan dengan pati membentuk gel setelah dipanaskan. Disamping itu juga
berfungsi sebagai pelarut garam, gula, susu, dan sebagainya. Jumlah air yang digunakan tergantung
pada kekuatan tepung dan proses yang digunakan. Faktor-faktor yang terlibat pada proses penyerapan
air antara lain macam dan jumlah protein serta sebanyak 45.5 persen air akan berikatan dengan pati,
32.2 persen dengan protein dan 23.4 persen dengan pentosan. Banyaknya air yang dipakai akan
menentukan mutu dari roti yang dihasilkan.
c. Garam
Garam adalah bahan utama untuk mengatur rasa. Garam akan membangkitkan rasa pada bahanbahan lainnya dan membantu membangkitkan harum dan meningkatkan sifat-sifat roti. Garam adalah
salah satu bahan pengeras, bila adonan tidak memakai garam, maka adonan agak basah. Garam
memperbaiki pori-pori roti dan tekstur roti akibat kuatnya adonan, dan secara tidak langsung berarti
membantu pembentukan warna. Garam membantu mengatur aktifitas ragi roti dalam adonan yang
sedang difermentasi dan dengan demikian mengatur tingkat fermentasi. Garam juga mengatur
mencegah pembentukan dan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dalam adonan yang diragikan.
Pada roti, garam mempunyai fungsi yang lebih penting daripada sekedar memperbaiki rasa. Garam
membantu aktifitas amilase dan menghambat aktifitas protease pada tepung. Adonan tanpa garam akan
menjadi lengket (agak basah) dan sukar dipegang. Selain mempengaruhi flavor, garam juga dapat
berfungsi sebagai pengontrol fermentasi. Bila tidak ada garam dalam adonan fermentasi maka
fermentasi akan berjalan cepat. Garam juga mempunyai efek melunakkan gluten. Fungsi garam
memberikan rasa gurih pada roti, mengontrol waktu fermentasi, dan menambah keliatan gluten.
d. Ragi
Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae. Dengan memfermentasi gula,
khamir menghasilkan karbondioksida yang digunakan untuk mengembangkan adonan. Gula ini dapat

berasal dari tepung, yaitu sukrosa atau dari gula yang sengaja ditambahkan ke dalam adonan seperti
gula tebu dan maltosa. Di dalam ragi terdapat beberapa enzim yaitu protease, lipase, invertase, maltase
dan zymase. Protease memecah protein dalam tepung menjadi senyawa nitrogen yang dapat diserap sel
khamir untuk membentuk sel yang baru. Lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserin.
Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan menjadi alkohol dan karbondioksida. Akibat dari
fermentasi ini timbul komponenkomponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid dan
ester. Ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan dengan memproduksi gas CO2, memperlunak
gluten dengan asam yang dihasilkan dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti. Enzim-enzim
dalam ragi memegang peran tidak langsung dalam proses pembentukan rasa roti yang terjadi sebagai
hasil reaksi Maillard dengan menyediakan bahan-bahan pereaksi sebagai hasil degradasi enzimatik oleh
ragi. Oleh karena itu ragi merupakan sumber utama pembentuk rasa roti. Pada roti, ragi termasuk bahan
baku utama. Ragi untuk roti dibuat dari sel khamir Saccharomyces cereviceae. Dengan memfermentasi
gula, khamir menghasilkan gas karbodioksida yang digunakan untuk mengembangkan adonan. Akibat
fermentasi ini, timbul komponen-komponen pembentuk flavor roti, diantaranya asam asetat, aldehid dan
ester. Aktivitas ragi roti di dalam adonan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain enzim-enzim
protease, lipase, invertase dan maltase, kandungan air, suhu, pH, gula, dan garam. Enzim protease
dapat mengurangi kekuatan jaringan zat gluten sehingga adonan menjadi lebih mudah untuk diolah.
Sedangkan enzim lipase berfungsi melindungi selsel ragi roti sewaktu menjadi spora. Enzim invertase
merubah gula menjadi glukosa dan fruktosa, sedangkan enzim maltase merubah maltosa menjadi
dekstrosa. Adanya komponen garam akan memperlambat kerja ragi roti. Kondisi optimal bagi aktivitas
ragi roti dalam proses fermentasi adalah pada aw =0.905,

suhu antara 250C sampai 300C dan pH

antara 4.0 sampai 4.5.


e. Gula
Gula digunakan sebagai bahan pemanis dalam pembuatan roti. Jenis gula yang paling banyak digunakan
adalah sukrosa. Selain sebagai pemanis sukrosa juga berperan dalam penyempurnaan mutu panggang
dan warna kerak, dan memungkinkan proses pematangan yang lebih cepat, sehingga air lebih banyak
dipertahankan dalam roti. Gula juga ditujukan sebagai sumber karbon pertama dari sel khamir yang
mendorong keaktifan fermentasi. Gula yang dimanfaatkan oleh sel khamir, umumnya hanya gula-gula
sederhana, glukosa atau fruktosa, yang dihasilkan oleh pemecahan enzimatik molekul yang lebih
kompleks, seperti sukrosa, maltosa, pati atau karbohidarat lainnya. Sukrosa dan maltosa dapat dipecah
menjadi gula sederhana (heksosa) oleh enzim yang ada dalam sel khamir, sedangkan pati dan dekstrin
tak dapat diserang oleh khamir. Enzim-enzim yang terdapat dalam tepung atau malt diastatik, berfungsi
memproduksi gula dekstrosa atau maltosa dari pati yang ada dalam adonan. Menurut U.S. Wheat
Associates (1983), gula pada roti terutama berfungsi sebagai makanan ragi selama fermentasi sehingga
dapat dihasilkan karbondioksida dan alkohol. Gula juga dapat berfungsi untuk memberi rasa manis,
flavor dan warna kulit roti (crust). Selain itu gula juga berfungsi sebagai pengempuk dan menjaga
freshness roti karena sifatnya yang higroskopis (menahan air) sehingga dapat memperbaiki masa simpan
roti. Dengan adanya gula maka waktu pembakaran harus sesingkat mungkin agar roti tidak menjadi
hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan dapat mempercepat proses pembentu-kan
warna pada kulit roti. Dengan singkatnya waktupembakaran tersebut, maka dipengaruhi masih banyak

uap air yang tertinggal dalam adonan, dan ini akan mengakibatkan roti akan tetap empuk. Kegunaan
gula terutama adalah sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan ragi
selama proses fermentasi. Gula yang tersisa setelah proses fermentasi akan memberikan warna pada
kulit roti dan rasa pada roti.
Kegunaan gula terutama adalah sebagai sumber makanan untuk pertumbuhan ragi selama proses
fermentasi. Gula yang tersisa setelah proses fermentasi akan memberikan warna pada kulit roti dan rasa
pada roti.
f. Lemak
Lemak digunakan dalam pembuatan roti sebagai shortening karena dapat memperbaiki struktur
fisik seperti volume, tekstur, kelembutan, dan flavor. Selain itu penambahan lemak menyebabkan nilai
gizi dan rasa lezat roti bertambah Penambahan lemak dalam adonan akan menolong dan mempermudah
pemotongan roti, juga dapat menahan air, sehingga masa simpan roti lebih panjang dan kulit roti lebih
lunak. Penggunaan lemak dalam proses pembuatan roti membantu mempertinggi rasa, memperkuat
jaringan zat gluten, roti tidak cepat menjadi keras dan daging roti tidak lebih empuk (lemas) sehingga
dapat memperpanjang daya tahan simpan roti. Selain itu penambahan lemak menyebabkan nilai gizi dan
rasa lezat roti bertambah. Lemak berfungsi sebagai pelumas sehingga akan memperbaiki remah roti.
Disamping itu, lemak berfungsi mempermudah pemotongan roti dan membuat roti lebih lunak.

g. Susu dan Telur


Penggunaan susu untuk produk-produk bakery berfungsi membentuk flavor, mengikat air, sebagai
bahan pengisi, membentuk struktur yang kuat dan porous karena adanya protein berupa kasein,
membentuk warna karena terjadi reaksi pencoklatan dan menambah keempukan karena adanya laktosa.
Alasan utama pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah untuk meningkatkan nilai gizi. Susu
mengandung protein (kasein), gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek terhadap
warna kulit roti dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (U.S. Wheat Associates, 1983).
Alasan utama pemakaian susu dalam pembuatan roti adalah gizi. Susu mengandung protein (kasein),
gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga
memberikan efek terhadap kulit dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya. Efek penyangga
juga terlihat, yaitu akan menghambat fermentasi. Dalam proses pembuatan roti, telur berfungsi untuk
meningkatkan nilai gizi, memberikan rasa yang lebih enak dan membantu untuk memperlemas jaringan
zat gluten karena adanya lesitin dalam telur yang mengakibatkan roti menjadi lebih empuk dan lemas.
Pemakaian susu dalam pembuatan roti terutama untuk memperbaiki nilai gizinya. Susu pengandung
protein (kasein) dan gula laktosa dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek terhadap warna kulit
(protein dan gula yang dikandung) dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya.
h. Bread Improver
Pembuatan roti dengan menggunakan tepung selain terigu (misalnya tepung kedelai atau tapioka)
memerlukan tambahan beberapa bahan yang berkaitan dengan tidak tersedianya protein dalam bentuk
gluten sebagaimana yang terkandung di dalam tepung terigu. Sebagaimana kita ketahui, gluten

berfungsi untuk mempertahankan udara yang masuk ke dalam adonan pada saat proses pengadukan
dan gas yang dihasilkan oleh ragi pada waktu fermentasi, sehingga adonan menjadi mengembang.
Pembuatan roti dari tepung singkong memerlukan adanya penambahan bahan-bahan pengikat butir pati.
Bahan yang dapat digunakan antara lain xanthan gum, dan bahan lain seperti CMC, alginat, gliseril
monostearat dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini akan meningkatkan daya tarik menarik antara butirbutir pati, sehingga sebagian besar gas yang terdapat di dalam adonan dapat dipertahankan. Dengan
demikian akan dihasilkan adonan yang cukup mengembang dan pada akhirnya akan diperoleh roti
dengan volume yang relatif besar, remah yang halus, dan tekstur yang lembut.
i. Bahan Tambahan pada Roti
Yang dimaksud dengan bahan tambahan pada roti adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam
adonan yang jika dipakaipun tidak akan mengakibatkan terjadinya hasil yang kurang baik, sedangkan
jika dipakai dapat mempertinggi kualitasroti yang dihasilkan. Bahan ini terdiri dari mineral yeast food
(MYF), malt, emulsifier dan bahan peningkat mutu adonan (dough improver).
j. Mineral Yeast Food (YMF)
YMF adalah campuran garam anorganik (ammonium, kalsium, bromat dan iodat) serta tepung
sebagai bahan pengaman dan pengisi. Ammonium akan diuraikan menjadi gas nitrogen dengan adanya
panas dan gas nitrogen ini merupakan sumber penghidupan bagi ragi roti, sehingga ragi roti dapat
bekerja dengan seoptimal mungkin. Kalsium dapat mengoreksi kesadahan air yang dipakai, sedangkan
bromat dapat berfungsi untuk memperkuat zat gluten tepung.
k. Malt
Penambahan malt dimaksudkan untuk mensuplai enzim amilase dan enzim proteolitik. Enzim amilase
dapat mengubah pati menjadi maltosa yang diperlukan sebagai sumber makanan (nutrien) bagi ragi roti,
sedangkan enzim proteolitik akan mempengaruhi struktur gluten. Jika enzim proteolitik terlalu sedikit,
maka gluten akan menjadi kaku. Sedangkan jika terlalu banyak maka gluten akan menjadi sangat elastis.
Dengan demikian penambahan malt harus tepat agar dapat menghasilkan volume roti yang baik.
l. Emulsifier
Emulsifier merupakan zat yang sanggup menyatukan dua zat yang biasanya tidak dapat bersatu.
Zat ini dapat memperkuat jaringan gluten sehingga kemampuan gluten untuk menerima gas CO2
menjadi lebih kuat dan volume roti menjadi lebih besar, mempertinggi kemampuan zat amilosa untuk
menahan kelembaban adonan sehingga roti dapat disimpan lebih lama. Emulsifier yang umum
digunakan adalah lesitin, gliseril mono stearat (GMS) dan sodium stearoil 2-laktilat (SSL). Lesitin
merupakan bahan penurun tegangan permukaan atau surfase active agent yang berfungsi untuk
mendorong pembentukan dan mempertahankan emulsi agar stabil. Terbatasnya penggunaan lesitin
pada pembuatan roti disebabkan karena baunya menyebabkan roti kurang disenangi. Lesitin dapat
meningkatkan toleransi terhadap fermentasi, menghasilkan warna kerak lebih seragam, kerak menjadi
lebih empuk, tekstur roti menjadi lebih lunak dan butir remah menjadi lebih seragam, serta masa simpan
roti dapat lebih diperpanjang dengan penghambatan pengerasan roti. Gliseril monostearat adalah bahan
pengemulsi yang secara komersial lebih dikenal dengan sebutan superglycernated shortening karena
dibuat dengan cara mereaksikan lemak dengan gliserin berlebih. Dalam proses pembuatan roti, GMS
lebih cenderung berikatan dengan pati dan membentuk kompleks yang peranannya sangat tinggi dalam

mengempukkan remah roti bagian dalam. Pembentukan kompleks tersebut dalam memperpanjang masa
simpan roti karena terhambatnya pengerasan remah Sedangkan sifat pengemulsi SSL dihasilkan dari
adanya gugus asam stearil laktilat
yang dipofilik serta ion Na+/Ca++ yang hidrofilik. Fungsi SSL dalam pembuatan roti antara lain untuk
meningkatkan daya serap air, meningkatkan volume roti, memperbaiki tekstur dan butir remah, serta
meningkatkan keempukan kerak danmemperpanjang masa simpan roti. Disamping itu, adanya mineral
Na dapat digunakan oleh ragi roti sebagai makanan sehingga turut membantu aktivitasnya.
PRINSIP PEMBUATAN ROTI
Secara garis besar prinsip pembuatan roti terdiri dari pencampuran (make up), peragian, pembentukan
dan pemanggangan.
a. Pencampuran
Secara tradisional ada dua cara pencampuran adonan roti, yaitu sponge and dough method atau
metode babon dan straight dough method atau cara langsung, metode lainnya, yaitu no time dough dan
metode babon cair yang disebut juga brew atau broth. Dalam metode babon, sebagaian besar tepung
dan air, semua ragi roti dan garam mineral serta zat pengemulsi dicampur menjadi babon. Babon
difermentasi selama 3-6 jam, kemudian dicampur dengan bahan lainnya. Pada pembuatan babon cair, 25
% tepung dibuat babon cair sebelum pencampuran adonan. Proses straight dough lebih sederhana tetapi
kurang fleksibel, karena tidak mudah dimodifikasi jika terjadi kesalahan dalam proses fermentasi atau
tahap sebelumnya. Dalam proses ini seluruh bahan dicampur sekaligus menjadi adonan sebelum
difermentasi. Demikian pula pada metode cepat, seluruh bahan dicampur sekaligus. Bedanya dengan no
time dough adonan langsung dibentuk atau masuk ke dalam alat pencampur tanpa fermentasi. Tujuan
pencampuran ialah membuat dan mengembangkan sifat daya rekat, gluten tidak ada dalam tepung.
Tepung mengandung protein dan sebagaian besar protein akan mengambil bentuk yang disebut gluten
bila protein itu dibasahi, diaduk-aduk, ditarik, dan diremas-remas.
b. Peragian
Tujuan fermentasi (peragian) adonan ialah untuk pematangan adonan sehingga mudah ditangani
dan menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu fermentasi berperan dalam pembentukan cita rasa
roti. Selama fermentasi enzim-enzim ragi bereaksi dengan pati dan gula untuk menghasilkan gas
karbondioksida. Perkembangan gas ini menyebabkan adonan mengembang dan menyebabkan adonan
menjadi lebih ringan dan lebih besar. Jika ingin memperoleh hasil yang seragam, suhu dan kelembaban
dalam ruang fermentasi perlu diatur. Suhu formal untuk fermentasi ialah kurang lebih 26 oC dan
kelembabannya 70-75 %.
c. Pembentukan
Pada tahap ini secara berurutan adonan dibagi dan dibulatkan, diistirahatkan, dipulung,
dimasukkan dalam loyang dan fermentasi akhir sebelum dipanggang dan dikemas. Pembagian adonan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemotong adonan. Proses berikutnya adalah intermediete
proofing, yaitu mendiamkan adonan dalam ruang yang suhunya dipertahankan hangat selama 3-25
menit. Di sini adonan difermentasi dan dikembangkan lagi sehingga bertambah elastis dan dapat
mengembang setelah banyak kehilangan gas, teregang dan terkoyak pada proses pembagian. Setelah
didiamkan adonan siap dengan pemulungan. Proses pemulungan terdiri dari proses pemipihan atau

sheating, curling, dan rolling atau penggulungan serta penutupan atau sealing. Setelah pemulungan
adonan dimasukkan ke dalam loyang yang telah dioles dengan lemak, agar roti tidak lengket pada
loyang. Selanjutnya dilakukan fermentasi akhir, yang bertujuan agar adonan mencapai volume dan
struktur remah yang optimum. Agar proses pengembangan cepat fermentasi akhir ini biasanya dilakukan
pada suhu sekitar 38 oC dengan kelembaban nisbi 75-85 %. Dalam proses ini ragi roti menguraikan gula
dalam adonan dan menghasilkan gas karbondioksida.
d. Pemanggangan
Beberapa menit pertama setelah adonan masuk oven, terjadi peningkatan volume adonan cepat.
Pada saat ini enzim amilase menjadi lebih aktif dan terjadi perubahan pati menjadi dekstrin adonan
menjadi lebih cair sedangkan produksi gas karbondioksida meningkat. Pada suhu sekitar 50-60 oC,
aktivitas metabolisme khamir meningkat, sampai terjadi perusakan khamir karena panas berlebihan.
Pada saat suhu mencapai sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan tekanan
dalam gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten mengalami
kerusakan karena penarikan air oleh pati. Di atas suhu 76 oC terjadi penggumpalan gluten yang
memberikan struktur crumb. Pada akhir pembakaran , terjadi pembentukan crust serta aroma.
Pembentukan crust terjadi sebagai hasil reaksi maillard dan karamelisasi gula.
PEMBUATAN ROTI TAWAR
Ada tiga sistem pembuatan roti yaitu : sponge and dough, straight dough dan no time dough. Sistem
sponge and dough terdiri dari dua langkah pengadukan yaitu pembuatan sponge dan pembuatan dough.
Sedangkan sistem straight dough (cara langsung) adalah proses dimana bahan-bahan diaduk bersamasama dalam satu langkah. Sistem no time dough adalah proses langsung juga dengan waktu fermentasi
yang sesingkat mungkin atau ditiadakan sama sekali. Keuntungan menggunakan sistem sponge and
dough adalah: toleransi terhadap waktu fermentasi lebih baik, volume roti lebih besar, sheft life lebih
baik, dan aroma roti lebih kuat. Sedangkan kerugiannya adalah : toleransi terhadap waktu aduk lebih
pendek, peralatan lebih banyak, jumlah pekerja lebih banyak, kehilangan karena fermentasi lebih
banyak, dan waktu produksi lebih lama. Keuntungan menggunakan sistem straight dough adalah:
peralatan lebih sedikit, jumlah pekerja lebih sedikit, kehilangan berat karena fermentasi lebih sedikit,
waktu produksi lebih pendek. Sementara kerugian menggunakan sistem ini adalah : toleransi terhadap
waktu fermentasi lebih pendek, dan kesalahan dalam proses mixing tidak dapat diperbaiki. Sistem no
time dough mempunyai keuntungan waktu produksi jauh lebih pendek, tidak memerlukan ruangan untuk
fermentasi, kehilangan berat karena fermentasi lebih sedikit, tidak memerlukan banyak mixer dan
pekerja, dan pemeliharaan alat lebih ringan. Sedangkan kerugiannya : aroma roti tidak ada, shelf life
lebih pendek, dan memakai lebih banyak bread improver.

Proses fermentasi dalam adonan roti

menyebabkan pengurangan senyawa gula sederhana dan nitrogen. Selain itu juga dapat membentuk
CO2, alkohol, dan asam ester.

Proofing diperlukan agar adonan mempunyai kelenturan dan

ekstensibilitas yang baik. Waktu yang diperlukan berkisar antara 50 70 menit tergantung pada macam
dan jumlah ingredient serta suhu fermentasi. Selama fermentasi, pH akan turun dari 5.3 menjadi 4.5
karena terjadi pembentukan asam-asam seperti asam cuka oleh bakteri asam asetat dan asam laktat.
Penurunan pH ini akan mempengaruhi hidrasi dan pengembangan gluten dan laju kegiatan enzim .
Proses terpenting dalam pembuatan roti tawar adalah pemanggangan. Melalui proses ini adonan roti

diubah menjadi produk yang ringan dan berongga, mudah dicerna dan aroma yang sangat merangsang.
Aktivitas biologis yang terjadi dalam adonan dihentikan oleh pemanggangan disertai dengan hancurnya
mikroorganisme dan enzim yang ada. Pada saat yang sama substansi rasa terbentuk, meliputi
karamelisasi gula, pirodekstrin dan melanoidin sehingga menghasilkan produk dengan sifat organoleptik
yang dikehendaki.
Gambar 1. Bagian Proses Pembuatan Roti Tawar
Bahan Utama :
Terigu, Air, Khamir, Garam, Susu atau lainnya
Bahan tambahan :
Gula, Shortening, Malt

Pencampuran dan
Pengadukan
Fermenta
si
Pembentukan dan
Penimbangan
Pengembangan Adonan
(proofing)

Pemanggang
an
Pendingin
an
Pemotonga
n

PROSES PEMBUATAN MIE INSTAN


Proses pembuatan mie instan meliputi persiapan bahan baku, pencampuran adonan, pengadukan,
pelempengan,

pencetakan,

pengukusan,

pemotongan,

penggorengan,

pendinginan,

dan

pengemasan.Pada proses tersebut tidak dimungkinkan adanya cemaran terhadap mikrobiologi produk
baik oleh lingkungan, pekerja, maupun alat yang digunakan.Untuk mengetahui banyak sedikitnya jumlah
mikrobiologi yang mencemari produk maka perlu dilakukan adanya analisa mikrobiologi terhadap produk
akhir berupa produk jadi mie instan.

Proses Pembuatan Mie


Proses produksi merupakan urut-urutan proses dari mulai persiapan bahan baku untuk diolah sampai
menjadi produk akhir yang siap dipasarkan dengan kuantitas dan kualitas yang telah ditentukan. Bahan
baku yang datang (dikirim oleh Suplier) sebelum masuk diperiksa dahulu oleh QC bahan baku. Alur
penerimaan bahan baku tersebut dalam gudang werehouse adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dokumen bahan baku.
2. Pemeriksaan bahan baku dan di ambil sampelnya untuk dibandingkan dengan
standar bahan baku yang telah ditentukan.
3. Meletakkan bahan baku sesuai dengan ketentuannya disetiapmasing masing
bahan.
4. Pemberisan number identity mengikuti standar yang telah ditentukan dan dilakukan
setiap pallet ( kedatangan) dan jenis barang.
5. Setelah pembongkaran selesai , dilakukan penerbitan Surat Penerimaan Barang (SPB)
oleh bagian administrasi dan disahkan oleh kepala gudang.
Alat alat yang digunakan dalam proses pembongkaran yaitu palet, hand palet, forklifi, chainhoist,
mesin pompa, dan blower dilakukan sesuai jenis bahan bahannya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh QC
meliputi pengambilan sampel dan dibandingkan dengan standar serta dilakukan uji terhadap bahan
bahan pembantu lainnya. Proses produksi dimulai dari pencampuran sampai pada pengemasan. Prosesproses tersebut dilalui melalui delapan tahap yaitu : pencampuran (mixing), pengepresan (pressing),
pembelahan (slitting), pembentukan untaian (waving), pengukusan (steaming), penggorengan (frying),
dan pengemasan (packing).

Pencampuran (Mixing)

Mixing adalah proses pencampuran bahan yang digunakan dalam pembuatan mie instan. Dengan
tujuan untuk mendapatkan lama mixing yang sempurna. Karena mixing yang berlebihan akan
merusak susunan gluten dan adonan akan semakin panas, dan apabila mixing kurang dapat
menyebabkan adonan kurang elastis sehingga menyebabkan volume mie menjadi sangat kurang dan
tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Bahan bahan yang dicampur antara lain tepung terigu,
tepung gaplek,tepung tapioka atau pati, alkali (maksimal 35%) dan air. Proses pencampuran
dilakukan pada suhu 35-37 oC. Mixing dilakukan dengan mixer, selama 14 menit secara bertahap.
Berikut ini tahapan mixing:
1. Tahap awal

Pada tahap ini terjadi pencampuran larutan alkali dengan kadar air 30-34%. Kadar air 30%
untuk tekstur ringan seperti mie kremez, dan 34% untuk tekstur kuat seperti mie polos.
Waktu pengadukan awal atau disebut sebagai pengadukan basah dilakukan selama 11
menit.

2. Tahap akhir
Tahap akhir ini lebih kepada proses pengadukan secara cepat sehingga dihasilkan campuran
yang homogen. Pengadukan akhir (pengadukan kering) dilakukan selama 3 menit.
Kadar air adonan berpengaruh terhadap proses gelatinisasi. Karena apabila kadar air terlalu tinggi akan
menyebabkan untaian mie akan tersangkut di roll penghubung antara conveyor steamer dengan
conveyor cutter sedangkan kadar air yang terlalu rendah menyebabkan adonan dan mie yang dihasilkan
berwarna kuning pucat. Sehinggaa dalam hal ini dibutuhkan kadar air yang optimal agar didapatkan mie
dengan kekenyalan yang optimal.
Faktor faktor yang mempengaruhi proses mixing antara lain:
1. Larutan alkali
Larutan alkali yang ditambahkan berfungsi sebagai penetrasi partikel terigu. Sehingga
semakin banyak larutan alkali yang terpenetrasi kedalam larutan pati, maka akan mendekati
titik WHC-nya maka semakin baik.
2. Waktu mixing
Lama waktu mixing akan perpengaruh terhadap homogenitas dan suhu adonan.
3. Temperatur adonan
Temperatur adonan diatas 40 oC mengakibatkan adonan cenderung lembek dan lengket.

Pelempengan (Pressing) Dan Pembelahan (Slitting)

Pressing merupakan proses pembentukan lembaran adonan dengan ketebalan tertentu, sedangkan
slitting merupakan proses pembelahan lembaran adonan menjadi pilinan mie dengan diameter
tertentu. Adonan mie dari mixer selanjutnya ditampung oleh feeder DCM (Dough Compoung
Machine). Kemudian dipress oleh dough presser menjadi du lembar adonan. Dan selanjutnya
ditangkap oleh roll press untuk dipress menjadi selembar adonan dengan ketebalan yang lebih
rendah dari sebelumnya. Roll press berjumlah 6 pasang yang setiap pasang terdiri dari dua buah

silinder dan masing masing roll press berputar berlawanan arah. Ketebalan yang dihasilkan masing
masing roll press adalah:
1. Roll press 1 dengan ketebalan 4,75 mm
2. Roll press 2 dengan ketebalan 4,55 mm
3. Roll press 3 dengan ketebalan 3,80 mm
4. Roll press 4 dengan ketebalan 2,45 mm
5. Roll press 5 dengan ketebalan 1,15 mm
6. Roll press 6 dengan ketebalan 1,10 mm
Sehingga tidak terjadi penarikan atau penumpukan lembaran adonan ketika melewati atau menuju
antar roll press.
Beberapa hal yang harus diperhatikan agar mie hasil sliting baik:
1. Ketepatan pemasangan mangkok pemisah mie
2. Kebersihan slitter
3. Fungsi sisir mie harus baik

Pengukusan (Steaming)

Steaming adalah proses pemanasan yang dilakukan dengan uap air panas (98 oC) sebagai media
penghantarnya. Untaian mie yang telah ditangkap oleh Waving Net Conveyor selanjutnya dilewatkan
melalui steam box dengan menggunakan mesin Boiler. Steaming digunakan untuk mendukung
proses terjadinya gelatinisasi gluten. Dengan beberapa tahap proses gelatinisasi yaitu pembasahan,
tahap gelatinisasi dan tahap solidifikasi. Pada tahap pembasahan mie bersifat mudah putus. Pada
tahap gelatinisasi mie akan mengalami gelatinisasi dengan penetrasi panas ke dalam mie dan
bersifat agak lentur. Pada tahap soliditasi permukaan mie terjadi penguapan dan membentuk
lapisan film tipis sehingga menjadi halus dan kering yang menyebabkan sifat mie jadi solid.
Tahap steaming prosesnya harus benar benar baik dalam titik kritis, steaming yang kurang lama
atau suhu yang kurang optimal menyebabkan gelatinisasi juga kurang optimal. Selai itu boiler harus
benar benar dipastikan bahwa tidak mengandung air karena hal itu akan menyebabkan tekstur
mie menjadi lembek. Sebelum menuju kater mie dikeringkan terlebih dahulu dengan kipas angin

untuk mengurangi kadar air dipermukaan mie akibat proses steaming. Hal ini penting karena apabila
tidak dikeringkan akan menyebabkan mie tersangkut di bagian pemutar Waving net conveyor.

Pemotongan (Cutting)

Cutting merupakan proses pemotongan untaian mie menjadi blog mie yang mempunyai ukuran
tertentu dengan standar berat dan ukuran mie instan tergantung dari jenis mie. Mie yang telah
dipotong kemudian dilipat dengan cangkulan sehingga menghasilkan 2 blok mie yang sama panjang
dan simetris lipatannya. Selanjutnya didistribusikan ke dalam mangkok fryer yang berbentuk persegi
yang dilengkapi dengan conveyor yang mampu menggerakkan melewati bak fryer untuk dilakukan
proses Frying.

Penggorengan (Frying)

Frying merupakan salah satu metode pengawetan bahan pangan. Prinsip frying adalah mengeringkan
mie basah dengan media minyak goreng pada suhu tinggi sehingga diperoleh mie dengan kadar air
dan minyak tertentu dan dipatkan mie yang matang, kering dan awet. Metode frying digunakan
adalah deep fat frying dimana seluruh bagian terendam oleh minyak selama dilakukan proses frying
dengan temperature 150 oC selama 3 menit. Dalam proses frying berat mie menyusut dikarenakan
air yang terkandung didalam mie diuapkan oleh panas dari minyak goreng. Penguapan terutama
terjadi pada bagian terluar mie sampai 3% yang menyebabkan timbulnya kerenyahan.
Menurut anonymous (2005), pada saat frying juga terjadi denaturasi protein dan reaksi maillard.
Denaturasi protein dapat meningkatkan daya cerna. Reaksi maillard merupakan reaksi antara gugus
reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada protein. Reaksi ini menimbulkan aroma
yang khas dan perubahan warna yang cenderung lebih gelap dan berbentuk kaku.
Kematangan mie instan dipengaruhi oleh 3 faktor:
1. Level minyak
Level minyak goreng diukur dari penutup mangkok. Semakin tinggi level minyak goreng
maka semakin lama pula prose frying. Standar level minyak adalah 4 cm.
2. Lama waktu frying
Lama waktu frying dipengaruhi oleh level minyak goreng dan kecepatan net fryer.
3. Suhu minyak goreng

Suhu minyak goreng dipengaruhi oleh persentase bukaan volve. Semakin besar bukaan
volve maka sirkulassi minyak goreng semakin besar dan suhu juga semakin tinggi.
Sirkulasi dilakukan dengan minyak agar tetap stabil.

Pendinginan (Cooling)

Cooling merupakan proses penurunan suhu mie instan, selama 1 menit dengan cara melewatkan mie
dalam cooling box yang berisi fan. Udara untuk fan bersumber dari udara luar ruang produksi (udara
bebas) sehingga fan dilengkapi filter untuk menyaring polutan. Suhu mie setelah cooling adalah
kurang dari 45oC dan kemudian ditangkap oleh konveyor untuk selanjutnya dikemas.

Pengemasan (Packing)

Packing merupakan proses pembungkusan mie dan seasoningnya dengan kemasan, dengan meliputi
dua tahap yaitu packing dengan etiket dan dengan karton. Menurut Kent(1983), pada pembuatan
mie biasanya diusahakan tepung terigu hard yang dicampur bahan-bahan lain dan dibuat adonan
yang kaku seperti pembuatan macaroni. Adonan ini kemiduan dilewatkan pada suatu roll pengepres
untuk membentuk lembaran dengan tebal 1/8 inci atau kurang dengan komposisi kimia dari tepung
terigu.
Pada produksi mie instant faktor-faktor yang berpengaruh terhadap mutu produk akhir adalah
persiapan

bahan

baku,

penambahan

larutan

alkali,

pengadukan,

pengukusan

(steaming),

penggorengan (frying), pendinginan (cooling) dan pengemasan (packing).


Bahan baku pembuatan mie adalah tepung terigu sebasar 200 kg, tepung tapioka 25 kg dan alkali 65
kg. Penambahan larutan alkali harus sesuai dengan standart, apabila air alkali yang ditambahkan
terlalu banyak maka akan berpengaruh terhadap tekstur mie yang keras dan memiliki rasa yang
tidak sesuai. Jadi larutan alkali sangat berperan dalam menentukan mutu mie instant yaitu sebagia
pengatur pH untuk mempercepat proses gelatinisasi pati dan karena terdapat pada bentuk garam
karbonat maka larutan alkali berfungsi sebagai zat pengembang adonan mie instant ( Anonymous,
1987).
Pembuatan alkali adalah dengan melarutkan beberapa ingridient seperti garam-garam mineral,
guargum dan pewarna dengan air dengan kedalaman tangki yang dilengkapi dengan agiator.
Menurut Kent (1983), penggunaan air adalah sebesar 25-38% dengan temperatur air sebesar 3238C. Kegunaan air disini adalah untuk membentuk adonan. Selain itu digunakan air kie yang
berfungsi untuk membuat adonan menjadi lebih ringan dan porus, disamping sebagai pengembang
( Anonymous, 1987).
Untuk memperoleh hasil pengadukan yang baik yaitu adonan yang tidak pera dan tidak lembek,
larutan garam tercampur rata dan adonan homogen, maka yang perlu diperhatikan adalah jumlah

larutan alkali ditambahkan harus sesuai standart. Menurut Kent (1987), waktu pencampuran terbaik
untuk pasta adalah 10-15 menit.
Pencampuran adalah proses penyebaran suatu komponen ke komponen lain. Secara ideal proses
pencampuran dimulai dengan mengelompokan masing-masing komponen pada beberapa wadah
yang berbeda, sehingga masih tetap terpisah satu sama lain dalam bentuk komponen-komponen
murni. Selanjutnya komponen-komponen tersebut disatukan dalam wadah baru (Earle, 1969).
Pada tahap pencampuran protein mempunyai elastisitas dan kepegasan maksimum, artinya
protein mengembang maksimal, artinya protein mengembang optimal, apabila pengaduan terus
dilakukan maka akan terjadi pengenduran lebih lanjut, adonan menjadi lembek dan lengket karena
pemutusan ikatan-ikatan disulfide karena pada proses moxing juga terjadi reaksi enzimatis
(Lasztity. 1984).
Pengepresan bertujuan untuk membuat pasta menjadi lembaran yang siap dipotong menjadi
bentuk khas mie. Fungsi lain dari proses pelempengan yaitu agar proses geletinisasi pati yang
terjadi pada proses proses pengukusan dapat berjalan bersama-sama. Pada proses pengepresan ini
adonan yang dibuat dicetak menjadi rol-rol pengepresan pada mesin pengepres. Menurut Kent
(1983), pengepresan ini dilakukan untuk membuat lembaran-lembaran setebal 1/8 inchi atau
kurang. Pencetakan dilakukan dengan mengunakan silinder teralur. Lembaran yang dicetak menjadi
pilinan atau utasan mie diletakan pada silinder mie beralur tersebut. Pengukusan dilakukan dengan
tujuan agar pati yang ada dalam mie tergelatinisasi sehingga mie yang dihasilkan menjadi produk
instant. Menurut Kent (1983) suhu tergelatinisasi pati gandum adalah 54,5-64C.
Pengeringan adalah proses pelepasan uap air dari bahan atau komoditi hasil pertanian sehingga
mencapai kadar air tertentu dan terjadi keseimbangan antara kadar air bahan denga udara sekitar
bahan (Kent, 1983).
Pengeringan pada proses ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan sebagian air bebas
yang ada pada bahan pangan sehingga pada saat penggorengan tidak terbentuk gelembunggelembung kecil pada permukaan mie yang dihasilkan. Selain itu juga untuk mengurangi air yang
ada pada mie sehingga mie tidak mudah terserang oleh kikroorganisme. Menurut Kent (1983)
pengeringan dilakukan untuk mendapatkan mie yang berkadar air antara 10-11%.
Tujuan utama penggorengan adalah untuk mematangkan mie instant sehingga dapat dimakan
tanpa pemasakan lebih dahulu atau digunakan sebagai makanan ringan. Proses penggorengan
inilah yang menyebabkan produk mudah menjadi rusak, karena minyak yang dikandung tersebut
jika teroksidasi akan menghasilkan ketengikan, karena itu pengemasan yang digunakan harus
rapat. Menurut Winarno (1997) fungsi minyak pada penggorengan adalah sebagai penghantar
panas, memberi flavor dan menambah niolai gizi makanan.

Menurut Djatmiko (1985) proses penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan
dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak. Menurut Winanrno (1991)
suhu pengorengan yang umum digunakan adalah antar 177-221C, sedangkan suhu yang baik
ditinjau dari segi ekonomi Djatmiko (1985) adalah antara 183-199C. Pengorengan dilakukan pada
suhu yang agak rendah pada saat mie dimasukkan. Karena jika suhu penggorengan awal tinggi
maka mie yang dihasilkan akan mudah pecah atau disebut crack.
Proses pendinginan dilakukan secara perklahan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya
keretakan atau kehancuran mie instant. Menurut Kent (1983), perbedaan suhu yang tinggi akan
menyebabkan mie instant retak atau crack.
Tahap akhir dari industri mie adalah pengemasan. Menurut Djatmiko (1985) pengemasan
merupakan suatu cara dalam memberi kondisi sekeliling yang tepat bagian bahan pangan. Secara
nyata pengemasan berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan dalam keadaan bersih
dan higienis.
Persyaratan dari bahan pengemasan antara lain harus mampu menghindari kerusakan
mikrobiologis, fisis, mekanis, khemis maupun biologis juga mudah pada proses pengemasanya dan
menyebabkan perubahan warna, cita rasa maupun perubahan lainya terhadap produk, serta
beracun (Susanto, 1993).
2.4 Proses Gelatinisasi Pati
Pengertian gelatinisasi pati adalah menggambarkan pembengkakan dan proses kekacauan yang
terjadi dalam granula-granula pati karena dipanaskan dengan adanya air (Fardiaz, 1996).
Menurut winarno (1991), walaupun tidak larut air, pati akan menyerap air dan akan mengembang
sampai pada pembengkakan yang terbatas. Apabila suspensi pati dalam air dipanaskan, akan
terjadi tiga tahap pengembangan granula. Tahap pertama terjadi di dalam air dingin, granula pati
akan menyerap air sebanyak 20 %-25 % dari beratnya, tahap ini bersifat rversibel.
Pati merupakan komponen utama dalam tepung dan terdapat sebanyak 74-90% berdasarkan berat
kering. Pati merupakan homopolymer glukosa dengan ikatan -D-glikosidik. Dalam bentuk aslinya
secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula.
Pati terdiri dari 2 (dua) fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut
amilosa dan fraksi terlarut disebut amilopektin. Pada amilosa dan amilopektin terdapat gugus
hidroksil. Semakin banyak gugus hidroksil pada molekul pati maka semakin besar kemampuan
menyerap air.
Gelatinisasi pati gandum melalui 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Pembengkakan terbatas pada suhu antara 60-70C termasuk gangguan pada ikatan yang
lemah atau yang siap menerima perubahan bentuk.
2. Selanjutnya granula membengkak dngan cepat pada suhu 80-90C, termasuk gangguan
pada ikatan yang lebih kuat atau kurang dapat menerima perubahan bentuk.
3. Jika pemanasan dilanjutkan, granula yang membengkak akan pecah.
Pengembangan granula pati disebabkan karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam
granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin (Winarno, 1997).
Faktor-faktor yang mmpengaruhi gelatinisasi pati antara lain:
1. Jenis pati
Jenis pati yang berbeda akan memiliki kekuatan mengontrol yang brbeda pula. Pati pada
jagung yang sebagian terkandung pati murni mempunyai kekuatan mengontrol dua kali
lebih besar dari pada tepung yang berasal dari endosperm.
2. Konsentrasi pati
Suhu gelatinisasi tergantung dari konsentrasi pati. Semakin kental larutan pati, suhu
gelatinisasi akan semakin lambat tercapai dan pada suhu tertentu kekentalan tidak
bertambah bahkan kadang-kadang turun.
3. pH larutan
pH larutan sangat berpengaruh terhadap pembentukan gel. Dimana pembentukan gel
optimum tercapai pada pH 4-7, yaitu kecepatan pembentukan gel lebih lambat dari pada pH
10, tetapi jika pemanasan diteruskan viskositas tidak bertambah.
4. Ukuran granula
Pati yang mempunyai ukuran granula yang lebih besar cenderung mengembang pada suhu
yang relative rendah.
5. Kandungan amilosa
Pada pati terdapat dua macm komponen yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan
rangkaian lurus tidak bercabang, sedangkan amilopektin merupakan rantai polisakarida
yang bercabang pada 1,6 -Glikosida (Gregor,et al, 1980). Amilosa adalah salah satu

komponen dari pati yang bertanggung jawab pada proses gelatinisasi disamping ukuran
granula itu sendiri.
Dalam proses gelatinisasi ada dua komponen penting yang sangat berpengaruh yaitu panas dan
air. Apabila cukup air dan panas, maka proses gelatinisasi dapat terjadi sempurna.
Peralatan yang digunakan
Adapun

dalam

proses

pembuatan

mie

instan

diperlukan

peralatan-peralatan

mesin

pengolahannya,diantaranya yaitu:
a.Screw
Screw berfungsi sebagai perantara pemindahan bahan dan premixer. Prinsip kerja dari screw ini
adalah dengan mendorong bahan seperti butiran, serbuk/tepung secara continue dengan conveyor
ulir. Spesifikasi dari screw adalah:
Sumber daya : Motor elektrik 5 HP
Kapasitas
Material

: 240,21 kg/3 menit


: Stainless stell

Waktu proses

: 3 menit tiap 1 kali proses

b.Mixer
Mixing dilakuakan dengan menggunakan mixer.Mixer berfungsi untuk menghomogenkan
campuran,dengan prinsip kerja mencampur tepung melalui gerakan rotasi oleh blade yang
digerakkan dengan sebuah motor. Spesifikasi dari mixer adalah
Kapasitas

: 350 kg terigu/23 menit

Material

: Stainless stell

Power

: 9/11 KW/ 380 V/50Hz

Model

: HM-200

Berat

: 1500 kg

Dimensi volum: 1,738 m3

Gambar1a. Mixer (Choiriah, 2005)

Gambar 1b. Mixer(Choiriah, 2005)

1. Dough feeder
Dough feeder berfungsi mengistirahatkan adonan, meratakan air dan menurunkan suhu. Prinsip
kerjanya adalah mensuplai adonan ke DCM dan diteruskan ke shapping folder. Spesifikasi dari
dough feeder yaitu :
Kapasitas

: 500 kg/30 menit

Material

: Stainless stell

Power

: 2,2 KW/ 380 v/50 Hz

Model

: WL-200

Berat

: 100 kg

Dimensi volum

: diameter 2 m, tinggi 40 cm

Kecepatan putaran
Type

: 9,5 rpm

: horizontal dan bulat

1. DCM (Dough compound machine)


DCM (Dough compound machine) berfungsi membentuk adonan menjadi lembaran sheet yang
terdiri

dari

dua

sel

roll

press. Prinsip kerja dengan adanya tekanan dibentuk menjadi lembaran-lembaran tebal. Spesifikasi
dari DCM (Dough compound machine) adalah :

Material

: Stainless stell

Power

: 34,4 KW/ 380 V/50 Hz

1. Laminate Roller
Laminate Roller berfungsi membentuk lembaran adonan dengan prinsip kerja adanya tekanan dari
roller atau pressing. Spesifikasi alatnya adalah :
Power

: 5,5 KW/ 380 v/50 Hz

Model

: FY-610-3

Berat

: 4700 kg

Gambar 2. Laminate roller (www.google.com)


1. Continous Roller
Continous Roller berfungsi membentuk lembaran menjadi lebih tipis, dengan prinsip adanya
tekanan antar roller/pressing. Spesifikasi alat :
Power

: 17,2 KW/ 380 v/50 Hz

Model

: LY-610-6

Berat

: 5500 kg

Gambar 3. Continous roller (www.google.com)


1. Slitter
Befungsi untuk memotong lembaran adonan menjadi untaian mie yang selanjutnya menuju ke
waving unit. Prinsip kerjanyan adalah membentuk untaian mie dengan ukuran mie yang standar
yang diakukan oleh sepasang roller yang permukaannya bergerigi. Alat ini berjumlah 2.

Gambar 4. Slitter (www.google.com)


1. Steamer
Berfungsi

untuk

memasak

atau

mengukus

untaian

mie

dari

waving

unit secara kontinyu dengan media panas berupa steam. Prinsip kerjanya adalah aliran uap dari
boiler dengan tiga bagian utama yaitu bagian pembasahan, bagian gelatinisasi, dan bagian
pengeringan, masing-masing dengan suhu yang berbeda. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :
Model

: ZN 10 3 74

Berat

: 2500 kg

Jenis
Panjang
Kapasitas

: Multi stage
: 9 meter
: 0, 43015 untaian mie per detik

Gambar5. Pengukus ( Steam Box )( Choiriah, 2005)


1. Cutter
Berfungsi untuk memotong dan memisahkan untaian mie dengan tekanan. Prinsip kerjanya adalah
karena adanya tekanan dari Roller. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :
Power

: 5,5 KW/ 380 v/50 Hz

Model

: QK 6 12

Berat

: 1300 kg

Kecepata

: 70 potong/menit

1 potong = 65 gram mie basah

Gambar 6. Pemotong dan Pembelah(Choiriah, 2005)


1. Fryer
Berfungsi untuk menggoreng mie dengan metode deep fat frying untuk mengopltimalkan
gelatinisasi sehingga diperoleh kematangan mie yang baik. Prinsip kerjanya adalah sirkulasi minyak
goreng

dengan

pemanasan

pada

heat

exchanger (HE) secara kontinyu. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :


Power

: 96,6 KW/ 380 v/50 Hz

Model

: YKM 15 Woil Fried Noodle Production Lines

Output
Berat

: 15000 / 8jam
: 1300 kg

Steam Consumption
Kecepatan

: 2000kg/jam

: 73 penggorengan / menit

Gambar 7.Friyer dan Peniris Minyak(Choiriah, 2005)


1. Booler
Berfungsi untuk mendinginkan mie setelah frying. Prinsip kerjanya adalah aliran udara dari kipas
dalam cooling box. Jumlah alat 2 buah. Spesifikasi alat :
Power

: 11,5 Kwh/ 380 v/50 Hz

Model

: FI 13 140

Berat

: 3000 kg

Gambar 8. Mesin Pendingin(Choiriah, 2005)


1. Packer
Berfungsi untuk mengemas mie dengan etiket tertentu dengan jumlah alat 6 buah. Prinsip kerjanya
adalah melipat dan merekatkan bagian bawah kemasan dengan long sealer, penutup dan
pemotongan dengan End sealer. Spesifikasi alat :
Power

: 4 Kw/ 380 v/50 Hz

Model

: DW 8000

Berat

: 1500 kg

Gambar 9.

Mesin Pengemas(Choiriah, 2005)

1. Product Conveyor

Berfungsi sebagai perantara langsung produk sebelum dikartonkan, jumlah alatnya 6 buah.
Spesifikasi alat :
Power

: 0,37 Kw/ 380 v/50 Hz

Model

: CP 150 20

Berat

: 1000 kg

Gambar 10.Product Conveyor(www.google.com)


n.Control Sealing Machine
Berfungsi untuk mengemas mie dalam karton, yang berjumlah 2 buah. Spesifikasi alat :
Power

: 220 volt/50 Hz

Model

: 3ALF 50

Gambar 11. Control Sealing machine (www.google.com)

PROSES PEMBUATAN BEER


Bahan Baku
Malt dan tambahan berarti
Gandum harus berkecambah untuk membuat lebih mudah dicerna seperti yang sekarang dikenal,
untuk memecah struktur dinding sel dan mengembangkan enzim untuk memodifikasi granula pati yang
dapat larut. Proses ini disebut malting. -Glucan dalam barley biasanya hadir pada tingkat 3-4% (b/b)
karena Proses perkecambahan berkurang menjadi sekitar 0.51% dalam malt, untuk memberikan gula
difermentasi dan maltodekstrin. Gula difermentasi adalah bagian terbesar dari malt komponen dan akan
menghasilkan etanol dalam bir akhir. para maltodekstrin tidak terdegradasi lebih lanjut oleh enzim malt
dan bertanggung jawab untuk membuat beberapa perasa dalam bir akhir. Malt juga memberikan
sejumlah bahan penting lainnya seperti sebagai protein, lipid, polifenol dan prpduk kompleks reaksi
Maillard. Protein dapat dibagi menjadi dua kelompok, non-katalis aktif protein memberikan elemen gizi
untuk bir, ketika terdegradasi oleh enzim menjadi asam amino bebas dan peptida, untuk ragi melayani
sebagai sumber nitrogen selama fase pertumbuhan dalam fermentasi. Kemudian non- katalitik protein
bertanggung jawab untuk karakter busa dari bir dan juga berkontribusi sampai batas tertentu untuk
perasa mulut. Kelompok kedua protein adalah enzim, yang katalis aktif. Mereka dapat mengkonversi satu
komponen ke yang lain dan merupakan topik utama dari bab ini.Polyphenol berperan pada warna, perasa
mulut (astrigency) dan stabilitas akhir bir. Lipid berperan selama fermentasi, memberikan ragi dengan
bahan membran selama pertumbuhan. Jika tidak, dapat memberikan off-rasa formasi (misalnya trans-2nonenal), baik melalui auto-oksidasi atau enzim katalis (lipoxygenase) oksidasi selama proses
menumbuk. Jelas bahwa alternatif substrat untuk malt, seperti barley, jagung, beras gandum, atau
sorgum bisa memberikan gula difermentasi.
Hops
Hop adalah bunga humulus Lupulus betina tanaman. Pada zaman kuno, mereka mungkin
ditambahkan ke akhir bir sebagai bumbu, tetapi juga berfungsi untuk memperpanjang kehidupan rak
minuman itu. Saat ini, hop biasanya ditambahkan pada awal proses pembuatan bir, di mana mereka
memberikan rasa pahit. Karena titik selama perebusan, peran enzim dari hop tidak signifikan.
Ragi
Ragi sebenarnya bantuan pengolahan bahan baku sedang dikonsumsi. Bahkan, ragi adalah biologis
'katalis', sebuah 'kantong enzim hidup', yang mengubah beberapa substrat dalam Wort untuk bir yang
mengandung alkohol, flavoursome.
Air

Air biasanya sumber mineral, yang akan mempengaruhi pengolahan dan juga rasa, namun yang
biasanya memiliki efek yang dapat diabaikan pada kinerja enzim, dengan pengecualian amilase (lihat
bagian 3.4.3). Sebuah parameter yang lebih penting adalah pH mash. Tujuan dari bir adalah untuk
bekerja secara optimal dengan menumbuk pH sekitar 5,5 ( 0,1).
Produksi enzim pembuatan bir komersial
Enzim secara komersial dihasilkan melalui ekstraksi bahan tanaman, dan selanjutnya pemurnian,
konsentrasi dan standarisasi. Enzim mikroba berasal dari bakteri atau jamur dan diproduksi dengan cara
fermentasi. Dua metode fermentasi baik terendam, dispersi sel mikroba dalam air menengah, atau
melalui permukaan padat (Koji). Nama persiapan enzim berkaitan dengan satu aktivitas enzim spesifik,
tapi komersial non-transgenik (organisme rekayasa genetika) enzim persiapan adalah jumlah dari semua
protein, aktif dan tidak aktif, diekskresikan oleh mikroba.
Aktivitas Uji Enzim
Uji enzim memanfaatkan spesifisitas enzim yang khas, dengan memilih dimurnikan substrat
(misalnya glukan) seseorang dapat mengukur hanya aktivitas glukanase dalam enzim persiapan, seperti
semua enzim lain tidak bertindak atas substrat ini.
Proses dan menyeduh malting
Untuk seperti produk kuno sebagai bir, proses pembuatan bir adalah mengherankan kompleks,
dimulai dengan proses malting dan diikuti oleh pembuatan bir yang prose. Di zaman modern, kedua
proses ini umumnya dilakukan oleh perusahaan yang berbeda, meskipun interaksi yang dekat antara
mereka.
Proses malting
Dalam proses malting, biji gandum barley dibasahi sehingga mengaktifkan gandum untuk
berkecambah. Aktivasi ini melibatkan intermiten pembasahan dan aerasi, agar biji-bijian tidak tenggelam
dengan waktu sekitar 48 jam. Proses selanjutnya adalah perkecambahan, yang memerlukan waktu
sekitar 4-5 hari. Biji diletakkan di palungan dengan lantai berlubang agar udara menjadi lembab. Suhu
15C. Langkah pembakaran kapur adalah inaktivasi dari tumbuh biji, dengan memanaskan biji dalam
udara panas. Tergantung pada rezim suhu-waktu, warna dan rasa komponen terbentuk. Langkah terakhir
adalah penghilangan akar dari biji-bijian.
Spesifikasi malt
Biasanya parameter kualitas menggunakan metode yang direkomendasikan, dari Institute of
Brewing (IOB), American Society of Kimiawan Bir (ASBC) atau Konvensi Eropa Brewery (EBC), metode
yang menunjukkan tingkat kesamaan bir. Tabel 3.1 menunjukkan parameter yang paling penting

digunakan dalam analisis malt khas dan makna mereka bagi proses pembuatan bir dan kualitas akhir
bir.Secara khusus, undermodification bagian dari biji-bijian barley malt tidak selalu dikenali dalam
parameter modifikasi, dan dapat menyebabkan masalah tak terduga di kinerja pembuatan bir.

Proses pembuatan bir


Selama menumbuk, malt digiling ditambahkan ke dalam air mengekstrak semua komponen dari
gandum. Biasanya minuman keras untuk gandum. Pemulihan ekstrak biasanya sebesar 80% dimana
sekitar dua pertiganya cocok untuk fermentasi. Seperti halnya kandungan ekstrak gula fermentasi,
misalnya maltodekstrin dan protein.
Lautering
Setelah ekstraksi bahan mudah larut dipisahkan dari mash. Ekstrak yang dihasilkan disebut 'Wort
manis'. Pengolahan tradisional dilakukan pada sebuah 'Lauter tun'. Jenis pemisahan memanfaatkan
lambung dari malt, sebagai filter. Setelah penggilingan, ekstrak yang tersisa dicuci dengan air.
Seluruh proses dilakukan pada sekitar 75 C selama 2-5 jam.
Perebusan Wort
Selama pemanasan uap dilepaskan dan volatil tertentu dihilangkan seperti aldehid dan belerang.
Suhu yang tinggi diperlukan untuk mengkonversi asam hop ke pahit iso-a-asam. Setelah
perebusan, protein tak larut, polifenol (tergantung pada hop yang digunakan) dihilangkan dari
padatan hop pada wort. Selanjutnya wort didinginkan dan di aerasi.
Fermentasi
Wort yang kaya nutrisi dipompa dalam fermentor, dan ditambahkan ragi. Pada tahap aerobik, ragi
mulai tumbuh sekitar empat sampai lima kali. Setelah kondisi menjadi anaerobik, ragi berhenti
tumbuh dan metabolisme menghasilkan etanol dan komponen volatil. Proses fermentasi selesai
ketika sebagian gula sudah di fermentasi dan dikonversi yang berlangsung selama 1 minggu pada
suhu 100C.
Pematangan, filtrasi dan klarifikasi
Pada akhir fermentasi, sebagian besar ragi telah mengendap di bagian bawah tangki. Sebagian di
keluarkan, sebagian lagi digunakan kembali untuk fermentasi berikutnya. Selama fase pematangan,
beberapa komponen, seperti diacetyl, akan dikonversi oleh ragi yang tersisa menjadi senyawa yang

lebih disukai. Setelah proses ini, sisa ragi dihilangkan dengan cara distabilkan saat filtrasi dengan
mengilangkan protein, polifenol dan silika.
PROSES BEER DI BUAT
Proses 1 : Malting
Barley di roasting terlebih dahulu.
Proses 2 : Mashing
Yaitu proses mencampurkan malt dengan air panas dalam tangki yang disebut Mash Tun
Proses 3 : Boiling
Yaitu memasak cairan yang sudah diproses didalam mash tun. Didalam proses ini, hops
ditambahkan untuk menghasilkan bitter taste pada beer nantinya
Proses 4 : Fermentation
Cairan didinginkan untuk selanjutnya ditambah yeast untuk proses fermentasi yang berlangsung
selama 1 minggu sampai beberapa bulan.
Proses 5 : Packaging
Dapat berupa cask, keg, can atau botol

Beberapa jenis golongan Beer


Lager
Ialah jenis beer yang difermentasi dengan yeast yang lemah pada temperatur yang lebih rendah (7
12 C) sehingga waktu fermentasinya berlangsung lebih lambat. Jenis Beer ini mempunyai
karakteristik ringan dan berwarna keemasan.
Contoh Beer : Budwieser (Amerika), Heinneken (Belanda), Carlsberg (Denmark)
Ale
Ialah jenis beer yang difermentasi dengan yeast yang kuat pada temperatur (15 24C) sehingga
waktu fermentasinya lebih singkat dibandingkan jenis Lager.
Jenis Beer ini lebih terasa Malt nya (bahan dasar Beer) daripada bahan yang lain serta mempunyai
karakteristik lebih kuat dibanding Lager selain itu juga terasa lebih manis dan lebih kental
Contoh Beer : Hoogarden (Belanda), Tiger (Singapura), Klsch
Pilsner
Ialah jenis Beer yang difermentasi dengan yeast yang kuat pada temperatur (15 24C).
Jenis Beer ini lebih terasa Hops nya (bahan dasar Beer) daripada bahan yang lain, Pilsners
mempunyai karakteristik ringan dan lebih gelap dibandingkan dengan Lager ataupun Ale
Contoh Beer : Bintang (Indonesia), Kirin (Jepang)
Stout
Ialah jenis Beer hitam yang dihasilkan dari bahan malted barley yang di-roasting sampai matang.

Stout memiliki rasa yang lebih pahit dengan kepekatan yang lebih dibandingkan Larger. Jenis Beer
ini disajikan dalam temperature ruangan.
Contoh Beer : Guinnes (Inggris)

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kaskus.co.id/thread/51f60f083dcb170a5a000005/bagaimana-prosespembuatan-beer/
http://www.caraproses.co/2015/01/cara-dan-proses-pembuatan-bir.html
https://lordbroken.wordpress.com/2012/03/19/pembuatan-mie-instan-2/
http://tipspetani.blogspot.co.id/2014/04/cara-pembuatan-pati-jagung-maizena.html

Anda mungkin juga menyukai