Pembimbing
dr. Gogot Suhariyanto, Sp. OG
Disusun oleh
Harnisah
10700372
LAPORAN KASUS
Oleh
Harnisah
10700372
DAFTAR ISI
Judul
Halaman
Daftar isi............................................................................................................................3
BAB I Pendahuluan
LatarBelakang....................................................................................................................4
BAB II Pembahasan
A. Definisi..........................................................................................................................5
3
B. Epidemiologi..................................................................................................................6
C. Etiologi..........................................................................................................................6
D. Patofisiologi...................................................................................................................9
E. Patogenesis...................................................................................................................12
F. Diagnosis......................................................................................................................14
G. Tatalaksana .................................................................................................................15
H. Komplikasi .................................................................................................................16
I. Pencegahan ...................................................................................................................18
J. Prognosis ......................................................................................................................18
BAB III Kesimpulan
Kesimpulan......................................................................................................................19
DaftarPustaka ................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih
kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih belum
ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup
tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian
4
akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus
lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada
pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada
KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan
janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena
ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi.
Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa
menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh
karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat
persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua,
adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang
bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas
atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM )
adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk
kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu
maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the
membrane - preterm amniorrhexis.
5
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3
cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai
ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak
ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten).
Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan
pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler
amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap
stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan membran pereduksi mediator
seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matrix
degrading enzym
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada kehamilan
midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum
insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD kira kira 12 % dari
semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011 insidensi KPD
adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.
Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba 2009 dan Morgan 2009 meliputi :
1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan
tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengahtengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.2
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.6
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa
hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.2
6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari vagina atau
infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana khorioamniotik terdiri dari
jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan
akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim
kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm
denganketuban pecah dini. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan
amnionitis.3
Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari
1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion
sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada
korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada
plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali
pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran
eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili vili sel telur yang berhubungan dengan
desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan
uterus.
10
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
Minggu gestasi
16
28
36
40
Janin
100
1000
2500
3300
Plasenta
100
200
400
500
Cairan amnion
200
1000
900
800
Persen Cairan
50
45
24
17
Patogenesis
12
Faktor Ibu
Faktor Janin
Gemeli
Malposisi
Serviks Inkopeten
Multipara
Hidramnion
CPD, usia
Riwayat KPD
Merokok
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
14
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran ferning menandakan cairan amnion
5.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
15
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan
Komplikasi
Persalinan Prematur
16
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.7
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar.Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
17
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7
Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
18
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Holifah
Umur
: 25 tahun
Alamat
Pekerjaan
No. RM
: 094180
: 25 Desember 2014
HPL
: 1 Oktober 2015
19
A. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Keluar cairan dari jalan lahir
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa hamil 9 bulan, mengeluh keluar cairan jernih namun jumlahnya sedikit.
Pasien mengeluhkan keluar cairan dari jalan lahir sejak tadi pagi pukul 08.00 WIB (27-092015) pukul 09.20 WIB didapatkan pembukaan 1 cm dan air ketuban merembes, lalu dirujuk
ke RSD dr. Soebandi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Asma (-), Riwayat Penyakit Keluarga (-)
4. Riwayat Pengobatan
(-)
5. Riwayat Menarche
Usia 12 tahun
6. Riwayat Menstruasi
Teratur/ 7 hari/ dismenhorea (+)
7. Riwayat Marital
Usia 18 tahun
8. Riwayat Obstetri
I.
Laki-laki/ 10 tahun/dukun/lupa
II.
Hamil ini
9. Riwayat KB
Suntik 3 bulan
10. Riwayat ANC
20
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Cukup
Kesadaran
Composmentis
Vital Sign
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
RR
: 22 x/menit
Suhu : 36,7 oC
Pemeriksaan Fisik
Kepala/leher
Thorax
: Cor
Pulmo
: S1 S2 Tunggal
: Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Khusus
Abdomen:
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: Redup
Palpasi
LI
: TFU 33cm
LII
: Punggung kanan
LIII
: Kepala
LIV
His
Genital :
VT
kepala Hodge 1
Ekstremitas :
akral hangat pada keempat ekstremitas, oedema (-) pada keempat ekstremitas
TBJ: 3255 gram
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 27 September 2015
PEMERIKSAAN
HASIL
NILAI NORMAL
Hematologi Lengkap
Hemoglobin
11,8
12,0-16,0
Leukosit
13,1
4,5-11,0
Hematokrit
33,2
36-46
Trombosit
239
150-450
C. Diagnosis Kerja
G2 P1001 UK 39-40 minggu janin T/H + KPD < 24 jam
D. Planning
Diagnostik
Lab DL, nitrazin test, fern test
Monitoring
Observasi TTV
Observasi DJJ
Terapi
Medikamentosa
22
Observasi inpartu sampai 24 jam sejak air ketuban mulai merembes, bila PS 5
dilakukan Induksi persalinan dengan oxytocin drip 5 Unit dalam 500 cc RL.
Tanggal 27 September 2015 pukul 15.15 WIB telah lahir bayi berjenis kelamin lakilaki. Langsung menangis. Spontan. AS 7-8. Berat badan bayi 2900 gram. Panjang badan 49
Cm. Ketuban jernih. Cacat (-). Anus (+). Cephal hematom (-). Caput suksadenum (-).
FOLLOW UP
(28 September 2015, 06.00)
Subjektif
: (-)
Objektif
Keadaan umum
: cukup
Kesadaran
: composmentis
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 88x/menit
RR
: 18x/menit
Tax
: 36,7
Thorax
:cor s1 s2 tunggal
Pulmo vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/-
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+)
Perkusi
: Timpani
Palpasi
Genitalia
: Fluksus + sedikit
Ekstremitas
Assesment:
P2002 post partus spontan H1 dengan Riwayat KPD
Planning:
23
Observasi TTV
Injeksi Cefotaxime 3x1gr
FOLLOW UP
(29 Desember 2015, 06.00)
Subjektif
: (-)
Objektif
Keadaan umum
: cukup
Kesadaran
: composmentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 82x/menit
RR
: 22x/menit
Tax
: 36,2
Thorax
:cor s1 s2 tunggal
Pulmo vesikuler +/+ Wheezing -/- rhonki -/-
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+)
Perkusi
: Timpani
Palpasi
Genitalia
: Fluksus + sedikit
Ekstremitas
Assesment:
P2002 post partus spontan H2 dengan Riwayat KPD
Planning:
24
Diperbolehkan KRS dengan obat peroral amoxicillin 3x500mg dan asam mefenamat
3x500mg selama 3 hari
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien Ny. Holifah usia 25 tahun datang ke RSUD dr. Soebandi 27 September 2015 pukul
10.00 WIB dengan keluhan utama keluar cairan dari jalan lahir. Setelah melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis G2P1001, janin T/H + KPD.
Diagnosis dini KPD didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengeluh keluar cairan dari jalan lahir sejak pukul 08.00 WIB, cairan jernih dan berjumlah sedikit pukul
09.20 periksa ke PKM terdapat pembukaan 1 cm.
Pada pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, baik pemeriksaan tanda vital, maupun
status generalisata dari pasien. Pada pasien tidak didapatkan adanya tanda-tanda infeksi. Suhu pasien normal
yaitu 36,7. Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik pada kasus KPD ini penting untuk menentukan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu. Hal ini terkait dengan penatalaksanaan KPD selanjutnya dimana risiko infeksi
ibu dan janin meningkat pada KPD. Umumnya dapat terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Pada pasien KPD akan tampak cairan keluar dari vagina. Cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa warna, bau dan pHnya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada kasus, pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan dalam pada saat pertama kali datang untuk menentukan
ada tidaknya pembukaan. Pada saat dilakukan pemeriksaan dalam dapat dievaluasi adanya selaput ketuban,
portio dengan konsistensi tebal lunak, ketuban (+). Pemeriksaan dalam vagina dibatasi seminimal mungkin
dan hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan. Pemeriksaan dalam pada saat pasien datang
pertama kali adalah penting untuk menilai apakah sudah ada pembukaan sehingga pasien berada dalam
kondisi inpartu.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit pasien dalam batas normal (13.100 /
mm) dan kesimpulannya bahwa air ketuban tidak menunjukkan adanya proses infeksi. Pada pasien ini
dilakukan tes lakmus. Sekret vagina ibu hamil pHnya adalah 4-5, dengan nitrazin tes berubah warna menjadi
25
biru yang menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban adalah 77,5. Pasien tidak dilakukan
pemeriksaan USG
Penatalaksanaan
Pada kasus ini, pecahnya ketuban dicurigai terjadi 6 jam sebelum masuk rumah sakit, sementara
belum ada tanda-tanda inpartu pada pemeriksaan dalam. Dari berbagai sumber sepakat mengambil 2 faktor
yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan terhadap pasien KPD, yaitu umur kehamilan dan
ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada
ibu. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
5. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .
6. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
26