Anda di halaman 1dari 9

PENANGANAN KASUS ASEPTIK DIAFISIS NONUNION SETELAH

PLATING DIKONVERSI KE REAMING INTRAMEDULLARY SOLID


LOCKING NAIL PADA FEMUR
TREATMENT OF FEMORAL SHAFT ASEPTIC NONUNION AFTER
PLATING CONVERT TO REAMING INTRAMEDULLARY SOLID
LOCKING NAIL

Andriessanto C. Lengkong, M. Ruksal Saleh, Henry Yurianto


Bagian Ortopedi Dan traumatologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanauddin

Alamat Korespondensi
Andriessanto C. Lengkong
Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
Makassar, 90245
HP: 08114611984 / 081340255000
Email: andre@orthopaedi.net

Abstrak
Nonunion fraktur pada diafisis femur setelah dilakukan plating adalah masalah yang masih sering dijumpai.
Penanganan kasus ini masih kontroversi, terdapat berbagai metode penanganan nonunion dengan broken implant,
dimana salah satu prosedur adalah konversi ke reaming intramedullary nailing. bervariasinya hasil yang pernah
dilaporkan sebelumnya sehingga penelitian ini dilakukan
Penelitian ini bertujuan menganalisis penyembuhan tulang pada kasus nonunion setelah difiksasi dengan plate and
screw dikonversi ke reaming intramedullary locking nail.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif analisis dengan jumlah pasien 22 orang yang
menjalani operasi prosedur pengangkatan implant sebelum dikonversi ke reaming intramedullary locking nail
dengan atau tanpa autogenous iliac bone graft. Proses penyembuhan tulang kemudian dinilai secara radiologis
dengan serial x-ray menggunakan metode Callus Index. Data yang dianalisis statistik dengan non-parametrik tes.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi ke reaming intramedullary locking nail pada kasus hipertrofi dan
atrofi nonunion setelah plating memberikan hasil union rate 95% serta minimal komplikasi. Dari 22 pasien, 1 pasien
didapati nonunion dan 2 didapati delayed union. Lokasi fraktur pada proximal-third mempengaruhi waktu
penyembuhan tulang. Tidak ada komplikasi yang bermakna
Kata Kunci : Nonunion, Fraktur, Reamed Intramedullary Locking Nail, Bone Graft
Abstract
Nonunited fracture shaft of femur after plate fixation is a common problem. Management of this problem is still
controversial. There are many methods for treating femoral shaft aseptic nonunions with broken implant which
conversion to reaming intramedullary solid nail is one of the procedure. However, the reported success rate varies.
Therefore, this study was done
This research aimed to analyze the radiological union of the femoral shaft nonunion after the plating convert to the
reaming intramedullary locking nail.
The Study was a restrospective case analysis on the 22 patients who underwent the operation procedure to remove
the hardware and to convert it to the reaming solid intramedullary locking nail with or without autogenous iliac
bone graft. The bone healing process was assessed by a serial X-ray using the callus index method.
The Result revealed that the conversion to the reaming intramedullary solid nailing after the nonunion with the
implant gave a union rate of 95%. Of the 22 patients, only one patient persisted nonunion and 2 patients
experienced delayed union. The research result also revealed that the patients with or without the iliac autogenous
bone graft did not have any difference in time of solid union. Besides, the proximal third nonunion affected the time
of the solid union, and the research findings noted no major complication
Keywords: Nonunion, femoral fracturer, Reamed Intramedullary Locking Nail, Bone Graft

PENDAHULUAN
Nonunion fraktur yang terjadi pada ekstremitas bawah setelah plating merupakan masalah
yang sering kita jumpai di negara berkembang (Museru et al., 2002), seperti kita di Indonesia.
Pada kasus fraktur diaphyseal yang akut pada ekstremitas bawah kebanyakan literatur
kedokteran merekomendasikan penggunaan nail dibanding plate.(Brumback et al., 1988)
Rekomendasi ini karena tingginya presentasi union rate menggunakan nail. Sedangkan apabila
fiksasi menggunakan plate persentasi non union sekitar 8% - 19%.(Thompson et al., 1985) Di
negara kita fiksasi fraktur menggunakan plate lebih murah dan relatif lebih banyak tersedia
dibanding menggunakan nail.
Penanganan dari nonunion fraktur setelah fiksasi dengan plate and screw ada banyak
pilihan, dapat dilakukan revisi ulang dengan menggunakan plate, fiksasi intramedullary nailing,
eksternal fiksasi, bone graft, (Ring et al., 1997; Klemm et al., 1986) atau teknik lainnya
tergantung dari keadaan tiap kasus.
Teknik reaming dengan menggunakan solid intramedullary locking nail menghasilkan
sel-sel tulang yang viable (osteoblast) yang berguna untuk membantu penyembuhan nonunion.
(Danckwardt et al., 1969)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penyembuhan tulang terutama pembentukan kalus
secara radiologis pasca rekonstruksi nonunion menggunakan reaming intramedullary nailing
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Rancangan penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Penelitian dimulai pada
bulan November 2013. Jenis penelitian menggunakan desain retrospective analysis
Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan semua pasien yang telah dioperasi konversi ke intramedullary
nailing dan diseleksi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Cara pengambilan sampel yaitu
dengan melakukan pengumpulan data medik pasien sebagai data sekunder dan melakukan
wawancara dan pemeriksaan klinis dan radiologis sebagai data primer. Data sejak November
2008 Desember 2013. Jumlah sampel sebanyak 22 pasien, telah dilakukan operasi
intramedullary nailing minimal 6 bulan, umur pasien 15 sampai dengan 50 tahun

Metode pengumpulan data


Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatatan dimulai dengan mengidentifikasi pasien
paska operasi intramedullary nailing pada kasus nonunion dengan plating pada femur.
Melakukan foto x-ray setiap 6 minggu. Kemudian penyembuhan di ukur melalui callus index
Analisa data
Data yang diperoleh diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk narasi, gambar, tabel
atau grafik. Analisa statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah uji non-parametric test
dengan menggunakan program komputer statistik SPSS
Hasil Statistik
Nilai uji statistik dilakukan terhadap korelasi tercapainya kalus indeks maksimal terhadap
hubungannya dengan lokasi fraktur, klasifikasi fraktur, tipe nonunion dan bone graft (Tabel 2)
HASIL PENELITIAN
Didapati lima puluh sembilan pasien dengan kasus aseptik nonunion pada diafisis femur
setelah difiksasi dengan plate and screw yang tercatat selama kurun waktu bulan November 2007
hingga Mei 2013 yang dilakukan operasi konversi ke reaming intramedullary locking nail di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar Sulawesi Selatan, namun hanya 22 diantaranya yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian ini (Tabel 1).
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi sejumlah 6 kasus
(27,3%) dengan nonunion fraktur femur proximal third, 11 kasus (50%) dengan nonunion fraktur
femur middle third dan 5 kasus (22,7%) nonunion fraktur distal third.
Distribusi umur pasien yang bervariasi dengan umur termuda dilakukannya prosedur
konversi ke reaming intramedullary nailing adalah 15 tahun dan tertua adalah 67 tahun dengan
mean usia rata-rata 32,3 tahun
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi sejumlah 15
kasus (68,2%) dengan atrofi nonunion, 7 kasus (31,8%) dengan hipertrofi nonunion. Kemudian
dari data sekunder yang ada masing-masing di analisis hasil penyembuhan tulang secara
radiologis dan dilakukan perbandingan hasil antara fraktur proximal, medial, dan distal
Dari 22 kasus yang termasuk dalam kriteria inklusi ini, telah diidentifikasi sejumlah 7 kasus
tipe 1, 9 kasus tipe 2 , 5 kasus tipe 3 dan 1 kasus tipe 1 sesuai dengan klasifikasi fraktur femur
winquist-hansen

Pembentukan kalus indeks maksimal pada kelompok proximal third terjadi pada mean 28,8
14,2 minggu (Grafik 1). Pada kelompok middle third pembentukan kalus indeks maksimal,
terjadi pada mean 26,7 5,4 minggu (Grafik 2). Pada kelompok distal third pembentukan kalus
indeks maksimal, terjadi pada mean 23,8 1,7 minggu (Grafik 3.)
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa proses healing pada nonunion dengan broken
implant pada diafisis femur setelah dioperasi menggunakan reaming intramedullary nail rata-rata
healing terbentuk solid union secara radiologis pada 26,4 minggu. Dari analisis statistik terdapat
perbedaan yang signifikan antara proses healing pada proximal, middle dan distal. Dimana pada
fraktur lokasi proksimal didapati 1 pasien persisted nonunion dan 2 pasien delayed union serta
yang lainnya waktu healing yang rata-rata lebih lama range 28-36 minggu, hal ini bertolak
belakang dengan data awal dimana didapati frekwensi nonunion setelah dilakukan plating lebih
banyak pada daerah middle third. Hal ini mungkin dikarenakan secara umum sebaran demografi
dari fraktur femur di RS wahidin sudirohusodo paling banyak didapati fraktur pada middle third,
jadi paling banyak frekwensi fraktur didaerah middle third. Pada fraktur middle third dan distal
third rata-rata terdapat waktu healing yang hampir sama sekitar 23-25 minggu. Pada penelitian
Aro et al.,1993. didapati lokasi fraktur tidak mempengaruhi waktu healing dimana mean waktu
tercapai healing pada ketiga lokasi tersebut hampir sama yaitu 24 minggu. Faktor lokasi fraktur
memang bisa berpengaruh terhadap penyembuhan tulang sebab secara anatomi deforming force
otot-otot pada proksimal femur lebih besar. (Razaq et al., 2010) Disamping itu pada 3 pasien
yang mengalami non union (1) dan delayed union (2) pada waktu trauma akut mengalami fraktur
komunitif dengan kerusakan soft tissue disekitarnya, hal ini yang menjadi penyebab nonunion
tersebut selain dari faktor host sendiri yaitu terdapat riwayat merokok Untuk pasien yang tidak
union dan delayed union, dilakukan dynamization yaitu melepas locking screw proximal dari
fraktur.
Berdasarkan studi dari Aro et al.,1993, pola fraktur mempengaruhi bone healing dimana
pada fraktur dengan pola stabil transverse lebih cepat (solid union 24 minggu) terbentuk kalus
dibanding dengan yang oblique unstable (solid union 30 minggu). Pada penelitian ini tidak
didapatkan perbedaan signifikan pada penyembuhan tulang secara radiologis berdasarkan
klasifikasi pola fraktur winquist-hansen. Solid union tercapai pada rata-rata 24,7 minggu pada

keempat jenis klasifikasi fraktur. Pada studi diatas dilakukan pada kelompok fraktur femur yang
akut, jadi pada rekonstruksi pasca nonunion fraktur didapatkan klasifikasi jenis pola fraktur tidak
berpengaruh terhadap waktu mencapai solid union.
Berdasarkan vaskularisasi dan potensi osteogenik nonunion dibagi atas hipertrofi dan atrofi.
Hipertrofi nonunion mempunyai potensi healing yang baik namun terjadinya nonunion karena
fiksasi yang tidak baik atau kehilangan stabilitas seiring dengan waktu, sedangkan atrofi
nonunion terjadi disamping karena fiksasi yang tidak baik tapi juga karena kurangnya potensi
osteogenik pada daerah fraktur tersebut. (Yu et al., 2002) Secara literatur demikian, namun pada
penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara bone healing pada hipertrofi
nonunion dan atrofi nonunion, keduanya mencapai mean rata-rata solid union pada 26,8 minggu.
Sesuai penelitian yang ada oleh (Razaq et al., 2010). mendapatkan hasil yang sama dengan
literatur yaitu hipertrofi lebih baik namun mereka menggunakan prosedur unreaming nail. Pada
penelitian ini didapatkan tidak ada perbedaannya healing antara hipertrofi dan atrofi
kemungkinan karena adanya faktor reaming intramedulla, dimana kondisi tersebut dapat
membantu penyembuhan nonunion.
Penggunaan solid intramedullary nailing memberikan hasil yang lebih baik dibanding
menggunakan flexible nail. Pada penelitian (Beredjiklian et al., 1999) didapatkan persentasi
union 40% pada penggunaan flexible intramedullary nailing sedangkan menggunakan solid
nailing didapatkan presentasi union 80%. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dapatkan healing
rate 95%.
Pada rekonstruksi pasca nonunion plating hasil penelitian ini mendapatkan hasil yang sama
antara rekonstruksi menggunakan bone graft atau tanpa bone graft yaitu solid union pada ratarata minggu ke 24, sehingga bone graft tidak diperlukan pada konversi menggunakan reaming
intramedullary nail. Hal ini sesuai dengan penelitian (Emara et al., 2008) didapati tidak
diperlukan penggunaan bone graft pada rekonstruksi nonunion baik itu hipertrofi maupun atrofi
nonunion.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi ke reamed solid interlocking nail efektif
dalam mencapai union baik pada kasus hipertrofi maupun atrofi nonunion. Hasil penelitian ini
juga mendukung bukti literatur review sebelumnya oleh (Brinker et al., 2007)

bahwa

penggunaan nailing dapat menstimulasi healing response karena adanya internal bone graft dari
reamed medulla,serta konstruksi mechanical stability yang lebih baik dari plate and screw.
Rata-rata keberhasilan penanganan nonunion dengan konversi ke reamed interlocking nail
adalah sekitar 53-100% dengan mean solid union pada minggu ke 24. (Wu et al., 1999) Sesuai

dengan penelitian ini diperoleh healing rate 95% dengan mean rata-rata tercapai solid union
pada minggu ke 24,9
Pada nonunion dengan adanya broken implant vaskularisasi periosteal dianggap terganggu
dikarenakan kompresi plate and screw yang difiksasi diatas periosteal. Kontroversi yang ada
adalah dengan melakukan reaming akan menganggu vaskularisasi intramedulla. Namun dari
literatur yang ada, dengan melakukan reaming medulla canal tidak terjadi penurunan aliran
darah akut pada medulla yang signifikan, dengan melakukan reaming terjadi peningkatan aliran
darah extraosseus yang merupakan cara untuk revaskularisasi kallus yang dominan pada fiksasi
reaming interlocking nail hal ini merupakan keuntungan biologik bagi nonunion fraktur
disamping reaming menghasil internal bone graft juga menghasilkan kondisi biologik yang
mendukung untuk terciptanya bone healing. (Wolinsky et al., 2002)
Penelitian ini memberikan gambaran tentang hasil penyembuhan tulang secara radiologis
pada kasus nonunion dengan broken implant dikonversi ke reaming intramedullary nail yang
telah dilakukan oleh bagian ortopedi dan traumatologi universitas Hasanuddin. Dimana
memperlihatkan hasil union rate yang tinggi. Kekurangan dari penelitian ini adalah jumlah
sampel yang sedikit. Untuk hasil yang lebih bermakna mungkin perlu follow up yang lebih lama
dan melakukan evaluasi tentang teknik yang ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Konversi ke reamed interlocking nail dari kasus nonunion plate and screw fixation
merupakan suatu pilihan prosedur yang memberikan hasil yang baik. Dengan union rate yang
tinggi sehingga prosedur ini dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pada penanganan kasus
nonunion dengan broken implant pada femur
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yang jauh lebih besar
sehingga didapatkan hasil yang lebih baik dan perlu dilakukan analisa lanjut dengan follow up
yang lebih lama dengan menganalisa korelasi clinical healing dan radiological healing serta
functional outcome untuk hasil yang lebih bermakna

DAFTAR PUSTAKA

Aro HT, Chao EY. (1999). Bone-healing patterns affected by loading, fracture
fragment stability, fracture type, and fracture site compression. Clin Orthop
Relat Res Aug(293):8-17.
Brinker MR, O'Connor DP. (2007). Exchange nailing of ununited fractures. J Bone
Joint Surg Am. Jan;89(1):177-88.
Brumback RJ, Uwagie-Ero S, Lakatos RP, Poka A, Bathon GH, Burgess AR. (1988)
Intramedullary nailing of femoral shaft fractures. Part II: Fracture-healing with
static interlocking fixation. J Bone Joint Surg Am. Dec;70(10):1453-62.
Danckwardt G. (2009).Reaming of the medullary cavity and its effect on diaphyseal
bone. A fluorochromic, microangiographic and histologic study on the rabbit
tibia and dog femur. Acta Orthop Scand Suppl.128:1-153.
Emara KM, Allam MF. (2008). Intramedullary fixation of failed plated femoral
diaphyseal fractures: are bone grafts necessary? J Trauma Sep;65(3):692-7.
Klemm KW. (1986). Treatment of infected pseudarthrosis of the femur and tibia with
an interlocking nail. Clin Orthop Relat Res Nov(212):174-81.
Museru LM, McHaro CN. (2005). The dilemma of fracture treatment in developing
countries. Int Orthop 26(6):324-7.
Naeem-ur-Razaq M, Qasim M, Sultan S. (2010). Exchange nailing for non-union of
femoral shaft fractures. J Ayub Med Coll Abbottabad Jul-Sep;22(3):106-9.
P. K. Beredjiklian MD, R. J. Naranja, M.D. (2009). Results of Treatment of 111 Patients
With Nonunion of
Femoral Shaft Fractures. The University of Pennsylvania Orthopaedic Journal
12:52-6.
Ring D, Jupiter JB, Sanders RA, Quintero J, Santoro VM, Ganz R, et al. (2007).
Complex nonunion of fractures of the femoral shaft treated by wave-plate
osteosynthesis. J Bone Joint Surg Br Mar;79(2):289-94.
Thompson F, O'Beirne J, Gallagher J, Sheehan J, Quinlan W. (1985). Fractures of the
femoral shaft treated by plating Sep;16(8):535-8.
Wolinsky P, Tejwani N, Richmond JH, Koval KJ, Egol K, Stephen DJ. (2005).
Controversies in tramedullary nailing of femoral shaft fractures. Instr Course
Lect. 51:291-303.
Wu CC, Shih CH, Chen WJ, Tai CL. (1999). Treatment of ununited femoral shaft
fractures associated with locked nail breakage: comparison between closed
and open revision techniques. J Orthop Trauma.Sep-Oct;13(7):494-500.
Yu CW, Wu CC, Chen WJ. (2005). Aseptic nonunion of a femoral shaft treated using
exchange nailing. Chang Gung Med J Sep;25(9):591-8.

Tabel 1. Frekuensi lokasi nonunion fraktur


No

Lokasi Fraktur

1
Proximal
2
Middle
3
Distal
Ket : n= Jumlah sampel

Frekuensi
(%) n = 22
6 (27,3)
11 (50)
5 (22,7)

Tabel 2 .Tes statistik terhadap kallus indeks maksimal


No
Variabel
1
Kalus Indeks - Lokasi Fraktur
2
Kalus Indeks - Klasifikasi Fraktur
3
Kalus indeks - Tipe Nonunion
4
Kalus Indeks - Bone Graft
* Signifikan bila P <0,05

nilai P
0,043*
0,365
0,398
0,510

Anda mungkin juga menyukai