Anda di halaman 1dari 10

ASUHAN KEPERAWATAN KARSINOMA NASOFARING

A. Definisi
Ca Nasofaring atau Karsinoma Nasofaring adalah Tumor Ganas yang tumbuh di
daerah Nasofaring dengan predileksi di Fosa Rossenmuller dan atap Nasofaring.
Merupakan Tumor daerah Kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia.
Diagnosis dini cukup sulit karena letaknya yang tersembunyi dan berhubungan dengan
banyak daerah vital. (Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 1.Edisi ke3).
Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa
nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma Nasofaring merupakan
karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar kien datang ke THT dalam
keadaan terlambat atau stadium lanjut. Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada
wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia / umur rata-rata 30 50 th.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang berlokasi di daerah
faring. Hampir 60% tumor ganas pada daerah kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring.
B. Etiologi
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Karena pada semua pasien nasofaring
didapatkan titer anti-virus EB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang
sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan
pada kelainan nasofaring sekalipun. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan
tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan karsinoma nasofaring.
Ada beberapa mediator yang dianggap berpengaruh untuk menimbulkan
terjadinya karsinoma nasofaring :
1. Zat nitrosamin

Didalam ikan asin terdapat zat nitrosamin yang merupakan mediator penting.
Zat nitrosamin juga ditemukan dalam ikan asin / makanan yang diawetkan di
Greenland. Juga pada Qualid yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia,
dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan
hidup
Udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik
ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan
jumlah kasus

Karsinoma Nasofaring. Di Hongkong,

pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan


dalam menimbulkan Karsinoma Nasofaring
3. Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti :
a. Benzopyrenen
b. Benzoanthracene
c. Gas kimia
d. Asap industri
e. Asap kayu
f. Beberapa ekstrak tumbuhan
4. Ras dan keturunan
Ras Kulit putih sering terkena penyakit ini. Di asia terbanyak
adalah bangsa Cina, baik yang Negara asalnya maupun yang
perantauan. Ras melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk
yang agak banyak terkena penyakit ini
5. Radang kronis daerah nasofaring
Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa
nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan
6. Profil HLA
C. Tanda dan Gejala
1. Gejala Dini.
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu :
a. Gejala telinga

- Rasa penuh pada telinga


- Tinitus
- Gangguan pendengaran
b. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat
c. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas 9,12
2. Gejala lanjut
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh.2,3,10
3. Gejala karena metastasis melalui aliran getah bening:
Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah ujung
planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari ujung
bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan
bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli.
4. Gejala karena metastasis melalui aliran darah:
Akan terjadi metastasis jauh yaitu paru-paru, ginjal, limpa, tulang
dan sebagainya.
Sebagai Pedoman:
Ingat akan adanya tumor ganas nasofaring bila dijumpai TRIAS :
1. Tumor colli, gejala telinga, gejala hidung.
2. Tumor colli, gejala intrakranial (syaraf dan mata), gejala hidung dan telinga.
3. Gejala Intrakranial, gejala hidung dan telinga.
D. Klasifikasi
Menurut UICC (1987) pembagian TNM adalah sebagai berikut :
T1 = Tumor terbatas pada satu sisi nasofaring
T2 = Tumor terdapat lebih dari satu bagian nasofaring.
T3 = Tumor menyebar ke rongga hidung atau orofaring.
T4 = Tumor menyebar ke endokranium atau mengenai syaraf otak.

N1 = Metastasis ke kelenjar getah bening pada sisi yang sama,


mobil,soliter dan berukuran kurang/sama dengan 3 cm.
N2 = Metastasis pada satu kelenjar pada sisi yang sama denganukuran
lebih dari 3 cm tetapi kurang dari 6 cm, atau multipeldengan ukuran
besar kurang dari 6 cm, atau bilateral/kontralateraldengan ukuran
terbesar kurang dari 6 cm.
N3 = Metastasis ke kelenjar getah bening ukuran lebih besar dari 6 cm.
M0 = Tidak ada metastasis jauh.
M1 = Didapatkan metastasis jauh.
Penentuan Stadium
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
Stadium IV T4 N0 - 1M0
Semua T N2 3 M0
Semua T Semua N M1
Lokasi :
1 Fossa Rosenmulleri.
2 Sekitar tuba Eustachius.
3 Dinding belakang nasofaring.
4 Atap nasofaring.
E. Patofisiolosi
Karsinoma Nasofaring merupakan munculnya keganasan berupa tumor yang
berasal dari sel-sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Tumbuhnya tumor akan
dimulai pada salah satu dinding nasofaring yang kemudian akan menginfiltrasi kelenjar
dan jaringan sekitarnya. Lokasi yang paling sering menjadi awal terbentuknya KNF
adalah pada Fossa Rossenmuller. Penyebaran ke jaringan dan kjelenjar limfa sekitarnya
kemudian terjadi perlahan, seperti layaknya metastasis lesi karsinoma lainnya.
Penyebaran KNF dapat berupa :
1. Penyebaran ke atas
Tumor meluas ke intrakranial menjalar sepanjang fossa medialis, disebut
penjalaran Petrosfenoid, biasanya melalui foramen laserum, kemudian ke sinus
kavernosus dan Fossa kranii media dan fossa kranii anterior mengenai saraf-saraf

kranialis anterior ( n.I n VI). Kumpulan gejala yang terjadi akibat rusaknya saraf
kranialis anterior akibat metastasis tumor ini disebut Sindrom Petrosfenoid. Yang
paling sering terjadi adalah diplopia dan neuralgia trigeminal.
2. Penyebaran ke belakang
Tumor meluas ke belakang secara ekstrakranial menembus fascia
pharyngobasilaris yaitu sepanjang fossa posterior (termasuk di dalamnya foramen
spinosum, foramen ovale dll) di mana di dalamnya terdapat nervus kranialais IX
XII; disebut penjalaran retroparotidian. Yang terkena adalah grup posterior dari
saraf otak yaitu n VII - n XII beserta nervus simpatikus servikalis. Kumpulan
gejala akibat kerusakan pada n IX n XII disebut sindroma retroparotidean atau
disebut juga sindrom Jugular Jackson. Nervus VII dan VIII jarang mengalami
gangguan akibat tumor karena letaknya yang tonggi dalam sistem anatomi tubuh,
F. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.
2. Pemeriksaan THT:
a. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
b. Rinoskopia anterior :
1) Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung,
mungkin hanya banyak secret
2) Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang
rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena
palatum mole negatif.
c. Rinoskopia posterior :
1) Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa
nasofaring tampak agakmenonjol, tak rata dan
paskularisasi meningkat.
2) Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan
d. Faringoskopi dan laringoskopi :
Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan
retrofaring, reflek muntah dapat menghilang.
e. X foto: tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi

a. Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang


dicurigai.
Dilakukan dengan anestesi lokal.
b. Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan),
melalui rinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin
melalui rinoskopi posterior.
c. Bila perlu Biopsi dapat diulang sampai tiga kali.
d. Bila tiga kali Biopsi hasil negatif, sedang secara klinis
mencurigakan dengan karsinoma nasofaring, biopsi dapat
diulang dengan anestesi umum.
e. Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila klien trismus atau
keadaan umum kurang baik.
f. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halus
dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar tersebut suatu
metastasis.
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan karsinoma
nasofaring merupakan pemeriksaan penunjang diagnostic yang
penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologi tersebut adalah:
a. Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan
adanya tumor pada daerah nasofaring
b. Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
c. Pencari dan menentukan luasnya penyebaran tumor
pada jaringan sekitarnya
H. Penatalaksanaan
1. radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan
pertama untuk karsinoma nasofaring adalah radioterapi
dengan atau tanpa kemoterapi

2. kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring
ternyata dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut
atau pada keadaan kambuh.
3. operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring
berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher
dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya
kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu
operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan
cara lain
4. imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma
nasofaring adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita
karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapi

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
a. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya
b. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet,
perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
3. Intervensi
Dx 1 Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
b. Emosi stabil., pasien tenang.
c. Istirahat cukup.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien
2) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
3) Gunakan komunikasi terapeutik
4) Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan
5) Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan
tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan
yang terbaik dan seoptimal mungkin
6) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi
pasien secara bergantian
7) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Dx 2 Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit,
diet, perawatan

dan pengobatan berhubungan dengan

kurangnya informasi
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar
tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil :

a. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet,


perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan
kembali bila ditanya.
b. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri
berdasarkanpengetahuan yang diperoleh
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang
penyakit DM dan Ca. nasofaring
2) Kaji latar belakang pendidikan pasien
3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata
yang mudah dimengerti.
4) Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi
pasien dan libatkan pasien didalamnya.
5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan
penjelasan (jika ada / memungkinkan).
Dx 3 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
a.
b.
c.
d.

Berat badan dan tinggi badan ideal.


Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia

Intervensi :
1) Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan
2) Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah
diprogramkan.
3) Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
4) Identifikasi perubahan pola makan
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk
pemberian insulin dan diet dabetik

Evaluasi :
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan ditujuan.
2. Tercapai sebagian: pasien menunujukan prilaku tetapi tidak
sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai: pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan

DAFTAR PUSTAKA
Dwi andrianti dkk.2011. Makalah Keperawatan Medikal Bedah Tentang CA Nasofaring.
http://dokumen.tips/documents/ca-nasofaring-kel-5.html (Diakses pada 15 September
2015 pukul 08.00 WIB)
Kristanti, Anindya.2012. Karsinoma Nasofaring.
http://dokumen.tips/documents/ca nasofaring.html (Diakses pada 15 September
2015 pukul 08.10 WIB)
Mashuri, Nurmah. 2012. Patofisiologi Karsinoma Nasofaring
https://www.scribd.com/doc/92653133/PATOFISIOLOGI-KARSINOMA
NASOFARING#download (Diakses pada 15 September
2015 pukul 08.15 WIB)

Anda mungkin juga menyukai