Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 13

KELOMPOK L9

Pembimbing : dr. Eka Intan FiSPA, M.kes


Anggota
Maureen Grace R
Retno Widyastuti
Siti Nurul Badriyah
Risma Arnis Putri
Trie Vany Putri
Muhammad Bazli F
Tuti Syarach Dita
Achmad Reza K.
Rani Diah Novianti
Rafiqy S. F.
Shabrina Yunita
Shelia Desri W
Alvin Halim S
Kms. Virhan D. F.

04121001138
04121001085
04121001086
04121001030
04121001008
04121001087
04121001032
04121001131
04121001074
04121001140
04121001079
04121001142
04121001133
04121001011

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah
kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini membahas kasus berdasarkan sistematika klarifikasi istilah, identifikasi
masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta
mengidentifikasi topik pembelajaran dari Tutorial Blok 13 Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Eka Intan FiSPA,
M.kes dan anggota kelompok yang telah mendukung dalam pembuatan laporan ini.
Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Palembang, 5 Desember 2013

Daftar Isi
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Skenario B Blok 13 Tahun 2013................................................................................................4
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................5
II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................5
III. Analisis Masalah...................................................................................................................6
IV. Keterkaitan Antar Masalah.................................................................................................28
V. Learning Issue......................................................................................................................29
VI. Kerangka Konsep...............................................................................................................42
VII. Kesimpulan.......................................................................................................................43
Daftar Pustaka..........................................................................................................................44

SKENARIO B Blok 13 Tahun 2013


Tn. T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah, lesu,
cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. Sebelumnya beliau sudah
berobat ke mantri dan diberi vitamin. Namun keluhan Tn. T tidak berkurang. Tn. T biasanya
bertani tanpa menggunakan alas kaki.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : pucat, lemah
HR : 90x/menit, RR : 22x/menit, Temperature : 36,60C, TD : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Cheilitis positif
Lidah : atrofi papil
Koilonychia positif
Abdomen : Hepar dan Lien tidak terraba
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Laboratorium:
Hb : 6,2 g/dL, Ht : 18 vol%, RBC : 2.480.000 /mm3 , WBC :

7.400

/mm3,

Trombosit

386.000/mm3, Diff count : 0/8/3/59/26/4, MCV : 72 fL, MCH : 25 pg, MCHC : 30%
Besi serum : 30 g/L, TIBC : 560 g/L, Feritin : 8ng/mL
Feses : telur cacing tambang positif, darah samar positif
Gambaran apusan darah tepi :

Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell


Leukosit : jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit : jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal

Kesan : anemia mikrositik hipokrom

I.

Klarifikasi istilah
1. Mantri

: juru rawat kepala /pembantu dokter yang bertugas

membantu dokter untuk menangani pasien di pedesaan atau daerah yang sulit di
jangkau
2. Mata kunang-kunang
3. Vitamin

: pandangan mata kabur/ tidak jelas


: setiap kelompok substansi organik yang tidak saling

berhubungan terdapat dalam makanan dalam jumlah kecil, diperlukan dalam


jumlah sangat kecil untuk fungsi metabolik normal tubuh
4. Cheilitis
: peradangan pada bibir
5. Koilonychia
: distrofi kuku jari dimulai dengan kuku menjadi tipis
dan cekung dengan tepi meninggi
6. Atrofi papil
: pengecilan ukuran sel pada papil
7. TIBC
: (total iron binding capacity) pemeriksaan untuk
mengetahui jumlah transferin yang ada di dalam darah
8. Feritin
:kompleks besi apoferitin yang merupakan bentuk
utama tempat penyimpanan besi dalam tubuh
9. Darah samar (+)
:
10. Anisopoikilositosis
: adanya eritrosit yang ukurannya bervariasi dan
bentuknya abnormal dalam darah
11. Cigar-Shaped cell
: eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil
12. Besi serum
: kadar besi yang beredar dalam serum
13. Pencil cell
: eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil

II.

Identifikasi masalah
1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
2. Keluhan Tn.T tidak berkurang padahal sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin.
3. Tn.T biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Keadaan umum : pucat, lemah


HR : 90x/menit
RR : 22x/menit
Temperature : 36,60C
TD : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis

G.
H.
I.
J.
K.

Cheilitis (+)
Lidah : atrofi papil
Koilonychia (+)
Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
Pembesaran KGB (-)

(+/+)
L.
5. Didapati hasil pemeriksaan laboratorium Tn.T sebagai berikut : (main problem)
A. Hb

: 6,2 g/dL

B. Ht

: 18 vol%
5

C. RBC : 2.480.000 /mm3


D. WBC : 7.400 /mm3
E. Trombosit : 386.000/mm3
F. Diff count : 0/8/3/59/26/4
G. MCV : 72 fL
H. MCH : 25 pg
I. MCHC : 30%

J.
K.
L.
M.
N.
O.

Besi serum : 30 g/L


TIBC : 560 g/L
Feritin : 8ng/mL
Feses : telur cacing tambang (+)
Darah samar (+)
Gambaran
RBC
(anemia
mikrositik hipokrom)

III.

IV.

Analisis masalah
1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
a. Bagaimana keterkaitan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata
berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu terhadap kasus ?
V.

Penurunan jumlah Fe di dalam tubuh mengakibatkan jumlah

feritin serum menurun sedangkan Total Iron Binding Capacity (TIBC) serum
meningkat. Saturasi transferin menurun hingga kurang dari 15 %.
VI.
merah

Walaupun simpanan Fe dalam serum habis, produksi sel darah


tetap

berlangsung.

Sebagai

akibatnya Mean

Corpuscular

Volume (MCV) mulai menurun dan ditandai dengan ditemukan gambaran sel
darah merah yang mikrositik hipokrom pada tes laboratorium. Lalu diikuti
dengan terjadinya anisositosis (ukuran eritrosit bervariasi) dan poikilositosis
(bentuk eritrosit beraneka ragam).
VII.

Sel darah merah yang hipokromik menandakan menurunnya

kandungan Hemoglobin dalam eritrosit sehingga kemampuan sel darah merah


sebagai alat transportasi oksigen dan karbondioksida menjadi tidak
sempurna. Akibatnya, pada penderita timbul gejala-gejala anemis seperti
badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-kunang.
VIII.
2. Keluhan Tn.T tidak berkurang padahal sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin.
a. Mengapa keluhan tuan T tidak berkurang padahal sudah diberi vitamin oleh
IX.

mantri ?
Kemunginan vitamin yang diberikan oleh mantri adalah vitamin B12,
folat, B6 atau vitamin C. Peran vitamin-vitamin tersebut dalam pembentukan
sel darah merah :

X. B12 dan folat:


6

XI.

Folat dibutuhkn untuk mengubah urasil menjadi thymidine,

yang merupakan bahan baku esensial DNA. DNA diperlukan untuk produksi
dan pembelahan sel darah merah baru. B12 berperan dalam proses ini karena
dalam membentuk methylcobalamin (digunakan utnuk HCY menjadi
methionine), B12 membentuk folat yang aktif untuk membuat DNA. Jika tidak
tersedia cukup B12, folat yang aktif akan habis (methyl-folate trap) dan
produksi DNA melambat.
XII.

Hanya RNA yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin

yang ditemukan dalam RBC. Tidak seperti DNA, RNA tidak membutuhkan
thymidine. sehingga, jika folat tidak adekuat, sel darah merah baru (yang
keluar sebagai reticulocytes) membelah dengan lambat, karena sangat
bergantung dengan DNA untuk membelah. Pada saat yang sama, hemoglobin,
yang hanya bergantung pada RNA dan diproduksi dalam jumlah normal. Ini
menyebabkan sel darah merah menjadi besar sehingga disebut macrocytes.
Jika sel ini sudah terakumulasi maka mengahasilkan macrocytic anemia.
XIII.

Sehingga bila pada penderita anemia yang telah diberikan

vitamin B12 dan folat namun tidak terdapat perbaikan, kemungkinan besar
anemia dialami bukan disebabkan perlambatan pembelahan sel darah merah
yang disebabkan kegagalan pembentukan DNA.
XIV.
XV.

Vitamin B6
XVI.

Vitamin B6 beraksi sebagai koenzim pada sekitar 100 reaksi

kimia esensial. Reaksi ini meliputi metabolisme protein dan glikogen, kerja
hormone steroid, produksi piruvat, produksi sel darah merah dan lain-lain.
Vitamin ini member peran pada banyak reaksi dekarboksilasi untuk produksi
bebera senyawa seperti glutamate. Ini juga berperan besar dalam system imun
karena membantu produksi hemoglobin dan membantu meningkatkan jumlah
O2 yang dibawanya.
XVII.

XVIII.

Bila setelah diberi suplemen B6 namun tidak terdapat

perbaikan artinya tidak ada masalah pada pembentukan protoporphyrin.


XIX.
XX.
XXI.

Vitamin C
Vitamin C berperan dalam produksi sel darah merah secara

tidak langsung, dan berkaitan dengan absorpsi besi. Absorpsi besi secara
signifikan akan meningkat bila terdapat vitamin C. dimana, Besi merpakan
komponen vital dari hemoglobin. Selain itu, vitamin C juga penting untuk
integritas (keutuhan) pembuluh darah.
XXII.

Walaupun vitamin C meningkatkan absopsi besi secara signifikan, ini

hanya terjadi jika berbicara tentang konsumsi alami zat besi dari makanan
yang kaya mineral, seperti sayuran berdaun hijau atau heirloom ( biji-bijian)
seperti spelt. Tidak ada manfaat ketika besi yang dikonsumsi berasal dari
suplemen, termasuk multivitamin atau suplemen mineral.
XXIII.

Jadi, kemungkinan penyebab setelah diberikan vitamin C tidak


memberikan efek adalah vitamin c tidak bekerja meningkatkan absorpsi Fe
karena tidak ada Fe yang bias ditingkatkan absorpsinya.
XXIV.
3. Tn.T biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
a. Bagaimana hubungan kebiasaan bertani tanpa alas kaki terhadap kasus ?
8

XXV.

Di kasus, kita tahu bahwa Tn. T terinfeksi cacing tambang.

Kebiasaan bertani tanpa menggunakan alas kaki dapat menjadi etiologi hal ini.
Cacing tambang merupakan jenis Soil transmited helmints, yang berarti
penyebaran cacing melalui tanah. Larva cacing yang terdapat ditanah dapat
menembus kulit dan memasuki sirkulasi darah.
XXVI.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Keadaan umum : pucat, lemah


HR : 90x/menit
RR : 22x/menit
Temperature : 36,60C
TD : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis

G.
H.
I.
J.
K.

Cheilitis (+)
Lidah : atrofi papil
Koilonychia (+)
Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
Pembesaran KGB (-)

(+/+)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaaan fisik ?(abnormal sama
mekanismenya)
Keadaan Umum
b. Pucat: Dua faktor menjadi pendukung timbulnya pucat pada pasien
anemia. Tentu saja, yaitu penurunan konsentrasi hemoglobin darah yang
diperfusi dalam kulit dan selaput lendir. Hemoglobinisasi yang tidak adekuat
menyebabkan central pallor di tengah eritrosit berwarna pucat berlebihan yang
lebih dari sepertiga diameternya. Juga, darah dipintaskan jauh dari kulit dan
jaringan perifer lain, sehingga meningkatkan aliran darah ke organ vital.
Perubahan penyebaran aliran darah merupakan cara penting untuk
mengkompensasi anemia.
c.

Lelah: Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan

hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun


pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit
daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. Akibat nya
jaringan kekurangan pasokan oksigen yang menyebabkan sel tidak dapat
bermetabolisme secara aerob dan menimbulkan kelelahan.
d.

Kekurangan energy ini akan menyebabkan tubuh lemas karena

energi untuk kontraksi otot berkurang. Selain kekurangan oksigen keadaan


kekurangan besi juga dapat menyebabkan disritmia dan gangguan kontraksi
otot karena penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat

oksidase yang akan menyebabkan glikolisis terganggu sehingga adanya


penumpukan asam laktat, menyebabkan lemas.
HR: 90x/ menit Normal, Nilai HR Normal (60-100x/ menit)
RR: 22x / menit Normal, Nilai RR normal : 16-24 x/ menit
Temperature: 36,6o C Normal
e. Normal 36,5 37,5 C
f. Febris : > 37,5 C
g. Subfebris : 37,5 38 C
h. Febris : 38 40 C
i. Hiperpireksia : > 40 C
BP : 120/80 mmHg Normal
j.

Konjungtiva palpebra anemis (+/+) Tidak Normal


k. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kadar hemoglobin yang diperfusi
pada selaput lendir mata yaitu bagian konjunctiva.
Pemeriksaan Abdomen : Liver dan Lien tidak teraba Normal
l. Karena pada skenario, anemia disebabkan oleh defisiensi besi, sel
darah merah tidak mengalami pemecahan secara berlebihan sehingga kerja
hati dan limpa tidak bertambah berat.
m. Hepatomegali terjadi pada anemia hemolitik, akibat dari kerja hati
yang lebih keras dalam merombak eritrosit karena hemolisis yang tidak
wajar. Sedangkan splenomegali juga terjadi pada anemia hemolitik,
dimana eritrosit yang rapuh melewati kapiler yang sempit dalam limpa,
sehingga pecah dan menyumbat kapiler limpa sehingga terjadi
pembesaran limpa. Tidak adanya hepatomegali dan splenomegali
menunjukkan bahwa pasien dalam kasus tidak mengalami anemia jenis
hemolitik
Cheilitis Tidak Normal

10

n.

Cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut

mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada sudut
mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke
mukosa pipi. Secara umum, cheilitis mempunyai symptom utama bibir
kering, atau tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur
(celah) yang diikuti dengan rasa terbakar pada sudut mulut. daerah eritema
dan edema yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat
berupa atropi, eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi
eksudasi yang berulang. reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan
jaringan granulasi.
o.

Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut

dan terlihat tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada
awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut
dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa
ataupun berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai dengan
retakan sudut mulut dan beberapa pendarahan saat mulut dibuka.
p.

Zat besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dan

respirasi intraseluler, yang melekat dibeberapa enzim. Kebanyakan zat


besi hadir dalam hemoglobin, beberapa disimpan dalam mkrofag dalam
hati dan limpa sebagai feritin dan haemosiderin. Zat besi diangkut sebagai
transferin. Defisiensi dapat timbul dari penyebab makanan atau serapan,
tetapi biasanya merupakan konsekuensi dari kehilangan darah yang
kronis. Kekurangan zat besi berpengaruh cepat, dan membagi sel- sel
seperti sumsum tulang dan mukosa otal.
q.

Hipokrom mikrositik merupakan hasil anemia. Serum besi dan

feritin serum tingkat rendah. Manifestasi oral mukosa kekurangan zat besi
yang umum dan termasuk glossitis, stomatitis angular, dan burning mouth
sindrom.
r.

Zat besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam

memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari


paru- paru ke jaringan tubuh, mengangkut elektron dalam sel dan dalam
mensintesis enzim yang mengandung zat besi dibutuhkan untuk
menggunakan oksigen selama memproduksi energy selluler.

11

Papil atrophy Tidak Normal


s.

Atropi papil lidah adalah permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang. Papil atropi ini juga berkaitan
dengan defisiensi besi yang terjadi, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Atrofi glossitis ditemukan di hingga 40% dari pasien yang kekurangan zat
besi. dan angular cheilitis sebesar 15 % dari pasien yang kekurangan zat
besi. Sekitar sepertiga dari pasien memiliki lidah yang terasa sakit.
Koilonychia Tidak Normal
t.

Dapat disebabkan oleh penyakit genetik autosomal dominan

namun jarang namun lebih dikaitkan dengan kekurangan besi. Kuku


sendok merupakan distrofi dari jaringan kuku. Kekurangan zat besi akan
mengganggu pertumbuhan jaringan yang menyebabkan jaringan akan
lunak dan apabila pada jaringan ini mendapatkan tekanan maka kuku akan
cekung ke dalam membetuk
u. Unsur-unsur kimia pada kuku terdiri atas.
v. 1) Carbon 51%
w. 2) Hidrogen 6%
x. 3) Nitrogen 17%
y. 4) Oxygen 21%
z. 5) Sulfur 5%
aa. Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang antara lain terbentuk
dari keratin protein yang kaya akan sulfur.
ab. Pada kulit di bawah kuku terdapa tbanyak pembuluh kapiler yang
memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerahmerahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari
tubuh karena kandungan airnya sangat sedikit
ac.
ad. Mengapa gejalanya tampak pada area wajah ?
ae.
Karena biasanya pada anemia, indikator untuk menilai pucat atau
anemis adalah pada bantalan kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut,
dan konjungtiva palpebra. Anemis atau pucat tidak dapat dilihat melalui kulit
karena kulit dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta
distribusi bantalan kapiler.
af.
5. Didapati hasil pemeriksaan laboratorium Tn.T sebagai berikut :
12

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Hb
: 6,2 g/dL
Ht
: 18 vol%
RBC : 2.480.000 /mm3
WBC : 7.400 /mm3
Trombosit : 386.000/mm3
Diff count : 0/8/3/59/26/4
MCV : 72 fL
MCH : 25 pg
MCHC : 30%

J.
K.
L.
M.

Besi serum : 30 g/L


TIBC : 560 g/L
Feritin : 8ng/mL
Feses : telur cacing tambang

(+)
N. Darah samar (+)
O. Gambaran RBC

(anemia

mikrositik hipokrom)

13

a.

Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaaan laboratorium ?(abnormal


sama mekanismenya)

b.

HB
c.

Hb = 6,2g/dl adalah rendah atau dibawah normal, dikatakan jika Hb <

7 sudah anemia berat dan perlu transfusi darah. karena Hb Normal untuk lakilaki : 13-18 g/dl. Dalam kasus ini, Hb rendah dapat disebabkan oleh :
d.

Cacing dewasa cacing tambang melekatkan dirinya pada lapisan usus

halus bagian atas, dimana cacing akan menghisap darah dan menghasilkan zatzat yang membuat darah sulit membeku. Akibat banyaknya kehilangan darah,
maka Hb pun juga menurun. Selain itu, Hb menurun menyebabkan jumlah
besi menurun (mungkin diperkuat oleh faktor sosial ekonomi), jika total besi
tubuh turun, terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan
besi pada hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang
berkurang. Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun, sehingga suplai
besi pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menjadi tidak
adekuat. Sebagai akibatnya jumlah eritrosit protoporfirin bebas meningkat.
Terjadilah produksi eritrosit yang mikrositik dan nilai hemoglobin turun.
e.

HT

f.

Hematokrit 18 vol% adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai

normal untuk laki-laki adalah 40-48%. Ht rendah juga disebabkan oleh


kehilangan banyak darah yang mengakibatkan jumlah eritrosit pastinya juga
menurun.
g.

RBC

h.

RBC 2.480.000/mm3 adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai

normal untuk laki-laki adalah 4,5-5,5 juta /ul darah. RBC menurun dapat
disebabkan oleh banyaknya darah yang hilang akibat cacing tambang.
i.

WBC
WBC 7400/mm3 adalah normal, karena nilai normal adalah

j.

5000-10000/ mm3
k.

Trombosit

l.

Trombosit 386.000/mm3 adalah normal, karena nilai normal adalah

150.000-400.000 /mm3 .
m.

Diff. Count

n.

Perhatikan tabel berikut : kita dapatkan bahwa terjadi peningkatan

eosinofil yang salah satunya dapat mengindikasikan terjadinya infeksi cacing


tambang.
o.

p. Nilai Normal

q.

r.
I

s. B

t. 0-1 %

u.

v.
N

s
of
il
w. E

x. 1-3 %

y.

z.
E

si
n
of
il
aa. N

ab. 2-6 %

ac.

et

ad.
N

r
of
il
B
at
a
n
g
ae. N
et
r
of
il
S
e

af. 50-70 %

ag.

ah.
N

g
m
e
n
ai. L

aj. 20-40 %

ak.

al.
N

m
fo
si
t
am.

an. 2-8 %

ao.

Mon

ap.
N

o
si
t
aq. JUMLAH

ar.

as.

at.
au.

MCV

av.

MCV 72 fl adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normalnya

adalah : 82-92 fl. Penyebabnya adalah berkurangnya jumlah eritrosit dalam


tubuh karena menurunnya volume darah. Ket : MCV adalah volume eritrosit
rata-rata.
aw.

MCH

ax.

MCH 25 pg adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai

normalnya adalah 27-31 pg. Ket : MCV adalah banyaknya Hb per eritrosit
rata-rata. Sementara RBC kadarnya menurun, karena hilang dihisap oleh
cacing tambang, jadi Hb juga hilang. Akibatnya bahan baku pembuatan RBC
yaitu Hb juga berkurang, tapi RBC tetap diproduksi untuk mengompensasi
kehilangan banyak darah. Karena itu banyaknya Hb per eritrosit menurun.
ay.

MCHC

az.

MCHC 30% adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai

normalnya adalah 32-37%. MCHC adalah kadar Hb per eritrosit dalam %.

MCHC yang menurun terjadi pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung
lama.
ba.

(Kesimpulan : dari MC values dapat kita nilai bahwa MCV turun dan

MCH turun menunjukkan anemia hipokrom mikrositer)


bb.

Besi Serum (Serum Iron)

bc.

Besi serum adalah besi yang terikat pada transferin dan bersirkulasi di

dalam darah. Transferin adalah semacam protein yang mengangkut besi. Besi
diabsorpsi hampir di seluruh bagian usus halus. Hati mengeluarkan sejumlah
apotransferin ke dalam kandung empedu dan kemudian mengalir ke
duodenum. Pada usus halus ini apotransferin terikat pada besi bebas dalam
makanan membentuk transferin. Transferin kemudian terikat pada reseptor
transferin pada membran sel epitel pada usus. Kemudian dengan cara
pinositosis, transferin ini diabsorpsi ke dalam sel epitel dan dilepaskan ke
dalam plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi terikat secara
longgar hingga dapat dibebaskan pada sel-sel jaringan pada setiap tempat pada
tubuh. Besi di dalam sel kemudian dibawa ke mitokondria atau disimpan
dalam bentuk feritin. Jika jumlah besi dalam plasma turun, besi dilepaskan
dari feritin dengan mudah dan kemudian diangkut dalam bentuk transferin
dalam plasma dan dibawa ke bagian tubuh yang memerlukan. Karakteristik
transferin yang unik adalah bahwa molekul ini berikatan dengan kuat dengan
reseptor pada membran sel eritroblas pada sumsum tulang. Dan secara
endositosis transferin masuk ke dalam eritroblas dan secara langsung besi
dihantarkan ke mitokondria di mana terjadi sintesis heme. Jika eritrosit telah
dihancurkan, hemoglobin dilepaskan dari sel dan ditangkap oleh sel-sel sistem
monosit-makrofag, lalu besi bebas dilepaskan dan kemudian disimpan dalam
bentuk feritin atau digunakan kembali dalam bentuk hemoglobin.
bd.

Besi serum : 30 g/L adalah sedikit rendah. Pada keadaan

normal, kadar besi pada pria 31-44 g/dL dan 25-156 g/dL pada wanita.
Kadar besi di dalam tubuh manusia normal umumnya berkisar 4 gram dan dua
pertiganya berada di dalam hemoglobin(besi adalah bahan baku pembentukan
heme). Jika vol. darah menurun (RBC menurun), maka jumlah Hb menurun.
Akibatnya jumlah besi juga akan menurun dalam tubuh. Jika total besi tubuh
turun, terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan besi

pada hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang berkurang.
Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun.
be.

TIBC

bf.

TIBC 560 g/L adalah meningkat di atas normal. Nilai normal : 240-

360 ug/dL. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Mengapa TIBC
meningkat? Hal ini jelas karena jumlah besi dalam tubuh menurun. Sehingga
agar sel mendapatkan jumlah besi yang cukup maka TIBC meningkat. Besi
diperlukan oleh sel terutama dalam proses pembentukan energi.
bg.

Feritin

bh.

Feritin : 8ng/mL adalah rendah. Kadar normal feritin dalam tubuh

adalah 12-300 ng/mL. Feritin adalah simpanan besi, dimana besi dalm bentuk
terikat dengan apoferitin. Kadar feritin menggambarkan cadangan besi dalam
tubuh. Nilainya menurun karena jumlah besi dalam tubuh menurun.
bi.

Gambaran Apusan darah Tepi

Eritrosit

Anisopoikilositosis, ( termasuk di dalamnya ditemukan Cigarshaped cell, Pencil cell),

terjadi karena kekurangan zat besi

berpengaruh pada eritropoiesis. Tn. T sudah mengalami keluhan sejak 3


bulan, artinya sudah terjadi cukup lama. Pada kehilangan darah yang
kronik, pasien seringkali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus
untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang, apalagi
dengan kondisi zat besi yang berkurang. Akibatnya, terbentuk sel darah
merah yang berukuran jauh lebih kecil ketimbang ukuran yang normal
dan mengandung sedikit sekali hemoglobin di dalamnya, sehingga
menimbulkan keadaan anemia hipokrom mikrositer. Sebelumnya
disebutkan MCHC yang menurun terjadi pada defisiensi yang lebih
berat dan berlangsung lama. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis
ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel
cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel
pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kadang juga dijumpai sel
target.
Leukosit : Normal
Trombosit : Normal

bj.

Feses

Telur cacing tambang positif, menandakan adanya infeksi cacing


tambang yang masuk menembus kulit karena Tn. T mempunyai
kebiasaan bertani tanpa alas kaki.
Darah samar positif
bk.

Adanya darah samar positif menunjukkan adanya perdarahan

yang kecil pada saluran cerna. Kemungkinan besar terjadi luka pada
dinding usus yang diakibatkan oleh gigitan cacing tambang untuk
melekat menghisap darah.
bl.
bm.

Bagaimana cara kerja cacing tambang sehingga menyebabkan gejala

dari Tn.T ?

o Stadium larva
bn.
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya
ringan. Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkaan
penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit
leher, dan serak.
bo.
Lesu dan lemas diakibatkan oleh kurangnya darah, terutama
jika terinfeksi disebabkan oleh cacing tambang yang memerlukan darah

untuk hidup. Cacing ini akan mengambil darah dari tuan tumah (host)
sehingga penderita mengalami kekurangan darah.
o Stadium dewasa
bp. Gejala tergantung pada:

Spesies dan jumlah cacing


Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
bq.
Berat badan rendah karena nutrisi yang seharusnya digunakan

untuk pertumbuhan malah diserap oleh cacing sehingga penderita


mengalami kekurangan gizi
br.
Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan
darah sebanyak 0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 0,34
cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom
mikrositer. Anemia

karena

Ancylostoma

duodenale

dan

Necator

americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah 10 (sepuluh)


gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000
(satu juta)/mm3. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
bs.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi
daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
bt.

Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usus halus

dan tempat lama yang ditinggalkan mengalami perdarahan lokal. Jumlah


darah yang hilang setiap hari tergantung pada:
o jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa
yang berdekatan dengan kapiler arteri
o species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N.
americanus mengisap 5x lebih banyak darah
o lamanya infeksi
bu. Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang
diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya
anemia tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam
usus dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan
daya tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang
tergantung pada beberapa faktor, antaza lain umur, wormload, lamanya
penyakit dan keadaan gizi penderita.
bv.
bw.Bagaimana sistem imunitas tubuh pada infeksi cacing tambang ?

bx.

Sistem kekebalan seluler pada infeksi cacing tambang terutama

dilakukan oleh eosinofil. Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil
darah tepi, namun eosinofilia ini dapat dilihat pada fase akut, jika kronik yang
menjadi tanda adalah anemia defisiensi besinya. Eosinofil melepaskan
superoksida yang dapat membunuh larva filariform. Pada infeksi cacing,
eosinofil lebih efektif dibanding sel leukosit lainnya karena eusinofil
mengandung lisozim yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh neutrofil dan makrofag.
by.

Pada fase awal proses infamasi terjadi induksi fase akut oleh

makrofag yang teraktivasi berupa penglepasan sitokin radang seperti Tumor


Necrotizing Factor (TNF)-, Interleukin (IL)-1, IL-6 dan IL-8. Interleukin-1
menyebabkan absorbsi besi berkurang akibat pengelepasan besi ke dalam
sirkulasi terhambat, produksi protein fase akut (PFA), lekositosis dan demam.
Aktivasi

TNF-

akan

menekan

eritropoesis

melalui

penghambatan

eritropoetin. Dan IL-6 menyebabkan hipoferemia dengan menghambat


pembebasan cadangan besi jaringan kedalam darah.
bz.
ca. Apa saja kemungkinan lain penyebab anemia pada kasus ini ?
cb.
Kemungkinannya adalah Anemia defisiensi besi, Thalassemia major,
Anemia akibat penyakit kronik, dan Anemia sideroblastik
cc.
cd. Apa saja jenis-jenis anemia, penyebab, gejala ?
ce.
i.

Klasifikasi morfologik anemia:

Anemia normokromik normositik


cf. SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah)
cg. Penyebab penyebabnya anemia jenis ini adalah kehilangan darah
akut, hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit penyakit

ii.

infiltrative metastatic pada sumsum tulang.


Anemia normokromik makrositik
ch. SDM lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi
hemoglobin normal ( MCV meningkat; MCHC normal) Keadaan ini
disebabkan

oleh

terganggunya

atau

terhentinya

sintesis

asam

deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau

asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada
kemotrapi kanker karena agen agen mengganggu sintesis DNA.
Anemia hipokromik mikrositik
ci.
Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang

iii.

berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel sel ini mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;
penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis
globin, seperti pada thalassemia. Thalassemia menyangkut ketidaksesuaian
jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat
terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.
cj.
ck.

Klasifikasi berdasarkan etiologi :

1. Anemia yang disebabkan oleh kurang atau hilangnya darah


cl.
Anemia jenis ini lazimnya terjadi karena seseorang mengalami
pendarahan hebat. Namun jangan hanya berpikir bahwa hilangnya darah
hanya disebabkan karena luka karena dalam beberapa studi, penyebabnya
bahkan tidak terdeteksi.
2. Anemia yang disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah di
dalam darah
cm. Pada jenis ini, diindikasikan bahwa tubuh seseorang memproduksi sel
darah yang terlalu sedikit atau sel darah yang diproduksi tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin serta mineral yang sangat dibutuhkan darah.
3. Anemia yang disebabkan oleh rusaknya sel darah merah
cn. Anemia jenis ini terjadi karena sel darah tidak dapat bekerja secara
maksimal. Seseorang yang mengalami anemia jenis ini biasanya memiliki sel
darah yang rapuh atau yang sering juga diklasifikan sebagai kelainan darah.
Kelainan ini dapat terjadi saat mulai kelahiran atau hadir saat usia
perkembangan.
co.

Gejala Khas Masing-Masing Anemia

Anemia defisiensi zat besi: Disfagia, atrofil papil lidah, stomatitis angularis
Anemia defisiensi asam folat: Lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik: Ikterus dan hepatosplenomegali
Anemia aplastik: Perdarahan kulit atau mukosa dan tanda tanda infeksi
cp.

cq. Bagaimana tatalaksana infeksi cacing tambang dan anemia ?


cr.

Tata laksana infeksi cacing tambang


o Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan

tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi.


o Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
cs.
Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau
mebendazol selama 1-3 hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang.
Obat ini tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa
membahayakan janin yang dikandungnya.
ct.
cu. Bagaimana metabolisme besi di tubuh ?

cv.

cw.

Kebanyakan besi terdapat dalam hemoglobin ( kira-kira 1800

mg). Besi disimpan didalam makrofag (dan hepatosit), yang merupakan


tempat penyimpanan besi (sekitar 1600 mg besi). Besi dalam jumlah kecil
ditemukan pada mioglobin dan dalam plasma (berikatan dengan transferrin).
Besi kekal dalam tubuh. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 30004000 mg besi. Hanya 1 mg besi yang hilang dari tubuh perhari (melalui
kehilangan darah atau

sel epitel mukosa yang terkelupas) dan harus

digantikan melalui makanan. Sebagian besar besi yang dibutuhkan oleh tubuh
diperoleh dari daur ulang besi dari sel darah merah yang sudah tua.
cx.
cy.
cz.

Absorpsi Besi di GI Tract


da.

Besi dari makanan yang diperoleh baik dari sumber anorganik

atau sumber hewani (dalam heme dari pemecahan hemoglobin atau


mioglobin). Zat besi memasuki sel-sel usus melalui besi transporters
tertentu.kemudian digunakan oleh sel (digabungkan ke dalam enzim),
disimpan sebagai feritin (diekskresikan dalam feses ketika mengelupasnya sel
epitel usus) atau dipindahkan ke plasma (lihat gambar di bawah). Transfer
Plasma besi dari enterosit ke protein transport yang disebut apotransferrin,
terjadi melalui saluran besi tertentu, yang disebut ferroportins, dan difasilitasi
oleh protein (dengan aktivitas ferroxidase) disebut hephaestin. Ketika
apotransferrin mengikat zat besi, ini disebut transferin. Hephaestin
mengandung tembaga, sehingga kekurangan tembaga akan menurunkan
penyerapan zat besi (besi diserap dari makanan tidak dapat ditransfer ke
plasma). Hepcidin, sebuah protein pokok yang mengatur besi, bekerja dengan
menurunkan ferroportin dan dengan demikian mengurangi penyerapan zat
besi.
db.

dc.

dd.

Besi diserap dari usus disimpan sebagai feritin pada epitel usus

atau diangkut dalam plasma sebagai transferin. Progenitor eritroid


memperoleh besi untuk sintesis hemoglobin dari transferin plasma atau dari
daur ulang eritrosit yang sudah tua oleh makrofag dalam sumsum tulang,
limpa dan hati. Besi yang berlebih untuk produksi hemoglobin disimpan
dalam makrofag sebagai feritin, yang dioksidasi menjadi hemosiderin.
simpanan ini dapat dilepaskan dari makrofag pada saat dibutuhkan
(peningkatan eritropoiesis).
de.
df.

Iron transfer/recycling
dg.

Besi tidak bebas dalam sirkulasi tetapi hadir sebagai transferin

(terikat dengan apotransferrin). Sebagian besar besi yang digunakan untuk


produksi hemoglobin sel darah merah diperoleh dari pemecahan hemoglobin
sel darah merah yang sudah tua (disebut daur ulang). Ketika sel-sel darah
merah mencapai akhir jangka hidup mereka (yang sudah tua), mereka di
fagosit oleh makrofag (dalam limpa, hati, sumsum tulang). Enzim hidrolitik
dalam makrofag mendegradasi sel darah merah yang ditelan dan melepaskan

hemoglobin. Pencernaan proteolitik hemoglobin akan melepaskan heme dan


globin. Globin dipecah menjadi asam amino yang dapat digunakan untuk
produksi protein. Besi dilepaskan dari heme, meninggalkan cincin porfirin
yang diubah menjadi bilirubin.
dh.

Setelah besi dilepaskan dari heme, itu digunakan oleh sel (besi

merupakan komponen penting dari banyak enzim), diekspor (melalui


ferroportin), atau disimpan sebagai feritin (seperti enterosit - lihat di atas
gambar). Dalam makrofag, ceruloplasmin (yang seperti hephaestin dalam sel
usus juga membutuhkan tembaga) merupakan ferroxidase dan memfasilitasi
transfer

besi makrofag

menjadi transferin. Jadi defisiensi tembaga

menurunkan pelepasan besi dari makrofag dan mempengaruhi penyerapan zat


besi. Seperti enterosit, hepcidin yang kurang

mengatur

ferroportin

menyebabkan penyerapan zat besi pada makrofag.


di.

dj.
dk.

Erythroid progenitors clustering around a central macrophage (black

arrow) in an aspirate from a canine spleen. This is called an "erythroblastic


island".
dl.
dm.

Pengambilan Besi Oleh Progenitor Eythroid


dn.

Besi yang terikat Transferin (dari penyerapan zat besi dalam

usus atau dilepaskan oleh makrofag) berikatan dengan reseptor transferin,


yang sangat diekspresikan pada permukaan prekursor sel darah merah, dan
diambil ke dalam sel di mana ia digunakan untuk membentuk hemoglobin.

Progenitor eritroid mengelompok di sekitar makrofag dalam sumsum tulang


dan limpa (lihat gambar ke kanan), untuk memperoleh besi (diperlukan untuk
sintesis hemoglobin) dari sel-sel tempat menyimpan besi

ini, serta dari

transferin yang beredar di sirkulasi (lihat di atas gambar).


do.

Kelebihan zat besi itu berbahaya, karena mendorong produksi

radikal bebas. Kadar zat besi seluruh tubuh diatur terutama pada tingkat
penyerapan oleh enterosit, tidak ada jalur diatur untuk ekskresi aktif besi
(hanya dapat terjadi dengan perdarahan atau peluruhan enterosit besi-Laden).
Regulasi penyerapan zat besi oleh enterosit dan pelepasan simpanan zat besi
dari makrofag dan hepatosit dimediasi oleh hepcidin hormon, dan efeknya
pada ferroportin (lihat di atas). Hepcidin menurunkan besi serum dengan
mengurangi penyerapan zat besi dan mencegah makrofag dari melepaskan
besi (menyebabkan penyerapan zat besi). Hepcidin diatur oleh kadar zat besi
dan eritropoiesis. Peningkatan besi akan meregulasi hepcidin yang kemudian
menurun besi dan sebaliknya.
dp.

Eritropoiesis yang aktif menghambat hepcidin (memungkinkan

besi untuk diserap / dirilis untuk sintesis hemoglobin). Hepcidin meningkat


oleh sitokin inflamasi, terutama IL-6, dan menurunkan besi yang tersedia
selama proses peradangan (lihat di bawah). Peradangan Dengan demikian
menyebabkan kekurangan zat besi "fungsional" karena besi tidak dilepaskan
dari makrofag (hasilnya meningkatnya simpanan zat besi). Hal ini
memberikan kontribusi terhadap anemia penyakit inflamasi.
dq.
dr. Bagaimana eritropoiesis pada keadaan normal dan pada anemia kasus ?
ds.

Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi

di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang
dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah
hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium
peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan
globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Menurut
Ganong (2001), eritropoietin akan meningkatkan jumlah stem cell (sel bakal)
di sumsum tulang. Stem cell akan menjadi prekursor eritrosit dan akhirnya
menjadi eritrosit. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel

menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga


memudahkan

pengambilan

besi,

mempercepat

pematangan

sel

dan

memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
dt.

Prekursor eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sekali

proeritroblast terbentuk maka sel tersebut akan membelah terus sampai


banyak sel darah yang matur. Sel ini relatif besar dengan garis tengah 12m
sampai 15 m. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa
granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom
yang tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
Turunan pertama proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini berdiameter
10-12 micron, ukuran nukleus kurang dari pronormoblast, kromatin lebih
padat, nukleoli tidak terlihat, membran nukleus lebih tebal, dan sitoplasma
berwarna biru laut. Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak
polisom, tempat pembuatan rantai globin untuk hemoglobin.
du.

Sel pada tahap perkembangan selanjutnya disebut eritroblas

polikromatofilik. Sel ini memiliki diameter 8 12 mikron, nukleus bulat dan


lebih kecil, kromatin lebih padat dan kasar, sitoplasmanya berwarna kebiruan,
mulai tampak bintik bintik merah dalam sitoplasma karena terbentuknya Hb.
Pada tahap ini tidak tampak anak inti.
dv.

Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan eritroblas,

memiliki ukuran 8-10 mikron, inti yang terpulas gelap mengecil dan piknotik
serta memiliki sitoplasma berwarna kemerah-merahan. Tahap selanjutnya
adalah eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit
dengan diameter: 8 9.5 mikron, nukleus tidak ada dan sitoplasma asidofilik.
Tahap terakhir ialah eritrosit matang, eritrosit ini berbentuk bikonkaf, tanpa
nukleus dan sitoplasmanya kemerah-merahan.
dw.

Setiap hari tubuh memerlukan 20-25 mg besi yang diperlukan

eritropoesis di mana sebanyak 95% besi berasal dari perputaran daur eritrosit
dan katabolisme hemoglobin. Hanya 1 mg/hari (5% dari perputaran eritrosit)
besi diperlukan asupan dari makanan. Hematopoiesis memerlukan banyak
nutrisi seperti vitamin B12 (cyanocobalamin) dan asam folat (pteroyglutamic
acid). Kedua vitamin tersebut berperan sebagai koenzim dalam sintesis asam
nukleat dan unsur-unsurnya yaitu basa purine dan pyrimidine (Swenson

1984). Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup
eritrosit habis (sekitar 120 hari).
dx.

XXVII.

Keterkaitan antar masalah


dy.
Tn.T, 41 tahun, bertani
tanpa alas kaki

Infeksi cacing tambang

Pemberian vitamin oleh


mantri

Gejala anemia
(lemah, lesu, cepat lelah, mata
kunang-kunang

Abnormalitas pemeriksaan
laboratorium

Abnormalitas pemeriksaan
fisik

Anemia Mikrositik
Hipokrom

XXVIII.

Learning Issue
1.

Anemia
dz.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah

massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen
carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count).
ea.

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity),

tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia
tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut.
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh
sum-sum tulang, perdarahan, atau karena proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis). Berikut ini merupakan klasifikasi anemia menurut
etiopatogenesisnya.
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-sum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sum-sum tulang
Anemia aplastik
Anemia mieloplastik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
2. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membran eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll.

b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular


Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik mikroangioplastik
Dll.
4. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
eb.
ec.

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran

morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi
ini anemia dibagi menjadi menjadi 3 golongan:
1. Anemia hipokrom mikrositer, bila MCV < 80fl dan MCH < 27pg. Eritrosit kecil
dengan pewarnaan yang berkurang akibat kadar hemoglobin yang kurang dari
normal.
2. Anemia normokrom normositer, bila MCV 80-95fl dan MCH 27-34pg. Eritrosit
memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin yang
normal.
3. Anemia makrositer, bila MCV > 95fl. Ukuran eritrosit lebih besar dengan
konsentrasi hemoglobin normal
ed.
ee. Klasifikasi etiologi dan morfologi, apabila digabungkan akan sangat menolong
dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.
1. Anemia hipokrom mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokrom normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia pada gagal ginjal kronik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
f. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
ef.
eg.

Gejala Anemia

Gejala umum anemia


eh.

Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul akibat iskemia organ serta akibat

kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gelaja ini muncul pada tiap
kasus anemia dengan kadar Hb<7g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien, tampak pucat, yang mudah
dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku.

Gejala khas masing-masing anemia


ei. Gejala ini spesifik untuk masing-masing anemia. Sebagai contoh:
ej.
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah,
stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonuchia)
ek. Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
el. Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
Gejala penyakit dasar
em.Merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
anemia.
en.
eo.
ep.
eq.

Anemia Defisiensi Besi


er.

Anemia dengan gangguan metabolisme besi terdiri dari anemia

defisiensi besi, anemia penyakit kronik dan anemia sideroblastik. Anemia defisiensi
besi ditandai oleh anemia hipokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang
menunjukkan cadangan besi kosong. Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik,
penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem
retikuloendotelial berkurang namun cadangan besi masih normal. Pada anemia
sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang karena gangguan
mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu.
es.

ETIOLOGI

et.

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya

masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:


Saluran cerna: akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,

kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang


Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria

Saluran napas: hemoptoe


Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan

rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik
eu.
ev.

KLASIFIKASI DERAJAT DEFISIENSI BESI DAN PATOGENESIS

ew. Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
ex. Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis
belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan
absorbsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sum-sum tulang
berkurang
ey.
2. Iron deficient erythtopoiesis
ez. Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sum-sum
tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas
yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang
tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang
dapat dijumpai adalah peningkatan kadar protoporfirin bebas dalam eritrosit,
saturasi transferin menurun, TIBC meningkat. Parameter lain yang sangat
spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
3. Anemia defisiensi besi
fa. Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga
kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya
terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi
di epitel, kukum dan beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
fb.
fc.
fd.

GEJALA

Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobin terjadi secara

perlahan-lahan yang memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh sehingga


gejala anemia tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala khas dari anemia
defisiensi besi, selain gejala umum anemia, ialah:

Koilonychia atau kuku sendok, dimana kuku berubah menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan cekung seperti sendok

fe.
Stomatitis angularis atau cheilosis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan

ff.
Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap akibat hilangnya

papil lidah
Pica atau keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim
Disfagia atau nyeri telan akibat kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster
fg.
2. Eritropoiesis
fh. 1.

Definisi Eritropoesis

fi. Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas
hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)
fj. 2.

Mekanisme Eritropoesis

fk. Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada
sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel
darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem
commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit
(CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
fl.

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai


dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan
banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali
mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi

Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit


masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
fm.

fn. 3.

Sel Seri Eritropoesis

fo. Rubriblast
fp.

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel


termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan
kromatin yang halus. Dengan pulasan Romanowsky inti berwarna biru
kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru. Ukuran sel rubriblast
bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam
sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti

fq. Prorubrisit
fr.

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.


Pada pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau
tidak tampak, sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna
biru dari sitoplasma akan tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran
lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari
seluruh sel berinti.

fs. Rubrisit
ft.

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast


polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal
secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada
sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada

prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena


kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena
kandungan hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah
sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
fu. Metarubrisit
fv.

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast


ortokromatik. Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang
menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin
sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.

fw. Retikulosit
fx.

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan


penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan
sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan
sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses maturasi akhir, eritrosit selain
mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria
dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit
polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat
dengan pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat
terlihat segai bintik-bintik abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa.
Polikromatofilia yang merupakan kelainan warna eritrosit yang kebiru-biruan
dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya disebabkan oleh bahan
ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar
sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama
120 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.

fy. Eritrosit
fz.

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan


ukuran diameter 7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis
daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna
kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Eritrosit sangat lentur
dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam sirkulasi. Umur eritrosit
adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya oleh
limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam

darah, baik mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium


hingga di makan oleh Parasit.
ga.

gb.

Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis,


eritropoesis akan terjadi di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati
maka proses ini disebut juga sebagai eritropoesis ekstra meduler

gc. 4.

Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis

gd.

Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah


mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi
eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit
turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan
meningkatkan kekentalan darah.

ge.

Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis,


sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2

juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan
tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B
tertentu.
gf.

Hormonal Control

gg.

Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh


hormone eritropoetin ( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan
peranan utama dalam produksi EPO. Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia
( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat pelepasan eritropoetin.
Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :

gh. 1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
gi. 2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi
pada defisiensi besi )
gj. 3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada
penderita pneumonia.

gk.

gl.
gm.

Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel

darah merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah


mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran O2 ke jaringan ke tingkat
normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi eritropoetin
dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan
langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang
nantinya memberikan stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum
tulang.
gn. Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh
ginjal. Hormone sex wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah
sebabnya jumlah RBC pada wanita lebih rendah daripada pria.

go.
gp.

Eritropoeitin

gq. -

Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati

gr. -

Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2

dalam jaringan

ginjal.
gs. -

penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon

eritropoetin ke dalam darah merangsang eritropoiesis di sumsum tulang


dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit jumlah eritrosit
meningkatkapasitas darah mengangkut O2 dan penyaluran O2 ke jaringan
pulih ke tingkat normal stimulus awal yang mencetuskan sekresi
eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
gt. -

Pasokan O2 ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat

lebih mudah melepaskan O2


gu. -

: stimulus eritroprotein turun

Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel

tsb terus berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.


gv. -

Bekerja pada sel-sel tingkat G1

gw.-

Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai

O2 & kebutuhan mengatur pembentukan eritrosit.


gx.
3. Infeksi cacing tambang
gy.

Necator americanus dan Ancylostoma braziliense adalah beberapa

spesies cacing tambang yang penting dan hospesnya adalah manusia. Cacing ini
menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini biasanya di
daerah pertambangan dan perkebunan.
gz.

Agen Infeksi

ha.Cacing parasitik merupakan organisme multiple yang sangat berdiferensiasi.


Siklus hidup cacing bersifat kompleks; sebagian besar bergantian antara reproduksi
seksua dalam penjamu definitif dan multiplikasi aseksual di vektor atau penjamu
antara. Setelah berada di dalam tubuh manusia, cacing dewasa tidak bermultiplikasi,
tetapi menghasilkan telur atau larva yang dipersiapkan untuk fase berikutnya dari
siklus hidup. Terdapat 2 konsekuensi penting dari tidak adanya replikasi cacing
dewasa :
1. penyakit sering disebabkan oleh respon peradangan terhadap telur bukan terhadap parasit
dewasa

2. keparahan penyakit sebanding jumlah organisme yang telah menginfeksi penjamu (misal,
10 cacing tambang tidak banyak berefek, sedangkan 1000 cacing tambang dapat
menyebabkan anemia berat dengan menghabiskan 100 mL darah setiap hari).
hb.

Cacing tambang termasuk dalam kelas pertama dalam cacing parasitik

yaitu, kulit kolagenosa dan struktur tidak bersegmen. Cacing tambang dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi melalui perdarahan kronis akibat pengisapan
vilus usus oleh cacing.
hc.

Morfologi dan Daur Hidup

hd.

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar

melekat pada mukosa dinding usus. cacing betina N. americanus tiap hari
mengeluarkan telur 5000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.00025.000 butir. Cacing betina berukuran panjang 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk
badan N. americanus menyerupai hurus S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf
C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N. americanus mempunyai benda
kitin, sedangkan A. duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatriks
he.Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dala waktu 1-1,5 hari,
keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi
larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di
tanah.
hf. telur cacing tambang yang besarnya 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva
rabditiform panjangnya 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
600 mikron
hg. Daur hidupnya :
hh. Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit masuk
kapiler darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus
halus sampai menjadi dewasa telur keluar bersama feses
hi. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A. duodenale juga
dapat terjadi dengn menelan larva filariform.
hj.

Patologi dan Gejala Klinis

hk. Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis


1. Stadium larva

hl. Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform A.
duodenale secara oral menyebabkaan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah,
iritasi faring, batuk, sakit leher, dan serak
2. Stadium dewasa
hm.
Gejala tergantung pada:
a. Spesies dan jumlah cacing
b. Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
hn. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak
0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 0,34 cc. Pada infeksi kronik
atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Anemia karena Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah
10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000
(satu juta)/mm3. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
ho. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
berkurang dan prestasi kerja menurun.
hp.
hq.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses segar.

Dalam feses yang lama mungkin ditemukan larva . Untuk membedakan spesies N.
americanus dan A. duodenale dapat dilakukan biakan misalnya dengan cara HaradaMori.
hr.Tata Laksana
1. Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan tambahan zat besi
per-oral atau suntikan zat besi.
2. Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
3. Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol selama 1-3
hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
hs.Epidemiologi
ht. Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indoneisa, terutama di daerah
pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang
langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi >70%.
hu. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di
berbagai daerah) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan larva adalah tanah yang gembur (oasir, humus) dengan suhu
optimum untuk N. americanus 28o-35oC, sedangkan A. duodenale 23o-25oC.

Pada umumnya untuk menghindari infeksi cacing tambang, bisa dilakukan


dengan memakai alas kaki pada saat melakukan pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan tanah.
hv.Komplikasi
a. Dermatitis pada kulit
b. Anemia berat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan payah
jantung.
hw.

XXIX.

Kerangka Konsep
hx.

Tn. T, 41 tahun, bertani


tanpa alas kaki

Terinfeksi cacing
tambang (STH)

Eosinofil

Melekat pada mukosa


usus dalam waktu lama

Mengganggu absorbsi Fe

Perdarahan kronik

RBC
Ferritin

koilonychia

TIBC

Fe serum

Enzim
sitokrom

Ht

Hb

ATP

MCV

MCH

Mioglobin

Abnormalitas
pada epitel

Eritropoesis
terganggu

Suplai O2
chelitis

Lemah lesu

Anemia hipokrom
mikrositer

Atrofi
papil

Mata
berkunang
Cepat lelah

anisopoikilositosis

XXX.

Kesimpulan

hy. Tn.T, 41 tahun, mengalami anemia hipokrom mikrositer akibat dari


defisiensi zat besi.

XXXI.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Perm J. 2012. Nailing the diagnosis : Koilonychia.

Ejournal

from

www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses tanggal 04 Desember 2013


3. Deritana N, Kombong A.2007. Gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
J.WATCH Jayawijaya
4. Diterjemahkan dari https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/chem/femetb.htm.
diakses pada 4 desember 2013 pukul 14.20 WIB
5. Diterjemahkan dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC89000/ diakses
pada 3 desember 2013 pukul 19.25 WIB
6. Diterjemahkan dari http://www.wisegeek.com/what-is-the-connection-between-ironand-vitamin-c.htm diakses pada 4 desember 2013 pukul 15.10 WIB
7. Diterjemahkan dari http://www.veganhealth.org/b12/coenz#func diakses pada 4
desember 2013 pukul 14.55 WIB
8. Price, S.A. & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: EGC
9. Belibis. 2011. Anemia Defisiensi Besi. http://blogdokter.com/category/anemiadefisiensi-besi-fe-2/ (diakses 4 Desember 2013 pukul 15.00 WIB)
10. Mandal,
Ananya.
2013.
Penyebab
Anemia.

http://www.news-

medical.net/health/Causes-of-anemia-(Indonesian).aspx (diakses 4 Desember 2013


pukul 15.00 WIB
11. Fatimah, Nova. 2011. Cacing Tambang. [Online]. (diakses dalam http://norvafathimah.blogspot.com/2011/07/cacing-tambang.html pada tanggal 03 Desember
2013)
12. Kumar, Vinay dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins, Edisi 7, Volume 1. Jakarta :
EGC
13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI Jakarta. 2008. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
14. Sumanto, didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah.
Universitas

Diponegoro.

[Online].

(diakses

dalam

http://eprints.undip.ac.id/23985/1/didik_sumanto.pdf pada tanggal 03 Desember


2013)

Anda mungkin juga menyukai