Skenario B Blok 13
Skenario B Blok 13
SKENARIO B BLOK 13
KELOMPOK L9
04121001138
04121001085
04121001086
04121001030
04121001008
04121001087
04121001032
04121001131
04121001074
04121001140
04121001079
04121001142
04121001133
04121001011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah
kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini membahas kasus berdasarkan sistematika klarifikasi istilah, identifikasi
masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta
mengidentifikasi topik pembelajaran dari Tutorial Blok 13 Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Eka Intan FiSPA,
M.kes dan anggota kelompok yang telah mendukung dalam pembuatan laporan ini.
Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Daftar Isi
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Skenario B Blok 13 Tahun 2013................................................................................................4
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................5
II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................5
III. Analisis Masalah...................................................................................................................6
IV. Keterkaitan Antar Masalah.................................................................................................28
V. Learning Issue......................................................................................................................29
VI. Kerangka Konsep...............................................................................................................42
VII. Kesimpulan.......................................................................................................................43
Daftar Pustaka..........................................................................................................................44
7.400
/mm3,
Trombosit
386.000/mm3, Diff count : 0/8/3/59/26/4, MCV : 72 fL, MCH : 25 pg, MCHC : 30%
Besi serum : 30 g/L, TIBC : 560 g/L, Feritin : 8ng/mL
Feses : telur cacing tambang positif, darah samar positif
Gambaran apusan darah tepi :
I.
Klarifikasi istilah
1. Mantri
membantu dokter untuk menangani pasien di pedesaan atau daerah yang sulit di
jangkau
2. Mata kunang-kunang
3. Vitamin
II.
Identifikasi masalah
1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
2. Keluhan Tn.T tidak berkurang padahal sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin.
3. Tn.T biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
Cheilitis (+)
Lidah : atrofi papil
Koilonychia (+)
Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
Pembesaran KGB (-)
(+/+)
L.
5. Didapati hasil pemeriksaan laboratorium Tn.T sebagai berikut : (main problem)
A. Hb
: 6,2 g/dL
B. Ht
: 18 vol%
5
J.
K.
L.
M.
N.
O.
III.
IV.
Analisis masalah
1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
a. Bagaimana keterkaitan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata
berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu terhadap kasus ?
V.
feritin serum menurun sedangkan Total Iron Binding Capacity (TIBC) serum
meningkat. Saturasi transferin menurun hingga kurang dari 15 %.
VI.
merah
berlangsung.
Sebagai
akibatnya Mean
Corpuscular
Volume (MCV) mulai menurun dan ditandai dengan ditemukan gambaran sel
darah merah yang mikrositik hipokrom pada tes laboratorium. Lalu diikuti
dengan terjadinya anisositosis (ukuran eritrosit bervariasi) dan poikilositosis
(bentuk eritrosit beraneka ragam).
VII.
mantri ?
Kemunginan vitamin yang diberikan oleh mantri adalah vitamin B12,
folat, B6 atau vitamin C. Peran vitamin-vitamin tersebut dalam pembentukan
sel darah merah :
XI.
yang merupakan bahan baku esensial DNA. DNA diperlukan untuk produksi
dan pembelahan sel darah merah baru. B12 berperan dalam proses ini karena
dalam membentuk methylcobalamin (digunakan utnuk HCY menjadi
methionine), B12 membentuk folat yang aktif untuk membuat DNA. Jika tidak
tersedia cukup B12, folat yang aktif akan habis (methyl-folate trap) dan
produksi DNA melambat.
XII.
yang ditemukan dalam RBC. Tidak seperti DNA, RNA tidak membutuhkan
thymidine. sehingga, jika folat tidak adekuat, sel darah merah baru (yang
keluar sebagai reticulocytes) membelah dengan lambat, karena sangat
bergantung dengan DNA untuk membelah. Pada saat yang sama, hemoglobin,
yang hanya bergantung pada RNA dan diproduksi dalam jumlah normal. Ini
menyebabkan sel darah merah menjadi besar sehingga disebut macrocytes.
Jika sel ini sudah terakumulasi maka mengahasilkan macrocytic anemia.
XIII.
vitamin B12 dan folat namun tidak terdapat perbaikan, kemungkinan besar
anemia dialami bukan disebabkan perlambatan pembelahan sel darah merah
yang disebabkan kegagalan pembentukan DNA.
XIV.
XV.
Vitamin B6
XVI.
kimia esensial. Reaksi ini meliputi metabolisme protein dan glikogen, kerja
hormone steroid, produksi piruvat, produksi sel darah merah dan lain-lain.
Vitamin ini member peran pada banyak reaksi dekarboksilasi untuk produksi
bebera senyawa seperti glutamate. Ini juga berperan besar dalam system imun
karena membantu produksi hemoglobin dan membantu meningkatkan jumlah
O2 yang dibawanya.
XVII.
XVIII.
Vitamin C
Vitamin C berperan dalam produksi sel darah merah secara
tidak langsung, dan berkaitan dengan absorpsi besi. Absorpsi besi secara
signifikan akan meningkat bila terdapat vitamin C. dimana, Besi merpakan
komponen vital dari hemoglobin. Selain itu, vitamin C juga penting untuk
integritas (keutuhan) pembuluh darah.
XXII.
hanya terjadi jika berbicara tentang konsumsi alami zat besi dari makanan
yang kaya mineral, seperti sayuran berdaun hijau atau heirloom ( biji-bijian)
seperti spelt. Tidak ada manfaat ketika besi yang dikonsumsi berasal dari
suplemen, termasuk multivitamin atau suplemen mineral.
XXIII.
XXV.
Kebiasaan bertani tanpa menggunakan alas kaki dapat menjadi etiologi hal ini.
Cacing tambang merupakan jenis Soil transmited helmints, yang berarti
penyebaran cacing melalui tanah. Larva cacing yang terdapat ditanah dapat
menembus kulit dan memasuki sirkulasi darah.
XXVI.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
Cheilitis (+)
Lidah : atrofi papil
Koilonychia (+)
Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
Pembesaran KGB (-)
(+/+)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaaan fisik ?(abnormal sama
mekanismenya)
Keadaan Umum
b. Pucat: Dua faktor menjadi pendukung timbulnya pucat pada pasien
anemia. Tentu saja, yaitu penurunan konsentrasi hemoglobin darah yang
diperfusi dalam kulit dan selaput lendir. Hemoglobinisasi yang tidak adekuat
menyebabkan central pallor di tengah eritrosit berwarna pucat berlebihan yang
lebih dari sepertiga diameternya. Juga, darah dipintaskan jauh dari kulit dan
jaringan perifer lain, sehingga meningkatkan aliran darah ke organ vital.
Perubahan penyebaran aliran darah merupakan cara penting untuk
mengkompensasi anemia.
c.
10
n.
mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada sudut
mulut yang menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke
mukosa pipi. Secara umum, cheilitis mempunyai symptom utama bibir
kering, atau tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur
(celah) yang diikuti dengan rasa terbakar pada sudut mulut. daerah eritema
dan edema yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat
berupa atropi, eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi
eksudasi yang berulang. reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan
jaringan granulasi.
o.
Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut
dan terlihat tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada
awalnya, hal ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut
dan mudah berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa
ataupun berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai dengan
retakan sudut mulut dan beberapa pendarahan saat mulut dibuka.
p.
feritin serum tingkat rendah. Manifestasi oral mukosa kekurangan zat besi
yang umum dan termasuk glossitis, stomatitis angular, dan burning mouth
sindrom.
r.
11
mengkilap karena papil lidah menghilang. Papil atropi ini juga berkaitan
dengan defisiensi besi yang terjadi, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Atrofi glossitis ditemukan di hingga 40% dari pasien yang kekurangan zat
besi. dan angular cheilitis sebesar 15 % dari pasien yang kekurangan zat
besi. Sekitar sepertiga dari pasien memiliki lidah yang terasa sakit.
Koilonychia Tidak Normal
t.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
Hb
: 6,2 g/dL
Ht
: 18 vol%
RBC : 2.480.000 /mm3
WBC : 7.400 /mm3
Trombosit : 386.000/mm3
Diff count : 0/8/3/59/26/4
MCV : 72 fL
MCH : 25 pg
MCHC : 30%
J.
K.
L.
M.
(+)
N. Darah samar (+)
O. Gambaran RBC
(anemia
mikrositik hipokrom)
13
a.
b.
HB
c.
7 sudah anemia berat dan perlu transfusi darah. karena Hb Normal untuk lakilaki : 13-18 g/dl. Dalam kasus ini, Hb rendah dapat disebabkan oleh :
d.
halus bagian atas, dimana cacing akan menghisap darah dan menghasilkan zatzat yang membuat darah sulit membeku. Akibat banyaknya kehilangan darah,
maka Hb pun juga menurun. Selain itu, Hb menurun menyebabkan jumlah
besi menurun (mungkin diperkuat oleh faktor sosial ekonomi), jika total besi
tubuh turun, terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan
besi pada hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang
berkurang. Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun, sehingga suplai
besi pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menjadi tidak
adekuat. Sebagai akibatnya jumlah eritrosit protoporfirin bebas meningkat.
Terjadilah produksi eritrosit yang mikrositik dan nilai hemoglobin turun.
e.
HT
f.
RBC
h.
normal untuk laki-laki adalah 4,5-5,5 juta /ul darah. RBC menurun dapat
disebabkan oleh banyaknya darah yang hilang akibat cacing tambang.
i.
WBC
WBC 7400/mm3 adalah normal, karena nilai normal adalah
j.
5000-10000/ mm3
k.
Trombosit
l.
150.000-400.000 /mm3 .
m.
Diff. Count
n.
p. Nilai Normal
q.
r.
I
s. B
t. 0-1 %
u.
v.
N
s
of
il
w. E
x. 1-3 %
y.
z.
E
si
n
of
il
aa. N
ab. 2-6 %
ac.
et
ad.
N
r
of
il
B
at
a
n
g
ae. N
et
r
of
il
S
e
af. 50-70 %
ag.
ah.
N
g
m
e
n
ai. L
aj. 20-40 %
ak.
al.
N
m
fo
si
t
am.
an. 2-8 %
ao.
Mon
ap.
N
o
si
t
aq. JUMLAH
ar.
as.
at.
au.
MCV
av.
MCH
ax.
normalnya adalah 27-31 pg. Ket : MCV adalah banyaknya Hb per eritrosit
rata-rata. Sementara RBC kadarnya menurun, karena hilang dihisap oleh
cacing tambang, jadi Hb juga hilang. Akibatnya bahan baku pembuatan RBC
yaitu Hb juga berkurang, tapi RBC tetap diproduksi untuk mengompensasi
kehilangan banyak darah. Karena itu banyaknya Hb per eritrosit menurun.
ay.
MCHC
az.
MCHC yang menurun terjadi pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung
lama.
ba.
(Kesimpulan : dari MC values dapat kita nilai bahwa MCV turun dan
bc.
Besi serum adalah besi yang terikat pada transferin dan bersirkulasi di
dalam darah. Transferin adalah semacam protein yang mengangkut besi. Besi
diabsorpsi hampir di seluruh bagian usus halus. Hati mengeluarkan sejumlah
apotransferin ke dalam kandung empedu dan kemudian mengalir ke
duodenum. Pada usus halus ini apotransferin terikat pada besi bebas dalam
makanan membentuk transferin. Transferin kemudian terikat pada reseptor
transferin pada membran sel epitel pada usus. Kemudian dengan cara
pinositosis, transferin ini diabsorpsi ke dalam sel epitel dan dilepaskan ke
dalam plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi terikat secara
longgar hingga dapat dibebaskan pada sel-sel jaringan pada setiap tempat pada
tubuh. Besi di dalam sel kemudian dibawa ke mitokondria atau disimpan
dalam bentuk feritin. Jika jumlah besi dalam plasma turun, besi dilepaskan
dari feritin dengan mudah dan kemudian diangkut dalam bentuk transferin
dalam plasma dan dibawa ke bagian tubuh yang memerlukan. Karakteristik
transferin yang unik adalah bahwa molekul ini berikatan dengan kuat dengan
reseptor pada membran sel eritroblas pada sumsum tulang. Dan secara
endositosis transferin masuk ke dalam eritroblas dan secara langsung besi
dihantarkan ke mitokondria di mana terjadi sintesis heme. Jika eritrosit telah
dihancurkan, hemoglobin dilepaskan dari sel dan ditangkap oleh sel-sel sistem
monosit-makrofag, lalu besi bebas dilepaskan dan kemudian disimpan dalam
bentuk feritin atau digunakan kembali dalam bentuk hemoglobin.
bd.
normal, kadar besi pada pria 31-44 g/dL dan 25-156 g/dL pada wanita.
Kadar besi di dalam tubuh manusia normal umumnya berkisar 4 gram dan dua
pertiganya berada di dalam hemoglobin(besi adalah bahan baku pembentukan
heme). Jika vol. darah menurun (RBC menurun), maka jumlah Hb menurun.
Akibatnya jumlah besi juga akan menurun dalam tubuh. Jika total besi tubuh
turun, terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan besi
pada hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang berkurang.
Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun.
be.
TIBC
bf.
TIBC 560 g/L adalah meningkat di atas normal. Nilai normal : 240-
360 ug/dL. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Mengapa TIBC
meningkat? Hal ini jelas karena jumlah besi dalam tubuh menurun. Sehingga
agar sel mendapatkan jumlah besi yang cukup maka TIBC meningkat. Besi
diperlukan oleh sel terutama dalam proses pembentukan energi.
bg.
Feritin
bh.
adalah 12-300 ng/mL. Feritin adalah simpanan besi, dimana besi dalm bentuk
terikat dengan apoferitin. Kadar feritin menggambarkan cadangan besi dalam
tubuh. Nilainya menurun karena jumlah besi dalam tubuh menurun.
bi.
Eritrosit
bj.
Feses
yang kecil pada saluran cerna. Kemungkinan besar terjadi luka pada
dinding usus yang diakibatkan oleh gigitan cacing tambang untuk
melekat menghisap darah.
bl.
bm.
dari Tn.T ?
o Stadium larva
bn.
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya
ringan. Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkaan
penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit
leher, dan serak.
bo.
Lesu dan lemas diakibatkan oleh kurangnya darah, terutama
jika terinfeksi disebabkan oleh cacing tambang yang memerlukan darah
untuk hidup. Cacing ini akan mengambil darah dari tuan tumah (host)
sehingga penderita mengalami kekurangan darah.
o Stadium dewasa
bp. Gejala tergantung pada:
karena
Ancylostoma
duodenale
dan
Necator
bx.
dilakukan oleh eosinofil. Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil
darah tepi, namun eosinofilia ini dapat dilihat pada fase akut, jika kronik yang
menjadi tanda adalah anemia defisiensi besinya. Eosinofil melepaskan
superoksida yang dapat membunuh larva filariform. Pada infeksi cacing,
eosinofil lebih efektif dibanding sel leukosit lainnya karena eusinofil
mengandung lisozim yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh neutrofil dan makrofag.
by.
Pada fase awal proses infamasi terjadi induksi fase akut oleh
TNF-
akan
menekan
eritropoesis
melalui
penghambatan
ii.
oleh
terganggunya
atau
terhentinya
sintesis
asam
asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada
kemotrapi kanker karena agen agen mengganggu sintesis DNA.
Anemia hipokromik mikrositik
ci.
Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang
iii.
berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel sel ini mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;
penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis
globin, seperti pada thalassemia. Thalassemia menyangkut ketidaksesuaian
jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat
terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.
cj.
ck.
Anemia defisiensi zat besi: Disfagia, atrofil papil lidah, stomatitis angularis
Anemia defisiensi asam folat: Lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik: Ikterus dan hepatosplenomegali
Anemia aplastik: Perdarahan kulit atau mukosa dan tanda tanda infeksi
cp.
cv.
cw.
digantikan melalui makanan. Sebagian besar besi yang dibutuhkan oleh tubuh
diperoleh dari daur ulang besi dari sel darah merah yang sudah tua.
cx.
cy.
cz.
dc.
dd.
Besi diserap dari usus disimpan sebagai feritin pada epitel usus
Iron transfer/recycling
dg.
Setelah besi dilepaskan dari heme, itu digunakan oleh sel (besi
besi makrofag
mengatur
ferroportin
dj.
dk.
radikal bebas. Kadar zat besi seluruh tubuh diatur terutama pada tingkat
penyerapan oleh enterosit, tidak ada jalur diatur untuk ekskresi aktif besi
(hanya dapat terjadi dengan perdarahan atau peluruhan enterosit besi-Laden).
Regulasi penyerapan zat besi oleh enterosit dan pelepasan simpanan zat besi
dari makrofag dan hepatosit dimediasi oleh hepcidin hormon, dan efeknya
pada ferroportin (lihat di atas). Hepcidin menurunkan besi serum dengan
mengurangi penyerapan zat besi dan mencegah makrofag dari melepaskan
besi (menyebabkan penyerapan zat besi). Hepcidin diatur oleh kadar zat besi
dan eritropoiesis. Peningkatan besi akan meregulasi hepcidin yang kemudian
menurun besi dan sebaliknya.
dp.
di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang
dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah
hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium
peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan
globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Menurut
Ganong (2001), eritropoietin akan meningkatkan jumlah stem cell (sel bakal)
di sumsum tulang. Stem cell akan menjadi prekursor eritrosit dan akhirnya
menjadi eritrosit. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel
pengambilan
besi,
mempercepat
pematangan
sel
dan
memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
dt.
memiliki ukuran 8-10 mikron, inti yang terpulas gelap mengecil dan piknotik
serta memiliki sitoplasma berwarna kemerah-merahan. Tahap selanjutnya
adalah eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit
dengan diameter: 8 9.5 mikron, nukleus tidak ada dan sitoplasma asidofilik.
Tahap terakhir ialah eritrosit matang, eritrosit ini berbentuk bikonkaf, tanpa
nukleus dan sitoplasmanya kemerah-merahan.
dw.
eritropoesis di mana sebanyak 95% besi berasal dari perputaran daur eritrosit
dan katabolisme hemoglobin. Hanya 1 mg/hari (5% dari perputaran eritrosit)
besi diperlukan asupan dari makanan. Hematopoiesis memerlukan banyak
nutrisi seperti vitamin B12 (cyanocobalamin) dan asam folat (pteroyglutamic
acid). Kedua vitamin tersebut berperan sebagai koenzim dalam sintesis asam
nukleat dan unsur-unsurnya yaitu basa purine dan pyrimidine (Swenson
1984). Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup
eritrosit habis (sekitar 120 hari).
dx.
XXVII.
Gejala anemia
(lemah, lesu, cepat lelah, mata
kunang-kunang
Abnormalitas pemeriksaan
laboratorium
Abnormalitas pemeriksaan
fisik
Anemia Mikrositik
Hipokrom
XXVIII.
Learning Issue
1.
Anemia
dz.
massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen
carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count).
ea.
tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh
karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia
tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut.
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab.
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh
sum-sum tulang, perdarahan, atau karena proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis). Berikut ini merupakan klasifikasi anemia menurut
etiopatogenesisnya.
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-sum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sum-sum tulang
Anemia aplastik
Anemia mieloplastik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
2. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membran eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll.
morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi
ini anemia dibagi menjadi menjadi 3 golongan:
1. Anemia hipokrom mikrositer, bila MCV < 80fl dan MCH < 27pg. Eritrosit kecil
dengan pewarnaan yang berkurang akibat kadar hemoglobin yang kurang dari
normal.
2. Anemia normokrom normositer, bila MCV 80-95fl dan MCH 27-34pg. Eritrosit
memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin yang
normal.
3. Anemia makrositer, bila MCV > 95fl. Ukuran eritrosit lebih besar dengan
konsentrasi hemoglobin normal
ed.
ee. Klasifikasi etiologi dan morfologi, apabila digabungkan akan sangat menolong
dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.
1. Anemia hipokrom mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokrom normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia pada gagal ginjal kronik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
f. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
ef.
eg.
Gejala Anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul akibat iskemia organ serta akibat
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gelaja ini muncul pada tiap
kasus anemia dengan kadar Hb<7g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien, tampak pucat, yang mudah
dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku.
defisiensi besi, anemia penyakit kronik dan anemia sideroblastik. Anemia defisiensi
besi ditandai oleh anemia hipokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang
menunjukkan cadangan besi kosong. Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik,
penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem
retikuloendotelial berkurang namun cadangan besi masih normal. Pada anemia
sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang karena gangguan
mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme terganggu.
es.
ETIOLOGI
et.
masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik
eu.
ev.
ew. Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi
menjadi 3 tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
ex. Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis
belum terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan
absorbsi besi dari usus, dan pengecatan besi pada apus sum-sum tulang
berkurang
ey.
2. Iron deficient erythtopoiesis
ez. Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sum-sum
tulang melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas
yang terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang
tidak memiliki sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang
dapat dijumpai adalah peningkatan kadar protoporfirin bebas dalam eritrosit,
saturasi transferin menurun, TIBC meningkat. Parameter lain yang sangat
spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam serum.
3. Anemia defisiensi besi
fa. Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga
kadar hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya
terjadi anemia hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi
di epitel, kukum dan beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
fb.
fc.
fd.
GEJALA
Koilonychia atau kuku sendok, dimana kuku berubah menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan cekung seperti sendok
fe.
Stomatitis angularis atau cheilosis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
ff.
Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap akibat hilangnya
papil lidah
Pica atau keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim
Disfagia atau nyeri telan akibat kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster
fg.
2. Eritropoiesis
fh. 1.
Definisi Eritropoesis
fi. Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas
hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)
fj. 2.
Mekanisme Eritropoesis
fk. Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada
sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel
darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem
commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit
(CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
fl.
fn. 3.
fo. Rubriblast
fp.
fq. Prorubrisit
fr.
fs. Rubrisit
ft.
fw. Retikulosit
fx.
fy. Eritrosit
fz.
gb.
gc. 4.
gd.
ge.
juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan
tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B
tertentu.
gf.
Hormonal Control
gg.
gh. 1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
gi. 2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi
pada defisiensi besi )
gj. 3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada
penderita pneumonia.
gk.
gl.
gm.
go.
gp.
Eritropoeitin
gq. -
gr. -
dalam jaringan
ginjal.
gs. -
gw.-
spesies cacing tambang yang penting dan hospesnya adalah manusia. Cacing ini
menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini biasanya di
daerah pertambangan dan perkebunan.
gz.
Agen Infeksi
2. keparahan penyakit sebanding jumlah organisme yang telah menginfeksi penjamu (misal,
10 cacing tambang tidak banyak berefek, sedangkan 1000 cacing tambang dapat
menyebabkan anemia berat dengan menghabiskan 100 mL darah setiap hari).
hb.
yaitu, kulit kolagenosa dan struktur tidak bersegmen. Cacing tambang dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi melalui perdarahan kronis akibat pengisapan
vilus usus oleh cacing.
hc.
hd.
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar
melekat pada mukosa dinding usus. cacing betina N. americanus tiap hari
mengeluarkan telur 5000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.00025.000 butir. Cacing betina berukuran panjang 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk
badan N. americanus menyerupai hurus S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf
C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N. americanus mempunyai benda
kitin, sedangkan A. duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatriks
he.Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dala waktu 1-1,5 hari,
keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi
larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di
tanah.
hf. telur cacing tambang yang besarnya 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan
mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva
rabditiform panjangnya 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya
600 mikron
hg. Daur hidupnya :
hh. Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit masuk
kapiler darah jantung kanan paru bronkus trakea laring usus
halus sampai menjadi dewasa telur keluar bersama feses
hi. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A. duodenale juga
dapat terjadi dengn menelan larva filariform.
hj.
hl. Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform A.
duodenale secara oral menyebabkaan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah,
iritasi faring, batuk, sakit leher, dan serak
2. Stadium dewasa
hm.
Gejala tergantung pada:
a. Spesies dan jumlah cacing
b. Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
hn. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak
0,005 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 0,34 cc. Pada infeksi kronik
atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Anemia karena Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah
10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000
(satu juta)/mm3. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
ho. Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan
berkurang dan prestasi kerja menurun.
hp.
hq.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses segar.
Dalam feses yang lama mungkin ditemukan larva . Untuk membedakan spesies N.
americanus dan A. duodenale dapat dilakukan biakan misalnya dengan cara HaradaMori.
hr.Tata Laksana
1. Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan tambahan zat besi
per-oral atau suntikan zat besi.
2. Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
3. Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol selama 1-3
hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
hs.Epidemiologi
ht. Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indoneisa, terutama di daerah
pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang
langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi >70%.
hu. Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di
berbagai daerah) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk
pertumbuhan larva adalah tanah yang gembur (oasir, humus) dengan suhu
optimum untuk N. americanus 28o-35oC, sedangkan A. duodenale 23o-25oC.
XXIX.
Kerangka Konsep
hx.
Terinfeksi cacing
tambang (STH)
Eosinofil
Mengganggu absorbsi Fe
Perdarahan kronik
RBC
Ferritin
koilonychia
TIBC
Fe serum
Enzim
sitokrom
Ht
Hb
ATP
MCV
MCH
Mioglobin
Abnormalitas
pada epitel
Eritropoesis
terganggu
Suplai O2
chelitis
Lemah lesu
Anemia hipokrom
mikrositer
Atrofi
papil
Mata
berkunang
Cepat lelah
anisopoikilositosis
XXX.
Kesimpulan
XXXI.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Perm J. 2012. Nailing the diagnosis : Koilonychia.
Ejournal
from
http://www.news-
Diponegoro.
[Online].
(diakses
dalam