Anda di halaman 1dari 3

Kisah Hanoman di Prangko Edisi Tahun

Monyet

Tahun Baru Imlek 2567 menurut penanggalan Tiongkok memasuki shio monyet api. Monyet api
adalah simbol hewan yang cerdas dan lincah. Sifat alami monyet akan memengaruhi berbagai hal
di tahun ini. Misalnya lincah alias cepat, cerdik yang kadang bercampur licik, gigih atau tak pernah
putus asa, dan hidup berkoloni, alias bisa bekerja sama. Sedang unsur api yang dibawanya, adalah
simbol energi yang besar. Tak ketinggalan, Pos Indonesia menerbitkan prangko seri Tahun
Monyet. Penerbitan Prangko seri Tahun Monyet 2016 ini mengambil latar belakang kisah
dalam
tokoh
Pewayangan
Jawa
yaitu
Hanoman.
Prangko yang didesain oleh tim dari Wanara Studio dan dicetak oleh Perum Peruri tersebut
memiliki detail teknis sebagai berikut :

Prangko edisi Shio Monyet ini diterbitkan sebanyak 300.000 set dengan harga Rp 9.000
per set (terdiri dari 3 desain prangko) dengan nominal masing-masing Rp 3.000.
Mini sheet seri Tahun Monyet diterbitkan sejumlah 5.000 lembar dengan harga per
lembar Rp. 18.000

Souvenir Sheet seri Tahun Monyet diterbitkan sejumlah 8.000 lembar dengan harga per
lembar Rp. 10.000.
Sampul Hari Pertama (SHP) seri Tahun Monyet diterbitkan sejumlah 3.000 lembar
dengan harga per lembar Rp. 12.000.
Sampul Hari Pertama SS (SHP SS) seri Tahun Monyet diterbitkan sejumlah 3.000
lembar dengan harga per lembar Rp. 13.000.

Kisah
Hanoman
dalam
Pewayangan
Jawa
Hanoman adalah putra Batara Guru dan Anjani yang diasuh dan menjadi anak angkat Batara Ayu.
Anjani adalah putri sulung Resi Gotama yang terkena kutukan sehingga berwajah kera. Atas
perintah ayahnya, Anjani bertapa telanjang di telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru yang
sedang melintas di atas telaga melihat Anjani yang sedang bertapa. Melihat Anjani, Raja para dewa
pewayangan itu pun terkesima hingga mengeluarkan mani yang kemudian diusap dengan daun
asam dan dibuang ke telaga. Daun asam tersebut melintas dihadapan Anjani yang kemudian
dipungut dan dimakan. Peristiwa tersebut menyebabkan Anjani mangandung. Hingga pada
waktunya, Anjani melahirkan seekor kera berbulu putih yang diberi nama Hanoman. Anjani
kembali
berwajah
cantik
dan
dibawa
ke
kahyangan
sebagai
bidadari.
Bayi kera berbulu putih tersebut diambil oleh Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Selama
dalam pengasuhan Batara Bayu, Hanoman diberikan pendidikan dan ilmu kesaktian sehingga kuat
dan sakti seperti ayah angkatnya. Setelah selesai, Hanoman turun ke dunia dan mengabdi kepada
pamannya
Sugriwa,
raja
kera
Guwakiskenda.
Setelah terjadi perebutan kekuasaan raja kera antara Sugriwa dan kakaknya Subali, Hanoman
bertemu dengan Rama dan Laksmana. Rama meminta bantuan Hanoman pergi ke istana Alengka
untuk menyelidiki dan melihat keadaan Sita yang diculik oleh Rahwana raja Alengka. Di sana,
Hanoman membuat kekacauan sehingga ditangkap dan dihukum dengan cara dibakar. Namun
berkat kesaktiannya, Hanoman justru kebal terhadap api dan mampu membakar sebagian ibukota
Alengka tersebut. Peristiwa ini dalam pewayangan Jawa dikenal dengan sebutan Hanoman Obong.
Dalam upayanya merebut kembali Sita dari tangan Rahwana, Rama dibantu oleh pasukan kera.
Pasukan kera bahu membahu membangun jembatan menuju istana Alengka yang terletak di atas

sebuah pulau. Di antara pasukan kera tersebut, turut membantu Anggada dan Anila.
Anggada yang digambarkan berbulu merah adalah anak Subali yang mempunyai kesaktian mampu
meloncat sejauh 900 mil. Dalam penyerangan ke Alengka, Anggada berhasil membawa mahkota
Rahwan
dan
dipersembahkan
kepada
Rama.
Anila adalah patih kerajaan Guwakiskenda ketika dipimpin oleh Sugriwa. Anila digambarkan
sebagai kera berbulu ungu, bertubuh kecil dan gemuk namun sangat cerdik. Dalam pewayangan,
keberadaan Anila berkat kesaktian Batara Guru yang kemudian dianggap sebagai anak Batara
Narada.
Pertempuran di Alengka akhirnya dimenangkan oleh pihak Rama yang dibantu oleh pasukan kera.
Sita kembali ke pangkuan Rama sedangkan Rahwana berhasil dibunuh oleh Rama yang dibantu
oleh Hanoman.

Anda mungkin juga menyukai