Skenario A
Skenario A
B. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Batuk berdahak
3. Nodul
4. Infiltrat
5. Limfonodi
6. Hilar paru
7. Fine needle aspiration : Biopsi untuk memperoleh jaringan dengan cara penghisapan
(FNA)
8. Granuloma
9. Sel epitheliod
makrofag
tersebut
memanjang,
bergranula,
: Sel raksasa berinti banyak yang terbentuk dari fusi sel sel
epiteloid, biasa ditemukan pada reaksi radang granulomatous.
C. IDENTIFIKASI MASALAH
Tn. Budi, 22 tahun, datang ke klinik penyakit dalam RSMH dengan keluhan
utama batuk berdahak yang hilang timbul sejak 4 bulan yang lalu. Tn. Budi
Chief
juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan berkurang,
Complain
Main
Problem
atas kelompok sel-sel epitheloid, 1-2 sel datia langhans dan nekrosis
perkijuan. Tidak dijumpai tanda-tanda ganas.
D. ANALISIS MASALAH
1. Tn. Budi, 22 tahun, datang ke klinik penyakit dalam RSMH dengan keluhan utama batuk
berdahak yang hilang timbul sejak 4 bulan yang lalu. Tn. Budi juga mengeluh demam
yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan berkurang, serta berkeringat terutama menjelang
malam hari
a. Bagaimana patofisiologi dari batuk berdahak kronik?
Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan seperti
bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia..Rangsangan yang biasanya
menyebabkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Pada kasus
ini hipotesis penyebab batuk berdahak kronik adalah akibat dari peradangan.
Komponen refleks batuk adalah reseptor, saraf aferen, pusat batuk, saraf
eferan dan efektor. Reseptor batuk tersebar di larings, trakea, bronkus, telinga,
3
terjadilah proses
menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Apabila banyak mukus yang terkumpul
akibat radang atau benda asing lainnya maka reseptor batuk akan terangsang
sehingga udara beserta mukus akan terlempar keluar dari saluran napas.
b. Mengapa batuk berdahak pada Tn. Budi hilang timbul sejak 4 bulan yang lalu?
Batuk berdahak yang dialami Tn. Budi terjadi secara hilang timbul
disebabkan oleh adanya iritan dari bakteri M. tuberculosis. Bakteri ini terutama aktif
dimalam hari, dan kurang aktif di siang hari, dikarenakan baakteri ini sensitive
terhadap paparan sinar UV dan menyukai udara yang lembab.
c. Apasajakah kemungkinan penyakit yang menyebabkan batuk berdahak kronik?
Selain tuberkulosis, beberapa penyakit yang dapat menimbulkan batuk
berdahak kronik adalah sebagai berikut.
1. Bronkitis. Bronkitis merupakan salah satu tipikal Penyakit Paru Obstruksi
Kronis. Sputum yang dihasilkan dapat jernih, berwarna hijau, abu-abu, atau
kuning.
2. Pneumonia. Sputum yang dihasilkan dapat hijau, kuning, atau berdarah.
3. Kanker paru.
d. Bagaimana mekanisme demam subfebril pada pasien ini?
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari
luar tubuh, baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolisakarida
(LPS) pada dinding bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada
bakteri gram positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang
makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan
IFN-, yang bertindak sebagai pirogen endogen.
4. Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik: Tampak sakit sedang, sensorium compos mentis, BB:
45 kg, TB: 160 cm, sedikit anemis, RR:24x /menit, nadi: 72x/menit, T: 37,9 oC, pada
auskultasi didapatkan ronchi basah kasar pada kedua apex paru.
Status Lokalis: pada colli sinistra teraba 2 nodul ukuran 2x2 cm dan 2x1 cm berbatas
tegas
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan status lokalis regio colli
sinistra?
1. Sensorium compos mentis
Sensorium Compos Mentis merupakan suatu tingkat kesadaran. Dimana
tingkat kesadaran tersebut merupakan ukuran dari kesadaran dan respon
seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Compos Mentis (conscious),
yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
2. IMT (BB dan TB)
IMT menurut Depkes RI (1994)
IMT (kg/m2)
< 17,0
17,0 18,4
18,5 25,0
25,1 27,0
>27,0
Kategori
Kekurangan BB tingkat berat
Kekurangan BB tingkat ringan
Normal
Kelebihan BB tingkat berat
Kelebihan BB tingkat ringan
Kurus
Normal
Gemuk
Untuk menentukan status gizi dapat digunakan indeks massa tubuh, dengan
rumus:
IMT
= BB (kg) / TB2 (m2)
= 45/(1,60)2
= 17,58
3. Sedikit anemis
Untuk pemeriksaan fisik anemia, biasanya diperiksa pada bagian
konjungtiva palpebra, bibir, dan kuku. Pada keadaan anemia biasanya bagian
tersebut tampak lebih pucat. Keadaan anemis disebabkan karena jumlah
pembawa Oksigen di darah rendah, yakni Sel Darah Merah dan Hemoglobin.
4. RR
Nilai normal: 18-24 kali/menit. Pada pasien normal.
5. Nadi
Nilai normal: 60-100kali/menit. Pada pasien ini normal.
Status Lokalis
8
Normalnya, tidak teraba adanya nodul tersebut (paling tidak, teraba 0,5 cm).
Biasanya bila terabanya lebih dari 1 cm, maka dikatakan kelenjar getah bening
membesar. Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran 2 cm biasanya
disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya
disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan
pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis.
Limfadenitis terjadi bila kuman TB terkena pada kelenjar getah bening,
maka akan terjadi radang kelenjar getah bening menahun, yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar getah bening leher hanya di satu sisi, tidak terasa sakit tetapi
berpotensi membesar dan menjadi banyak. Penyebaran ke kelenjar getah bening
biasanya disebabkan karena kuman TBC tertahan di kelenjar amandel dan kemudian
menular ke kelenjar getah bening leher. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh
pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras, multiple.
Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi awal TB primer, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama setelah infeksi. Penyebaran infeksi pada kelenjar
superfisial tersering adalah melalui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Masuknya basil TB ke dalam aliran limfe selama fase awal TB primer paru
dapat tertahan pada satu atau lebih kelenjar superfisial. Dalam beberapa bulan,
penyebaran secara hematogen dapat diketahui jika ditemukan pembesaran seluruh
kelenjar limfe yang bersifat sementara.
Jones dan Campbell mengklasifikasikan lymph nodes tuberculosis ke dalam
beberapa stadium:
-
sekitarnya
Stadium 3: perlunakan sentral akibat pembentukan abses
Stadium 4: formasi abses collar-stud
Stadium 5: formasi traktus sinus
Nodul yang timbul dalam skenario termasuk dalam stadium 1. Mekanisme
timbulnya nodul yaitu akibat proliferasi limfosit dan makrofag pada folikel dan sinus
9
limfoid dan reaksi granulomatosa dari KGB tipikal sebagai respon akibat adanya
infeksi M. Tuberculosis .
b. Mengapa ronchi basah pada pemeriksaan auskultasi paru hanya didapatkan pada
kedua apex paru?
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang bersifat aerob yakni
menyukai daerah yang kaya akan oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberculosis senang
tinggal di daerah apeks paru yang kandungan oksigennya tinggi.
Ronchi basah disebabakan oleh adanya eksudat atau cairan dalam
bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada bronkus dan trakea. Ada ronki basah
nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi basah tak nyaring misalnya pada
bendungan paru. Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari cairan yang berada
dibronkus besar atau trakea.
Ada ronki basah sedang dan ada pula ronki basah halus yang terutama
terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi gesekan rambut antara jari
telunjuk dengan empu jari.
c. Bagaimana hubungan jumlah, ukuran dan bentuk nodul dengan progresifitas
penyakit?
Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran 2 cm biasanya
disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya
disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan
pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis (Narang, 2005). Maka dapat
disimpulkan bahwa penyebab limfadenopati pada kasus ini adalah karena
M.tuberculosis.
Adanya limfadenitis biasanya merupakan komplikasi dini TB primer,
umumnya terjadi dalam 6 bulan pertama setelah infeksi. Kelenjar yang sering
terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior. Secara klinis, karakteristik
kelenjar yang dijumpai biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak hangat
pada perabaan, mudah digerakkan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama
lain.
10
5. Hasil Laboratorium: Hb: 11,2 g%, leukosit 10.800/dl, LED 42 mm/jam, Diff. Count
0/1/4/50/40/5
Pemeriksaan Sputum: (BTA 3x) +/+/+
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan sputum?
Hemoglobin
12
Kategori
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Mengancam
Hb
12,0-16,0g/dl (wanita) dan 14,0-18,0g/dl (pria)
10,0g/dl s.d batas normal
8,0-10,0g/dl
6,5-7,9g/dl
<6,5g/dl
Leukosit
Kadar leukosit Tn. Budi termasuk tinggi, dengan kadar normal 5.00010.000/mm3 darah. Jumlah leukosit ini dapat meningkat saat terdapat infeksi pada
tubuh. Salah satu fungsi kelenjar limfa adalah untuk menghasilkan sel darah
putih. Ketika terjadi infeksi, kelenjar limfe mengeluarkan wbc lebih banyak
kadar normalnya.
Hitung jenis menunjukkan kemungkinan akan terjadinya shift to the right
(peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding neutrofil) yang
menunjukkan adanya infeksi kronik, sekiranya hitung jenis menunjukkan
kemungkinan shift to the left (peningkatan jumlah neutrofil relatif dibanding
limfosit dan monosit) ini bermaksud adanya infeksi akut.
Sputum
Pada
pemeriksaan
Sputum
didapatkan
bahwa
terdapat
bakteri
Ditemukan 1-9 BTAdalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
dahak sebanyak 3 kali (selama 3 hari berturut-turut) atau ambil dahak saat
kunjungan, keesokan hari diambil lagi dan terakhir sewaktu mengantar dahak pagi
ke laboratorium. Maksudnya, apabila dari hasil biakan didapatkan hasil: 3 kali positif
atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti BTA positif, artinya yang bersangkutan
menderita TB. Kalau 1 kali positif, 2 kali negatif, berarti BTA positif juga dan berarti
tertular penyakit TB. Sedangkan bila 3 kali pemeriksaan hasilnya negatif, berarti
BTA negatif, yang bersangkutan tidak tertular TB.
6. Hasil Rontgen: didapat infiltrat pada kedua apex paru serta pembesaran limfonodi
hilar paru
a. Bagaimana makna klinis dari ditemukannya infiltrat pada kedua apex paru?
Lokasi lesi tuberkulosis utamanya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah). Partikel infeksi bisa menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Bila kuman menetap di jaringan paru maka akan
berbentuk sarang tuberkulosis kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau
fokus Ghon.
Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian dari jaringan paru. Pada awal
p e n y a k i t , gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak seperti awan
dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi ini sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas,yang dikenal dengan
tuberkuloma. Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis-garis fibrotik,
kalsifikasi, kavitas (nonskelortik/sklerotik). Adanya bayangan (lesi) berupa infiltrat
pada foto dada menunjukkan adanya aktivitas penyakit. Gambaran infiltrat dan
tuberkuloma diartikan sebagai pneumonia, karsinoma bronkus dan mikosis paru.
b. Mengapa terjadi pembesaran limfonodi di hilar paru?
Pada penderita tuberkulosis konsolidasi biasanya bersifat unifokal dengn
melibatkan multilobar. Konsolidasi dapat terjadi pada lobus manapun, tetapi paling
sering dilaporkan bahwa lobus bawah paling sering terkena pada orang dewasa.
c. Bagaimana histopatologi dari pembesaran limfonodi?
Pembesaran
Lymphadenopathy dapat terlihat pada peningkatan jumlah dan ukuran folikel limfoid
bersamaan dengan proliferasi limfosit sebagai respo terhadap adanya antigen baru.
Pembesaran KGB dengan infiltrasi sel-sel yang normalnya tidak ada seperti tumor
yang metastase atau sel leukemik. Lymphadenopathy dapat terjadi secara sekunder
terhadap suatu stimuli yang tidak diketahui yang menyebabkan sel bertransformasi
menjadi sel limfoma dan berproliferasi secara otonom. Kelenjar getah bening dapat
diinfiltrasi oleh sel polimorfonuklear, kondisi ini disebut lymphadenitis, atau kelenjar
getah bening dapat diinfiltrasi oleh macrophages laden dengan metabolit, seperti
pada lipid storage diseases.
7.
Tuberculous granuloma. Multinucleated giant cell (mature - Langhans type) : berukuran 50 100 microns, inti kecil dan banyak (>20) terletak pada perifer dari sel (tapal kuda), sitoplasma
eosinophilic. Epithelioid cells adalah macrophage yang teraktiavasi dan menyerupai sel epitel.
Pada bagian tepi dari granuloma terdapat lymphocytes (T cells) dan kadang-kadang terdapat
17
plasma cells dan fibroblasts. Caseous necrosis adalah area yang berada ditengah, amorphous,
finely granular, eosinophilic (pink). caseum ini merupakan hasil dari destruksi giant cells dan
epitheloid cells. (Hematoxylin-eosin, ob. x20)
ditandai dengan dimulainya respons cell-mediated immunity (CMI) dan delayedtype hipersensitivity (DTH) yang akan meningkatkan kemampuan pejamu untuk
menghambat atau mengeliminasi kuman. Respons CMI dan DTH merupakan
fenomena yang sangat erat hubungannya dan timbul akibat aktivasi sel T yang
bersifat spesifik. Kedua fenomena yang belum dapat dipisahkan tersebut terjadi
melalui mekanisme respons imun yang sama dan akan mengubah respons pejamu
terhadap pajanan antigen berikutnya.
Respons DTH ditandai dengan nekrosis perkijuan akibat lisisnya sel
makrofag alveoli yang belum teraktivasi, sedang respons CMI timbul setelah
makrofag alveoli teraktivasi sehingga menjadi sel epiteloid matur. Penelitian pada
binatang percobaan menddapatkan kesan bahwa kedua respons imun tersebut terjadi
pada pejamu yang rentan maupun resisten tetapi dengan derajat yang berbeda.13
Pada pejamu yang resisten didapatkan rasio sel-sel epiteloid
terhadap nekrosis
2.
3.
Sebagai bagian dari diagnosis pada penyakit sistemik dengan Lymphadenopathy, contohnya rheumatoid arthritis dan lupus erythematosus.
4.
5.
g. Selain FNA, apa saja cara yang dilakukan untuk mendapatkan specimen?
Core biopsi jarum yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara
21
TNF dan limfotoksin merupakan 2 sitokin yang memiliki efek terhadap sel
endotel: (1) peningkatan sekresi dari prostasiklin, yang meningkatkan aliran darah
dan menyebabkan vasodilatasi lokal; (2) peningkatan ekspresi P-E-selektin,
molekul adhesi yang mempromosikan penempelan limfosit dan monosit; dan (3)
induksi dan sekresi kemokin seperti IL-8.
Kemokin yang diproduksi sel T dan makrofag merekrut lebih banyak lagi leukosit
ke situs reaksi. Tipe inflamasi ini terkadang disebut inflamasi imun.
Reaksi ini diperantarai oleh sel T terssensititasi secara khusus bukan antibodi
22
TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana
terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar
hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar
23
jumlah dan virulensi basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh
lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan Sembuh dengan
meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau meninggal.
TUBERKULOSIS POST-PRIMER/SEKUNDER
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat menjadi
sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat
2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya
dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
24
Rifampisin
Streptomisin
INH
Etambutol
Pirazinamid
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari : Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan Tiga obat
antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan
pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Streptomisin:15mg/kgBB atau
BB >60kg : 1000mg, BB 40 - 60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB
Gagal napas
Pneumotoraks
Gagal jantung
Luluh paru
Efusi pleura
E. LEARNING ISSUE
TUBERCULOSIS
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lain seperti pada kelenjar getah bening, ginjal, jantung, dan lain sebagainya.
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah kuman Mycobacterium tuberculosa, yang
berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC
27
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
tempat gelap dan lembab. Oleh karena itu dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman
(tidur), tertidur lama selama beberapa tahun.
M. tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang, berukuran panjang 5 dan
lebar 3, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob, pada pewarnaan gram
maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu M.
tuberculosis disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Pada dinding sel M.
Tuberculosis lapisan lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan
yang ada dibawahnya, hal ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, yaitu suatu molekul lain
dalam dinding sel M. tuberculosis, yang berperan dalam interaksi antara inang dan
patogen, sehingga M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.
3. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency . Laporan WHO tahun 2004 menyatakan
bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus
BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman
tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia
tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah
penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar
dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta
setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian
akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39
orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per
100.000 penduduk, prevalens HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat
kasus TB yang muncul.
4. Gejala Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk
28
darah, sesak nafas, badan lemas, napsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari satu bulan. Gejalagejala tersebut dapat juga dijumpai pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasi,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
5. Cara Penularan
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah
dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko tinggi untuk
tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan BTA positip terutama pada
waktu batuk atau bersin, dimana pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama
Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara keberadaan sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa
jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi 16 derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB paru ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
6. Perjalanan Penyakit
Riwayat terjadinya TB paru ada dua yaitu infeksi primer dan pasca primer.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di
sana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya
infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi
dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
29
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi
sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi
HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis paska primer adalah
kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
7. Klasifikasi Diagnosis
Dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit TB paru maka dilakukan
serangkaian tindakan yang dimulai anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lanjutan
dapat berupa pemeriksaan bakteri, radiologi dan tes tuberkulin. Penetapan diagnosis
tuberkulosis paru berdasarkan hasil pemeriksaan dahak menurut Depkes RI (2002)
dikelompokkan menjadi penderita TB paru BTA positif yakni sekurang kurangnya 2 dari
3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis aktif.
Penderita TB paru BTA Negatif
hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
Penderita Tuberkulosis Extra Paru, yakni Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru,misalnya, selaput otak,selaput jantung kelenjar limfe,tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
1.
2.
Berciri-ciri :
Makrofag adalah sel jaringan yang berasal dari monosit. Waktu paruh monosit
dalam sirkulasi sekitar 1 hari, di bawah pengaruh molekul adhesi dan faktor kemotaksis
monosit mulai beremigrasi ke tempat jejas dalam waktu 24-48 jam pertama setelah onset
inflamasi akut. Pada saat mencapai jaringan, monosit berubah menjadi makrofag yang
lebih besar.
Makrofag juga bisa menjadi teraktivasi, proses yang menyebabkan ukuran sel
bertambah besar, meningkatnya kandungan enzim lisosom, metabolisme yang lebih
aktif, dan memiliki kemampuan lebih besar untuk membunuh organism yang dimangsa.
Dengan pewarnaan HE standar, di bawah mikroskop sel ini tampak besar, pipih, merah
muda, dan menyerupai sel skuamosa sehingga disebut makrofag epiteloid.
32
Lingkaran jaringan parut ini berguna untuk menahan agen berbahaya yang
disebabkan oleh pembentukan granuloma di tempat pertama jejas, walaupun dapat juga
menjadi penyebab jejas dan disfungsi jaringan. Sering kali sel raksasa berinti banyak dan
berdiameter 40-50 mikron juga ditemukan dalam granuloma. Sel itu terdiri atas massa
sitoplasma besar dan berinti sel banyak dan berasal dari fusi 20 atau lebih makrofag.
33
Pada granuloma yang disebabkan oleh basil tuberkel, suatu kombinasi antara hipoksia
dan jejas akibat radikal bebas menimbulkan nekrosis zona sentral. Secara makroskopis
granuloma memiliki gambaran granular dan perkijuan sehingga disebut nekrosis
kaseosa.
Oleh karena penghubung saluran limfe longgar, cairan limfe akhirnya
menyeimbangkan dengan cairan ekstravaskular. Akibatnya selama peradangan, aliran
saluran limfe meningkat dan membantu mengalirkan cairan edema dari ruang
ekstravaskular. Selain cairan, leukosit dan debris sel juga bisa menemukan jalan masuk
ke dalam limfe. Bahkan pada keadaan inflamasi luas, aliran limfe juga dapat
mengangkut agen penyerang. Akibatnya saluran limfe itu sendiri dapat mengalami
peradangan sekunder (limfangitis), begitu pula kelenjar getah bening (limfadenitis).
Pembesaran kelenjar tersebut biasanya disebabkan oleh proliferasi limfosift dan
makrofag pada folikel dan sinus limfoid, serta hipertrofi sel fagositik.
Contoh klasik DTH adalah reaksi tuberculin, yang muncul pada seseorang yang
telah tersensititasi terhadap basil tuberkel oleh infeksi sebelumnya. Delapan hingga 12
jam setelah injeksi tuberculin (ekstrak protein-lipopolisakarida basil tuberkel) intrakutan,
muncul suatu area eritema dan indurasi setempat yang mencapai puncaknya dalam
waktu 24-72 jam. Secara histologist, reaksi DTH ditandai dengan penumpukan sel Thelper CD4 dan makrofag dalam jumlah yang lebih sedikit. Sekresi lokal sitokin oleh sel
radang mononuclear ini disertai dengan peningkatan permeabilitas mikrovaskular,
sehingga menimbulkan edema dermis dan pengendapan fibrin. Urutan kejadian pada
DTH dimulai dengan pajanan pertama individu terhadap basil tuberkel. Limfosfit CD4
mengenali antigen peptide dari basil tuberkel dan juga antigen kelas II pada makrofag
yang telah memprosesnya.
Proses ini membentuk sel CD4 yang tersensititasi yang tetap berada di dalam
sirkulasi selama bertahun-tahun. Saat terjadi pajanan ulang, sel memori akan
memberikan respons dan Th1 akan mensekresi sitokin. Secara keseluruhan sitokin :
IL-12 merupakan sitokin yang dihasilkan oleh makrofag setelah interaksi awal
dengan basil tuberkel, fungsinya mematangkan sel Th1. Th1 akan mensekresi
Interferon gamma.
Interferon gamma (paling penting) merupakan activator makrofag yang sangat
poten yang meningkatkan produksi makrofag IL-12. Makrofag teraktivasi
mengeluarkan lebih banyak molekul kelas II pada permukaannya sehingga
34
sintesis kolagen.
IL-2 menyebabkan proliferasi sel T yang terakumulasi pada DTH.
TNF dan limfotoksin menggunakan efek pentingnya pada sel endotel.
Meningkatkan sekresi NO dan prostasiklin, meningkatnya pengeluaran selektin E
(molekul adhesi sel mononuclear), induksi dan sekresi IL-8 yang memudahkan
keluarnya limfosit dan monosit dari pembuluh arah.
Molekul MHC kelas II berperan dalam jenis reaksi selular yang berbeda dari
MHC kelas I. Apabila suatu PAC seperti makrofag menyajikan epitop yang suadh
diproses di permukaannya, maka epitop tersebut dikaitkan dengan antigen MHC kelas
II. Sel T CD4 akan mengenali epitop tersebut dan menigkat kompleks MHC-imunogen
melalui kompleks TCR nya. Protein CD4 dari sel T CD4 menstabilkan interaksi, dan sel
CD4 menjadi aktif untuk melanjutkan respons imun.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Patogenesis tuberculosis pada individu
imunokopmeten yang belum pernah terpajan berpusat pada pembentuk imunitas selular
yang menimbulkan resistensi terhadap organism dan menyebabkan terjadinya
hipersensitivitas jaringan terhadap antigen tubercular. Gambaran patologik tuberculosis,
seperti granuloma perkijuan dan kavitasi, terjadi akibat hipersensitivitas jaringan yang
destruktif. Urutan terjadinya pathogenesis dari TB :
Setelah strain virulen mikobakteri masuk ke endosom makrofag (suatu proses yang
diperantarai oleh reseptor makrofag yang mengenali glikolipid berselubung manosa
di dinding sel tubercular), organism mampu menghambat respons mikrobisida
normal dengan memanipulasi pH endosom dan menghentikan pematangan
endosom. Hasil akhir manipulasi endosom ini adalah gangguan pembentuk
fagolisosom efektif sehingga mikobakteri berproliferasi tanpa terhambat.
Oleh karena itu, fase terdini pada tuberculosis primer (<3 minggu) pada orang yang
belum tersensititasi ditandai dengan proliferasi basil tanpa hambatan di dalam
makrofag alveolus dan rongga udara
Meskipun terjadi bateremia, sebagian besar pasien pada tahap ini asimtomatik atau
mengalami gejala mirip flu
35
Di bawah pengaruh IL-12 yang dikeluarkan makrofag, sel TH0 ini mengalami
pematangan menjadi TH1 CD4 yang mempu mengeluarkan interferon gamma.
36
37
Tuberkulosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan. Dampak utama tuberculosis primer adalah bahwa penyakit ini memicu
timbulnya hipersensitivitas dan resistensi. Fokus jaringan parut mungkin mengandung
basil hidup selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup, sehingga menjadi nidus saat
reaktivasi pada masa mendatang ketika pertahanan pejamu menyerang.
38
Biasanya basil yang terhirup tersangkut di rongga udara distal di bagian bawah
lobus, atau bagian atas lobus bawah, umumnya dekat ke pleura. Seiring dengan
terbentuknya sensititasi, muncul daerah konsolidasi meradang berukuran 1-1,5 cm yaitu
fokus Ghon. Pada sebagian besar kasus, bagian tengah fokus ini mengalami nekrosis
perkijuan. Basil tuberkel, baik bebas atau I dalam fagosit, mengalir ke kelenjar regional
yang juga sering mengalami perkijuan. KOmbinasi lesi parenkim dan keterlibatan
kelenjar getah bening ini disebut sebagai kompleks Ghon. Oleh karena itu kompleks
Ghon mengalami fibrosis progresit, sering diikuti oleh kalsifikasi yang terdeteksi secara
radiologis (kompleks Ranke).
Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik
terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang
didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam
beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit.
Tuberkulosis sekunder merupakan pola penyakit yang terjadi pada pejamu yang
telah tersensititasi. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberculosis primer, tetapi
umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa decade setelah infeksi
awal, terutama jika resistensi pejamu melemah. Penyakit ini juga dapat terjadi akibat
reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer
atau karena besarnya inokulum basil hidup. Tuberkulosis paru sekunder biasanya terbatas
di apeks satu atau kedua lobus atas. Mungkin berkaitan dengan tingginya tegangan
oksigen di apeks. Karena sudah terdapat hipersensitivitas, cenderung terjadi pembatasan
fokus. Akibat lokalisasi ini, pada awal perkembangan penyakit kelenjar getah bening
regional kurang terlalu terlibat dibandingkan dengan tuberculosis primer. Di pihak lain,
kavitasi mudah terjadi pada bentuk sekunder, yang menyebabkan penyebaran di
sepanjang saluran napas.
Dapat terjadi tuberculosis paru progresif. Lesi di apeks membesar disertai
meluasnya daerah perkijuan. Erosi ke dalam bronkus menyebabkan bagian tengah
perkijuan keluar, menciptakan suatu kavitas irregular yang dilapisi oleh bahan kaseosa
yang kurang dibungkus oleh jaringan fibrosa. Erosi pembuluh darah menyebabkan
hemoptisis. Tuberkulosis paru miliaris terjadi jika organism keluar melalui limfatik ke
dalam duktus limfatikus, yang mengalirkan isinya ke dalam aliran balik vena untuk
menuju ke sisi kanan jantung dan kemudian ke dalam arteri paru. Setiap lesi adalah fokus
39
mikroskopik atau fokus kecil (2mm) konsolidasi yang tersebar di seluruh parenkim paru
(miliaris berasal dari kemiripan fokus ini dengan biji millet). Tuberkulosis milier sistemik
terjadi jika fokus infeksi di paru mencemari aliran balik vena paru ke jantung, organism
kemudian menyebar melalui sistem arteri sistemik. Tuberkulosis milier banyak
ditemukan di hati, sumsum tulang, limpa, adrenal, meningen, ginjal, tuba fallopii, dan
epididimis.
Induksi terjadinya atau terbentuknya giant cell yaitu adanya glikolipid proinflamasi pada dinding sel mycobacterium yang meninduksi penggabungan makrofag
menjadi giant cell via Toll-Like Receptor 2-dependent, ADAM9- and 1 integrin
mediated pathway.
Pembuluh limfe paru berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus,
pembuluh-pembuluh ini tidak terdapat pada dinding alveoli. Plexus superficialis
(subpleural) terletak di bawah pleura visceralis dan mengalirkan cairannya melalui
permukaan paru ke arah hilum pulmonis, tempat pembuluh limfe bermuara ke nodi
bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan arteriae, venae
pulmonalis menuju ke hilum pulmonis, mengalirkan limfe ke nodi intrapulmonales yang
terletak
di
dalam
substansi
paru,
limfe
kemudian
masuk
ke
dalam
nodi
KGB
dapat
dibedakan
menjadi
pembesaran
KGB
lokal
Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan abnormal.
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan dapat
digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik
satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan. Adanya kemerahan dan
suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif
menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda
peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan
jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan bermingguminggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan
kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan kulit di
atasnya
Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula
(Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling
sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti
pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula
pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman
raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama Kings evil, dimana dipercaya
bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya.
Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut
sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang
sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran
kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.
Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe
regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi
inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional
(limfadenitis). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat
penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru.
Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis,
kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris,
mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004).
Berdasarkan penelitian oleh Geldmacher (2002) didapatkan kelenjar limfe yang terlibat
yaitu: 63,3% pada kelenjar limfe servikalis
42
43
Tuberkulosis milier dapat terjadi setiap saat, biasanya berlangsung dalam 3-6
bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga dengan meningitis TB. Tuberkulosis pleura
terjadi dalam 3-6 bulan, tuberculosis sistem skeletal terjadi pada tahun pertama,
walaupun dapat juga pada tahun kedua dan ketiga. Tuberkulosis ginjal biasanya lebih
lama yaitu 5-25 tahun setelah infeksi primer.
Komplikasi pembesaran kelenjar limfe regional
Fine Needle Aspiration (FNA) adalah prosedur yang dilakukan untuk memperoleh
jaringan dengan cara penghisapan di benjolan atau massa yang berada di bawah lapisan kulit
44
dengan menggunakan jarum yang halus yang terpasang pada spuit (jarum biasanya berukuran 22
atau 25G). Ada 2 jenis FNA:
1. FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) untuk pemeriksaan specimen sel.
2. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) untuk pemeriksaan specimen jaringan.
Prosedur FNA:
Bersihkan permukaan kulit dengan cairan antiseptic.
Dapat dilakukan anestesi pada area yang akan dilakukan FNA.
Dapat juga digunakan ultrasound untuk menentukan lokasi yang tepat untuk melakukan
FNA.
45
Insersikan jarum halus yang terpasang pada spuit pada area abnormal
Piston di dalam tabung suntik ditarik ke arah proksimal; tekanan di dalam tabung
menjadi negatif; jarum manuver mundur-maju. Dengan cara demikian sejumlah sel dari
pegangan.
Aspirat dikeluarkan dan dibuat sediaan hapus, dikeringkan di udara dan dikirimkan ke
laboratorium. Sering terjadi false negative karena kemungkinan jarum tidak tepat saat
pengambilan sel.
Hasil sample dari FNA dapat langsung diperiksa di bawah mikroskop atau dikirim ke
laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Biopsi insisional yaitu pengambilan sampel jaringan melalui pemotongan dengan pisau
bedah. Pasien akan dibius total atau lokal tergantung lokasi massa, lalu dengan pisau
bedah, kulit disayat hingga menemukan massa dan diambil sedikit untuk diperiksa.
Biopsi eksisional yaitu pengambilan seluruh massa yang dicurigai untuk kemudian
diperiksa di bawah mikroskop. Metode ini dilakukan di bawah bius umum atau lokal
tergantung lokasi massa dan biasanya dilakukan bila massa tumor kecil dan belum ada
metastase atau penyebaran tumor.
Core biopsi jarum yaitu pengambilan sampel jaringan atau cairan dengan cara disedot
lewat jarum berukuran besar.
46
Biopsi jarum dengan bantuan endoskopi. Prinsipnya sama yaitu pengambilan sampel
jaringan dengan aspirasi jarum, hanya saja metode ini menggunakan endoskopi sebagai
panduannya. Cara ini baik untuk tumor dalam saluran tubuh seperti saluran pernafasan,
pencernaan dan kandungan. Endoskopi dengan kamera masuk ke dalam saluran menuju
lokasi kanker, lalu dengan jarum diambil sedikit jaringan sebagai sampel.
Punch biopsy. Biopsi ini biasa dilakukan pada kelainan di kulit. Metode ini dilakukan
dengan alat yang ukurannya seperti pensil yang kemudian ditekankan pada kelainan di
kulit, lalu instrument tajam di dalamnya akan mengambil jaringan kulit yang ditekan.
Pasien akan dibius lokal saja dan bila pengambilan kulit tidak besar maka tidak perlu
dijahit.
47
dalam pipet
Biarkan selama 1 menit
Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca pengaduk
Bandingkan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan standart
Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca kadar Hb pada
skala yang ada di tabung pengencer.
b. Leukosit
Alat-alat
1. Alkohol 70%
2. kapas
3. Hemolet
4. Cairan turk
5. Mikroskop
6. Hemocytometer lengkap
7. Kamar hitung
8. Kaca penutup
9. Pipet leukosit
10. Pipet karet
48
Cara
1. Isap darah kapiler dengan pipet leukosit sampai tanda 0.5, hapuslah kelebihan
darah yang melekat di ujung luar pipet.
2. Isap ke dalam pipet (1) cairan Turk sampai tanda 11, sambil memutar-mutar
pipetnya, lepaskan karetnya.
3. Kocok pipet 10-15 detik dalam posisi horizontal sambil diputar-putar.
4. Kocok lagi selama 3 menit, buanglah 4 tetesan yang pertama lalu diisikan ke
dalam kamar hitung yang bersih, biarkan 2-3 menit.
5. Hitung di bawah mikroskop dengan kamar hitung Improved Neubauer:
Leukosit : dengan HPF dalam 64 kotak kecil atau dalam 4 x 16 kotak kecil dan
hasilnya dikalikan dengan 50
c. LED
Pemeriksaan laju endap darah (LED) ialah tes darah yang menggambarkan kecepatan
pengendapan eritrosit dalam plasma sampel darah menggunakan antikoagulan natrium
sitrat. Makin banyak eritrosit yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darah
(LED)-nya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk tes LED manual, tetapi metode
Westergreen merupakan metode yang disarankan oleh International Committee for
Standardization in Hematology (ICSH). Tes LED manual metode Westergreen
mempunyai beberapa kelebihan, antara lain memiliki skala tabung yang panjang
sehingga
memungkinkan
untuk
menghitung
skala
pembacaan
yang
besar.
Kekurangannya bila pemasangan tabung tidak tegak lurus akan memberikan hasil yang
berbeda. Metode inilah yang digunakan dalam pemeriksaan LED kali ini.
MetodeWintrobe:
1. Dengan memakai pipet Wintrobe, masukkanlah darah yang telah dicampur dengan
antikoagulan ke dalam tabung Wintrobe setinggi garis tanda 0 mm. Jagalah jangan
sampai terjadi gelembung hawa atau busa.
2. Biarkan tabung Wintrobe itu dalam sikap tegak-lurus selama 60 menit.
3. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan milimeter dan laporkanlah angka itu
sebagai laju endap darah.
MetodeWestergreen:
1. Isaplah 0,4 ml larutan natrium sitrat 3,8% yang steril dalam spuit yang steril juga.
2. Lakukanlah pungsi vena dengan spuit itu dan isaplah 1,6 ml darah sehingga
mendapatkan campuran sebanyak 2,0 ml.
3. Masukkanlah campuran itu ke dalam tabung dan campurlah baik-baik.
49
4. Isaplah darah itu ke dalam pipet Westergreen sampai garis bertanda 0 mm, kemudian
biarkan pipet itu dalam sikap tegak lurus dalam rakWestergreen selama 60 menit.
5. Bacalah tingginya lapisan plasma dengan milimeter dan laporkanlah angka itu
sebagai laju endap darah.
Sangat penting untuk meletakkan pipet atau tabung laju endap darah dalam sikap
tegak-lurus benar karena selisih kecil dari garis vertikal sudah dapat berpengaruh banyak
terhadap hasil laju endap darah.
d. Diff.count
Alat dan Bahan
Alat :
Mikroskop
Pipet
Pirng kecil
Metanol
Aquadest
Larutan Buffer
Bahan :
Cara Kerja
Membuat Sediaan Apus Darah
1. Mengambil darah kapiler dan mencampurkan dengan EDTA, lalu meneteskan 1 tetes
darah dengan menggunakan pipet (garis tengah tetesan tidak lebih dari 2 mm).
Meletakkan gelas objek tersebut di atas meja dengan tetes darah di sebelah kanan.
2. Mengambil objek lain yang digunakan sebagai kaca penghapus, memilih yang bertepi
3.
benar-benar rata.
Meletakkan kaca penghapus di sebelah kiri tetesan darah dengan tangan kanan,
menyentuhkan kaca pada tetesan darah dan membiarkannya hingga darah menyebar ke
seluruh sisi kaca tersebut. Menunggu sampai darah mengenai titik cm dari sudut kaca.
4. Mengatur sudut kaca penghapus antara 30 - 45 dan segera Menggerakkan kaca ke arah
kiri sambil memegangnya dengan sudut. Jangan menekan kaca pembesar itu ke bawah.
50
Mengusahakan darah telah habis sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari gelas
objek. Hapusan darah tidak boleh terlalu tipis atau terlalu tebal. Ketebalan dapat diatur
dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin besar
sudut atau makin cepat menggeser, makin tipis hapusan darah yang dihasilkan.
5. Membiarkan sediaan kering di udara. Meletakkan sediaan yang akan dipulas di atas rak
tempat memulas dengan lapisan darah ke atas.
6. Meneteskan methanol ke atas sediaan itu, sehingga bagian yang terlapis darah tertutup
seluruhnya. Membiarkan selama 5 menit atau lebih lama. Menuang kelebihan methanol
dari kaca.
7. Meliputi sediaan itu dengan Giemsa yang telah diencerkan (giemsa stain 1 cc menjadi 10
cc dengan aquadest) dan membiarkan selama 30 menit. Membilas dengan air suling.
8. Meletakkan sediaan dalam sikap vertikal dan membiarkan mengering pada udara.
Memeriksa Sediaan Apus Darah
1. Meneteskan satu tetes minyak emersi pada bagian sediaan apus yang baik untuk
diperiksa dan menutup dengan kaca penutup (Deck Glass).
2. Melihat sediaan dengan pembesaran lemah (lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x)
untuk mendapat gambaran menyeluruh.
3. Memperhatikan penyebaran sel-sel darah yang telah cukup merata, dan jumlah leukosit
dan kelompok trombosit.
4. Mulailah hitung jenis leukosit dengan pembesaran 100x. Saat dilakukan hitung jenis
leukosit, sediaan digerakkan sedemikian rupa sehingga satu lapang pandang tidak dinilai
lebih dari satu kali. Mencatat semua jenis leukosit yang dijumpai. Makin banyak leukosit
yang dihitung, makin kecil kesalahan yang terjadi. Biasanya perhitungan dilakukan atas
100 leukosit.
5. Jumlah setiap jenis sel dinyatakan dalam persen
F. KERANGKA KONSEP
G.
Inhalasi aerosol
H.
M. tuberculosis
Difagosit alveolar
macrophage
Menyebar via
Limfogen
Bekembangbiak
I.
didalam macrophage
51
Limfadenopati
Perubahan
Morfologi
Integrasi
Macrophage
Sel
epitheloid
SekresiJ.
sitokin
Aktivasi
K.
Limfosit
Sel Datia
langhans
Aktivasi
macrophage lain
Macrofag
mati
M. tuberculosis
keluar
Nekrosis
Caseosa
GRANULOMA
H. KESIMPULAN
Tn. Budi, 22 tahun, menderita Tuberculosis Paru dan Limfadenitis akibat infeksi M.
tuberculosis yang menyebabkan terbentuknya granuloma-granuloma sehingga terbentuk
gambaran radang kronik spesifik granulomatous.
52
DAFTAR PUSTAKA
penyembuhan-penyakit-tbc
Karpf, Michael. Chapter 149 Lymphadenopathy.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK256/
Di
akses
pada
26-11-13
ATLAS
OF
PATHOLOGY
2nd
Edition.
Di
akses
pada
26-11-13
http://www.pathologyatlas.ro/tuberculous-lymphadenitis-granuloma.php
di
di
54