Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORETIS
A. Landasan Teoretis
1. Hakekat Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Proses belajar memegang peranan yang penting. Guru harus
benar-benar memahami tentang proses belajar peserta didik agar ia
dapat memberikan bimbingan dengan tepat kepada peserta didik,
sehingga nantinya terbentuk perubahan pada diri peserta didik sesuai
dengan yang diharapkan.
Menurut Slameto (2010:2) Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Rogers (dalam Dimyati & Mudjiono 2006:16), bahwa
Belajar yang optimal akan terjadi, bila peserta didik berpartisipasi
secara bertanggung jawab dalam proses belajar. Kompleksitas dalam
belajar dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari peserta didik dan
guru. Dari segi peserta didik, belajar dialami sebagai suatu proses dan
peserta didik mengalami proses mental dalam menghadapi bahan
belajar.

Hamalik, Oemar (2011:27) berpendapat bahwa:


Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman. Menurut pengertian ini belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu
tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi
mengalami. Belajar bukan merupakan suatu penguasaan hasil
latihan melainkan kelakuan.
10

11

Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2010:10)


Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat
stimulasi

lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi

kapabilitas baru.
Menurut Fathurrohman, Pupuh dan M.Sobry Sutikono
(2010:5) dalam bukunya menuju pendidikan bermutu (2004),
mengartikan belajar adalah
Suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya. Kaki seseorang patah karena terkena benda
yang berat yang terjatuh dari atas loteng, ini tidak bisa
disebut perubahan hasil belajar. Jadi perubahan yang
bagaimana yang dapat disebut belajar? Perubahan yang
dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi secara sadar
(disengaja) dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih
baik dari sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan melalui
interaksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kapabilitas baru.
b. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi
anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Usaha
menciptakan lingkungan belajar tersebut menjadi tanggung jawab
guru. Pendapat lain menyatakan bahwa proses belajar itu harus
tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri. Dengan kata lain,

12

anak-anak yang harus aktif belajar, sedangkan guru bertindak


sebagai pembimbing.
Hamalik, Oemar (2011:44) menyatakan bahwa mengajar
memiliki pengertian sebagai berikut:
1) mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada
anak didik atau murid;
2) mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada
generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
3) mengajar adalah usaha mengorganisasi lingkungan
sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa;
4) mengajar atau mendidik itu adalah memberikan
bimbingan kepada murid;
5) mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan
masyarakat; dan
6) mengajar adalah suatu proses membantu siswa
menghadapi kehidupan masyarakat sehari-hari.
John R. Pancella (dalam Slameto. 2010:33) menyatakan
bahwa: Mengajar dapat dilukiskan sebagai membuat keputusan
(decision making) dalam interaksi, dan hasil dari keputusan guru
adalah jawaban siswa atau sekelompok siswa, kepada siapa guru
berinteraksi.
Menurut Alvin W. Howard (dalam Slameto. 2010:32):
Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong,
membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau
mengembangkan skill, attitude ideals (cita-cita), appreciations
(penghargaan) dan knowledge.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
mengajar adalah suatu aktivitas membimbing, mengarahkan dan
mengembangkan skill peserta didik dengan cara mengorganisasi

13

lingkungan sehingga tercipta kondisi belajar yang nyaman bagi


peserta didik, dan nantinya peserta didik tersebut menjadi warga
negara yang baik sesuai dengan tuntunan masyarakat.
c. Pengertian Hasil Belajar
Gagne (dalam Suprijono, Agus. 2011:5-6) menyatakan hasil
belajar berupa:
1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap
rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan;
2) keterampilan
intelektual
yaitu
kemampuan
mempersentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi,
kemampuan
analitis-sintesis
fakta-konsep
dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan
intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas
kognitif bersifat khas;
3) strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan
ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam
memecahkan masalah;
4) keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan
serangkain gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,
sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani; dan
5) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap
merupakan
kemampuan
menginternalisasi
dan
eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan
menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2010:3) Hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar.
Sedangkan menurut Hamalik, Oemar (2011:30) Hasil
belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan

14

tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Yamin, Martinis (2008:33) dengan mengutip aspek hasil
belajar yang dikemukakan oleh Bloom berpendapat bahwa hasil
belajar dapat dibagi dalam tiga kelompok (kawasan), yaitu:
1) tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir,
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana,
yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menentukan siswa untuk menghubungkan
dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur
yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan
kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
mengingat sampai ke tingkat yag paling tinggi yaitu
mencipta. Kawasan kognitif terdiri dari enam
tingkatan, yaitu:
a) mengingat (mengingatkan kembali informasi): fakta,
terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah,
dan sebagainya;
b) mengerti
(menafsirkan
informasi
dengan
menggunakan kata-kata sendiri): mengelompokan,
memberikan, membahas, menjelaskan, menyatakan,
mengenali, menunjukan, mencari dan sebagainya;
c) memakai (menerapkan pengetahuan atau rampatan
pada situasi baru): menerapkan, memilih,
mendemonstrasikan,
mendramatisasikan,
menggunakan, menggambarkan, menafsirkan, dan
sebagainya;
d) menganalisis (memisah-misahkan pengetahuan ke
dalam beberapa bagian dan menunjukan hubungan
antara bagian-bagian tersebut): menganalisis,
menghargai,
menghitung,
mengelompokan,
membandingkan, mempertentangkan, mengecam,
membuat, dan sebagainya;
e) menilai (membuat penilaian berdasarkan patokan
yang telah ditentukan): menghargai, mendebat,
menilai, memilih, mempertahankan, menaksir,
mempertimbangkan, dan sebagainya; dan
f) mencipta (menyatukan bagian-bagian pengetahuan
sehingga memberntuk suatu kesatuan dan
menjalankan hubungan bagi situasi baru): mengatur,

15

merakit, mengumpulkan, mengubah, membangun,


merumuskan, menyusun, menyiapkan, mengusulkan,
dan sebagainya.
2) kawasan afektif merupakan tujuan yang berhubungan
dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati
(attitude) yang menunjukan penerimaan atau penolakan
terhadap sesuatu. ranah afaktif meliputi:
a) tingkat menerima (receiving)
proses pembentukan sikap dan prilaku dengan cara
membangkitkan
kesadaran
tentang
adanya
(stimulus) tertentu yang mengandung estetika;
b) tingkat menanggapi (responding)
memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di
lingkungan belajarnya;
c) tingkat menghargai (valuating)
pengakuan secara objektif (jujur) bahwa siswa itu
objek, sistem atau benda tertentu yang mempunyai
kadar manfaat;
d) tingkat mengorganisasikan (organization)
kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai
menentukan hubungan antar nilai dan menerima
bahwa suatu nilai itu lebih dominan dibanding nilai
yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai
nilai; dan
e) tingkat menghayati (characterization)
sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan
oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang
terdapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan
itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri prilakunya.
3) kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi
kepada keterampilan motorik yang berhubungan dengan
anggota tubuh (action) yang memerlukan koordinasi
antara saraf dan otot. Kawasan psikomotor yaitu:
a) gerakan seluruh badan (gross body movement)
prilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang
memerlukan gerakan fisik secara menyeluruh;
b) gerakan
yang
terkoordinasi
(coordination
movements)
gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara
fungsi salah satu atau lebih indera manusia dengan
salah satu angota badan;
c) komunikasi nonverbal (nonverbal communication)
hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang
menggunakan simbol-simbol atau isyarat, misalnya
dengan tangan, anggukan kepala; dan
d) kebolehan dalam berbicara (speech behaviors)

16

berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan atau


anggota badan lainnya dengan ekspresi muka dan
kemampuan berbicara.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli mengenai hasil belajar,
maka dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku
seseorang yang merupakan hasil dari proses belajar mengajar dengan
ditandai bertambahnya keterampilan intelektual dan motorik
sehingga dapat terlihat atau muncul dari sikapnya dalam menanggapi
dan menghadapi suatu permasalahan.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Menurut

Slameto

(2010:54)

faktor-faktor

yang

mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan


menjadi dua golongan saja.
1) Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar. Faktor intern yang berpengaruh
terhadap belajar terdapat beberapa faktor
a) Faktor jasmaniah
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama
kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat
sejak dalam kandungan sampai sesudah lahir.
Kondisi fisik normal ini terutama harus meliputi
keadaan otak, panca indera, anggota tubuh. Kedua,
kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan
segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. Di
dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan antara lain makan dan
minum yang teratur, olahraga serta cukup tidur.
b) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan
belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan
kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang
dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi
mental yang mantap dan stabil. Faktor psikologis ini
meliputi hal-hal berikut. Pertama, intelegensi.

17

Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang


memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan
belajar seseorang. Kedua, perhatian. Perhatian
adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun
semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal)
atau sekumpulan objek. Ketiga, minat. Minat adalah
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kejadian. Keempat, bakat.
Bakat ini bukan menentukan mampu atau tidaknya
seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih
banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan
seseorang dalam suatu bidang. Kelima, motif. Motif
ini menentukan besar kecilnya kemauan atau
dorongan untuk belajar karena ada yang harus
dicapainya atau tujuan. Keenam, kematangan.
Kematangan adalah suatu tingkat atau fase dalam
pertumbuhan seseorang, di mana alat-alat tubuhnya
sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru.
Ketujuh, kesiapan. Kesiapan adalah ketersediaan
untuk memberi respons atau bereaksi. Kesiapan
berhubungan
dengan
kematangan,
karena
kematangan berarti kesiapan untuk melaksanan
proses pembelajaran.
c) Faktor kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk
dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat
dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
kecenderungan untuk membaringkan tubuh.
Kelelahan jasmani terjadi karena terjadinya
kekacauan substansi sisa pembakaran di dalam
tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada
bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan
dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Kelelahan rohani dapat terjadi terus menerus
memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa
istirahat, menghadapi hal-hal yang selalu
sama/konstan tanpa ada variasi, dan mengerjakan
sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan
bakat, minat, dan perhatian. Dari uraian tersebut
dapatlah
dimengerti
bahwa
kelelahan
itu
mempengaruhi belajar.
2) Faktor ekstern

18

Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.


Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat
dikelompokan menjadi tiga faktor.
a) Faktor keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini
merupakan lingkungan pertama dan utama pula
dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang.
Cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, serta pengertian orang tua berpengaruh
terhadap perkembangan proses belajar dan
pendidikan anak-anaknya maka akan mempengaruhi
keberhasilan belajarnya.
b) Faktor sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk
menentukan keberhasilan belajar siswa. Hal yang
paling mempengaruhi keberhasilan belajar para
siswa di sekolah mencakup metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat
Seorang siswa hendaknya dapat memilih lingkungan
masyarakat yang dapat menunjang keberhasilan
belajar. Masyarakat merupakan faktor ekstern yang
juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena
keberadannya dalam masyarakat. Lingkungan yang
dapat menunjang keberhasilan belajar di antaranya
adalah kegiatan siswa dalam masyarakat mass
media,
teman bergaul,
bentuk kehidupan
masyarakat, dan lain-lain.
2. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut
Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajan, lingkungan pembelajaran, dan
pengelolaan kelas.

19

Menurut Mills, (dalam Suprijono, Agus. 2011:45) Model adalah


bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan
seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model
itu.
Menurut Suprijono, Agus (2011:54) Pembelajaran kooperatif
adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan
oleh guru.
Menurut Sunal dan Hans (dalam Isjoni, 2011:12) Cooperative
learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang
khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar
bekerja sama selama proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Isjoni (2011 : 16):
Coopertive learning adalah suatu model pembelajaran yang saat
ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama
untuk mengatasai permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang
lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang
membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Pelaksaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif.
Menurut Roger dan David Johnson (dalam Lie, Anita, 2008:31):
Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran
kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur

20

dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima


unsur tersebut adalah:
a.
saling ketergantungan positif;
b.
tanggung jawab perseorangan;
c.
tatap muka;
d.
komunikasi antaranggota; dan
e.
evaluasi proses kelompok.
Jadi

model

pembelajaran

koperatif

adalah

suatu

model

pembelajaran yang di rancang untuk mengelompokkan peserta didik


secara heterogen dalam proses pembelajarannya, sehingga terjalin
kerjasama dan kekompakkan antar peserta didik yang berada dalam satu
kelompok.

a.

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Example Non Example
Example non example adalah model pembelajaran yang
menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus/
gambar yang relevan dengan kompetensi dasar.
Model
menggunakan

example
media

non

example

gambar

dalam

adalah

model

penyampaian

yang
materi

pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar


berpikir

kritis

dengan

jalan

memecahkan

permasalahan-

permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang


disajikan.
Model example non example juga merupakan model yang
mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis
sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara.

21

Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui


pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.
Example and Non example adalah model yang dapat digunakan
untuk mengajarkan definisi konsep.
Model ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat
dengan menggunakan dua hal yang terdiri dari example dan nonexample dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa
untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.
Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh
akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non-example
memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari
suatu materi yang sedang dibahas.
Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar
anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk
diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar.
Penggunaan model pembelajaran example non example ini lebih
menekankan pada konteks analisis siswa. Biasa yang lebih dominan
digunakan di kelas tinggi, namun dapat juga digunakan di kelas
rendah

dengan

menenkankan

aspek

psikoligis

perkembangan siswa kelas rendah seperti:


1) kemampuan berbahasa tulis dan lisan;
2) kemampuan analisis ringan; dan
3) kemampuan berinteraksi dengan siswa lainnya.

dan

tingkat

22

Model example non example penting dilakukan karena suatu


definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer
hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan
memusatkan perhatian peserta didik terhadap example dan nonexample diharapkan akan dapat mendorong peserta didik untuk
menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.
Adapun langkah-langkah example non example menurut Santoso,
Eko Budi (2011) adalah sebagai berikut:
1)
guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan
tujuan pembelajaran;
2)
guru menempelkan gambar di papan atau
ditayangkan lewat power point;
3)
guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan
kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar;
4)
melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil
diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas;
5)
tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil
diskusinya;
6)
mulai dari komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai
menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai; dan
7)
kesimpulan.
Kelebihan model pembelajaran example non example:
1) siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar;
2) siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh
gambar; dan
3) siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya.
Kekurangan :
1) tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar;
dan
2) memakan waktu yang lama.
Menurut Buehl (dalam Santoso, Eko Budi. 2011) keuntungan
dari model example non example antara lain:
1) siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya
digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya
dengan lebih mendalam dan lebih komplek;
2) siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan),
yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara

23

progresif melalui pengalaman dari example dan non


example; dan
3) siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk
mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan
mempertimbangkan
bagian
non
example
yang
dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang
merupakan suatu karakter dari konsep.
3. Deskripsi Materi Konsep Dunia Tumbuhan (Kingdom plantae)
a. Pengertian Tumbuhan
Tumbuhan merupakan salah satu keanekaragaman hayati yang
banyak dimanfaatkan manusia. Hewan pun bergantung pada
tumbuhan sebagai sumber energi. Dunia tumbuhan atau kingdom
plantae merupakan organisme multiseluler dan eukariotik, sel-selnya
terlindung oleh dinding yang terbuat dari selulosa, mempunyai
klorofil yang terkumpul dalam plastida. Klorofil adalah pigmen yang
mampu menyelenggarakan fotosintesis, sehingga tumbuhan bersifat
autotrof. Tumbuhan berkembang biak secara seksual dan aseksual, selsel tumbuhan multiseluler membentuk jaringan dan organ.
Dunia

tumbuhan

digolongkan

menjadi:

tumbuhan

tak

berpembuluh terdiri dari tumbuhan lumut (Bryophyta), tumbuhan


berpembuluh terdiri dari tumbuhan paku (Pteridophyta) dan tumbuhan
biji (Spermatophyta).
1) Bryophyta (Tumbuhan Lumut)
Tumbuhan lumut berwarna hijau karena mempunyai sel-sel
dengan plastida yang menghasilkan klorofil a dan b, lumut bersifat
autotrof. Lumut merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan

24

lumut berkormus dan bertalus. Lumut dapat beradaptasi untuk


tumbuh di tanah, belum mempunyai jaringan pengangkut, sudah
memiliki dinding sel yang terdiri dari selulosa.
a) Ciri-ciri Bryophyta
Bryophyta berasal dari bahasa Yunani, kata bryum yang
berarti lumut dan phyta artinya adalah tumbuhan. Tumbuhan
lumut memiliki ciri-ciri:
(1) memiliki habitat di daerah yang lembap;
(2) tumbuhan lumut merupakan peralihan dari thallophyta ke
cormophyta, karena tumbuhan lumut belum memiliki akar
sejati;
(3) akar pada tumbuhan lumut masih berupa rhizoid, selain itu
tumbuhan ini belum memiliki berkas pembuluh angkut
xylem dan floem, sehingga untuk mengangkut zat hara dan
hasil fotosintesisnya menggunakan sel-sel parenkim yang
ada;
(4) tumbuhan lumut memiliki klorofil atau zat hijau daun
sehingga cara hidupnya fotoautotrof ;
(5) tumbuhan lumut dalam hidupnya dapat bereproduksi secara
aseksual dengan pembentukan spora haploid dan reproduksi
seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina;
dan
(6) dalam siklus hidupnya atau metagenesis tumbuhan lumut,
akan didapati fase gametofit, yaitu tumbuhan lumut sendiri
yang lebih dominan dari fase sporofit, yaitu sporogonium.
b) Klasifikasi Bryophyta

25

Divisio tumbuhan lumut dibagi menjadi beberapa kelas,


yaitu:
(1) Musci (lumut daun)
Disebut lumut daun karena pada jenis lumut ini telah
ditemukan daun meskipun ukurannya masih kecil. Lumut
daun merupakan jenis lumut yang banyak dijumpai
sehingga paling banyak dikenal. Contoh-contoh spesiesnya
adalah Polytrichum juniperinum.

Gambar 2.1
Polytrichum juniperinum
Sumber: Baskauf. (2002)
(2) Hepaticae (lumut hati)
Lumut hati atau Hepaticae dapat bereproduksi
secara seksual dengan peleburan gamet jantan dan
betina, secara aseksual dengan pembentukan gemmae.
Contohnya adalah Marchantia polymorpha.

Gambar 2.2
Marchantia polymorpha
Sumber: Haryono. (2009)

26

(3) Anthocerotaceae (lumut tanduk)


Disebut sebagai lumut tanduk karena morfologi
sporofitnya mirip seperti tanduk hewan. Contohnya
Anthoceros leavis.

Gambar 2.3
Anthoceros laevis
Sumber: Hariri. (2010)
c) Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Lumut

Gambar 2.4
Pergiliran keturunan lumut
Sumber: Hariri. (2010)
Pada tumbuhan lumut, proses reproduksi baik secara
seksual dan aseksual berlangsung melalui suatu proses yang
disebut

sebagai metagenesis.

Dalam

metagenesis,

terjadi

pergiliran keturunan antara generasi sporofit (2n) dan generasi


gametofit (n). Ketika ada spora yang jatuh pada tempat yang

27

sesuai, maka spora tadi akan tumbuh menjadi protonema.


Protonema tadi akan segera tumbuh menjadi tumbuhan lumut
dewasa yang akan menghasilkan gamet jantan, yaitu anteridium
yang akan menghasilkan spermatozoid dan juga menghasilkan
gamet betina, yaitu arkegonium yang akan menghasilkan ovum.
Apabila terjadi fertilisasi antara spermatozoid dengan ovum
maka akan terbentuk zigot, zigot tadi akan segera berkembang
menjadi sporogonium yang akan menghasilkan spora. Spora
yang dihasilkan sporogonium akan membelah dan akan keluar
serta tumbuh lagi menjadi protonema. Siklus akan berjalan
seperti semula.
d) Peranan Tumbuhan Lumut dalam Kehidupan
Dalam kehidupan, tumbuhan lumut juga memiliki
manfaat, di antaranya adalah:
(1) dalam ekosistem yang masih alami, lumut merupakan
tumbuhan perintis karena dapat melapukkan batuan
sehingga dapat ditempati oleh tumbuhan yang lain.
(2) lumut dapat menyerap air yang berlebih, sehingga dapat
mencegah terjadinya banjir.
(3) lumut jenis Marchantia polymorpha dapat digunakan
sebagai obat hepatitis (radang hati), dan Sphagnum untuk
bahan pembalut.

28

2) Pterydophyta (Tumbuhan Paku)


Sama dengan tumbuhan lumut, tumbuhan paku merupakan
tumbuhan yang sebagian besar hidup di tempat-tempat yang
lembap.
a) Ciri-ciri Pterydophyta
Tumbuhan paku memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(1) berbeda dengan tumbuhan lumut, tumbuhan paku sudah
memiliki akar, batang, dan daun sejati. Oleh karena itu,
tumbuhan paku termasuk kormophyta berspora;
(2) baik pada akar, batang, dan daun, secara anatomi sudah
memiliki berkas pembuluh angkut, yaitu xilem yang
berfungsi mengangkut air dan garam mineral dari akar
menuju daun untuk proses fotosintesis, dan floem yang
berfungsi mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh
bagian tubuh tumbuhan;
(3) habitat tumbuhan paku ada yang di darat dan ada pula
yang di perairan serta ada yang hidupnya menempel;
(4) pada waktu masih muda, biasanya daun tumbuhan paku
menggulung dan bersisik;
(5) tumbuhan paku dalam hidupnya dapat bereproduksi secara
aseksual dengan pembentukan gemmae dan reproduksi
seksual dengan peleburan gamet jantan dan gamet betina;

29

(6) dalam siklus hidup (metagenesis) terdapat fase sporofit,


yaitu tumbuhan paku sendiri;
(7) fase sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki
sifat lebih dominan daripada fase gametofitnya; dan
(8) memiliki klorofil sehingga cara hidupnya hidupnya
fotoautotrof.
b) Macam-macam daun pada tumbuhan paku
1) Berdasarkan ukurannya daun pada tumbuhan paku adalah:
(a) Mikrofil
Berasal dari kata mikro yang berarti kecil dan
folium yang berarti daun, jadi daun ini memiliki
ukuran yang kecil dan jaringan-jaringan di dalamnya
belum terdiferensiasi secara jelas.
(b) Makrofil
Berasal dari kata makro yang artinya besar dan
folium yang berarti daun, jadi daun ini memiliki
ukuran yang besar dan sudah terdiferensiasi. Di sini
sudah bisa didapatkan jaringan epidermis serta daging
daun yang terdiri atas jaringan spons dan jaringan
bunga karang.
2) Berdasarkan fungsinya daun pada tumbuhan paku adalah:

30

(a) tropofil
merupakan daun yang hanya berguna untuk
fotosintesis. Pada daun ini, tidak dihasilkan spora
yang merupakan alat perkembangbiakan tumbuhan
paku;
(b) sporofil
merupakan jenis daun pada tumbuhan paku
yang selain dapat digunakan untuk fotosintesis juga
dapat menghasilkan spora. Spora tumbuhan paku
terletak dalam sorus yang merupakan kumpulan dari
kotak spora (sporangium).
3) Berdasarkan jenis-jenis spora yang dihasilkan, dikenal
tumbuhan paku homospora, paku peralihan, dan paku
heterospora.
(a) Paku homospora
Merupakan

jenis

paku

yang

hanya

menghasilkan spora jantan atau spora betina saja.


Contohnya adalah Lycopodium atau paku kawat.

31

Gambar 2.5
Lycopodium
Sumber: Bastiani. (2011)
(b) Paku peralihan
Merupakan

jenis

paku

yang

dapat

menghasilkan dua macam spora, yaitu spora jantan


dan spora betina. Namun, spora-spora yang dihasilkan
tersebut

memiliki

bentuk

dan

ukuran

sama. Contohnya adalah Equisetum debile.

Gambar 2.6
Equisetum debile
Sumber: Hariri (2010)

(c) Paku Heterospora

yang

32

Merupakan

jenis

paku

yang

dapat

menghasilkan spora dengan jenis dan ukuran yang


berbeda, yaitu spora jantan dan spora betina. Spora
jantan memiliki ukuran yang lebih kecil, atau biasa
disebut sebagai mikrospora dan spora betina memiliki
ukuran yang lebih besar, atau biasa disebut sebagai
makrospora.

Contohnya

adalah Marsilea

crenata

(semanggi) dan Selaginella widenowii.

Gambar 2.7
Marsilea crenata
Sumber: Rusyana. (2010)
c) Klasifikasi Pterydophyta
Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas,
yaitu:
(1) psilophytinae
contohnya adalah Psilotum nodum. Anggota kelas ini
banyak yang telah punah;

33

Gambar 2.8
Psilotum nodum
Sumber: Hariri. (2010)
(2) equisetinae
contohnya adalah Equisetum debile atau paku ekor kuda;

Gambar 2.9
Equisetum debile
Sumber: Hariri. (2010)
(3) lycopodinae
contohnya adalah Lycopodium atau paku kawat dan
Marsilea crenata (semanggi);

34

Gambar 2.10
Marsilea
Sumber: Rusyana. (2010)
(4) filicinae
contohnya adalah paku pakis;

Gambar 2.11
Paku pakis
Sumber: Hariri. (2010)

d) Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Paku

35

Gambar 2.12
Pergiliran keturunan paku
Sumber: Rahmawati. (2010)
Pada metagenesis tumbuhan paku, baik pada paku
homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada
prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang
cocok, spora tadi akan berkembang menjadi protalium yang
merupakan generasi penghasil gamet atau biasa disebut
sebagai

generasi

gametofit,

yang

akan

segera

membentuk anteredium yang akan menghasilkan spermatozoid


dan arkegonium yang akan menghasilkan ovum. Ketika
spermatozoid dan ovum bertemu, akan terbentuk zigot yang
diploid yang akan segera berkembang menjadi tumbuhan paku.
Tumbuhan paku yang kita lihat sehari-hari merupakan generasi
sporofit

karena

akan menghasilkan

mampu
spora

membentuk
untuk

sporangium

yang

perkembangbiakan. Fase

sporofit pada metagenesis tumbuhan paku memiliki sifat


lebih dominan daripada fase gametofitnya. Apabila kita amati
daun tumbuhan paku penghasil spora (sporofil), di sana akan
kita jumpai organ-organ khusus pembentuk spora. Spora

36

dihasilkan dan dibentuk dalam suatu wadah yang disebut


sebagai sporangium. Biasanya sporangium pada tumbuhan
paku terkumpul pada permukaan bawah daun.
e) Manfaat Tumbuhan Paku
Dalam kehidupan sehari-hari, tumbuhan paku juga
berperan dalam kehidupan, antara lain:
(1) sebagai tanaman hias, misalnya Adiantum cuneatum
(suplir),

Asplenium

nidus

(paku

sarang

burung),

Lycopodium (paku tanduk rusa), dan Platycerium biforme


(paku simbar menjangan);
(2) sebagai tanaman obat, misalnya rimpang dari Aspidium
filixmas (Dryopteris) yang mampu mengobati cacingan;
(3) sebagai bingkai dalam karangan bunga;
(4) sebagai pupuk hijau, yaitu Azolla pinnata yang hidup di
sawah-sawah; dan
(5) sebagai sayuran, contohnya adalah Marsilea crenata
(semanggi).

B.

Penelitian yang Relevan


Penelitian yang relevan yang dapat dijadikan rujukan oleh penulis
untuk membuat skripsi ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Irawan,

37

Feby (2011:74). Berdasarkan hasil penelitiannya dapat diperoleh kesimpulan


bahwa terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif example non example dibantu media power
point pada konsep Dunia Tumbuhan.
C.

Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar tidak hanya sebatas pemindahan informasi
berupa teori-teori dari guru ke peserta didik. Namun peserta didik juga harus
dihadapkan pada objek yang sebenarnya agar materi yang dipelajari dapat
dipahami bukan sekedar hapalan semata. Namun dalam menunjukan objek
asli pada peserta didik, guru dihadapkan pada kendala kekurangan sarana dan
prasarana. Untuk menyiasati kendala tersebut maka objek asli dapat diganti
dengan gambar. Peserta didik diberikan gambar-gambar yang sesuai dengan
materi pelajaran. Sehingga peserta didik tidak hanya sebatas membayangkan
objek yang sedang dipelajari.
Penggunaan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran
juga bertujuan mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dengan jalan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contohcontoh gambar yang disajikan.Agar pemahaman peserta didik dapat maksimal
maka peserta didik harus dihadapkan pada banyak gambar baik yang
termasuk contoh maupun bukan contoh.
Model pembelajaran kooperatif tipe example non example ditujukan
agar peserta didik dapat melihat gambar-gambar yang relevan dan yang tidak
relevan dengan materi yang disampaikan. Sehingga dari gambar yang relevan
dengan materi peserta didik dapat mengaplikasikan materi tersebut dalam

38

kehidupan sehari-hari, karena otomatis dengan melihat gambar yang


ditampilkan peserta didik dapat menganalisis

dan mengembangkan

pengetahuannya secara luas dan kompleks. Dan dengan melihat gambar yang
tidak relevan dengan materi peserta didik dapat mengeksplorasi karakteristik
dari materi tersebut. Selain itu dengan penggunaan model pembelajaran
example non example ini peserta didik dapat terus mengingat materi yang
telah disampaikan, karena biasanya gambar-gambar dapat lebih berkesan dan
menarik.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis menduga model pembelajaran
kooperatif tipe Example non Example dapat diterapkan pada konsep Dunia
Tumbuhan.
D.

Hipotesis
Ho : Model pembelajaran kooperatif tipe example non example kurang
cocok diterapkan pada proses pembelajaran konsep Dunia
Tumbuhan di kelas X SMA Negeri 1 Manonjaya.
Ha : Model pembelajaran kooperatif tipe example non example cocok
diterapkan pada proses pembelajaran konsep Dunia Tumbuhan di
kelas X SMA Negeri 1 Manonjaya.

Anda mungkin juga menyukai