LANDASAN TEORETIS
A. Landasan Teoretis
1. Hakekat Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Proses belajar memegang peranan yang penting. Guru harus
benar-benar memahami tentang proses belajar peserta didik agar ia
dapat memberikan bimbingan dengan tepat kepada peserta didik,
sehingga nantinya terbentuk perubahan pada diri peserta didik sesuai
dengan yang diharapkan.
Menurut Slameto (2010:2) Belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Rogers (dalam Dimyati & Mudjiono 2006:16), bahwa
Belajar yang optimal akan terjadi, bila peserta didik berpartisipasi
secara bertanggung jawab dalam proses belajar. Kompleksitas dalam
belajar dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari peserta didik dan
guru. Dari segi peserta didik, belajar dialami sebagai suatu proses dan
peserta didik mengalami proses mental dalam menghadapi bahan
belajar.
11
kapabilitas baru.
Menurut Fathurrohman, Pupuh dan M.Sobry Sutikono
(2010:5) dalam bukunya menuju pendidikan bermutu (2004),
mengartikan belajar adalah
Suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil
pengalamannya
sendiri
dalam
interaksi
dengan
lingkungannya. Kaki seseorang patah karena terkena benda
yang berat yang terjatuh dari atas loteng, ini tidak bisa
disebut perubahan hasil belajar. Jadi perubahan yang
bagaimana yang dapat disebut belajar? Perubahan yang
dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi secara sadar
(disengaja) dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih
baik dari sebelumnya.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan melalui
interaksi dengan lingkungannya sehingga diperoleh kapabilitas baru.
b. Pengertian Mengajar
Mengajar adalah aktivitas mengorganisasi atau mengatur
lingkungan sebaik-baiknya sehingga menciptakan kesempatan bagi
anak untuk melakukan proses belajar secara efektif. Usaha
menciptakan lingkungan belajar tersebut menjadi tanggung jawab
guru. Pendapat lain menyatakan bahwa proses belajar itu harus
tumbuh dan berkembang dari diri anak sendiri. Dengan kata lain,
12
13
14
tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Yamin, Martinis (2008:33) dengan mengutip aspek hasil
belajar yang dikemukakan oleh Bloom berpendapat bahwa hasil
belajar dapat dibagi dalam tiga kelompok (kawasan), yaitu:
1) tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir,
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana,
yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan
masalah yang menentukan siswa untuk menghubungkan
dan menggabungkan gagasan, metode atau prosedur
yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan
kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan
tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat
mengingat sampai ke tingkat yag paling tinggi yaitu
mencipta. Kawasan kognitif terdiri dari enam
tingkatan, yaitu:
a) mengingat (mengingatkan kembali informasi): fakta,
terminologi, rumus, strategi pemecahan masalah,
dan sebagainya;
b) mengerti
(menafsirkan
informasi
dengan
menggunakan kata-kata sendiri): mengelompokan,
memberikan, membahas, menjelaskan, menyatakan,
mengenali, menunjukan, mencari dan sebagainya;
c) memakai (menerapkan pengetahuan atau rampatan
pada situasi baru): menerapkan, memilih,
mendemonstrasikan,
mendramatisasikan,
menggunakan, menggambarkan, menafsirkan, dan
sebagainya;
d) menganalisis (memisah-misahkan pengetahuan ke
dalam beberapa bagian dan menunjukan hubungan
antara bagian-bagian tersebut): menganalisis,
menghargai,
menghitung,
mengelompokan,
membandingkan, mempertentangkan, mengecam,
membuat, dan sebagainya;
e) menilai (membuat penilaian berdasarkan patokan
yang telah ditentukan): menghargai, mendebat,
menilai, memilih, mempertahankan, menaksir,
mempertimbangkan, dan sebagainya; dan
f) mencipta (menyatukan bagian-bagian pengetahuan
sehingga memberntuk suatu kesatuan dan
menjalankan hubungan bagi situasi baru): mengatur,
15
16
Slameto
(2010:54)
faktor-faktor
yang
17
18
19
20
model
pembelajaran
koperatif
adalah
suatu
model
a.
example
media
non
example
gambar
dalam
adalah
model
penyampaian
yang
materi
kritis
dengan
jalan
memecahkan
permasalahan-
21
dengan
menenkankan
aspek
psikoligis
dan
tingkat
22
23
tumbuhan
digolongkan
menjadi:
tumbuhan
tak
24
25
Gambar 2.1
Polytrichum juniperinum
Sumber: Baskauf. (2002)
(2) Hepaticae (lumut hati)
Lumut hati atau Hepaticae dapat bereproduksi
secara seksual dengan peleburan gamet jantan dan
betina, secara aseksual dengan pembentukan gemmae.
Contohnya adalah Marchantia polymorpha.
Gambar 2.2
Marchantia polymorpha
Sumber: Haryono. (2009)
26
Gambar 2.3
Anthoceros laevis
Sumber: Hariri. (2010)
c) Metagenesis atau Pergiliran Keturunan Lumut
Gambar 2.4
Pergiliran keturunan lumut
Sumber: Hariri. (2010)
Pada tumbuhan lumut, proses reproduksi baik secara
seksual dan aseksual berlangsung melalui suatu proses yang
disebut
sebagai metagenesis.
Dalam
metagenesis,
terjadi
27
28
29
30
(a) tropofil
merupakan daun yang hanya berguna untuk
fotosintesis. Pada daun ini, tidak dihasilkan spora
yang merupakan alat perkembangbiakan tumbuhan
paku;
(b) sporofil
merupakan jenis daun pada tumbuhan paku
yang selain dapat digunakan untuk fotosintesis juga
dapat menghasilkan spora. Spora tumbuhan paku
terletak dalam sorus yang merupakan kumpulan dari
kotak spora (sporangium).
3) Berdasarkan jenis-jenis spora yang dihasilkan, dikenal
tumbuhan paku homospora, paku peralihan, dan paku
heterospora.
(a) Paku homospora
Merupakan
jenis
paku
yang
hanya
31
Gambar 2.5
Lycopodium
Sumber: Bastiani. (2011)
(b) Paku peralihan
Merupakan
jenis
paku
yang
dapat
memiliki
bentuk
dan
ukuran
Gambar 2.6
Equisetum debile
Sumber: Hariri (2010)
yang
32
Merupakan
jenis
paku
yang
dapat
Contohnya
adalah Marsilea
crenata
Gambar 2.7
Marsilea crenata
Sumber: Rusyana. (2010)
c) Klasifikasi Pterydophyta
Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas,
yaitu:
(1) psilophytinae
contohnya adalah Psilotum nodum. Anggota kelas ini
banyak yang telah punah;
33
Gambar 2.8
Psilotum nodum
Sumber: Hariri. (2010)
(2) equisetinae
contohnya adalah Equisetum debile atau paku ekor kuda;
Gambar 2.9
Equisetum debile
Sumber: Hariri. (2010)
(3) lycopodinae
contohnya adalah Lycopodium atau paku kawat dan
Marsilea crenata (semanggi);
34
Gambar 2.10
Marsilea
Sumber: Rusyana. (2010)
(4) filicinae
contohnya adalah paku pakis;
Gambar 2.11
Paku pakis
Sumber: Hariri. (2010)
35
Gambar 2.12
Pergiliran keturunan paku
Sumber: Rahmawati. (2010)
Pada metagenesis tumbuhan paku, baik pada paku
homospora, paku heterospora, ataupun paku peralihan, pada
prinsipnya sama. Ketika ada spora yang jatuh di tempat yang
cocok, spora tadi akan berkembang menjadi protalium yang
merupakan generasi penghasil gamet atau biasa disebut
sebagai
generasi
gametofit,
yang
akan
segera
karena
akan menghasilkan
mampu
spora
membentuk
untuk
sporangium
yang
perkembangbiakan. Fase
36
Asplenium
nidus
(paku
sarang
burung),
B.
37
Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar tidak hanya sebatas pemindahan informasi
berupa teori-teori dari guru ke peserta didik. Namun peserta didik juga harus
dihadapkan pada objek yang sebenarnya agar materi yang dipelajari dapat
dipahami bukan sekedar hapalan semata. Namun dalam menunjukan objek
asli pada peserta didik, guru dihadapkan pada kendala kekurangan sarana dan
prasarana. Untuk menyiasati kendala tersebut maka objek asli dapat diganti
dengan gambar. Peserta didik diberikan gambar-gambar yang sesuai dengan
materi pelajaran. Sehingga peserta didik tidak hanya sebatas membayangkan
objek yang sedang dipelajari.
Penggunaan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran
juga bertujuan mendorong peserta didik untuk berpikir kritis dengan jalan
memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contohcontoh gambar yang disajikan.Agar pemahaman peserta didik dapat maksimal
maka peserta didik harus dihadapkan pada banyak gambar baik yang
termasuk contoh maupun bukan contoh.
Model pembelajaran kooperatif tipe example non example ditujukan
agar peserta didik dapat melihat gambar-gambar yang relevan dan yang tidak
relevan dengan materi yang disampaikan. Sehingga dari gambar yang relevan
dengan materi peserta didik dapat mengaplikasikan materi tersebut dalam
38
dan mengembangkan
pengetahuannya secara luas dan kompleks. Dan dengan melihat gambar yang
tidak relevan dengan materi peserta didik dapat mengeksplorasi karakteristik
dari materi tersebut. Selain itu dengan penggunaan model pembelajaran
example non example ini peserta didik dapat terus mengingat materi yang
telah disampaikan, karena biasanya gambar-gambar dapat lebih berkesan dan
menarik.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis menduga model pembelajaran
kooperatif tipe Example non Example dapat diterapkan pada konsep Dunia
Tumbuhan.
D.
Hipotesis
Ho : Model pembelajaran kooperatif tipe example non example kurang
cocok diterapkan pada proses pembelajaran konsep Dunia
Tumbuhan di kelas X SMA Negeri 1 Manonjaya.
Ha : Model pembelajaran kooperatif tipe example non example cocok
diterapkan pada proses pembelajaran konsep Dunia Tumbuhan di
kelas X SMA Negeri 1 Manonjaya.