Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIP EKSTRAKSI
Instalasi Bedah Sentral RSUD. DR. Saiful Anwar (OK 8)

ALDIA PALMA YUDASTA


NIM. 1501410039

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-IV PERIOPERATIF
2016

A. Pengertian
Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat
inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena
mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau
bilateral. (Anonim, 2010)
B. Etiologi
Terjadi akibat reaksi hipertensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Polip dapat timbul
pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip
pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau
meningoensefalokel.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi,
tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini
menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.
Polip disebabkan oleh reaksi alergi atau reaksi radang. Bentuknya bertangkai, tidak
mengandung pembuluh darah. Di hidung polip dapat tumbuh banyak, apalagi bila asalnya dari sinus
etmoid. Bila asalnya dari sinus maksila, maka polip itu tumbuh hanya satu, dan berada di lubang
hidung yang menghadap ke nasofaring (konka). Keadaan ini disebut polip konka. Polip konka
biasanya lebih besar dari polip hidung. Polip itu harus dikeluarkan, oleh karena bila tidak, sebagai
komplikasinya dapat terjadi sinusitis. Polip itu dapat tumbuh banyak, sehingga kadang-kadang
tampak hidung penderita membesar, dan apabila penyebarannya tidak diobati setelah polip
dikeluarkan, ia dapat tumbuh kembali. Oleh karena itu janganlah bosan berobat, oleh karena
seringkali seseorang dioperasi untuk menegluarkan polipnya berulang-ulang.
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :
a) Alergi terutama rinitis alergi.
b) Sinusitis kronik.
c) Iritasi.
d) Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka.
C. Patofisiologi
Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus
medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi
polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun
ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip.
Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis
kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah
submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan
pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian
sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi
karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai
riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di
Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu

sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus
media.
D. Manifestasi Klinis
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip nasi adalah hidung tersumbat. Sumbatan ini tidak
hilang timbul dan makin lama makin memberat. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan
timbulnya gejala hiposmia bahkan anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, akan timbul
sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rhinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala utama
adalah bersin dan iritasi di hidung.
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin berat dan rinorea. Dapat terjadi sumbatan
hiposmia atau anosmia. Bila menyumbat ostium, dapat terjadi sinusitis dengan ingus purulen. Karena
disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak massa putih keabu-abuan atau kuning kemerah-merahan
dalam kavum nasi. Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri
bila ditekan, mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian vasokontriktor.
Pada rhinoskopi anterior polip nasi sering harus dibedakan dari konka hidung yang
menyerupai polip (konka polipoid). Perbedaannya:

Polip
Bertangkai
Mudah digerakkan
Tidak nyeri tekan
Tidak mudah berdarah
Pada pemakaian vasokonstriktor
tidak mengecil

Konka polipoid
Tidak bertangkai
Sukar digerakkan
Nyeri bila ditekan dengan pinset
Mudah berdarah
Dapat mengecil dengan
vasokonstriktor

E. Pemeriksaan Fisik
Polip nasi yang massif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak
mekar karena pelebar batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang
berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.
Pembagian stadium polip menurut Mackay dan Lund (1997),
Stadium 1 : polip masi terbatas di meatus medius
Stadium 2 : polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi
rongga hidung
Stadium 3 : polip yang massif
F. Pemeriksaan Diagnostik
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermanfaat pada kasus
polip. Pemeriksaan tomografi computer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas
keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau
sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati
dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah
terutama bedah endoskopi.

Naso-endoskopi
Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru.
Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak
dengan pemeriksaan nasoendoskopi.Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip
yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila

Pemeriksaan Radiologi
Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan
penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat
pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat
memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah
kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk
melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan
anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus
polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada
perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai
potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksia

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan,
mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.
Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medika
mentosa. Dapat diberikan topical atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons yang lebih
baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasal dibandingkan polip tipe neurotrofilik.
Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat massif
dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan
senar polip atau cumin dengan analgesic local, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal
untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia
fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (bedah Sinus Endoskopi Fungsional).
Bila polip masih kecil, dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau
oral, misalnya prednisone 50mg/hari atau deksamentosa selama 10 hari kemudian diturunkan
perlahan. Secar local dapat disuntikkan ke dalam polip, misalnya triamsinolon asetonid atau
predsinolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang. Dapat dipakai secara topical sebagai semprot
hidung, misalnya beklometason dipropionat. Bila sudah besar, dilakukan ekstraksi polip dengan senar.
Bila berualang dapat dirujuk untuk operasi etmoidektomi intranasal atau ekstranasal
Pengobatan juga perlu ditunjukkan pada penyebabnya, dengan menghindari allergen
penyebab.
Ada tiga macam penanganan polip nasi yaitu :
a)

Cara konservatif

b)

Cara operatif

c)

Kombinasi keduanya.
Cara konservatif atau menggunakan obat- obatan yaitu menggunakan glukokortikoid yang

merupakan satu- satunya kortikosteroid yang efektif, terbagi atas kortikosteroid topical dan

kortikosteroid sistemik. Kortikosteroid topical (long term topical treatment) diberikan dalam bentuk
tetes atau semprot hidung tiak lebih dari 2 minggu. Kortikosteroid sistemik (short term systemic
treatment) dapat diberikan secara oral maupun suntikan depot. Untuk preparat oral dapat diberikan
prednisolon atau prednisone dengan dosis 60 mg untuk empat hari pertama, selanjutnya ditappering
off 5 mg/hr sampai hari ke-15 dengan dosis total 570 mg. Suntikan depot yang dapat diberikan adalah
methylprednisolon 80 mg atau betamethasone 14 mg setiap 3 bulan.
Cara operatif dapat berupa polipektomi intranasal, polipektomi intranasal dengan
ethmoidektomi, transantral ethomiodektomi dan sublabial approach (Caldweel-luc operation),
frontho-ethmoido- sphenoidektomi eksternal dan endoskopik polipektomi dan bedah sinus

ASUHAN KEPERAWATAN DI POLI THT


DENGAN KASUS POLIP NASI
A. Pengkajian
Pengkajian

adalah

mengumpulkan
mengenai

pemikiran

data

masalah

atau

dasar

dari

informasi

proses

tentang

keperawatan
pasien

agar

yang

bertujuan untuk

dapat mengidentifikasi

masalah, kebutuhan kesehatan dan perawatan pasien baik fisik, mental,

social dan lingkungan.


I. Pengumpulan Data
1. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal MRS. diagnose medis dan
no register.
2. Keluhan Utama.
Sulit bernapas.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu.
Klien memiliki riwayat penyakit sinusitis, rhinitis alergi, serta riwayat penyakit THT. Klien pernah
menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma. Selain itu, klien pernah menderita sakit
gigi geraham.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien merasakan buntu pada hidung dan nyeri kronis pada hidung.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita polip dan epistaksis.
6. Riwayat Psikososial.
Intrapersonal : klien merasa cemas akibat nyeri yang kronis.
Interpersonal : gangguan citra diri yang berhubungan dengan suara sengau akibat massa dalam
hidung.
II. Pemeriksaan Fisik Persistem.
1) B1 (breath) : RR dapat meningkat atau menurun, terjadi perubahan pola napas akibat adanya massa
yang membuntu jalan napas, adanya suara napas tambahan seperti ronchi akibat penumpukan secret,
serta terlihat adanya otot bantu napas saat inspirasi.
2) B2 (blood)

: tidak ada gangguan.

3) B3 (brain) : adanya nyeri kronis akibat pembengkakan pada mukosa, gangguan penghidu atau
penciuman.
4) B4 (bladder) : terjadi penurunan intake cairan.
5) B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, klien terlihat lemas.
6) B6 (bone)

: tidak ada gangguan.

B. Diagnosa Keperawatan dengan Polip Hidung.


1.

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya masa dalam hidung

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif dalam 10 15 menit setelah dilakukan tindakan.
Kriteria Hasil :
- RR normal (16 20 x/menit).

- Suara napas vesikuler.


- Pola napas teratur tanpa menggunakan otot bantu pernapasan.
- Saturasi oksigen 100%
Intervensi :
1. Observasi RR tiap 4 jam, bunyi napas, kedalaman inspirasi, dan gerakan dada.
R/ Mengetahui keefektifan pola napas.
2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior .
R/ Mengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
3.

Pantau status oksigen pasien.


R/ Mencegah terjadinya sianosis dan keparahan.
Tindakan Mandiri Perawat :

1) Berikan posisi fowler atau semi flower.


R/ Mencegah obstruksi/aspirasi, dan meningkatkan ekspansi paru.
2) Lakukan Nebulizing.
R/ Membantu pengenceran sekret.
3) Berikan oksigen (O2).
R/ Mengkompensasi ketidakadekuatan O2 akibat inspirasi yang kurang maksimal.
Tindakan Kolaborasi :
Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspetoran, bronkodilator.
R/ Mukolitik untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret,
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk meningkatkan kenyamanan.
Tindakan Edukasi :
1. Ajarkan batuk efektif pada pasien.
R/Membantu pasien untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk.
2. Ajarkan terapi napas dalam pada pasien.
R/Membantu melapangkan ekspansi paru.
2.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d menurunnya nafsu makan.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan nafsu makan setelah dilakukan tindakan dalam 3 x 24 jam.
Kriteria Hasil :
-

Klien tidak merasa lemas.

Nafsu makan klien meningkat.

Klien mengalami peningkatan BB minimal 1kg/2minggu.

Kadar albumin > 3.2, Hb > 11.

Intervensi :
1. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai atau tidak disukai.
R/ Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien.
2. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara pariodik.
R/ Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan.
3. Kaji turgor kulit pasien.
R/ Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan.
4. Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah.

R/ Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)

Pertahankan berat badan dengan memotivasi pasien untuk makan.

R/ Mempertahankan berat badan yang ada agar tidak semakin berkurang.


2)

Menyediakan makanan yang dapat meningkatkan selera makan pasien.

R/ Meningkatkan nafsu makan pasien


3)

Berikan makanan kesukaan pasien.


R/ Merangsang nafsu makan pasien.
Tindakan Kolaborasi :

1. Kolaborasi dengan tim analis medis untuk mengukur kandungan albumin, Hb, dan kadar glukosa
darah.
R/ Mengetahui adanya bising atau peristaltik usus yang mengindikasikan berfungsinya saluran cerna.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diet seimbang TKTP pada pasien.
R/ Mengetahui kandungan biokimiawi darah pasien.
3. Diskusikan dengan dokter mengeni kebutuhan stimulasi nafsu makan atau makanan pelengkap.
R/ Memberikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien dan memberi rangsangan pada
pasien untuk menimbulkan kembali nafsu makannya.
Tindakan Edukasi :
1. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
R/ Agar pasien mengetahui kebutuhan nutrisinya dan cara memenuhinya yang sesuai dengan
kebutuhan.
2. Ajarkan pada pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.
R/ Agar pasien mendapatkan gizi yang seimbang dengan harga yang relatif terjangkau.
3. Dukung keluarga untuk membawakan makanan favorit pasien di rumah.
R/ Merangsang nafsu makan pasien.
3.

Resiko infeksi b.d terhambatnya drainase sekret.

Tujuan : Meningkatnya fungsi indera penciuman klien.


Kriteria hasil:
- Klien tidak merasa lemas.
- Mukosa mulut klien tidak kering.
Intervensi :
1. Pantau adanya gejala infeksi
R/ Menjaga timbulnya infeksi
2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan serangan infeksi.
R/ Menjaga perilakudan keadaan yang mendukung terjadinya infeksi.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)

Awasi suhu sesuai indikasi.


R/ Reaksi demam indicator adanya infeksi lanjut.

2)

Pantau suhu lingkungan.


R/ Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
4.

Hambatan interaksi sosial b.d suara sengau yang timbul akibat sumbatan polip.

Tujuan: peningkatan sosialisasi.


Kriteria Hasil:
- Menunjukkan keterlibatan sosial.
- Menunjukkan penampilan peran.
Intervensi :
1. Kaji pola interaksi antara pasien dengan orang lain.
R/ Mengetahui tingkat sosialisasi pasien dengan orang lain.
Tindakan mandiri Perawat :
3)

Tetapkan jadwal interaksi.


R/ Pasien dapat beristirahat dan bersosialisasi dengan maksimal.

4)

Identifikasi perubahan perilaku yang spesifik.


R/ Perawat dapat mengerti kondisi psikis pasien.

5)

Libatkan pendukung sebaya dalam memberikan umpan balik pada pasien dalam interaksi sosial.
R/ Keberadaan pendukung sebaya akan menjadi teman untuk bersosialisasi.
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan psikolog untuk memberikan motivasi diri pada pasien.
R/ Motivasi diperlukan dalam mengubah persepsi pasien menjadi lebih baik.
Tindakan Edukasi :
Berikan informasi tentang sumber-sumber di komunitas yang akan membantu pasien untuk
melanjutkan dengan meningkatkan interaksi sosial setelah pemulangan.
R/ Pasien dapat meningkatkan sosialisasi dengan dengan baik pada komunitas masyarakat dan
sekitarnya.
5.

Ansietas b.d kegelisahan adanya sumbatan pada hidung.

Tujuan : pengurangan ansietas.


Kriteria Hasil :
- Pasien tidak menunjukkan kegelisahan.
- Pasien dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negatif.
- Tidak terjadi insomnia.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien.
R/ Mengetahui tingkat kecemasan pasien.
2. Tanyakan kepada pasien tentang kecemasannya.
R/ Mengetahui penyebab kecemasan pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
1)

Ajak pasien untuk berdiskusi masalah penyakitnya dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menentukan pilihan.
R/ Meningkatkan motivasi diri pasien.

2)

Berikan posisi yang nyaman pada pasien.


R/ Tingkat kenyamanan pasien dapat mempengaruhi kecemasan pada pasien.

3)

Berikan hiburan kepada pasien.


R/ Hiburan akan mengalihkan fokus pasien dari kecemasannya.

Tindakan Kolaborasi :
Berikan obat- obatan penenang jika pasien mengalami insomnia.
R/ Memberikan bantuan farmakologik untuk menenangkan pasien.
Tindakan Edukasi :
a.

Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan, dan prognosis.


R/ Memberi pengetahuan yang faktual pada pasien

b.

Ajarkan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.


R/ Relaksasi membantu menurunkan kecemasan pada pasien.

c.

Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya dirasakan selama prosedur.
R/ Kejelasan mengenai prosedur dapan mengurangi kecemasan pasien.
6.

Nyeri kronis b.d penekanan polip pada jaringan sekitar.

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.


Kriteria Hasil :
- Klien mengungkapakan kualitas nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
- Tidak ada kegelisahan dan ketegangan otot.
- Tidak terjadi perubahan pola tidur pada pasien.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2. Observasi tanda-tanda vital dan keluhan klien.
R/ Mengetahui keadaan umum dan perkembangan kondisi klien. TTV dapat menunjukkan kualitas
nyeri dan respon nyeri oleh tubuh pasien tersebut.
3. Kaji pola tidur , pola makan, serta pola aktivitas pasien.
R/ Untuk mengetahui pengaruh nyeri yang timbul pada pola kesehatan pasien.
Tindakan Mandiri Perawat :
Ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi (misal: baca buku atau mendengarkan music).
R/ Klien mengetahui teknik distraksi dan relaksasi sehingga dapat mempraktekannya bila mengalami
nyeri.
Tindakan Kolaborasi :
Kolaborasi dengan tim medis untuk terapi konservatif: pemberian obat acetaminofen; aspirin,
dekongestan hidung; pemberian analgesik.
Tindakan Edukasi :
6)

Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya.


R/ Memberikan pengetahuan pada klien dan keluarga.

7)

Jelaskan pada keluarga dan pasien bahwa dalam penatalaksanaan ini membutuhkan kepatuhan
penderita utk menghindari penyebab / pencetus alergi.
R/ Untuk memaksimalkan tindakan (mengurangi ketidak patuhan).

Anda mungkin juga menyukai