Nama
Kelompok : Emira Darin. A H0912044 Jely Puspitasari. P H0912070 Nadia Wohon
H0912086 Prakoso Adi H0912100 Rochkim Yuli. P H0912113 Sekar Prasetyaning. P
H0912121 Sri Lestariana H0912125 ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
2. ACARA I ENZIM A. Tujuan Praktikum Tujuan praktikum acara I Enzim ini adalah: 1.
Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim diastase. 2. Mengetahui pengaruh
suhu terhadap aktivitas enzim diastase. 3. Mengetahui aktivitas enzim amilase pada biji
kacang hijau dan tauge. B. Tinjuan Pustaka Enzim adalah protein yang tersusun atas asam
amino dan oleh karena itu maka pengaruh pH berhubungan erat dengan sifat asam basa
yang dipunyai oleh protein. Pada umumnya, enzim menunjukkan titik optimal aktivitas
pada pH tertentu. Pengaruh reaksi sebagian besar naik dengan naiknya suhu sampai batas
tertentu. Tiap naik 100C kecepatan reaksinya naik dua kali. Suhu mempunyai dua
pengaruh yang saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan
menaikkan aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Pada umumnya suhu
kritis enzim terletak antara 55-600C (Martoharsono, 1990). Enzim adalah golongan
protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting
sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme
perantara dari sel. Suatu reaksi kimia dapat berlangsung karena molekul-molekul reaktan
A pada suatu daerah tertentu mengalami keadaan aktif, yaitu apabila energi molekul
tersebut dalam keadaan energi pengaktifan. Dalam keadaan demikian ikatan kimia dalam
molekul itu dapat pecah sehingga memungkinkan terbentuknya produk (P) keadaan
ketika molekul A ada dalam keadaan aktif disebut dengan keadaan transisi, dan energi
pengaktifan diartikan sebagai jumlah energi (dalam kalori), yang dibutuhkan oleh satu
mol zat pada temperatur tertentu untuk membawa semua molekul ke keadaan aktif
(Wirahadikusumah, 1989).
3. Enzim amilase merupakan enzim yang dapat membantu dan berfungsi untuk memecah
pati atau glikogen. Senyawa itu banyak terdapat di dalam tanaman (buah atau sayuran)
serta tubuh hewan. Salah satu jenis enzim amilase adalah amilase, enzim yang
menghidrolisis unitunit gula dari ujung molekul pati. Terdapat dari hasil tanaman, antara
lain: ubi jalar, kacang kedelai dan lain sebagainya (Purbaya, 2007). Dua enzim yang
dominan dalam madu yakni enzim diastase dan enzim invertase. Konsep enzim yang
lama menggolongkan enzim amilase menjadi dua kelompok, kelompok pertama yakni amilase (amiloklasti atau amilitik) yang memutus rantai pati secara acak menjadi dekstrin
dan menghasilkan hanya sedikit gula tereduksi. Kelompok kedua, -amilase
(sakharogenik) yang memutus gula tereduksi maltosa dari ujung rantai pati. Derajat
keasaman (pH) optimum bagi -amilase berkisar antara 5,0 pada suhu 22-300C sampai
5,3 pada suhu 45-500C, sedang untuk -amilase adalah 5,3. Laporan terbanyak akan pH
optimum bagi diastase madu adalah 5,3 (Sihombing, 1997). Aktivitas enzim berkaitan
erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan menyebabkan perubahan aktivitas
enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi yang ideal. Hal ini
menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal. Pada suasana yang
terlalu asam atau basa, konformasinya berubah sehingga aktivitas keasaman akan enzim
akan meyebabkan terganggu. terjadinya Perubahan penurunan tingkat aktivitas (Agustini
dalam Bahri dkk, 2012). Cara kerja dari enzim diastase adalah mengubah karbohidrat
kompleks atau polisakarida menjadi karbohidrat dengan rantai karbon yang sederhana
atau monosakarida. Enzim ini berperan dalam proses fermentasi madu serta
menghidrolisis pati (karbohirat), protein, dan glikosida. Glikosida merupakan turunan
dari monosakarida, contohnya glukosa dan fruktosa. Aktivitas enzim diastase dari rentang
penelitian pH efektif diastase 4-9 dengan optimum pada 6-7) dan diamati bahwa suhu
tampaknya tidak mempengaruhi nilai pH optimum (Eyster, 1959).
4. Suhu tinggi dapat menyebabkan inaktivasi enzim. Setiap jenis madu mempunyai
beberapa jenis enzim yang memiliki peran analitik dan gizi dalam produk. Salah satu
enzim paling penting dalam madu adalah enzim diastase yang mampu memecah ikatan
glikosidik di oligo dan polisakarida. Aktivitas enzim dapat menurun dengan waktu
penyimpanan dan pemanasan. Kegiatan diastase dapat diukur dan dinyatakan sebagai
nomor diastase (Hooper dalam Kowalski dkk, 2012). Diastase adalah nama umum untuk
enzim -amilase. Fungsi enzim ini adalah pencernaan pati. Penggunaan jumlah diastase
pada madu digunakan sebagai ukuran kualitas madu, tetapi dalam kondisi yang tidak
adanya overheating. Hal ini logis, karena sebagai enzim, diastase akan melemah atau
dihancurkan oleh kondisi panas (White, 1994). Enzim -amilase banyak terdapat pada
kecambah kacang-kacangan. Enzim -amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal
perkecambahan oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu senyawa organik yang
sangat penting dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrol
perkecambahan tersebut. Pemilihan kacang hijau sebagai sumber enzim -amilase karena
dalam bentuk kecambah mengandung tokoferol (pro vitamin E) 936,4 ppm dan fenolik
11,3 ppm. Senyawa tersebut merupakan antioksidan yang sangat penting terhadap
kesehatan terutama balita. Senyawa fenolik dengan antioksidan lainnya pada konsentrasi
rendah dapat melindungi bahan pangan tersebut dari kerusakan oksidatif (Suarni dan
Patong, 2007). Amilase adalah enzim yang paling penting digunakan dalam bioteknologi.
Penggunaannya meliputi hidrolisis pati untuk menghasilkan sirup glukosa, amilase kaya
tepung dan dalam pembentukan dekstrin selama pemasakan dalam industri makanan.
Enzim adalah substansi yang ada di selsel hidup organisme dalam jumlah menit dan
mampu mempercepat reaksi kimia (terkait dengan proses kehidupan), tanpa mengubah
reaksi tersebut (Oyeleke and Oduwole, 2009). Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi
polisakarida. Reagen yang digunakan adalah larutan iodin yang merupakan I2 terlarut
dalam potasium
5. iodine. Reaksi antara polisakarida dengan iodine membentuk rantai pada poliiodida.
Polisakarida umumnya membentuk rantai heliks (melingkar), sehingga dapat berikatan
dengan iodin, sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan
monosakarida tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan
iodin (Anonim, 2011). Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi
dengan larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin
akan berwarna merah violet, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna
merah coklat (Sari, 2012). Analisis kualitatif enzim diastase menurut SNI 01-3545-1994:
a. Satu bagian madu dicampurkan dengan dua bagian akuades. b. Larutan madu diambil
10 ml dan ditambah-kan 1 ml larutan amilum 1%. c. Dipanaskan dengan penangas air
elektrik suhu 450C selama 1 jam. d. Ditambahkan 1 ml larutan iod 0,0007 N. Keterangan:
Jika berwarna biru, enzim diastase negatif. Jika berwarna kehijauan atau coklat, enzim
diastase positif (Suseno, 2012) Pati bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan
warna biru karena struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat
molekul yodium dan membentuk warna biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa
pati akan merefleksikan warna biru bila polimer glukosanya lebih besar dari 20 (seperti
amilosa). Bila polimer glukosanya kurang dari 20, seperti amilopektin, akan dihasilkan
warna merah atau ungu-coklat. Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima, tidak
memberi warna dengan iodium (Benyamin, 2010). Dibuktikan bahwa yang terbentuk dari
hasil fermentasi bukan amilum melalui pengujian terhadap larutan selulosa bakteri
dengan penambahan larutan iodin tidak membentuk warna biru, seperti halnya terhadap
larutan amilum akan membentuk larutan yang berwarna biru (Tampubolon, 2008).
6. C. Metodologi 1. Alat a. Tabung reaksi b. Rak tabung reaksi c. Gelas ukur d. Gelas
beaker e. Stopwatch f. Penangas air g. Pipet tetes h. Pipet volume i. Lempeng porselin j.
Mortir k. Kain saring l. Timbangan analitik m. Penjepit kayu 2. Bahan a. Larutan amilum
1% b. Larutan glikogen 1% c. Larutan dekstrin 1% d. Larutan selulosa 1% e. Larutan
enzim diastase f. Larutan 0,01 M Iodine dan 0,01 N g. Buffer pH 4, 7 dan 9 h. Biji
kacang hijau i. Taoge j. Aquades
masing tabung Disiapkan penangas air dengan suhu 400C dan 1000C Tabung 1 dan 2
diinkubasikan pada suhu selama 400C 30 menit Tabung 3 dan 4 pada suhu selama 1000C
10 menit Tabung 5 dan 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30 menit Masing-masing
ditambah 1 ml iod 0,01N Diamati perubahan warna yang terjadi
10. e. Pengujian Amilase dari Kecambah Biji Kacang Hijau dan Tauge a. Pembuatan
Ekstrak Kacang Hijau dan Tauge Dihomogonkan dengan mortar. Ditambah aquades 25
ml dan disaring dengan kain saring 2 macam bahan (biji kacang hijau dan tauge)
masingmasing 25 gram b. Pengujian Aktivitas Enzim Amilase 3 ml larutan amilum 1%
dengan buffer pH 7 1ml Dimasukkan kedalam setiap tabung reaksi (4 tabung reaksi).
Tabung 1 dan 2 ditambahkan masing-masing 1ml ekstrak kacang hijau Tabung 3 dan 4
ditambahkan masing-masing 1ml ekstrak tauge Diinkubasikan pada penangas air pada
suhu 40oC selama 20 menit Pada menit ke 0 dan 20 diambil 1 tetes bahan tersebut pada
lempeng porselin dan ditambah 1 tetes larutan iod 0,01N Dicatat perubahan warna yang
terjadi
11. D. Hasil dan Pembahasan Tabel 1.1 Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Perubahan warna Kel. Substrat Buffer 0 5 10 15 9 3 ml pH = 4 Kuning Coklat Coklat
Kuning larutan kecoklatan muda muda tua amilum pH = 7 Biru Biru Biru Biru 1%
kehitaman tua pH = 9 Biru Biru Biru Biru keunguan muda tua keunguan 10 3 ml pH = 4
Bening Kuning Kuning Kuning larutan pekat dekstrin pH = 7 Bening Coklat Merah
Coklat 1% tua coklat tua pH = 9 Bening Coklat Pink Coklat muda muda muda 11 3 ml
pH = 4 Kuning Kuning Kuning Kuning larutan pekat tua tua tua glikogen pH = 7 Kuning
Kuning Kuning Kuning 1% muda muda muda muda pH = 9 Kuning Bening Bening
Bening bening Sumber: Laporan Sementara 20 Kuning pudar Biru kehitaman Biru muda
Kuning Merah coklat Coklat muda Kuning tua Kuning muda Bening Praktikum
percobaan satu ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH dan pH optimum aktivitas
enzim amilase pada beberapa substrat, yaitu amilum, dekstrin, dan glikogen. Menurut
Suseno (2012), enzim diastase mula-mula diberi nama zimase yang terdapat enzim
diastase tersebut yang berarti pemisahan. Nama diastase diambil berdasarkan daya kerja
diastase yang dapat memisahkan atau mengubah pati yang tidak larut menjadi larut. Cara
kerja dari enzim diastase adalah mengubah karbohidrat kompleks atau polisakarida
menjadi karbohidrat dengan rantai karbon yang sederhana atau monosakarida. Enzim ini
berperan dalam proses fermentasi madu serta menghidrolisis pati (karbohirat), protein,
dan glikosida. Glikosida merupakan turunan dari monosakarida, contohnya glukosa dan
fruktosa. Aktivitas enzim diastase dari rentang penelitian pH efektif diastase 4-9 dengan
optimum pada 6-7 dan diamati bahwa suhu tampaknya tidak mempengaruhi nilai pH
optimum (Eyster, 1959).
12. Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan
menyebabkan perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada
pada kondisi yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat
menjadi maksimal. Pada suasana yang terlalu asam atau basa, kanformasinya berubah
sehingga aktivitas enzim akan terganggu. Perubahan tingkat keasaman akan meyebabkan
terjadinya penurunan aktivitas Aktivitas enzim terus meningkat hingga tercapai pH
optimum dan menurun setelah pH optimum. Hal iinterjadi karena perubahan pH akan
merubah ionisasi rantai samping asam amino pada sisi aktif enzim dan akan berada pada
kondisi paling baik ketika pH optimum. Enzim yang memiliki struktur tiga dimensi yang
tepatdan berada pada konformasi terbaik menyebabkan enzim dapat mengikat dan
mengolah substrat dengan kecepatan maksimum sehingga menghasilkan produk secara
maksimum. Sehingga perubahan pH mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap
aktivitas enzim (Zusfahair dan Ningsih, 2012). Pengamatan pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim amilase ini dilakukan dengan cara substrat (3 ml larutan amilum 1%, 3 ml
larutan dekstrin 1% dan 3 ml larutan glikogen 1%) ditambahkan buffer dengan perlakuan
pH yang sudah ditentukan (pH 4, pH 7 dan pH 9) dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan 1 ml larutan enzim diastase. Setiap lima menit dilakukan pengamatan
dengan mengambil satu tetes larutan dan ditambahkan satu tetes lautan 0,01 N Iod samapi
menit kedua puluh. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi. Menurut Suseno (2012),
jika larutan menjadi berwarna biru maka enzim diastase negatif tetapi jika larutan
menjadi berwarna kehijauan atau coklat, enzim diastase positif. Iodin yang berikatan
dengan pati akan menghasilkan warna biru. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati
yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna
biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodin akan terlepas
sehingga warna biru hilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan
merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar
13. dari dua puluh. Bila polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka
akan dihasilkan warna merah. Sedangkan dekstrin dengan polimer 6, 7, dan 8 membentuk
warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari lima tidak memberikan warna dengan iodin
(Winarno, 2008). Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, digunakan berbagai
perlakuan pH, hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi pH yang paling optimum
untuk aktivitas enzim diastase. Pada tabel 1.1 dapat terlihat bahwa hasil diperoleh hasil
pengamatan yang berbeda-beda. Amilum merupakan campuran dua macam stuktur
polisakarida yang berbeda yaitu amilosa (1720%) dan amilopektin (83-80%). Amilum
juga didefinisikan sebagai karbohidrat yang berasal dari tanaman, sebagai
hasilfotosintesis, yang disimpan dalam bagian tertentu tanaman sebagai cadangan
makanan. Hasil positif amilum ditunjukkan dengan timbulnya warna biru keunguan
setelah amilum direaksikan dengan iodin. Terbentuknya warna tersebut disebabkan
karena amilosa yang berikatan dengan iodin akan menghasilkan warna biru dan
amilopektin yang berikatan dengan iodin memberikan warna violet kebiruan atau ungu
(Priyanta, 2010). Percobaan dengan subtrat amilun pH 4 dengan pengamatan pada menit
ke 0, 5, 10, 15 dan 20, diperoleh warna kuning kecoklatan, coklat muda, coklat muda,
kuning tua dan kuning pudar berturut-turut. Pada pH 7 menunjukkan warna biru
kehitaman, biru, biru, biru tua dan biru kehitaman secara berturut turut dan pada larutan
amilum pH 9 diperoleh warna biru keunguan, biru muda, biru tua, biru keunguan dan biru
muda. Perubahan warna yang terjadi menunjukkan bahwa enzim diastase hanya
menunjukkan aktivitasnya pada pH 4 dengan memberikan warna kuning-coklat bukan
warna biru. Sedangkan pada pH 7 dan 9, belum menunjukkan aktivitas enzim diastase,
karena masih memberikan warna birus, yang berarti substrat masih berupa amilum yang
belum terhidrolisis. Pada larutan dekstrin 1% dengan waktu pengamatan 1, 5, 10, 15, dan
20 menit pada pH 4 diperoleh warna bening, kuning, kuning pekat, kuning dan kuning
berturut-turut. Pada larutan pH 7 diperoleh warna bening, coklat
14. tua, merah coklat, coklat tua dan merah coklat. Pada pH 9 didapat hasil bening, coklat
muda, pink muda, coklat muda dan coklat muda secara berturut-turut. Dekstrin yang
dihasilkan pada reaksi hidrolisis parsial dapat diuji secara kualitatif dengan uji iodin
sehingga dihasilkan warna merah kecoklatan, (Zusfahair dan Ningsih, 2012). Menurut
Winarno (2008), dekstrin dengan polimer 6-8 akan membentuk warna coklat jika diuji
dengan iodin. Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, pada substrat dekstrin aktivitas
enzim diastase hanya ditunjukkan pada pH 4. Karena warna yang diberikan tidak lagi
coklat tetapi kuning. Menunjukkan dekstrin sudah dihidrolisis polimernya menjadi
kurang dari lima. Sedangkan pada pH 7 dan 9 warna yang diberikan masih coklat,
menunjukkan bahwa substrat msi berbentuk dekstrin dan belum terhidrolisis. Glikogen
merupakan suatu polimer yang struktur molekulnya hampir sama struktur molekul
amilopektin seingga memiliki polimer kurang dari 20, yang akan memberikan warna
merah jika berikatan dengan iodin (Winarno, 2012). Sedangkan menurut Deman (1997),
glikogen akan memberikan warna coklat-merah dengan iodin. Pengamatan pada larutan
glikogen 1% dengan watu pengamatan 0, 5, 10, 15 dan 20 menit menujukkan perubahan
warna yang terjadi pada pH 4 diperoleh hasil kuning pekat, kuning tua, kuning tua,
kuning pekat dan kuning pekat. Pada larutan dengan pH 7 diperoleh warna kuning muda
untuk tiap waktu pengamatan. Pada pengamatan dengan larutan pH 9 diperoleh hasil
kuning bening, dan bening untuk selanjutnya sampai 20 menit. Dari data yang didapat,
aktivitas enzim diastase terdapat pada semua larutan glikogen 1% baik pada pH 4, 7, dan
9. Terlihat pada perubahan warna yang terjadi yaitu kuning. Padahal seharusnya, jika
glikogen dengan iodin akan memberikan warna coklat merah. Melalui pengamatan
dengan menggunakan uji iod, sebagian besar sampel sudah menunjukkan aktivitas
diastase. Karena polimer pati dengan polimer 6-8 akan memberikan warna coklat dan
yang lebih kecil dari lima tidak akan memberikan warna dengan iodin (Winarno, 2008).
Hal inilah yang membedakan perubahan warna yang
15. terjadi. Ketika sampel larutan berubah menjadi warna coklat, berarti sampel sudah
terhidrolisis menjadi memiliki polimer 6-8 dan sampel yang berubah warna menjadi
kuning, berarti polimernya sudah terhidrolisis menjadi kurang dari lima. Tetapi
didapatkan beberapa sampel tanpa ada aktivitas dari enzim diastase. Yaitu pada sampel
amilim dan dekstrin pH 7 dan pH 9. Sehingga pH optimum enzim diastase adalah 4.
Tetapi menurut Eyster (1959), enzim diastase berada pada pH optimum yaitu pada pH 67. Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam praktikum atau kesalahan
praktikan. Tabel 1.2 Uji Benedict Kel. Sampel 12 1 ml larutan amilum 1% 13 1 ml
larutan Dekstrin 1% 14 1 ml larutan Glikogen 1% Larutan buffer pH = 4 pH = 7 pH = 9
pH = 4 pH = 7 pH = 9 pH = 4 pH = 7 pH = 9 Perubahan Warna Biru Biru muda Biru Biru
muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda Biru Biru muda
Biru Biru muda Biru Biru muda Sumber : Laporan Sementara. Pada tabel diatas dapat
dilihat bahwa sampel yang digunakan antara lain larutan amilum 1%, larutan dekstrin
1%, dan larutan glikogen 1% yang masing-masing sebanyak 1 ml serta memiliki warna
awal biru. Larutan buffer yang digunakan memiliki pH 4, 7, dan 9. Setelah dilakukan
percobaan pengaruh pH menggunakan larutan buffer, masing-masing sampel diberi 3 ml
reagen benedict lalu dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Berdasarkan teori
dari Sari (2012), pereaksi benedict berupa larutan yang mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu++ dari kupri sulfat menjadi
ion Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O. Adanya natrium karbonat dan
natrium sitrat membuat pereaksi benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk
dapat berwarna hijau, kuning, atau merah bata. Warna endapan ini tergantung pada
konsentrasi karbohidrat yang diperiksa. Oleh karena itu, tujuan dari
16. pereaksi Benedict yakni untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam sampel.
Aktivitas enzim berkaitan erat dengan strukturnya, perubahan struktur akan menyebabkan
perubahan aktivitas enzim. Pada pH optimum konformasi enzim berada pada kondisi
yang ideal. Hal ini menyebabkan interaksi antara enzim dan substrat menjadi maksimal.
Pada suasana yang terlalu asam atau basa, konformasinya berubah sehingga aktivitas
enzim akan terganggu (Bahri, 2012). Dengan rusaknya enzim diastase pada larutan
sampel akibat pengaruh pH dapat berakibat terjadinya perubahan komposisi glukosa pada
larutan sampel. Ada tidaknya glukosa pada larutan sampel akibat pengaruh pH diatas,
dapat diselidiki menggunakan uji benedict. Berdasarkan teori diatas dapat dibandingkan
dengan hasil percobaan. Pada hasil percobaan, keseluruh sampel tidak menunjukkan
perubahan warna menjadi hijau, kuning, ataupun merah bata; melainkan berubah warna
menjadi biru muda. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang telah disebutkan.
Ketidaksesuaian ini bisa disebabkan karena larutan sampel yang digunakan mengalami
perubahan konformasi struktur akibat dari penambahan larutan penyangga pada
percobaan sebelumnya, sehingga aktivitas enzim pada sampel terganggu dengan
ditunjukkannya penyimpangan warna yang tidak sesuai teori. Selain faktor diatas,
terdapat faktor lain yang menyebabkan penyimpangan yakni kesalahan praktikan yang
kurang teliti dalam penambahan larutan buffer. Tabel 1.3 Uji Iod Kel. Sampel 13 Larutan
17. kuning keputihan pada menit ke-20. Pada larutan glikogen, warna awal bening lalu
pada menit ke-20 menjadi jingga. Selanjutnya pada larutan amilum yang semula bening
lalu berubah menjadi biru keunguan pada menit ke-20. Menurut Benyamin (2010), pati
bila berikatan dengan iodium akan menghasilkan warna biru karena struktur molekul pati
yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul yodium dan membentuk warna
biru. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila
polimer glukosa nya lebih besar dari 20 (seperti amilosa). Bila polimer glukosanya
kurang dari 20, seperti amilopektin, akan dihasilkan warna merah atau ungu-coklat.
Sedangkan polimer yang lebih kecil dari lima (selulosa), tidak memberi warna dengan
iodium. Berdasarkan teori dari Sihaloho (2010), amilosa atau amilum dengan iodin akan
berwarna biru, glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.
Untuk larutan selulosa, Tampubolon (2008) menjelaskan bahwa larutan selulosa terutama
selulosa bakteri; dengan penambahan larutan iodin tidak membentuk warna biru, seperti
halnya terhadap larutan amilum akan membentuk larutan yang berwarna biru.
Berdasarkan hal tersebut dapat dibandingkan dengan hasil percobaan yang telah
dilakukan. Pada hasil percobaan didapatkan bahwa amilum memiliki warna biru
keunguan dan hal ini sesuai dengan teori. Selain itu, pada selulosa menunjukkan warna
kuning keputihan setelah ditambah iod yang berarti sesuai dengan teori yakni tidak
menghasilkan warna biru. Sedangkan larutan glikogen menunjukkan penyimpangan
dengan teori. Hal ini bisa disebabkan karena larutan glikogen yang digunakan merupakan
hasil dari percobaan sebelumnya dengan penambahan larutan buffer. Sehingga enzim
pada glikogen mengalami perubahan konformasi struktur dan berakibat aktivitas enzim
pada sampel terganggu dengan ditunjukkannya penyimpangan warna yang tidak sesuai
teori.
18. Tabel 1.4 Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Amilase Kel Suhu
(oC) Waktu Inkubasi 40 30 menit 100 10 menit 40 30 menit Suhu Kamar 30 menit 100 10
menit Suhu Kamar 30 menit 14 15 16 Perlakuan Perubahan Warna 2 ml amilum 1% + 2
ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod Bening Ungu Kecoklatan Bening Ungu Kebiruan 2 ml
amilum 1% + 2 ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod Bening Ungu Bening Ungu Gelap 2 ml
amilum 1% + 2 ml lar. Diastase + 1 ml lar. Iod Bening Ungu Kebiruan Bening Ungu
Gelap Sumber : Laporan Sementara Tujuan dari percobaan ini adalah mengetahui
pengaruh perubahan suhu terhadap aktivitas enzim amilase. Pada percobaan ini
digunakan 3 macam perlakuan yakni suhu 400C dengan waktu inkubasi 30 menit, suhu
1000C dengan waktu inkubasi 10 menit dan suhu kamar dengan waktu inkubasi 30 menit.
Substrat yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan amilum 1%. Langkah kerja
pada percobaan ini yang pertama adalah menyiapkan 6 tabung reaksi, masing-masing
tabung diisi dengan 2 ml larutan amilum 1%dan 2 ml larutan diastase. Kemudian 2
tabung yakni tabung 1 dan tabung 2 diinkubasikan pada suhu 400C selama 30 menit. 2
tabung yakni tabung 3 dan tabung 4 diinkubasikan pada suhu 1000C selama 10 menit dan
2 tabung terakhir yakni tabung 5 dan tabung 6 dibiarkan pada suhu kamar selama 30
menit. Pada percobaaan yang telah dilakukan didapatkan hasil pada sampel 2 ml larutan
amilum 1% yang ditambahkan 2 ml larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang
diinkubasi pada suhu 400C selama 30 menit kelompok 14 dan 15 hasilnya sama,
perubahan warnanya dari bening menjadi ungu kecoklatan. Pada sampel 2 ml larutan
amilum 1% yang ditambahkan 2
19. ml larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang diinkubasi pada suhu 1000C
selama 10 menit kelompok 14 dan 16 hasilnya sama, perubahan warna dari bening
menjadi ungu kebiruan. Pada sampel 2 ml larutan amilum 1% yang ditambahkan 2 ml
larutan diastase dan 1 ml larutan iod 0,01 N yang dibiarkan pada suhu kamar selama 30
menit kelompok 15 dan 16 hasilnya sama, perubahan warna dari bening menjadi ungu
gelap. Inkubasi disini bertujuan untuk menghasilkan suhu yang konstan. Dalam
aktivitasnya enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satu diantaranya adalah suhu.
Setiap enzim memiliki suhu optimum yang berbedabeda, pada suhu rendah pada
umumnya enzim masih inaktif semakin meningkat suhunya aktivitasnya pun akan naik.
Tiap naik 10oC kecepatan reaksinya naik dua kali. Suhu mempunyai dua pengaruh yang
saling berlawanan terhadap aktivitas enzim. Pertama naiknya suhu akan menaikkan
aktivitas enzim sebaliknya juga mendenaturasi enzim. Pada umumnya suhu kritis enzim
terletak antara 55-600C (Martoharsono, 1990). Hasil positif amilum ditunjukkan dengan
timbulnya warna biru keunguan setelah amilum direaksikan dengan iodin. Terbentuknya
warna tersebut disebabkan karena amilosa yang berikatan dengan iodin akan
menghasilkan warna biru dan amilopektin yang berikatan dengan iodin memberikan
warna violet kebiruan atau ungu (Priyanta, 2010). Enzim amilase merupakan enzim yang
dapat membantu dan berfungsi untuk memecah pati atau glikogen (Purbaya, 2007).
Dengan uji iod kita mengetahui suatu bahan mengandung amilum atau tidak, amilase
berfungi untuk memecah amilum. Dengan kata lain dengan uji iod kita akan tahu ada atau
tidaknya aktivitas enzim amilase pada suatu bahan. Pada suhu 100C semua enzim rusak.
Pada suhu yang sangat rendah, enzim tidak benar-benar rusak tetapi aktivitasnya sangat
banyak berkurang. Enzim memiliki suhu optimum yaitu sekitar 180-230C atau maksimal
400C karena pada suhu 450C enzim akan terdenaturasi karena merupakan salah satu
bentuk protein (Rosalia, 2011). Suhu optimum enzim amilase adalah 40-500C
(Sihombing, 1997). Berdasarkan penjelasan diatas berarti dibawah suhu
20. 400Cdan diatas suhu 500C enzim amilase tidak akan bekerja secara maksimal. Pada
suhu 400C dengan waktu inkubasi 30 menit. Sampel kelompok 14 perubahan warnanya
dari bening menjadi ungu kecoklatan, sementara sampel kelompok 15 perubahan
warnanya dari bening menjadi ungu. Hasil percobaan kurang tepat karena pada suhu ini
adalah suhu optimum bagi amilase untuk melakukan aktivitasnya, perubahan warna ungu
kebiruan menunjukkan aktivitas enzim diatase tidak bekerja, pada suhu 40oC merupakan
suhu optimum enzim untuk melakukan aktivitasnya. Kesalahan terjadi mungkin karena
substrat terkontaminasi dengan bahan lain, terlalu banyak penambahan larutan iod dan
larutan diastase dan suhu inkubasi yang tidak pas. Pada suhu kamar dan waktu inkubasi
30 menit. Sampel kelompok 15 dan 16 perubahan warnanya dari bening menjadi ungu
gelap. Suhu kamar yakni 240C, pada suhu ini enzim amilase belum bekerja secara
optimal. Pada suhu 1000C dengan waktu inkubasi 10 menit. Sampel kelompok 14 dan 16
perubahan warnanya bening menjadi ungu kebiruan. Percobaan sudah tepat karena enzim
akan terdenaturasi pada suhu 1000C. Tabel 1.5 Aktivitas Amilase dari Ekstrak Kacang
Hijau dan Taoge Kel Bahan 17 3 ml amilum 1% + 1 ml buffer pH 7 + ekstrak Kacang
Hijau Perubahan Warna Menit Ke-0 Menit Ke-20 Kuning Kuning Ungu Bening
Kehitaman Coklat 3 ml amilum 1% + 1 ml buffer pH 7 + ekstrak Taoge Kuning keruh
Ungu Kehitaman 18 Putih bening coklat Sumber : Laporan Sementara Pada percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim amilase pada bahan. Sampel yang digunakan
pada percobaan kali ini adalah ekstrak kacang hijau dan taoge. Pembuatan ekstrak kacang
hijau dimulai dengan menumbuk 50 gr kacang hijau dengan mortar, setelah halus
tambahkan aquades sebanyak 50 ml, kemudian disaring dengan menggunakan kain saring
hasil proses penyaringan merupakan ekstrak kacang hijau.
21. Pembuatan ekstrak taoge sama seperti pembuatan ekstrak kacang hijau. Percobaan
dilakukan dengan ekstrak kacang hijau dan taoge ditambahkan dengan 3 ml amilum 1%
dan 1 ml buffer pH 7. Kemudian diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 400C,
inkubasi bertujuan untuk menciptakan suhu yang konstan. Pada menit ke-0 dan ke-20
ambil satu tetes sampel dan tambahkan 1 tetes larutan iod, amati perubahan yang terjadi.
Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin dan
memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa dengan iodin
akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah violet, glikogen
maupun dekstrin dengan iodin akan berwarna merah coklat (Sari, 2012). Berdasarkan
uraian diatas uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Jika bahan
menunjukan warna ungu pada uji iod, berarti bahan tersebut mengandung polisakarida.
Berdasarkan hasil percobaan dari ekstrak kacang hijau sebelum diinkubasi (0oC) terjadi
perubahan warna dari kuning menjadi kuning bening. Setelah ditetesi iod warnanya
menjadi ungu kehitaman. Setelah diinkubasi pada suhu 40 oC selama 20 menit terjadi
perubahan warna dari kuning dengan endapan putih berubah menjadi kuning bening.
Setelah ditetesi iod warnanya menjadi coklat. Sedangkan percobaan dengan
menggunakan ekstrak taoge sebagai bahan uji pada saat sebelum diinkubasi (0oC) terjadi
perubahan warna dari kuning keruh menjadi putih bening, setelah ditetesi iod warnanya
menjadi ungu kehitaman. Kemudian setelah dilakukan inkubasi dengan suhu 40 oC
selama 20 menit terjadi perubahan warna dari kuning keruh menjadi bening. Setelah
ditambahkan iod warnanya menjadi coklat. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut
menandakan bahwa terdapat aktivitas enzim amilase pada ekstrak kacang hijau dan taoge,
hal tersebut dibuktikan dengan adanya warna ungu kehitaman ketika diuji dengan uji iod.
Enzim -amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan (Suarni dan Patong,
2007). Berdasarkan teori tersebut terbukti bahwa aktivitas amilase pada ekstrak taoge
lebih besar daripada aktivitas enzim pada ekstrak kacang hijau.
22. Enzim sebagian besar protein dengan sifat labil dan ada aktivitas katalitik yang aktif
oleh agen tertentu seperti suhu, pH, bahan kimia, dll yang mengganggu konformasi asli
enzim (Mahajan, 2011). Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu, enzim memiliki suhu
optimum untuk melakukan aktivitasnya. Ketika suhu berada dibawah suhu optimum
enzim belum bekerja secara maksimal, ketika suhu mulai naik aktifitas enzim pun akan
naik sampai batas tertentu, semakin naik suhu aktivitas enzim menurun dan akhirnya
terdenaturasi. Enzim memiliki pH optimal tertentu untuk melakukan aktivitasnya,
perubahan tingkat keasaman akan meyebabkan terjadinya penurunan aktivitas (Agustini
dalam Bahri dkk, 2012). Sedang faktor lain yang mempengaruhi kerja enzim adalah
konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, serta pengaruh inhibitor.
23. E. Kesimpulan Dari praktikum Acara 1 Enzim, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut : a. Enzim memiliki pH optimum yang berbeda-beda, untuk enzim amilase /
diastase pH optimum berada pada pH 6-7. b. Suhu optimum enzim adalah 400C, suhu
jika lebih tinggi maka kegiatan akan menurun, sampai menjadi rusak. c. Aktivitas amilase
lebih banyak terdapat dalam ekstrak tauge daripada ekstrak kacang hijau. d. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kerja enzim adalah konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, suhu,
pengaruh PH, dan pengaruh inhibitor.
24. DAFTAR PUSTAKA Bahri, Syaiful, Moh. Mirzan dan Moh. Hasan. 2012.
Karakterisasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.).
Jurnal Natural Science Desember 2012 Vol. 1.(1) 132-143. Benyamin, Atika. 2010.
Pemanfaatan Pati Suweg (Amorphophallus Campanulatus B) Untuk Pembuatan Dekstrin
Secara Enzimatis. Skripsi Peogram Studi Teknologi Pangan Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jatim. Deman, John M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Penerbit
ITB. Eyster, Clyde. 1959. The Optimum pH for Diastase Of Malt Activity. The Ohio
Journal of Science Vol. 59 No. 5. Kowalski, S., et al. 2012. Diastase Number Changes
During Thermal and Microwave Processing of Honey. Czech J. Food Sci. Vol.30 No.1.
Poland. Martoharsono, Soeharsono. 1990. Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada Press.
Yogyakarta. Oyeleke, S. B and Oduwele. 2009. Production of Amylase by Bacteria
Isolated from a cassava waste dumpsite in Minna, Niger State, Nigeria. African Journal of
Micrpbiology Research Vol.3 ISSN 1996-0808. Department of Microbiology Federal
University of Technology. Nigeria. Priyanta, Rissang Bagus Sigit, Cokorda Istri Sri
Arisanti, I G.N, dan Jemmy Anton P. 2010. Sifat Fisik Granul Amilum Jagung yang
Dimodifikasi secara Enzimatis dengan Lactobacilus acidophilus pada Berbagai Waktu
Fermentasi. Urusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana. Purbaya, Rio. 2007. Mengenal Dan Memanfaatkan Khasiat Madu
Alami. Pionir Jaya. Bandung. Sari, Maya Fitri. 2012. Pembuatan Manisan Mangga
(Mangifera Indica L.) Dengan Memanfaatkan Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Selulosa
Kulit Buah Kuini (Mangifera Odorata G.) Menggunakan Hcl 30%. Skripsi Departrmen
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Medan. Sihaloho, Rona Monika. 2009. Pengaruh Lama Hidrolisis dan Konsentrasi
Larutan Pati pada Pembuatan Sirup Glukosa dari Biji Jagung Muda secara Hidrolisis
Asam. Departrmen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara Medan. Sihombing, D. T. H. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.
25. Suarni dan Patong, R. 2007. Potency of Mung Bean Sprout As Enzyme Source (amilase) Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim amilase.
Indo.J.Chem, 7(3). Suseno. 2012. Uji Mutu Madu yang Dipasarkan di Pasar Gede
Surakarta Ditinjau dari Kandungan Enzim Diastase, Aktivitas Enzim Diastase dan Kadar
Sukrosa. Jurnal Kimia dan Teknologi Vol. 5 No. 2. Surakarta. Tampubolon, Lisbeth.
2008. Pembuatan Material Selulosa-Kitosan Bakteri Dalam Medium Air Kelapa Dengan
Penambahan Pati Dan Kitosan Menggunakan Acetobacter Xylinum. Tesis Universitas
Sumatera Utara, Medan. White, J.W. 1994. The Role Of Hmf And Diastase Assays In
Honey Quality Evaluation. Original article. Bee World 75(3). Winarno, F. G. 2008. Kimia
Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio press. Wirahadikusumah, Muhamad. 1989. Biokimia,
Protein, Enzim & Asam Nukleat. ITB. Bandung. Zusfahair dan Dian Riana Ningsih.
2012. Pembuatan Dekstrin dari Pati Ubi Kayu Menggunakan Katalis Amilase Hasil
Fraksinasi dari Azospirillum sp. JG3. Molekul, Vol. 7. No. 1. :9 19. Purwekerto.