MAJALAH KELUARGA
Info dan Tips Gaya Hidup Keluarga Bahagia
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
1/8
3/13/16
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah pubertas maupun adolescensia sering di maknai dengan masa remaja, yakni masa perkembangan
sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat
seksual, perenungan diri, perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Sedangkan
menurut Harold Alberty (1967:86), remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa
dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun sampai 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran
seseorang.
Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang di anutnya dan yang telah dicontohkan
kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukukan remaja adalah mempelajari
apa yang diharapkan oleh kelompoknya lalu menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan sosial
tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, dan ancaman sebagaimana sewaktu kecil. Dia juga di tuntut
mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawab orang tua atau guru.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi
doktornya dengan judul The Developmental of model of moral Think and choice in the years 10 to
16. menyebutkan bahwa tahap-tahap perkembangan moral pada individu dapat di bagi sebagai
berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan
budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi, hal ini semata-mata ditafsirkan dari
segi sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak hanya menurut harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Ia memandang bahwa
hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
3. Tingkat Pasca-konvensional
Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang
dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang
pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut.
Piaget menyebutkan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam kemampuan
kognitif. Dia mampu mempertimbangkan segala kemungkinan untuk mengatasi suatu masalah dari
beberapa sudut pandang dan berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga kohlberg juga berpendapat bahwa perkembangan moral ketiga, moralitas pasca-konvensional
harus di capai selama masa remaja. Sejumlah prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama
menyakini bahwa dalam keyakinan moral harus ada fleksibilitas sehingga memungkinkan dilakukan
perbaikan dan perubahan standar moral bila menguntungkan semua anggota kelompok; kedua
menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal untuk menjahui hukuman sosial terhadap dirinya
sendiri, sehingga perkembangan moralnya tidak lagi atas dasar keinginan pribadi, tatapi
mernghormati orang lain.
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
2/8
3/13/16
Akan tetapi pada kenyataan banyak di temukan remaja yang belum bisa mencapai tahap pascakonvensional, dan juga pernah di temukan remaja yang baru mencapai tahap prakonvensional.
Fenomena tersebut banyak di jumpai pada remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku
SMA/SMK, seperti:
1. Berperangi tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah
2. Suka berhura-hura dan bergerombol.
3. Mentaati peraturan sekolah, karena takut pada hukuman.
Dan tidak jarang kita mendengar perkelahian terjadi antar remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan
perkelahian dapat meningkat menjadi permusuhan kelompok, yang menimbulkan korban pada kedua
belah pihak. Bila ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka berbuat kekerasan sesama
remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan tersebut terjadi, banyak yang
menjawab bahwa mereka tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Fenomena di atas menggambarkan bahwa upaya remaja untuk mencapai moralitas dewasa; mengganti
konsep moral khusus dengan konsep moral umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan ke
dalam kode moral sebagai pedoman tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku sendiri, merupakan
upaya yang tidak mudah bagi mayoritas remaja.
Menurut Rice (1999), masa remaja adalah masa peralihan, ketika individu yang memiliki kematangan.
Pada masa tersebut, ada dua hal penting menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. Dua hal
tersebut adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yaitu adanya perubahan lingkungan. Pada saat
ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak perubahan begitu cepat yang membawa berabagai
dampak, baik positif maupun negatif bagi remaja. Dan kedua adalah hal yang bersifat internal, yaitu
karakteristik di dalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak dibandingkan dengan masa
perkembangan lainnya (storm and stress period).
Agar remaja yang sedang mengalami perubahan cepat dalam tubuhnya itu mampu menyesuaikan diri
dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik dari pihak orang tua, guru maupun
orang dewasa lainnya, amat diperlukan.
Salah satu peran konselor adalah sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik, guru harus
membantu murid-muridnya agar mencapai kedewasaan secara optimal. Artinya kedewasaan yang
sempurna (sesuai dengan kodrat yang di punyai murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan
aspek-aspek pribadi setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan
sebagainya agar mereka (murid) dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan yang optimal.
Untuk itu di samping orang tua, konselor di sekolah juga mempunyai peranan penting dalam
membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati konselor dalam membantu kesulitan
remaja, akan menjadikan remaja sadar akan sikap dan tingkah lakunya yang kurang baik.
Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang baik, remaja di harapkan mampu
mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti dan merugikan orang lain atau
mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan dengan norma-norma sosial
yang berlaku. Remaja juga di harapkan dapat mengantisipasi akibat-akibat negatif yang di timbulkan
pada masa stroom and stress period.
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
3/8
3/13/16
Dari fenomena diatas penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana endidikan anak dalam
keluarga buruh dengan judul UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL
REMAJA DI SMA NEGERI 1 PEMALANG
B. Fokus Penelitian
Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini difokuskan
pada Guru BK dalam meningkatkan Self Control siswa di SMA NEGERI 1 PEMALANG yang
meliputi tujuan, kegiatan agama dan keagamaan yang dilakukan dalam meningkatkan self control
hasil yang di capai, serta faktor pendukung dan penghambat.
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Upaya-upaya Guru BK dalam meningkatkan Self Control siswa di SMA NEGERI 1
PEMALANG?
2. Hasil apa yang di capai dalam meningkatkan self control siswa di SMA NEGERI 1 PEMALANG?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan Self Control siswa di SMA NEGERI
1 PEMALANG?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang ingin di capai
adalah:
1. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan upaya-upaya Guru BK dalam meningkatkan self control
siswa di SMA NEGERI 1 PEMALANG.
2. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan hasil yang di capai dalam meningkatkan self control siswa
di SMA NEGERI 1 PEMALANG.
3. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan
self control siswa di SMA NEGERI 1 PEMALANG.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat menunjukkan bahwa konseling yang di lakukan oleh Guru BK di
SMA NEGERI 1 PEMALANG dapat membentuk self control siswa.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat berguna sebagai masukan dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi SMA
NEGERI 1 PEMALANG mengenai peranan Guru BK dalam membantu siswa siswa membentuk self
control yang baik.
II. STUDI KEPUSTAKAAN
Untuk memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan telaah pustaka dengan cara
mencari dan menemukan teori-teori yang akan di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan
untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impulsimpuls atau tingkah laku impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yang
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
4/8
3/13/16
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yang
terdiri dari tiga jenis kontrol, yaitu:
1. Behavior Control (kontrol perilaku), yang terdiri dari dua komponen, yaitu kemampuan mengatur
pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modifiability).
2. Cognitive control (kontrol kognitif), yang terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh informasi
(information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
3. Decisional Control merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya, kontrol diri dalam menentukan pilihan
akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu
untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Kemampuan mengontrol perilaku
2. Kemampuan mengontrol stimulus
3. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
4. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian.
5. Kemampuan mengambil keputusan.
Tiga langkah orang dewasa dalam membangun kontrol diri pada anak, yaitu:
1. Langkah pertama adalah memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat memberi contoh control diri
yang baik bagi anak dan menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan prioritas.
2. Langkah kedua adalah membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga dapat
menjadi motivator bagi diri mereka sendiri.
3. Langkah ketiga mengajarkan cara membantu anak menggunakan kontrol diri ketika menghadapi
godaan dan stres, mengajarkan untuk berfikir sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih
sesuatu yang aman dan baik.
III. PROSEDUR PENELITIAN
A. Metode, dan Alasan Menggunakan Metode
Dalam penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki
karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data lansung, deskriptif, proses lebih
dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa
induktif dan makna merupakan hal yang esensial.
Ada 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu:
etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, dan penelitian tindakan kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu
penelitian yang dilakukan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang,
dan interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
B. Tempat Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SMA NEGERI 1 PEMALANG karena di dasarkan pada beberapa
pertimbangan:
SMA adalah Sekolah Menengah Atas yang memiliki konotasi perilaku yang tidak begitu baik menurut
pandangan masyarakat. sehingga Konselor di SMA sangat berperan dalam memantau penyimpangan
perilaku para siswa.
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
5/8
3/13/16
6/8
3/13/16
7/8
3/13/16
lifeblogid.com/2015/05/23/contoh-proposal-penelitian-kualitatif/
8/8