NIM
: 11101-066
JUDUL REFERAT
: NEUROPATI
PEMBIMBING
BAB I
PENDAHULUAN
Neuropati didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi saraf baik perifer maupun sentral
bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat kemoterapi),
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster. Nyeri pada neuropati
bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau kombinasi.
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut atau
nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah nyeri yang
sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal nyeri pada proses
kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat kerusakan jaringan itu
sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai efek psikologis sangat
minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh keberadaan neurotransmiter
sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta dan C polimodal yang berlokasi
di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera. Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia
dan termis, demikian juga infeksi dan tumor. Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi
neurotransmiter seperti prostaglandin, histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin
(SS), cholecystokinin (CCK), vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related
peptide (CGRP) dan lain sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri
yang dialami bukan bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung
dalam proses patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan
sampai tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi
pengobatan termasuk terapi gangguan psikologik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuropati merupakan proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa
proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf perifer
mencakup saraf kranial (kecuali N. opticus dan N. olfaktorius), saraf spinal dengan akar saraf
serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom.
Saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks
dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf otonom, dan
nervus cranialis kecuali opticus dan olfaktorius.
2.2 Etiologi
Adapun etiologi dari neuropati adalah sebagai berikut:
1. Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria
2. Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat
Defisiensi tiamin, asam nikotinat dan asam pentotenat mempengaruhi metabolisme
neuronal dengan menghalangi oksidasi glukosa. Defisiensi ini dapat terjadi pada kasus
malnutrisi, muntah-muntah, kebutuhan meningkat seperti pada masa kehamilan, atau
pada alkoholisme.
3. Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan
metronidazol, karbamazepin, phenytoin.
Timah dan logam berat akan menghambat aktivasi enzim dalam proses aktifitas oksidasi
glukosa sehingga mengakibatkan neuropati yang sulit dibedakan dengan defisiensi
4.
5.
6.
7.
8.
vitamin B.
Keganasan
Trauma
Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri
Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders
Genetik
2.3 Epidemiologi
Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik. Penyakit
ini mengenai semua umur, terbanyak pada usia remaja dan pertengahan, serta laki-laki relatif
lebih banyak daripada wanita.
2
Kerusakan saraf perifer dialami oleh 2,4% populasi di dunia. Prevalensi ini akan
meningkat 8% seiring bertambahnya usia.
dijumpai adalah polineuropati sensorimotor diabetik, dimana 66% penderita DM tipe 1 dan
59% penderita DM tipe 2 mengalami polineuropati. Sedangkan polineuropati genetik yang
paling sering adalah akibat Charcot-Marie-Tooth type 1a, dimana 30 dari 100.000 populasi
mengalaminya. Mononeuropati terbanyak disebabkan oleh carpal tunnel syndrome yang
prevalensinya 3% - 5% dari populasi orang dewasa.
2.4 Klasifikasi
Polineuropati
Lesi utama pada polineuropati adalah pada neuron sehingga bisa juga disebut
neuronopati. Gejala yang mula-mula mencolok adalah pada ujung saraf yang terpajang.
Disini didapatkan degenerasi aksonal, sehingga penyembuhan dapat terjadi jika ada
regenerasi aksonal. Proses disini lambat dan sering tidak semua saraf terkena lesi tersebut.
Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi. Tungkai lebih dulu menderita dibanding lengan.
Gangguan sensorik berupa parastesia, disestesia, dan perasaan baal pada ujung jari kaki yang
dapat menyebar kearah proksimal sesuai dengan penyebaran saraf tepi, ini disebut sebagai
gangguan sensorik dengan pola kaus kaki. Kadang parastesia dapat berupa perasaan yang
aneh yang tidak menyenangkan, rasa terbakar. Nyeri pada otot dan sepanjang perjalanan saraf
tepi jarang dijumpai.
Kelemahan otot awalnya dijumpai pada bagian distal kemudian menyebar kearah
proksimal. Atrofi otot, hipotoni dan menurunnya reflex tendon dapat dijumpai pada fase dini,
sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf otonom dapat juga terkena sehingga menyebabkan
gangguan tropik pada kulit dan hilangnya keringat serta gangguan vaskuler prifer yang dapat
menyebabkan hipotensi postural.
Cairan serebrospinal biasanya normal. Proses patologik pada sistem motorik dan
sensorik dapat mengalami gangguan yang tidak sama beratnya. Tidak jarang satu fungsi
masih normal sedangkan yang lain mengalami gangguan berat. Biasanya neuropati jenis ini
disebabkan oleh penyakit defisiensi, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
Radikulopati
Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen
intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai degenerasi
aksonal sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi.
Reaksi serupa dapat dijumpai pada binatang percobaan dengan memberikan imunisasi
lanjutan jaringan saraf. Pada manusia dijumpai pada neuritis difteria dan Guillian-Barre
syndrome. Oleh karena lesi terjadi disekitar ruangan subarakhnoid maka akan terjadi reaksi
pada CSF yang disebut sebagai disosiasi sitoalbumin, dimana protein meningkat dan sedikit
perubahan pada jumlah sel.
Gangguan sensorik sangat bervariasi, kadang-kadang berupa gangguan segmental,
pola kaus kaki dan juga dapat normal tanpa kelainan. Kelemahan otot dapat terjadi pada
bagian proksimal maupun distal pada tungkai. Atrofi tidak begitu nyata dibandingkan pada
poli neuropati. Refleks-refleks dapat menurun sampai menghilang.
Mononeuropati
Pada mononeuropati terjadi lesi perifer lokal yang disebabkan oleh infeksi, kompresi,
atau iskemik pada satu saraf. Gangguan motorik maupun sensorik hanya terbatas pada satu
saraf yang terkena. Lesi pada berbagai saraf perifer yang bersifat simetris yang disebut
mononeuropati multipleks sebagai komplikasi penyakit kolagen.
2.5 Patofisiologi
Sistem persarafan terdiri dari neuron dan neurologia yang tersusun membentuk
system saraf pusat dan perifer. Sistem saraf pusat itu dibagi menjadi otak dan medulla
spinalis sedangkan system saraf tepi merupakan system saraf diluar system saraf pusat yang
membawa pesan dan system saraf tepi/ perifer adalah perpanjangan medulla spinalis disebut
system saraf spinal.
Sistem saraf cranial terbagi menjadi 12 saraf dan system saraf spinal 3 saraf di tiap saraf
tersebut terdapat saraf motorik, sensorik, maupun otonom. Saraf motorik adalah saraf yang
membawa pesan dari otak ke tubuh dan bertanggung jawab terhadap kemampuan bergerak
dari bagian tubuh seperti tangan dan kaki. Saraf sensorik adalah saraf yang membawa
informasi dari organ (contoh: kulit) ke system saraf pusat dan diproses dalam bentuk sensasi,
contohnya: rasa raba, perubahan suhu, dan vibrasi. Saraf otonom adalah seperti detak jantung,
tekanan darah, pernafasan, pencernaan, dan fungsi kandung kemih
Potensial aksi yang terbentuk di salah satu jenis organ reseptor dihantarkan kearah
sentral disepanjang serabut aferen, yang merupakan penonjolan perifer neuron somatosik
pertama yang badan sel nya terletak di ganglion radikal dorsalis.
Serabut aferen dari area tubuh tertentu berjalan bersamaan disusunan saraf tepi, saraf
tersebut tidak hanya mengandung serabut untuk sensasi superfisial dan dalam serabut aferen
somatik, tetapi juga serabut aferen otot lurik (serabut eferen somatik) dan serabut yang
mensarafi organ dalam, kelenjar keringat, dan otot polos pembuluh darah (serabut aferen
visceral dan serabut eferen visceral)
Serabut atau akson semua jenis bergabung bersama di dalam rangkaian selubung
jaringan ikat (endononium, perinokornium, dan epinorium) untuk membentuk kabel saraf
prenorium juga mengandung pembuluh darah yang menyuplai saraf (vasa nervosum).
Secara umum neuropati perifer terjadi akibat 3 proses patologi yaitu degenerasi
wallerian, degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental. Proses spesifik dari beberapa
penyakit yang menyebabkan neuropati masih belum diketahui.
Pada degenerasi wallerian, terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan pada
akson. Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga merusak
kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal akibat trauma atau
infark saraf perifer.
Degenerasi aksonal, yang biasanya disebut dying-back phenomenon, kebanyakan
menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal. Polineuropati akibat degenerasi akson
biasanya bersifat simetris dan selama perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari distal ke
proksimal. Proses ini sering didapatkan pada penderita polineuropati kausa metabolik.
Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu
regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot, organ sensorik dan
pembuluh darah.
Pada demielinisasi segmental terjadi degenerasi fokal dari myelin. Reaksi ini dapat
dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor general atau neuropati motorik
predominan. Polineuropati demielinasi segmental yang didapat biasanya akibat proses
autoimun atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada polineuropati
herediter. Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat karena yang diperlukan
hanya remielinisasi.
Pada polineuritis idiopatik akut dapat terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel
mononuklear pada akar-akar saraf spinalis, sensorik dan ganglion simpatis dan saraf perifer.
Pada polineuropati difteri terjadi demielinisasi pada serat-serat saraf di akar dan ganglion
sensorik dengan reaksi inflamasi.
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan yang
mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat mengakibatkan neuropati melalui
peningkatan stress oksidatif
Gambar
1.
Patofisiologi
pada
Gambar 2. Jalur sorbitol, sebagai salah satu mekanisme patogenesis pada neuropati perifer.
Dari: Head KA. Peripheral neuropathy:pathogenic mechanisms and alternative therapies.
Alternative Medicine Review 2006;11(4):294-296.
Nitric oxide memainkan peranan penting dalam mengontrol aktivitas Na/K ATPase.
Radikal superoksida yang dihasilkan oleh kondisi hiperglikemia mengurangi stimulasi NO
pada aktivitas Na/K ATPase. Selain itu, penurunan kerja NO juga mengakibatkan penurunan
aliran darah ke saraf perifer.
2.6 Gambaran Klinis
1. Metabolik
a. Neuropati diabetik
* Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling sering terjadi
Gejala dan tanda : - gangguan motorik tungkai lebih sering terkena daripada tangan
7
* Otonom neuropati
Gejala dan tanda : keringat berkurang, hipotensi ortostatik, nokturnal diare,
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensia dan retensio urin, gastroparesis dan
impotensi.
*Mononeuropati
Gejala dan tanda : terutama mengenai nervi kranialis (terutama nervi untuk
pergerakan bola mata) dan saraf tepi besar dengan gejala nyeri.
b. Polineuropati uremikum
Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala dan tanda : - gangguan sensorimotor simetris pada tungkai dan tangan
- rasa gatal, geli dan rasa merayap pada tungkai dan paha memberat
pada malam hari, membaik bila kaki digerakkan (restless leg
syndrome).
2. Nutrisional
a. Polineuropati defisiensi :
- Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala dan tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati optika
- Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin > a intake asam folat yang kurang
- Niasin : pada pasien defisiensi multiple
b. Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi multivitamin dan thiamin
Gejala dan tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama tungkai tahap lanjut
mengenai tangan.
3. Toksik
a. Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi kronik)
Gejala dan tanda : - gangguan sensoris berupa nyeri dan gangguan motorik yang
berkembang lambat
- gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh karena
intake arsen.
b. Merkuri :
Gejala dan tanda : menyerupai keracunan arsen
4. Drug induced
8
dan metronodazole :
gangguan sensoris
10
elektodiagnostik
membantu
membedakan
apakah
neuropati
di nervus suralis dan nervus peroneal superficialis. Jika pada semua pemeriksaan tidak
didapatkan hasil bermakna dan pemeriksaan elektrodiagnostik menunjukkan neuropati perifer
simetris tipe aksonal maka dianggap diagnosisnya adalah neuropati perifer idiopatik. Biopsi
epidermis dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan rasa terbakar, kebas, dan nyeri
dimana diduga kerusakan terjadi pada serabut saraf kecil. Kerusakan serabut saraf kecil
dapat mendasari tahap awal dari beberapa neuropati perifer dan tidak dapa dideteksi dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik.
2.8 Penatalaksanaan farmakologik dan non farmakologik
1. Penatalaksanaan Farmakologik
-Terapi kausatif
Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang paling bisa ditatalaksanai
meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan defisiensi vitamin neurotropik. Adapula obat
yang merangsang proteosintesis untuk regenerasi sel Schwann diantaranya metilkobalamin
12
(derivat B12) dengan dosis 1500 mg/hari selama 6-10 minggu, gangliosid (intrinsik
membran sel neuron) dengan dosis 2 x 200 mg intramuskuler selama 8 minggu.
- Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin), topiramate
(topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan antidepresan (misalnya
amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik
kronik pada pasien tertentu.
- Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
Penatalaksanaan Non-farmakologik
Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, diet dan pemilihan sepatu yang sesuai
kiri dan kanan, gejalanya mulai dari kesemutan, dan jika parah maka akan terjadi baal
atau banyak disebut dengan mati rasa. Kadang-kadang nya terjadi panas, seperti rasa
terkena cabai pedas. Jika orang merasakan nyeri dengan denyut terus menerus maka dapat
mengganggu tidurnya.
2. Neuropati pada saluran pencernaan
Neuropati pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare dan biasanya akan
terjadi pada waktu malam hari. Namun juga ada sebagian orang yang mengalami
gangguan konstipasi akibat dari neuropati saluran pencernaan ini.
3.
BAB III
KESIMPULAN
14
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik
perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis
(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster
pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa
stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi. Meskipun jarang, nyeri juga
dihasilkan oleh kerusakan SSP, terutama jaras spinotalamik atau talamus. Nyeri neuropatik
secara sering sedemikian hebat dan tidak teratasi dengan pengobatan nyeri standar.
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi perifer,
ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan ekspresi dan
distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan meningkatkan
eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang bertanggung jawab terhadap
munculnya nyeri neuropatik spontan.
Pengobatan untuk nyeri neuropatik tidak hanya berupa pemberian golongan OAINS
dan golongan opioid namun juga dapat diberikan obat-obatan ajuvan berupa golongan
konvulsa, golongan antidepresan, kortikosteroid serta dapat diberikan pengobatan non
farmakologi berupa terapi rehabilitasi medik.
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
2. Harsono. 2011. Buku Ajar Neurologi Klinik. Yogyakarta: UGM Press.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2013. Standar Pelayanan Medik
Neurologi. Jakarta: Perdossi
4. Markam, Soemarmo. 2009. Penuntun Neurologi. Jakarta: Bina Aksara
5. Mahadewa, Tjokorda Gde Bagus. 2013. Saraf Perifer. Jakarta : Gramedia Pustaka
16