masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga
pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran
Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan
berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi,
ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintahperintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat
untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat
yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka
dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan,
melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang
mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti
asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
A. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 8
Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M. Muhammadiyah berasal dari
bahasa Arab Muhammad yaitu nama nabi terakhir, kemudian mendapatkan ya
nisbiyah yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad
atau pengikutnya Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad
Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18
November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan
untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda
berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan
dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge
School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School
Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Muallimin _khusus laki-laki, yang
bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Muallimaat Muhammadiyah
khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan
umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang
justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan
dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga
pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar
belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni
untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu
agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan
sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan,
menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya
oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di
Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatankegiatan kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda.
Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad
Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar
dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam
untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan
melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai
dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh,
Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisantulisan Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca
oleh KH. Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu,
ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasangagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan
bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-
prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan
Sunnah, namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter
dinamis dan terus berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah
banyak memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem
kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang
banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
1. C. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke Masa
No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1 KH. Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH. Ibrahim 1923 1932
3 KH. Hisyam 1932 1936
4 KH. Mas Mansur 1936 1942
5 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
7 KH. M Yunus Anis 1959 1962
8 KH. Ahmad Badawi 1962 1968
9 KH. Faqih Usman 1968 1971
10 KH. AR. Fachruddin 1971 1990
11 KH. A. Azhar Basyir 1990 1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995 2000
13 Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif 2000 2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa jabatannya
tahun 2015
D. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia
1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang ke seluruh
penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan perkembangan organisasi NU,
Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak
dengan jamaah Muhammadiyah. Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha
Muhammadiyah dalam mengikis adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan
masyarakat, sehingga banyak menemui tantangan dari masyarakat.
1. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah banyak
berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Perkembangan Muhamadiyah
dalam bidang keagamaan terlihat dalam upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis
Tarjih (1927), yaitu lembaga yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah
yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam
bidang keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak telah
bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan contoh yang
telah diberikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan jalan
perhitungan hisab atau astronomi sesuai dengan jalan perkembangan ilmu
pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat yang ada pada
amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah yang benar menurut
perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian, perikanan,
peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur pengumpulan dan pembagian zakat
fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan keluarga
berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk peran dari
kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.
7. Tersusunnya rumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup Muhammadiyah, yaitu
suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
1. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu
keagamaan, dan
2. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu
pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu agama dan
ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama. Dalam bidang
kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan,
membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk menyantuni
mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang banyak
memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat membantu
penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang
tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup sepanjang
tuntunan Ilahi.
Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris BCA dan akktif dalam pembauran /
asimilasi Gagasannya, kesadaran harus hidup keluar dari lingkungan etnisnya.
A.Latar Belakang
Pendidikan di Indonesia dewasa ini belumlah menjadi cita-cita ideal yang diharapkan
oleh seluruh masyarakat muslim, khususnya para pendidik dan pemerhati
pendidikan.Keberhasilan pendidikan tidak hanya ditinjau dari aspek nilai akademis dari suatu
kegiatan ujian saja, tetapi lebih jauh hasil dari kegiatan pendidikan haruslah mampu
mengakomodasi berbagai aspek dimensi kebutuhan masyarakat, terutama aspek moralitas
bangsa, sehingga tiap keluaran pendidikan lembaga in formal maupun non formal tidak hanya
memiliki kapabilitas pada keilmuan yang dituntutnya saja.Pendiikan tidak boleh
menghasilkan faham kekuasaan, berbau feodal, dan harus memperhatikan aspirasi
kemajemukan peserta didik secara memadai.
Banyak dari pemikir Islam seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Al-Biruni, Ibn
Khaldun, Al-Ghazali dan lain sebagainya, telah memberikan contoh dalam pendidikan Islam
yang ideal. Ketika itu masa kejayaan Islam (abad ke 7 sampai ke 12 M), lembaga perguruan
tinggi Islam telah mampu menghasilkan ilmuwan-ilmuwan muslim yang memiliki
keseimbangan intelektual, ilmu pengetahuan, dan teknologi (IPTEK) dengan etika dan moral
(IMTAQ). Jadi, secara historis konsep pendidikan Islam yang mengutamakan kepentingan
duniawi dan ukhrawi sebenarnya telah diaplikasikan kaum Muslim terdahulu.
Sistem pendidikan Islam harus dibangun di atas konsep kesatuan antara
pendidikan Qalbiyah dan Aqliyah, sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim yang
pintar secara Intelektual dan terpuji secara moral.
Dalam upaya membangun kembali kejayaan Islam agar dapat menciptakan suatu
peradaban Islam di tengah dominasi politik, ekonomi, kultural, dan intelektual Barat, maka
hal dalam pendidikan seperti di perguruan tinggi, sekolah tinggi Islam manapun perlu di tata
kembali. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa secara umum tingkat perkembangan
perguruan tinggi Islam relatif hampir sama. Di Indonesia misalnya, eksistensi perguruan
tinggi Islam pada dasarnya tidak jauh berbeda dari keadaan perguruan tinggi di negara-negara
Islam lainnya. Fakultas keagamaan di perguruan tinggi swasta, seperti yang didirikan NU dan
Muhammadiyah, secara institusional memiliki kemiripan dengan fakultas keagamaan di
Universitas Al-Azhar. Perbedaan yang utama adalah pada sisi orientasi dan penekanan materi.
Dalam rangka menuju cita-cita pendidikan Islam Indonesia yang ideal, penulis
mencoba menawarkan pemikiran yang telah awal ditawarkan oleh tokoh pendidik dan
cenderung lebih dekat dengan konsep pendidikan Islam, KH.Ahmad Dahlan, hal ini
kebanyakan mereka itu suka mendengar atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar?. (alFurqan: 44)
B.Permasalahan
Pada umumnya Filsafat Pendidikan Islam merupakan penyebab munculnya
dan berkembangnya tradisi keilmuan, pemikiran, dan filsafat di dunia Islam dan
tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan, kebudayaan dan peradaban yang
mengitari munculnya pandangan tentang filsafat pendidikan Islam ini. Karena
itu, penulis memiliki permasalahan tentang hal yang berkaitan dengan filsafat
pendidikan Islam;
a. Bagaimana pemikiran KH. Ahmad Dahlan mengenai pendidikan terutama filsafat
pendidikan Islam di Indonesia?
b. Apa relevansi filsafat pendidikan Islam K.H. Ahmad Dahlan dengan problem
pendidikan dewasa ini?
c. Bagaimana tinjauan kritis terhadap filsafat pendidikan Islam K.H. Ahmad
Dahlan?
C.Manfaat
Dalam penulisan ini, pembahasan tentang Filsafat Pendidikan Islam
Menurut K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923) atau Relevansinya Bagi Solusi Problem
Pendidikan Dewasa Ini , merupakan studi literatur pemikiran K.H. Ahmad Dahlan
tentang Falsafah Pendidikan Islam dan memberikan manfaat bagi agama dan
bangsa. Bagi pemerintah dalam suatu negara seperti Indonesia akan hal ini,
sangatlah penting dalam tatanan kepemerintahan yang majemuk dan mayoritas
penduduknya beragama Islam. Sedangkan bagi masyarakat Muslim, pendidikan
filsafat Islam merupakan manajer dalam memahami konteks pendidikan
terutama pendidikan Islam di Indonesia.
D.Tujuan
a.
b.
c.
d.
Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah,
Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah. Di samping itu,
KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia
juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan
juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula
menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.
B. Difinisi Filsafat Pendidikan Islam Serta Pengertian Filsafat Pendidikan
Islam
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan pengajaran, atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Sementara itu Indra Djati Sidi menambahkan, bahwa pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya pribadi yang utama [2]
Tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup, sebab pendidikan
bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. tujuan akhir pendidikan, alSyaibani, menyimpulkan tujuan akhir pendidikan, yakni : Keutamaan dan
pendekatan diri kepada Allah yakni keutamaan dan pendekatan diri kepada
Allah.[3] Dengan demikian secara garis besar disimpulkan tujuan umum
pendidikan Islam ada lima, yaitu: Pertama, untuk membentuk akhlaq yang mulia.
Kaum muslimin dari dahulu sampai sekarang sepakat bahwa pendidikan akhlaq
yang sempurna adalah pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk
kehidupan dunia dan akhirat. Pendidikan Islam bukan hanya menitikberatkan
pada keagamaan atau keduniaan saja, tetapi pada keduanya. Ketiga, persiapan
untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi manfaat, atau secara populer
diistilahkan dengan tujuan vocational dan professional. Keempat, menumbuhkan
semangat ilmiah pada para pelajar, dan memuaskan rasa ingin tahu, serta
memungkinkan mereka mengkaji ilmu demi ilmu itu sendiri. Kelima, menyiapkan
pelajar dari segi profesi, teknik, dan pertukangan supaya dapat menguasai
profesi tertentu dan keterampilan pekerjaan tertentu, agar dapat mencari rizki
dalam hidup, di samping memelihara segi kerohanian dan keagamaan.Selain itu
Muhammad Munir Mursi menjelaskan tentang tujuan pendidikan Islam adalah:
Pertama, terciptanya manusia seutuhnya, karena Islam itu adalah agama yang
sempurna. Kedua, terciptanya kebahagiaan dunia dan akhirat, merupakan tujuan
yang seimbang. Ketiga, menumbuhkan kesadaran manusia untuk mengabdi dan
takut kepada-Nya. Keempat, menguatkan ukhuwah Islmiyyah di kalangan kaum
muslimin.
Dari uraian tersebut, tujuan pendidikan dalam Islam pada dasarnya
mengubah sikap mental dan moral serta perilaku manusia menuju ke arah
perbaikan, yang dapat menghasilkan kebahagiaan baik bagi dirinya maupun
lingkungan sekitarnya, bahkan lebih jauh dapat memberi rahmat bagi alam
semesta.
Melihat kembali Filsafat merupakan bagian dari tindakan pemikiran yang
bijaksana, maka dalam hal ini, Islam sebagai agama universal yang merupakan
bagian dari kehidupan manusia baik dunia dan akhirat. Pada sifatnya yang
universal inilah, Islam cocok untuk menjadi agama bagi semua umat manusia
yang berbeda dalam jenis bahasa, budaya dan daerah.
Selanjutnya Islam merupakan sumber utama untuk menjadi dasar filsafat
umum dan filsafat yang sering digunakan dalam bidang pendidikan,
pembangunan, kebudayaan, sosial, ekonomi dan politik.
C. Dinamika Pemikiran Intelektual K.H Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya
apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu
untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pendidikan kyai musti lebih
banyak merujuk pada bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Namun
naskah pidato terakhir Kyai yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk
dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Kyai terhadap pencerahan
akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Kyai dalam pencerahan akal, yaitu: (1)
pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat
dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan
istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal
adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah
pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika
manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. [4]
Pribadi Kyai Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa
yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar
belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas
melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat
dikatakan sebagai suatu "model" dari bangkitnya sebuah generasi yang
merupakan "titik pusat" dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab
tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan
dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan
tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada
persoalan politik dan ekonomi, Kyai Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam
bidang pendidikan. Titik bidik pada dunia pendidikan pada gilirannya
mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya. Seiring
dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi
sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka
panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam semacam
pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua:
pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaranajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang
hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja.
Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini Kyai Dahlan gelisah,
bekerja keras sekuat tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak
mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusiamanusia baru yang mampu tampil sebagai ulama-intelek atau intelek-ulama,
yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan
tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran
agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah
sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua
tindakan itu sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan
pendidikan Islam lain. Namun, ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan
integralistik yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam
proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang
musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah
teknik pendidikan bisa berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan
atau psikologi perkembangan.
1.Peran Pendidikan K.H. Ahmad Dahlan
Filsafat yang dianut dan diyakini oleh Ahmad Dahlan adalah berdasarkan
agama Islam, maka sebagai konsekuensinya logik, Ahmad Dahlan berusaha dan
selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan atas prinsip-prinsip filsafat yang
diyakini dan dianutnya. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke
depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Dalam kaitan ini filsafat dan
pendidikan Ahmad Dahlan tidak dapat dilepaskan dari filsafat pendidikan Islam
pada umumnya, karena yang dikerjakan oleh Ahmad Dahlan pada hakikatnya
adalah prinsip-prinsip Islam yang menurut Ahmad Dahlan menjadi dasar pijakan
bagi pembentukan manusia Muslim. Oleh karena itu, sebelum mengkaji orientasi
filsafat pendidikan Ahmad Dahlan perlu menelusuri konsep dasar filsafat
pendidikan Islam yang digagas oleh para pemikir maupun praktisi pendidikan
Islam.
Meskipun tema pembaharuan pendidikan Ahmad Dahlan memperoleh
perhatian yang cukup serius dari para pengkaji sejarah pendidikan Indonesia,
namun sejauh ini belum ada satu karya pun yang menunjukkan bagaimana
sebenarnya model filsafat pendidikan yang dikembangkan oleh Ahmad Dahlan.
Untuk melangkah ke arah itu bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan: (1)
pendekatan normatif yakni bertitik tolak dari sumber-sumber otoritatif Islam (alQuran dan Sunnah Nabi), terutama tema-tema pendidikan, kemudian
dieksplorasi sedemikian rupa sehingga terbangun satu sistem filsafat
Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak
awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik
tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga
mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen
dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar.
Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan
Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan
kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan
Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari
Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi
ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi,
tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain
tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH.
Ahmad
Dahlan
mensiasatinya
dengan
menganjurkan
agar
cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama
Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq, Amanah, Tabligh,
Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan
dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan
perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulamaulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan
dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei
1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
3.Tujuh Falsafah Ajaran K.H. Ahmad Dahlan
1.
2.
3.
4.
5.
Dalam hal ini muridnya K.H. Ahmad Dahlan adalah KRH. Hadjid, beliau
sangat tekun dan menulis apa-apa yang dipaparkan gurunya, ia rangkum dalam
sebuah tulisan tujuh falsafah atau tujuh perkara pelajaran Ahmad
Dahlan.Pelajaran pertama: mempelajari tentang perkataan ulama tentang
manusia itu semuanya mati.Pelajaran kedua: mempelajari tentang perkataan
ulama tentang manusia yang mementingkan diri-sendiri (individual).Pelajran
ketiga: mempelajari tentang perkataan ulama tentang akal fikiran, perasaan,
kehendak, dan perbuatan.Pelajaran keempat: mempelajari tentang perkataan
ulama tentang golongan manusia dalam satu kebenaran.Pelajaran kelima:
mempelajari tentang perkataan ulama tentang penyucian diri.Pelajaran keenam:
mempelajari tentang perkataan ulama tentang ikhlas dalam memimpin.Pelajaran
ketujuh: mempelajari tentang perkataan ulama tentang ilmu pengetahuan dibagi
atas pengetahuan atau teori (belajar ilmu), dan mengerjakan, mempraktekkan
(belajar amal).[6] Dalam hal ini apabila sudah mendengar, apa kita sudah
melaksanakan dengan sungguh-sungguh.
4.Orientasi Filosofi Pendidikan KH.Ahmad Dahlan
Orientasi filosofis pendidikan, pendidikan Islam Ahmad Dahlan,
memerlukan kepekaan dalam memahami perkembangan kehidupan dan
menjawab setiap kebutuhan baru yang timbul dari cita-cita anggota masyarakat
dengan strategi sebagai berikut:
Mengusahakan nilai-nilai Islami dalam pendidikan Islam menjadi ketentuan
standar
bagi pengembangan moral atau masyarakat yang selalu mengalami perubahan
itu
Mengusahakan peran pendidikan Islam mengembangkan moral peserta didik
sebagai
dasar pertimbangan dan pengendali tingkah lakunya dalam menghadapi norma
sekuler
Mengusahakan norma Islami mampu menjadi pengendali kehidupan pribadi
dalam
menghadapi goncangan hidup dalam era globalisasi ini sehingga para peserta
didik mampu menjadi sumber daya insani yang berkualitas
Mengusahakan nilai-nilai islami dapat menjadi pengikat hidup bersama dalam
rangka
mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam yang kokoh dengan tetap
memperhatikan lingkungan kepentingan bangsa
Mengusahakan sifat ambivalensi pendidikan Islam agar tidak timbul
pandangan dikotomis.
Murjiah . Bahkan, berbagai prestasi kesalehan umat manusia secara pribadi dalam wujud
ritual ibadah pada Allah digugat. Apakah dampak dari dzikir kepada Allah?, apakah
manfaatnya shalat?, apakah pengakuan sucimu?, terbukti bahwa kita masih sangat kerap
dengan kebiasaan dan cinta kepada harta benda kata KH Ahmad Dahlan membangkitkan
kesadaran dan empati sosial murid-muridnya.Salah satu perkataan KH Ahmad Dahlan
kepada murid-muridnya adalah :
Djanganlah kamu ber-teriak2 sanggup membela agama meskipun harus menjumbangkan
djiwamu sekalipun. Djiwamu tak usah kamu tawarkan, kalau Tuha menghendakinja, entah
dengan djalan sakit atau tidak, tentu akan mati sendiri, Tapi beranikah kamu menawarkan
harta bendamu untuk kepentigan agama? Itulah jang lebih diperluka pada waktu sekarang
ini. [7] Nilai ajaran berupa ketulusan berbuat kebaikan dan mengorbankan harta benda yang
ditauladankan oleh KH Ahmad Dahlan tersebut berlandaskan pada surat Al-Maun ayat 1-7 :
. .
.
.
(7-1 : ). .
KH Ahmad Dahlan mengajarkan tafsir surat ini berulang kali kepada para santrinya, sehingga
beberapa hari pelajaran tidak bertambah. Haji Syuja, salah satu santri beliau bertanya kok
pelajaran tidak ditambah?. Beliau kembali bertanya kepada murid-muridnya apakah betulbetul telah dimengerti. Haji Syuja menyatakan bahwa ia dan kawan-kawannya telah hafal
semua. Kyai bertanya, Apa sudah diamalkan?. Dijawab, kami telah berulang kali
membacanya ketika shalat. Bukan itu yang kumaksud. Diamalkan berarti dikerjakan,
dipraktekkan, jelas Kyai. Oleh karena itu, lanjut Kyai, mulai pagi ini pergilah berkeliling
mencari orang miskin. Kalau sudah mendapat, bawalah pulang ke rumah masing-masing.
Berilah mereka sabun yang baik untuk mandi, berilah pakaian yang bersih, berilah makanan,
minuman dan tempat tinggal untuk tidur di rumah kamu sekalian. Sekarang juga pengajian
saya tutup dan saudara melakukan petunjuk-petunjuk saya tadi.
Begitu dalamkah makna surat Al-Maun menembus relung jiwa KH Ahmad
Dahlan .Betapa tidak, dengan tujuh ayat ini, dan didukung oleh ayat-ayat lainnya, beliau
mampu mengawali dakwahnya dengan aksi untuk kemanusiaan yang tercatat oleh tinta emas
sejarah Islam Indonesia, di saat kita, mungkin saja, telah menghafal ratusan ayat Al-Quran,
namun seringkali minus bukti nyata.
KH Ahmad Dahlan ketika membaca ayat ini : Tahukah kamu (orang) yang
mendustakan al-Din?. Al-Imam Ibnu Jarir al-Thabary menjelaskannya sebagai sikap
mendustakan hukum dan imbalan Allah SWT. Al-Imam Al-Qurthuby menafsirkannya sebagai
pengingkaran terhadap imbalan dan penghitungan Allah SWT terhadap hamba-hambaNya di
hari Akhir. Tidakkah kau wahai Muhammad, melihat orang yang telah mendustakan hari di
mana mereka akan dikembalikan, dibalas, dan diberi ganjaran (din)?, terang Ibnu Katsir.
Al-Maraghi mengungkapkan, ayat ini menunjukkan sebuah pertanyaan dengan penuh
keheranan, dengan harapan agar pembaca tertarik untuk mengetahui siapa yang dimaksud.
Orang seperti ini telah menjerumuskan dirinya kepada sesuatu yang sangat berbahaya dan
meyengsarakan dirinya; ia mendustakan suatu realitas absolut di balik yang terindera,
berkenaan dengan perkara-perkara ilahiyah (ghaibiyat) yang tak kan mungkin terjangkau
hakekatnya oleh manusia. Realitas tersebut hanya dapat ditangkap oleh manusia melalui
bukti-bukti ciptaanNya. Semua itu (semestinya) membangkitkan naluri untuk patuh dan
tunduk serta yakin akan eksistensi Allah SWT dan keesaan-Nya, membenarkan kehidupan
akherat, di mana mereka aka dihadapkan kepada Allah SWT untuk menerima balasan : semua
yang telah didustakan!. Diterangkan pula menurut Al-Imam Sayyid Qutb menerangkan
bahwa sikap mendustakan agama diwujudkan dalam bentuk kehilangan empati dan
kepedulian terhadap anak yatim, termasuk tidak tertarik untuk mengajurkan orang lain untuk
memberi makanan kepada fakir miskin. Jika sikap membenarkan agama telah bersemayam
mantap di hatinya, tidak mungkin ia melalaikan kewajiban sosial tersebut.
Islam, karena kegiatan pemikirannya bercorak Islam. Islam disini menjadi jiwa
yang mewarnai suatu pemikiran. Filsafat disebut Islami bukan karena yang
melakukan aktivitas kefilsafatan itu orang yang beragama Islam, atau orang
yang berkebangsaan Arab atau dari segi objeknya yang membahas mengenai
pokok-pokok keIslaman.
Hakekat Filsafat Islam ialah Aqal dan al-Quran. Filsafat Islam tidak mungkin
tanpa aqal dan al-Quran. Aqal yang memungkinkan aktivitas itu menjadi
aktivitas kefilsafatan dan al-Quran juga menjadi ciri keislamannya. Tidak dapat
ditinggalkannya al-Quran dalam filsafat Islam adalah lebih bersifat spiritual,
sehingga al-Quran tidak membatasi aqal bekerja, aqal tetap bekerja dengan
otonomi penuh.Aqal dan al-Quran di sini tidak dapat dipahami secara struktural,
karena jika aqal dan al-Quran dipahami secara struktural yang menyiratkan
adanya hubungan atas bawah yang bersifat subordinatif dan reduktif, maka
antara satu dengan lainnya menjadi saling mengatas-bawahi, baik aqal
mengatasi al-Quran atau sebaliknya al-Quran mengatasi aqal. Jika al-Quran
mengatasi aqal maka aqal menjadi kehilangan peran sebagai subjek filsafat yang
menuntut otonomi penuh. Sebaliknya jika aqal mengatasi al-Quran, terbayang di
sana bahwa aktivitas kefilsafatan Islam menjadi sempit karena objeknya hanya
al-Quran. Oleh karena itu, Filsafat Islam adalah aqal dan al-Quran dalam
hubungan yang bersifat dialektis. Aqal dengan otonomi penuh bekerja dengan
semangat Quraniyah.Aqal sebagai subjek, dan sebagai subjek ia mempunyai
komitmen, berupa wawasan moralitas yang bersumber pada al-Quran. Aqal
sebagai subjek berfungsi untuk memecahkan masalah, sedangkan al-Quran
memberikan wawasan moralitas atas memecahan masalah yang diambil oleh
aqal. Hubungan dialektika aqal dan al-Quran bersifat fungsional.
BAB III
PENUTUP
A. Relevansi Dan Kontekstualisasi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Untuk
Pendidikan Indonesia
Untuk membangun upaya tarbiyah (pendidikan ummat manusia) tersebut,
khususnya di negara Indonesia ini. maka langkah awal yang digagas Dahlan
adalah gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan
upaya membangun sistem pendidikan muda muhammadiyah tersebut, dan juga
untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya membangun dan
DAFTAR PUSTAKA
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Toumy.. Terj. Hasan Langgulung. Falsafah Pendidikan Islam.
Jakarta: Bulan Bintang. 1979
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair., Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius
1990
Hadjid,. Pelajaran KHA Dahlan; 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Quran, Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah, Malang : Malang Press. 2005
Idi, Abdullah dan Toto Suharto, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.
Kartanegara, Mulyadi, Gerbang Kearifan, Jakarta: Lentera Hati. 2006
M Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran & Kepemimpinannya (Yogyakarta:
MPKSDI-PPM, 2005), Cet. 1, hal. 68-69
Mulkhan, Abdul Munir., Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan Amal Muhamammadiyah,
Yogyakarta: PT Percetakan Persatuan. 1990
Mulkhan, Abdul Munir., Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan; dalam Hikmah Muhammadiyah,
Yogyakarta: suara muhammadiyah. 2007
Nizar, Samsul., Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Histories, Teoritis dan Praktis, Jakarta:
Ciputat Press. 2002
Sidi, Indra Djati., Menuju Masyarakat Belajar; Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta:
Paramadina. 2003
Sucipto, Hery, Menegakkan Indonesia; Pemikiran Dan Kontribusi 50 Tokoh Bangsa
Berpengaruh. Jakarta: Grafindo 2004
Tim
Pembina
Al-Islam
dan
Kemuhammadiyahan
Universitas
Muhammadiyah
Malang,Muhammadiyah; Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Yogya dan Universitas Muhammadiyah, Malang : Malang Press 1990.
Yusuf, M. Yunan dan Piet Hizbullah Khaidir. Filsafat Pendidikan Muhammadiyah (naskah awal),
Jakarta: Dikdasmen PP. Muhammadiyah. 2000
[1]
Munir Mulkhan, Pesan dan Kisah K.H. Ahmad Dahlan Dalam Hikmah
Muhammadiyah,Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2007, h. 203-204
[2]
Indra Djati Sidi , Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Jakarta:
Paramadina:2001 hal 23-24
[3]
Omar
Mohammad
Al-Toumy
Al-Syaibany. Falsafah
Terjemahan Hasan Langgulung.
Jakarta: Bulan Bintang. 1979. h. 7-9
Pendidikan
Islam.
[4]
Abdul Munir Mulkhan, Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan Amal
Muhamammadiyah, Yogyakarta:
PT Percetakan Persatuan, 1990 h. 46
[5]
Bakker, Anton dan Achmad Charris Zubair. 1990, Metodologi Penelitian Filsafat,
Yogyakarta: KANISIUS.
[6]
Hadjid, Pelajaran KHA Dahlan; 7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat AlQuran, Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Malang Press. 2005. h. 9-10
[7]
M Yusron Asrofie, Kyai Haji Ahmad Dahlan Pemikiran & Kepemimpinannya (Yogyakarta: MPKSDI-PPM, 2005), Cet. 1, hal. 68-69